Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker adalah sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terkendali,

tidak terbatas, dan tidak normal yang tidak di ketahui apa penyebabnya.

Salah Satunya adalah Kanker payudara merupakan gangguan payudara

yang paling di takuti perempuan. Salah satu penyebabnya karena penyakit

ini tidak dapat di sembuhkan pada stadium lanjut. Kanker payudara

merupakan salah satu jenis penyakit yang sangat ditakuti oleh banyak orang

terutama kaum wanita. Karena selain proses pengobatannya cukup lama dan

sampai saat ini masih sulit disembuhkan, kanker payudara juga penyebab

kematian yang setiap tahunnya terus meningkat. Kanker payudara adalah

kanker terbanyak kedua di dunia merupakan kanker yang sering terjadi pada

perempuan dengan perkiraan 1,67 juta kasus kanker baru yang didiagnosa

pada tahun 2012 (25% dari semua kanker). Diperkirakan pada tahun 2030

insiden kanker mencapai 26 juta orang dan 17 juta diantaranya meninggal.

Menurut data World Health Organization (WHO, 2014), insiden kanker

meningkat dari 12,7 juta kasus pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus

pada tahun 2012, sedangkan jumlah kematian meningkat dari 7,6 juta orang

pada tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun 2012 (WHO, 2014).

Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on

Cancer), pada tahun 2002 kanker payudara menempati urutan pertama dari

seluruh kanker pada perempuan (insidens rate 38 per 100.000 perempuan)

dengan kasus baru sebesar 22,7% dan jumlah kematian 14% per tahun dari

1
2

seluruh kanker pada perempuan di dunia (Pusat Komunikasi Publik Setjen

Depkes, 2011). Breast Cancer Foundation Singapore memberikan data

bahwa 1 dari 16 wanita didiagnosa mengidap kanker payudara. Pada 2015,

sekitar 40.290 wanita diperkirakan meninggal akibat kanker payudara

(American Cancer Society, 2016).

Prognosis kanker payudara pada perstadium yaitu stadium I (100%),

stadium II (92%), stadium III (72%) IV (22%). Dimana lebih dari 80%

kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut (Kemenkes, 2015).

Provinsi Sumatera Barat sendiri terletak pada peringkat ke 8 dengan jumlah

estimasi penderita kanker payudara tertinggi (2.285 orang) dan dengan

prevalensi yang sudah di diagnosis oleh dokter 0,9% (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan hasil penilitian dari Sumiatin Titi dari poltekkes

Kemenkes Surabaya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan upaya pencegahan kanker payudara pada wanita usia

subur bahwa pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan

pola hidup dalam meningkatkan kesehatan, pengetahuan yang memiliki

pengaruh yang kuat, semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin

baik pula maka semakin baik pula perilaku seseorang dalam bidang

kesehatan. Jika pengetahuan dan upaya pencegahan ditingkatkan, maka

akan menurunkan tingginya kejadian kanker payudara pada wanita , maka

hal yang harus dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan bagian

dari kesehatan yang bertujuan untuk merubah perilaku individu atau

masyarakat sehingga sesuai dengan norma hidup sehat (Sumiatin Titik,

2016. Poltekkes Kemenkes Surabaya).


3

Dari hasil penilitian fitryaningsih Eva, Dkk. Di Banda Aceh dapat

disimpulkan adanya hubungan konsumsi sumber hewani yang diawetkan

dengan kejadian kanker payudara, yaitu sumber daging olahan/ awetan

terutama pola makan Western sering terpapar dengan senyawa Heterocylic

amines pada saat proses pengolahan sehingga menghasilkan senyawa

penyebab kanker. Pola makan yang tidak baik (western inhealthy dietay

patterns) berdasarkan jenisnya termasuk sumber daging, sumber dagingan

olahan yang diawetkan, kentang goreng, makanan yang manis-manis dan

sumber lemak yang tinggi. Pola makan yang baik dan tidak baik tersebut

berhubungan dengan resiko kanker payudara, hasil penilitian menunjukkan

pola makan tidak baik akan meningkatkan resiko kejadian kanker payudara

(Fitryaningsih Eva, Dkk. 2015. Banda Aceh).

Hasil analisis statistic pada penilitian Yulianty Titik, Dkk. Di

Semarang dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan

berolahraga 4 jam /minggu mempunyai resiko 1,222 lebih besar. Hasil

analisis ini mendukung hipotesis bahwa wanita dengan aktifitas yang

rendah memiliki resiko lebih besar untuk terkena kanker payudara

dibandingkan dengan wanita yang memiliki kebiasaan berolahrga atau

aktifitas fisik yang tinggi. Dengan aktifitas fisikatau berolahraga yang

cukup akan dapat dicapai keseimbangan antara kalori yang masuk dan

kalori yang keluar (Yulianty Iin, Dkk. 2016. Semarang).

Kanker payudara menduduki tempat nomor dua dari insiden semua

tipe kanker di Indonesia. Provinsi Sumatera Barat terdapat 19 Kabupaten/

Kota, dengan cakupan deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan

klinis (CBE) pada usia wanita usia subur (WUS) dengan kategori umur 30-
4

50 tahun didapatkan dengan jumlah Tumor/benjolan 1.338 kasus (Profil

kesehatan Sumatera Barat, 2017).

Beberapa factor yang mempengaruhi fenomena tersebut yaitu factor

internal yang meliputi pendidikan dan umur seseorang. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang makan semakin tinggi pula mereka

mendapatkan informasi dan semakin paham mereka akan adanya deteksi

dini kesehatan. Selain itu factor eksternal seperti lingkungan juga sangat

berpengaruh, karena lingkungan cenderung mendorong seseorang untuk

berbuat selayaknya lingkungan yang ditempatinya, lingkungan yang baik

akan menciptakan seseorang yang baik juga. Berada dilingkungan yang

peduli dengan kesehatan maka seseorang akan bersikap demikian juga

(Mubarak, 2007).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Solok didapatkan

pada usia 40-50 tahun yang diperiksa sebanyak 1.925 responden dengan

hasil pemeriksaan tumor/benjolan sebanyak 67 kasus dan dicurigai kanker

sebanyak 67 kasus dengan peningkatan tertinggi berada diwilayah kerja

Puskesmas Muara Panas. Pada tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas

Muara Panas pada kelompok usia 40-50 tahun didapatkan 20 populasi yang

diperiksa, dengan hasil terdapat tumor/benjolan pada 6 responden dan 1

responden dengan hasil dicurigai kanker, pada tahun 2018 kelompok usia

40-50 tahun didapatkan 62 responden yang diperiksa dengan hasil

pemeriksaan tumor/benjolan sebanyak 61 responden dan dicurigai kanker

sebanyak 54 responden. di Kabupaten Solok terdapat sebanyak 41 kasus.di

RSUD M. Natsir solok didapatkan cakupan diagnosa kanker payudara


5

terdapat sebanyak 23 kasus (Dinkes Kab.Solok 2018).

Berdasarkan Survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada Januari

2020, peneliti mewawancarai 10 orang Wanita Usia Subur (WUS) di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas dan mendapatkan hasil bahwa 8

orang dari 10 Wanita Usia Subur (WUS) belum mengetahui factor

penyebab kejadian kanker payudara. Dari survei awal tersebut diketahui

bahwa mereka belum pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang

factor penyebab terjadinya Kanker Payudara. Berdasarkan fenomena diatas,

peneliti tertarik meneliti Hubungan tingkat pengetahuan, pola makan, dan

aktivitas fisik dengan kejadian Neoplasma Payudara Jinak pada Wanita

Usia Subur (WUS) di Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah pada

penelitian ini, yaitu: “Bagaiamanakah Hubungan tingkat pengetahuan, pola

makan, dan aktivitas fisik dengan kejadian Kanker Payudara pada Wanita

Usia Subur (WUS) di Puskesmas Muara Panas Tahun 2020”

C. TUJUAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan, pola makan, dan

aktivitas fisik dengan kejadian Kanker Payudara pada Wanita Usia Subur

(WUS) di Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.


6

Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi Frekuensi tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur

(WUS) Dengan Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Panas Tahun 2020

b. Diketahui distribusi Frekuensi pola Makan Wanita Usia Subur (WUS)

Dengan Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas

Tahun 2020

c. Diketahui distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Wanita Usia Subur

(WUS) Dengan Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara

Panas Tahun 2020

d. Diketahui distribusi Frekuensi Wanita Usia Subur (WUS) Dengan

Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas Tahun

2020

e. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS)

Dengan Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas

Tahun 2020

f. Diketahui hubungan Pola makan Wanita Usia Subur (WUS) Dengan

Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas Tahun

2020

g. Diketahui hubungan Aktivitas Fisik Wanita Usia Subur (WUS) Dengan

Kanker Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas Tahun

2020
7

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Responden

Menjadi landasan dalam promosi kesehatan pada Wanita Usia

Subur (WUS) dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pola makan,

dan aktifitas fisik pada Wanita Usia Subur (WUS) dengan kejadian

Kanker Payudara

2. Bagi wilayah kerja Puskesmas Muara Panas

Melalui penelitian ini diharapkan pihak Puskesmas mampu

menjadi indicator tingkat pengetahuan, pola makan, dan aktifitas fisik

pada Wanita Usia Subur (WUS) dengan kejadian Kanker Payudara

3. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan untuk

meningkatkan kualitas khususnya mata kuliah kebidanan dan

mengembangkan instrument-instrumen pengkajian kesehatan

reproduksi pada perempuan serta penembangan kurikulum dalam

pendidikan kebidanan.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan kebidanan yang berbasis

evidence base practice khususnya dalam upaya pencegahan terhadap

kanker payudara.
8

E. RUANG LINGKUP

Penelitian ini menggunakan rancangan analitik korelatif dengan

pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan

tingkat pengetahuan, pola makan, dan aktivitas fisik dengan kejadian

Kanker Payudara pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas Muara

Panas Tahun 2020. Populasi penelitian ini adalah Seluruh Wanita Usia

Subur (WUS) dengan kejadian kanker payudara di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Panas. Teknik pengambilan sampel dengan cara Non

Random sampling dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu

teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu oleh

peneliti. Lembar observasi pengambilan data menggunakan kuesioner.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kanker Payudara

1. Definisi Kanker Payudara

Kanker merupakan pertumbuhan sekelompok sel yang tidak

normal, yang berkembang pada bagian tubuh yang normal. Sel kanker

yang tumbuh membentuk benjolan disebut tumor. Sedangkan tumor

yang bersifat ganas disebut kanker. Kanker yang tumbuh pada

payudara disebut kanker payudara (Endang Pruwoastuti, 2008).

Penyakit ini menjadi pembunuh wanita terbanyak di dunia.

Akan tetapi, laki-laki juga bisa terkena penyakit yang mematikan ini.

Namun, kemungkinan terkena penyakit kanker payudara pada wanita

100 kali lipat dibandingkan pada laki-laki. The American Cancer

Society (2008) memperkirakan sekitar 178.000 wanita dan 2.000 pria

Amerika akan didiagnosis terkena kanker payudara untuk setiap

tahunnya (EndangPruwoastuti, 2008)

2. Jenis Kanker Payudara

a. Lobular carcinoma in situ (LCIS/ lobular neoplasia)

Kata “in situ” berarti kanker yang tidak menyebar pada

daerah kanker pertama kali muncul. Pada LCIS, pertumbuhan

kanker terlihat sangat jelas di dalam kelenjar susu (lobules).

9
10

b. Ductal carcinoma in situ (DCIS)

DCIS merupakan tipe kanker payudara non-invasif yang

paling umum terjadi. Penyakit ini sering terdeteksi dengan

mammogram sebagai tumpukan kalsium dalam jumlah kecil

(microcalcifications). Ada beberapa tipe dari DCIS, salah 8

satunya adalah ductal comedocarcinoma, yang merupakan DCIS

necrosis (area sel kanker yang mati atau degenerasi).

c. Infiltrating lobular carcinoma (ILC)

ILC juga dikenal sebagai invasive lobular carcinoma.

Penyakit ini mulai terjadi di dalam kelenjar susu payudara,

kemudian menyebar ke bagian tubuh yang lain. ILC terjadi 10%

sampai 15% dari jenis-jenis kanker yang ada.

d. Infiltrating ductal carcinoma (IDC)

IDC juga dikenal sebagai invasive ductal carcinoma.

Penyakit ini terjadi di dalam saluran susu payudara, kemudian

merusak dinding saluran, dan menyerang jaringan lemak

payudara, yang kemungkinan bisa terjadi pada bagian tubuh yang

lain. Sekitar 80% dari seluruh kanker payudara, penyakit ini

paling sering terjadi (Endang Pruwoastuti, 2008)

3. Faktor Risiko Kanker Payudara

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang

menyebabkan kanker payudara bisa terjadi. Akan tetapi, ada beberapa

faktor risiko yang menambah kemungkinan terjadi kanker payudara,

yaitu :
11

a. Pengetahuan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada

orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak

dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin

tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin

banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang

tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru

diperkenalkan (Mubarak,2007)

b. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga (pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas fisik

sehari-hari dan olahraga, sedangkan menurut WHO (2010) yang

dimaksud dengan aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan

paling sedikit 10 menit tanpa henti. Jadi rendah aktivitas fisik

seseorang akan terganggu terhadap kesehatannya sendiri.

c. Pola makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan

meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

d. Tingkat kecemasan

Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan

(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau


12

kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami

gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability /RTA, masih

baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan

kepribadian / splitting of personality), perilaku dapat terganggu tapi

masih dalam batas-batas normal.

4. Tanda dan Gejala Kanker Payudara

Tanda-tanda kemungkinan terjadinya kanker payudara adalah

adanya massa atau benjolan pada payudara, perubahan simetris dari

payudara, perubahan kulit bawah dada atau putting susu, kulit atau putting

susu yang tertarik kedalam (retraksi) kulit pucat sekitar putting susu,

adanya kerutan seperti jeruk purut, perubahan temperature kulit (hangat,

panas, kemerahan), adanya cairan yang keluar dari putting susu,

perubahan pada putting susu seperti gatal, terbakar, rasa sakit pada tumor

yang sudah berkembang (Endang Pruwoastuti, 2008)

B. Konsep Dasar Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2012)

Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam

menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan


13

bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang

(Kholid, 2012)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat

memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang

baru diperkenalkan (Mubarak,2007)

Kategori pendidikan menurut SISDIKNAS (2008) yaitu :

a) Pendidikan Dasar

Sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsnawiyah (MTs)

b) Pendidikan Menengah

Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah

Kejuruan (MAK)

c) Pendidikan Tinggi

Pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis dan


14

Doktor.

2) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan dari aspek fisik dan psikologis. Pertumbuhan pada

fisik secara garis besar ada 4 kategori perubahan pertama

perubahan ukuran, kedua perubahan propersi, ketiga perubahan

hilangnya ciri-ciri lama, keempat timbulnya ciri-ciri baru.Pada

aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin

matang dan semakin dewasa. Menurut Santrock, 2007 Masa

perkembangan terbagi atas :

a. Faktor Internal

1) Prenatal

2) Bayi

3) Childhood

(a) Early Childhood (akhir masa bayi sampai 5 atau 6

tahun)

(b) Middle and Late Childhood (6-11 tahun)

(c) Adolescene (Remaja)

(1) Masa remaja awal 12-16 tahun

(2) Masa remaja akhir 17-25 tahun

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut An. Mariner lingkungan merupakan seluruh

kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya


15

yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.

2) Social budaya

System social budaya yang ada pada masyarakat dapa

tmempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi

(Wawan, 2011)

3) Pengalaman

Pengalaman adalah sautu kejadian yang pernah dialami

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Orang cenderung berusaha melupakan pengalaman yang

kurang baik. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut

menyenangkan, maka secara psikologis mampu

menimbulkan kesan yang sangat mendalam dan

membekas dalam emosi kejiwaan seseorang.

Pengalaman baik ini akhirnya dapat membentuk sikap

positif seseorang.

4) Informasi

Informasi adalah kemudahan untuk memperoleh suatu

informasi dapat mempercepat seseorang memperoleh

pengetahuan yang baru (Mubarak,2011)

C. Konsep Aktivitas Fisik

1. Definisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga (pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas fisik


16

sehari-hari dan olahraga, sedangkan menurut WHO (2010) yang dimaksud

dengan aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan paling sedikit 10

menit tanpa henti. Aktivitas fisik dibagi atas tiga tingkatan yakni aktivitas

fisik ringan, sedang, berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu

yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh, aktivitas fisik sedang

adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup

besar, dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas sedikit

lebih cepat dari biasanya, sedangkan aktivitas fisik berat adalah

pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak

(pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik

faktor lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual.

Secara lingkungan makro, faktor sosial ekonomi akan berpengaruh

terhadap aktivitas fisik. Pada kelompok masyarakat dengan latar belakang

sosial ekonomi relatif rendah, memiliki waktu luang yang relatif sedikit

bila dibandingkan masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi yang

relatif baik. Segingga kesempatan kelompok sosial ekonomi rendah

melakukan aktivitas fisik yang terprogram serta terukur tentu akan lebih

rendah bila dibandingkan kelompok sosial ekonomi tinggi. Lingkungan

sosial ekonomi makro juga berpengaruh terhadap kondisi fasilitas umum

dalam satu Negara. Pada Negara dengan kondisi sosial ekonomi tinggi

akan menyediakan fasilitas umum yang lebih modern seperti tersedia

angkutan umum yang lebih nyaman dan baik, fasilitas escalator dan
17

fasilitas canggih lain yang memungkinkan masyarakat melakukan

aktivitas fsik yang rendah. Sebaliknya pada Negara dengan kondisi sosial

ekonomi yang rendah, Negara belum mampu menyediakan fasilitas umum

dengan teknologi maju.

Lingkungan mikro yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik

adalah pengaruh dukungan masyarakat sekitar. Masyarakat sudah beralih

kurang memperlihatkan dukungan yang tinggi terhadap orang yang masih

berjalan kaki ketika pergi ke pasar, kantor dan sekolah.

Faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang hidup

sehat, motivasi, kesukaan berolahraga, harapan tentang keuntungan

melakukan aktivitas fisik akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan

aktivitas fisik. Apalagi orang yang mempunyai motivasi dan harapan

untuk mencapai kesehatan optimal, akan terus melakukan aktivitas fisik

sesuai anjuran kesehatan. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap

seseorang rutin melakukan aktivitas fisik atau tidak adalah faktor usia,

genetik, jenis kelamin dan kondisi suhu dan gografis (Welis & Rifki,

2007).

A. Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku


18

manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang

meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut

Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok

orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap

pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Dan menurut seorang ahlimengatakan bahwa pola makan di

definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan

individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan.

(Sulistyoningsih, 2011).

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pola Makan

Pola makanyang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan,

dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

a. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya

beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas

masyarakat. Pendapatan yang tinggidapat mencakup kurangnya daya

beli denganh kurangnya pola makan masysrakat sehingga pemilihan

suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera

dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi

makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya


19

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi

oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah

yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan disuatu masyarakat

memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri.

Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola makan

seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian,

(Sulistyoningsih, 2011).

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali

berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan

kanan (Depkes RI, 2008).

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap

pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui

adanya promosi, media elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih,

2011).

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi

dan jenis makanan yang dimakan. (Depkes,2009). Menurut Willy


20

(2011) mengatakan bahwa suatu penduduk mempunyai kebiasaan

makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan makan dalam setiap

waktu.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka

kecukupan gizi yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur,

pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi tempat tinggal seperti yang

disebutkan. (Sulistyoningsih, 2011).

a. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan

kebutuhan gizi pada usia balita karena pada masa balita terjadi

pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Semakin bertambah

umur kebutuhan zat gizi seseorang lebih rendah untuk tiap kilogram

berat badan orang dewasa.

b. Aktifitas

Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan

seseorang yang beraktifitas dalam menjalankan pekerjaan setiap hari.

c. Jenis Kelamin

Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk

mengetahui identitas seorang individu maupun sekelompok

masyarakat.

d. Daerah Tempat Tinggal

Suatu penduduk yang bertinggal perkotaan atau pendesaan

membutuhkan pengetahuan tentang pola makan dengan cara yang


21

benar dan baik dalam tempat waktu makan teratur.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori ini mengacu pada tinjauan pustaka yang telah

dipaparkan mengenai penyuluhan kesehatan yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang yang dikemukakan oleh Wawan, (2011)

Notoatmodjo, (2012) Manan, (2013). Kerangka teori dapat digambarkan

sebagai berikut:

Bagan 1.

KerangkaTeori

Definisi:
Merupakan penyakit
yang disebabkan oleh
tumor ganas
(kanker) yang
tumbuh pada
jaringan payudara
Gejala: Etiologi:

1. Timbul Tingkat Pengetahuan


benjolan Aktivitas Fisik
payudara. Pola makan
Umur
2. Rasa nyeri di
Riwayat Keluarga
payudara.
Lama
3. Benjolan Kanker Payudara menyusui
dan nyeri di
Alkohol
payudara. Kontrasepsi
4. Keluar darah,
nanah atau
cairan encer

 Diteliti
o Tidakditeliti
22

(Sumber :Endang Pruwoastuti, 2008, Hlm 110)


BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah kerangka hubungan atau kaitan antara

konsep- konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian

yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2010).

Berdasarkan tinjauan pustaka dan masalah penelitian yang telah

dirumuskan maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian yang

disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni

sesuai dengan apa yang ditulis dalam rumusan masalah. Kerangka konsep

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Dependen Independen

Profil Penderita
Kanker Payudara :

1. Tingkat
Wanita Usia Subur (Wus)
Pengetahuan
dengan kejadian kanker
payudara di Puskesmas 2. Aktivitas
Muara Panas tahun 2020 Fisik
3. Pola Makan

(Sumber: Notoatmodjo, 2005, hlm. 164)


24

B. Definisi Operasional

Definisi operational merupakan penjelasan semua variable dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian

(Setiadi,2007). Definisi dari operasional menjadikan konsep yang masih

bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran

variable tersebut (Wasis, 2008)

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Cara Alat Skala


No Variabel Hasil ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur
1 Pengetahu Hasil Wawanca Kuesione 0 = Ordi-
an pemahaman ra r pengetahua nal
Wanita Usia n rendah <
Subur (WUS) Mean
tentang Kanker (5,21)
Payudara
1 =
pengetahuan
tinggi ≥
Mean
(5,21)

(Sumber:
Indriana
Dewi,
2012.
Depok)

2 Aktivi- Aktivitas Fisik Wawanca Kuesioner 0 = Tidak Ordi-


tas Fisik adalah ra ada, jika nal
kegiatan atau Aktifitas
aktivitas yang Fisik tidak
dilakukan ada = 0
diwaktu luang
yag 1= Ada,
mengguna- Jika
kan energy dan Aktifitas
mempenga Fisik ada =
ruhi 1
25

kardiorespi
rasi. (sumber :
Wahyu
1. Aktivitas ni
Berat ngtyas
(berlari,
jogging,
bersepeda
jarak
jauh,bere-
nang)
2.Aktifitas
Sedang (jalan
cepat,
bersepeda
ringan,
bermain voli,
badminton,
berenang
ringan,
menari)
Aktivitas
Ringan (Yoga,
memancing,
jalan kaki)

3 Pola Kebiasaan Wawanca Kuesioner 0 = Tidak Ordi-


Makan makan Wanita ra normal, nal
usia subur jika tidak
(WUS) dilihat sesuai
dari frekuensi dengan
dan konsumsi pola makan
secara sehat yang tidak
sehat
1. Pola makan
Tidak sehat 1 =
= Makanan Normal,
Berbahan Jika sesuai
pengawet dengan
(penyedap pola makan
yang sehat
rasa),
(Sumber:
makanan
Eva
tinggi lemak
Sulistyan
ingsih,
2. Pola 2014.
makan Banda
Sehat = Aceh)
sayuran
dan
buah-
buahan
26

Kanker Melakukan Wawanca Kuesioner 0 = Ada Ordi-


4. payudara pemeriksaan ra nal
teknik
SADARI 1= Tidak
untuk ada
menentukan
adanya Tumor/
Benjolan

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Adanya

Hubungan tingkat pengetahuan, pola makan, dan aktivitas fisik dengan

kejadian Kanker Payudara pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas

Muara Panas Tahun 2020”


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penilitian yang dilakukan adalah bersifat analitik

korelatif merupakan penilitian untuk melihat hubungan anatar

variabel indenpenden dengan variabel dependen pada suatu

situasi atau kelompok subjek dengan pendekatan cross sectional

adalah suatu penilitian untuk mempelajari dinamika korelasi

antara factor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat : Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas

2. Waktu : Pada bulan Januari – Maret 2020

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari

objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua Wanita Usia Subur (WUS)

di Wilayah Kerja Puskesmas Muara panas Sebanyak 95

orang.
28

b. Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik

Purposive Sampling yaitu sampel yang ditetapkan dengan

kriteria tertentu. Jumlah populasi semua Wanita Usia Subur

(WUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Muara panas adalah 95

populasi dan didapatkan 48 responden yang dicurigai kanker

payudara

c. Kriteria Inklusi

1) Wanita Usia Subur (WUS) di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Panas yang bersedia untuk jadi

responden

2) Berada di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas

3) Usia responden 15 – 49 Tahun

4) Responden Dicurigai Kanker Payudara

d. Kriteria Ekslusi

1) Wanita yang sudah Menopause

e. Cara Pengumpulan Data

Jenis Data

1. Data primer

Data primer adalah data Wanita Usia Subur (WUS) yang

diperoleh langsung dari responden melalui instrument

kuesioner dalam bentuk pertanyaan hubungan tingkat

pengetahuan, pola makan, aktivitas fisik, dan tingkat

kecemasan dimana semua jawaban sudah dipersiapkan.


29

2. Data sekunder

Data Wanita Usia Subur (WUS) yang berjumlah 95 orang

diperoleh dari data Wanita Usia Subur (WUS) di

Puskesmas Muara Panas.

f. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan secara komputerisasi dengan

langkah- langkah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data (editing)

Setelah kuesioner diisi dan dikembalikan oleh

responden kemudian jawaban pada kuesioner

diperiksa kembali apakah semua pertanyaan sudah

terjawab dengan baik.

2. Pengkodean (coding)

Memberikan kode pada jawaban secara angka

3. Tabulasi (tabulating)

Menyusun data dalam bentuk table distribusi

frekuensi

4. Memasukan data (entry data)

Data yang telah diedit dan diberi kode

kemudian dientri dengan menggunakan kuesioner.


30

g. Proses Penilitian

Proses penilitian dilakukan secara Protokol Kesehatan pada saat

Pandemi Covid -19

1. Peniliti menggunakan masker

2. Peniliti meminta izin kepada responden untuk

melakukan penilitian

3. Sebelum melakukan penilitian peniliti melakukan cek

suhu responden dengan ketentuan batas normal

dilanjutkan melakukan penilitian

4. Peniliti dan responden wajib memakai APD ( Masker,

Sarung tangan, dan hand Sanitizer)

5. Dalam penilitian peniliti harus memastikan bahwa jarak

dengan responden harus 1 meter

h. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada 2 variabel, variabel

indenpenden maupun variabel dependen, sehingga diketahui

masing-masing variabel kemudian disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan interprestasi. Setelah data

terkumpul, data tersebut diklasifikasikan menurut variabel

yang diteliti dan data diolah menggunakan komputer.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui

pengaruh antara variabel independen dengan variabel


31

dependen. Data dikumpulkan tersebut diolah dengan

komputerisasi dengan uji C-Square. Jika hasil uji statistik

menunjukkan nilai p ≤ 0.05 maka ada Hubungan tingkat

pengetahuan, pola makan, aktivitas fisik, dan tingkat

kecemasan di Puskesmas Muara Panas .

Uji ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya

perbedaan proposi yang bermakna antara distribusi frekuensi

yang diamati dan yang diharapkan dengan derajat kemaknaan,

0.05 bila p-value ≤ 0.05 berarti ada hubungan bermakna (Ho

ditolak), sedangkan bila p-value > 0.05 berarti tidak ada

hubungan bermakna (Ho gagal ditolak) (Notoatmodjo,

2010).
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat

1. Pengetahuan Wanita Usia Subur

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Wanita Usia Subur di


Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Pengetahuan F %

Tinggi 24 50%

Rendah 24 50%

Jumlah 48 100%

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 48 orang responden

yang dicuragai menderita kanker payudara (WUS), terdapat separuh

responden 24 (50%) memiliki pengetahuan tinggi di wilayah kerja

Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.


33

2. Aktifitas Fisik Wanita Usia Subur

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Pada Wanita Usia Subur di


Puskesmas Muara Panas Tahun 2020
Aktifitas Fisik F %

Ada 17 35.4%

Tidak Ada 31 64.6%

Jumlah 48 100%

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 48 orang responden

yang dicuragai menderita kanker payudara (WUS), terdapat 31

orang responden (64.6%) yang tidak memiliki aktifitas fisik di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

3. Pola Makan Wanita Usia Subur

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Pola Makan Pada Wanita Usia Subur di


Puskesmas Muara Panas Tahun 2020
Pola Makan F %

Normal 25 52.1%

Tidak Normal 23 47.9%

Jumlah 48 100%

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 48 orang responden

yang dicuragai menderita kanker payudara (WUS), terdapat 25

orang responden (52.1%) memiliki pola makan normal di wilayah

kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.


34

4. Kejadian Kanker Payudara

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Kejadian Kanker Payudara Pada Wanita Usia


Subur di Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Kanker Payudara F %

Ada 32 66.7%

Tidak Ada 16 33.3%

Jumlah 48 100%

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 48 orang responden

yang dicuragai menderita kanker payudara, terdapat 32 orang

responden (66.7%) menderita kanker payudara di wilayah kerja

Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.


35

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur dengan Kejadian


Kanker Payudara
Tabel 5.5
Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur dengan Kejadian
Kanker Payudara Di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Panas Tahun 2020

Kejadian Kanker P O
Pengetahua Total
Ada Tidak Ada Value R
n
n % n % N %

Rendah 20 83.3 4 16.7 24 100 5.

Tinggi 12 50 12 50 24 100 0,032 0

Jumlah 32 66.7 16 33.3 48 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui responden yang

memiliki pengetahuan rendah lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami kanker yaitu sebanyak 20 orang (83.3%)

dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi yaitu sebanyak

12 orang (50%).

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian kanker pada wanita usia subur dengan

hasil p value = 0.032 (< α 0.05) yang berarti terdapat hubungan

yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian kanker pada

wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas tahun

2020. OR didapatkan sebesar 5.0 yang berarti orang dengan


36

pengetahuan rendah berpeluang 5.0 kali lebih besar menederita

kanker payudara dibandingkan dengan orang dengan pengetahuan

tinggi.

2. Hubungan Aktifitas Fisik Wanita Usia Subur dengan Kejadian

Kanker Payudara

Tabel 5.6
Hubungan Aktifitas Fisik Wanita Usia Subur dengan Kejadian
Kanker Payudara Di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Panas Tahun 2020

Kejadian Kanker P O
Aktifitas Total
Ada Tidak Ada Value R
Fisik
n % n % N %

Tidak Ada 27 87.1 4 12.9 31 100 0 1

Ada 5 29.4 12 70.6 17 100 0,0005 6.2

Jumlah 32 66.7 16 33.3 48 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui responden yang

memiliki Aktifitas fisik tidak ada lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami kanker yaitu sebanyak 27 orang (87.1%)

dibandingkan responden dengan aktifitas fisik ada yaitu sebanyak 5

orang (29.4%).

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara

aktifitas fisik dengan kejadian kanker payudara pada wanita usia

subur dengan hasil p value = 0.000 (< α 0.05) yang berarti terdapat
37

hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan kejadian

kanker payudara pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas

Muara Panas tahun 2020. OR didapatkan sebesar 16.2 yang berarti

orang dengan aktifitas fisik tidak ada berpeluang 16.2 kali lebih

besar menederita kanker payudara dibandingkan dengan orang

dengan aktifitas fisik ada.

3. Hubungan Pola Makan Wanita Usia Subur dengan Kejadian

Kanker Payudara

Tabel 5.7
Hubungan Pola Makan Wanita Usia Subur dengan Kejadian
Kanker Payudara Di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Panas
Tahun 2020

Kejadian Kanker
Total P Value
Pola Makan Ada Tidak Ada

n % N % N %

Tidak Normal 19 82.6 4 17.4 23 100


0 0,052
Normal 13 52 12 48 25 100

Jumlah 32 66.7 16 33.3 48 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui responden yang

memiliki pola makan tidak normal lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami kanker yaitu sebanyak 19 orang (82.6%)

dibandingkan responden dengan pola makan normal yaitu sebanyak

13 orang (52%).
38

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara pola

makan dengan kejadian kanker payudara pada wanita usia subur

dengan hasil p value = 0.052 (< α 0.05) yang berarti tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian

kanker payudara pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas

Muara Panas tahun 2020.


39

BAB VI

PEMBAHASAN

A. ANALISA UNIVARIAT

1. Distribusi Frekuensi Kejadian Kanker Payudara Pada Wanita

Usia Subur di Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 48 orang

responden yang dicuragai menderita kanker payudara, terdapat 32

orang responden (66.7%) menderita kanker payudara dan sebanyak

16 responden (33.3%) tidak mederita kanker payudara di wilayah

kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

Kanker merupakan pertumbuhan sekelompok sel yang tidak

normal, yang berkembang pada bagian tubuh yang normal. Sel

kanker yang tumbuh membentuk benjolan disebut tumor.

Sedangkan tumor yang bersifat ganas disebut kanker. Kanker yang

tumbuh pada payudara disebut kanker payudara (Endang

Pruwoastuti, 2008).

Penyakit ini menjadi pembunuh wanita terbanyak di dunia.

Akan tetapi, laki-laki juga bisa terkena penyakit yang mematikan

ini. Namun, kemungkinan terkena penyakit kanker payudara pada

wanita 100 kali lipat dibandingkan pada laki-laki. The American

Cancer Society (2008) memperkirakan sekitar 178.000 wanita dan

2.000 pria Amerika akan didiagnosis terkena kanker payudara

untuk setiap tahunnya (EndangPruwoastuti, 2008).


40

Tanda-tanda kemungkinan terjadinya kanker payudara adalah

adanya massa atau benjolan pada payudara, perubahan simetris dari

payudara, perubahan kulit bawah dada atau putting susu, kulit atau

putting susu yang tertarik kedalam (retraksi) kulit pucat sekitar

putting susu, adanya kerutan seperti jeruk purut, perubahan

temperature kulit (hangat, panas, kemerahan), adanya cairan yang

keluar dari putting susu, perubahan pada putting susu seperti gatal,

terbakar, rasa sakit pada tumor yang sudah berkembang (Endang

Pruwoastuti, 2008)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sari, Tia (2018) tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Kanker Payudara di RSUD Yogyakarta Tahun 2016. Dari

hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa mayoritas responden,

menderita kanker payudara stadium III sebanyak 50 responden

(53,2%) dan yang paling sedikit menderita kanker payudara

stadium IV sebanyak 5 responden (5,3%).

Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Goncheh, Mahshid (2016) yang berjudul Incidence and

Mortality and Epidemiology of Breast Cancer in the World. Dari

penelitian tersebut Diperkirakan ada 1, 671.149 kasus baru kanker

payudara di dunia pada 2012. Di antara kasus-kasus itu, 882,9 (per

100.000) dikaitkan dengan negara-negara kurang berkembang,

sementara 793,7 (per 100.000) dari mereka dikaitkan dengan


41

negara-negara maju. Menurut Globocan, itu adalah kanker paling

umum pada wanita, dengan tingkat kejadian standar 43,1 per

100.000. Ini juga mencakup 25,1% dari semua kanker. Di antara

enam wilayah WHO, tingkat kejadian kanker payudara tertinggi

(67,6) diamati di Paho, dan tingkat kejadian terendah adalah 27,8

untuk. Tingkat kejadian tertinggi (111,9) terlihat di Belgia, dan

tingkat terendah (9) terkait dengan Mongolia dan Lesotho. Lima

negara dengan tingkat kejadian standar tertinggi (per 100.000)

adalah Belgia (111,9), Denmark (105), Bahama (98), dan Belanda

(96), masing-masing. Menurut pembagian benua, tingkat kejadian

tertinggi adalah 91,6 dan 91,1 untuk Amerika Utara dan Eropa

Barat, masing-masing. Namun, tingkat insiden terendah adalah

masing-masing 26,8 dan 27 untuk Afrika Tengah dan Asia Timur

Menurut Asumsi peneliti kejadian kanker payudara yang

ditemukan pada penelitian ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor pemicu terjadinya kanker. Salah satunya

adalah faktor genetik, gaya hidup, dan juga lingkunganya.

Kejadian kanker paydara ini juga dapat terjadi karena

pengaruhhormonal dimana kemungkinan wanita terkena kanker

payudara lebih tinggi dibandingkan dengan pria dikarenkan wanita

terpajan hormon estrogen yang dapat meransang pertumbuhan

kanker pada payudara.


42

Kebanyakan dari penderita kanker payudara ini sebelumnya

sudah memiliki beberapa gejala yang mereka rasakan seperti rasa

nyeri pada daerah payudara. Sehingga mereka melakukan

pemeriksaan ke fasilitas kesehatan. Dari 48 wanita usia subur ini

yang awalnya dicurigai menderita kanker payudara setelah mereka

melakukan pemeriksaan lanjutan di rumah sakit diketemukan

sebanyak 32 orang yang sudah menderita kanker payudara yang

kebanyakan sudah berada pada stadium III.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh responden

bahwa sebagian dari responden tidak merasakan gejala atau hanya

merasakan gejala ringan seperti nyeri pada saat awal terkena kanker

payudara. Tetapi mereka tidak menduga bahwa nyeri yang mereka

rasakan merupakan gejala awal dari kanker payudara.hal ini

dikarenakan mereka kurang mendapatkan informasi tentang kanker

payudara sehingga mereka tidak dapat mendeteksi dini kemunculan

dari kanker payudara ini sehingga ketika merasakan gejala dan

dilakukan pemeriksaan mereka sudah menderita kanker pada

stadium yang cukup serius.

2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Wanita Usia Subur di

Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tabel

5.2 diketahui bahwa dari 48 orang responden yang dicuragai

menderita kanker payudara (WUS), terdapat separuh responden 24

(50%) memiliki pengetahuan tinggi dan separuhnya lagi 24(50%)


43

memiliki pengetahuan yang rendah tentang kanker payudara di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo,2012). Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan

psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari,

sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi

terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012).

Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan yang kurang

akan menyebabkan perilaku yang tidak baik, hal ini sesuai dengan

hasil penelitian ini bahwa responden yang memiliki pengetahuan

kurang akan beresiko tidak mau melakukan Pelaksanaan SADARI,

begitupun sebaliknya responden berpengetahuan baik mau

melakukan Pelaksanaan SADARI . Pengetahuan adalah sesuatu

yang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam

sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa, media

elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya.

Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga

seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinannya tersebut

( Istiari, 2012).
44

Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan antara lain

pendidikan dan informasi dari media massa. Pendidikan berarti

bimbingan yang diberikan seseorang terhadap orang lain untuk

mencapai tujuan tertentu, sedangkan media massa merupakan salah

satu alat untuk memperoleh pengetahuan tentang suatu objek.

Keduanya mempunyai peran penting dalam mempengaruhi

pengetahuan seseorang (Wawan, 2011).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Parmin, Joria (2018) tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sumber

Informasi Dengan Pelaksanaan Sadari Di Sman Bernas Pangkalan

Kerinci. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa sebagian

besar responden berpengetahuan kurang tentang pelaksanaan

SADARI yaitu sebanyak 101 responden (68,2 %), responden tidak

mengetahui sumber informasi tentang SADARI yaitu sebanyak 106

responden (71,6%) dan tidak pernahmelaksanakan SADARI yaitu

sebanyak 145 responden (98,0%).

Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Gursoy, Ayla (2019) yang berjudul A Comparison of Three

Educational Interventions on Breast Self-Examination Knowledge

and Health Beliefs. Dari penelitian tersebut ditemukan Lima

puluh dua persen melaporkan bahwa mereka memiliki pengetahuan

BSE melalui media BSE, radio / televisi (18,9%), dokter (11,8%)

dan perawat (9,7%), sedangkan 24,2% diindikasikan mereka tidak

memiliki pengetahuan tentang bagaimana melakukan BSE.


45

Persentase perempuan yang telah menjalani CBE dan mamografi

masing-masing 19,8 dan 15,0.

Hasil umum didapatkan dalam penelitian, keduanya

di Turki dan di tempat lain, adalah bahwa perempuan memiliki

pengetahuan yang tidak memadai metode deteksi dini kanker

payudara. Hanya 52% dari para peserta dalam penelitian ini

memiliki pengetahuan tentang BSE. Lain Studi yang kami amati

menemukan tingkat partisipan pengetahuan menjadi 37,5% di

Seçginli dan Nahcivan penelitian, 45,6% dalam studi oleh

Ozkahraman et al., dan 67% dalam penelitian oleh Petro-Nustus.

Studi Mikhail ditemukan bahwa 41,5% dari sampel melaporkan

melakukan BSE secara teratur (Petro-Nustus dan Mikhail 2002;

Ozkahraman, 2006; Seçginli dan Nahcivan, 2006). Studi terkait

ditemukan tingkat ini antara 37,4% dan 9,8% (Gözüm et al., 2004;

Kum et al., 2004; Kilic et al., 2006; Karayurt dan Dramali, 2007;

Nahcivan dan Seçginli, 2007).

Untuk mendorong perempuan untuk melakukan BSE secara

teratur dan akurat, mereka harus diberi pengetahuan dan informasi

tentang BSE. Literatur yang relevan menekankan bahwa memiliki

pengetahuan BSE memiliki efek yang tak terbantahkan Niat,

frekuensi, dan kinerja BSE (Petro-Nustus dan Mikhail 2002; Fish

dan Wilkinson, 2003; Miedema dan Tatemichi, 2003; Seçginli dan

Nahcivan, 2006).
46

Menurut Asumsi peneliti masih rendahnya tingkat

pengetahuan dari responden tentang kanker payudara dipengaruhi

oleh masih kurangnya informasi yang tersedia ataupun informasi

yang secara lansung diberikan oleh tenaga kesehatan kepada

masyarakat. Minimnya informasi ini juga dipengaruhi oleh masih

adanya masyarakat yang belum terlalu melek teknologi sehingga

masyarakat tidak dapat mencari informasi sendiri. Adapun

ditemukan responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi

mereka tetap tidak melakukan deteksi dini ataupun melakukan

pemeriksaan SADARI. Hal ini juga dikarenakan mereka tidak

pernah melihat secara lansung dampak yang ditimbulkan oleh

kanker payudara.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh responden masih

banyak diantara mereka yang belum tahu bagaimana melakukan

deteksi dini ataupun melakukan teknik SADARI. Hal ini

dkarenakan mereka belum pernah medapatkan informasi atau

mereka tidak pernah diajarkan untuk melakukan SADARI.

Responden berharap bahwa teknik SADARI ini juga diajarkan

kepada remaja agar dapat menguangi peningkatan dari kejadian

kanker payudara.
47

3. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Pada Wanita Usia Subur di

Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tabel

5.3 diketahui bahwa dari 48 orang responden yang dicuragai

menderita kanker payudara (WUS), terdapat 31 orang responden

(64.6%) yang tidak memiliki aktifitas fisik dan sebanyak

17(13.4%) responden memiliki aktifitas fisik yang baik pada 1

minggu terakhir sebelum dilakukannya penelitian pada responden

di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga (pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas

fisik sehari-hari dan olahraga, sedangkan menurut WHO (2010)

yang dimaksud dengan aktivitas fisik adalah kegiatan yang

dilakukan paling sedikit 10 menit tanpa henti. Aktivitas fisik dibagi

atas tiga tingkatan yakni aktivitas fisik ringan, sedang, berat.

Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan menggerakkan tubuh, aktivitas fisik sedang adalah

pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup

besar, dengan kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas

sedikit lebih cepat dari biasanya, sedangkan aktivitas fisik berat

adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat

dari biasanya.
48

Aktivitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Baik faktor lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor

individual. Secara lingkungan makro, faktor sosial ekonomi akan

berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Pada kelompok masyarakat

dengan latar belakang sosial ekonomi relatif rendah, memiliki

waktu luang yang relatif sedikit bila dibandingkan masyarakat

dengan latar belakang sosial ekonomi yang relatif baik. Segingga

kesempatan kelompok sosial ekonomi rendah melakukan aktivitas

fisik yang terprogram serta terukur tentu akan lebih rendah bila

dibandingkan kelompok sosial ekonomi tinggi. Lingkungan sosial

ekonomi makro juga berpengaruh terhadap kondisi fasilitas umum

dalam satu Negara. Pada Negara dengan kondisi sosial ekonomi

tinggi akan menyediakan fasilitas umum yang lebih modern seperti

tersedia angkutan umum yang lebih nyaman dan baik, fasilitas

escalator dan fasilitas canggih lain yang memungkinkan

masyarakat melakukan aktivitas fsik yang rendah. Sebaliknya pada

Negara dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, Negara belum

mampu menyediakan fasilitas umum dengan teknologi maju.

Faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang

hidup sehat, motivasi, kesukaan berolahraga, harapan tentang

keuntungan melakukan aktivitas fisik akan mempengaruhi

seseorang untuk melakukan aktivitas fisik. Apalagi orang yang

mempunyai motivasi dan harapan untuk mencapai kesehatan

optimal, akan terus melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran


49

kesehatan. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap seseorang

rutin melakukan aktivitas fisik atau tidak adalah faktor usia,

genetik, jenis kelamin dan kondisi suhu dan gografis (Welis &

Rifki, 2007).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yulianti, Iin (2016) tentang Faktor-Faktor Risiko Kanker Payudara

(Studi Kasus Pada Rumah Sakit Ken Saras Semarang). Dari hasil

penelitian tersebut ditemukan Hasil analisis statistik menunjukkan

seseorang yang memiliki kebiasaan berolahraga <4 jam/minggu

mempunyai risiko 1,222 lebih besar pada 95% CI:0,508 – 2,943

dengan nilai p = 0,032 (memenuhi aspek strength dari asosiasi

kausal). Hasil analisis ini mendukung hipotesis bahwa wanita

dengan aktifitas fisik yang rendah memiliki risiko lebih besar untuk

terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang

memiliki kebiasaan berolahraga atau aktifitas fisik yang tinggi.

Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Gursoy, Ayla (2019) yang berjudul A Comparison of Three

Educational Interventions on Breast Self-Examination Knowledge

and Health Beliefs dari penelitian tersebut ditemukan

Menurut asumsi peneliti rendahnya aktivitas fisik yang

dilakukan oleh responden ini dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi zama sekarang. Aktivitas fisik yang paling mudah untuk

dilakukan adalah berjalan kaki sekitar 15 menit dalam sehari. Hal

ini tidak dilakukan responden dikarenakan adanya kendaraan


50

bermotor. Berdasarkan pengakuan yang diberikan oleh responden

bahwa mereka lebih cendrung menggunakan sepeda motor untuk

mencapai suatu lokasi walaupun masih dalam jarak dekat. Mereka

meyatakan bahwa menggunakan sepeda motor membuat mereka

lebih efisien dalam menggunakan waktu dibandinkan dengan jalan

kaki.

Asumsi peneliti rendahnya akttivitas dari responden ini juga

dipengaruhi oleh kondisi saat peneliti melakukan penelitian. Pada

saat melakukan penelitian berdasarkan kuesioner peneliti

menanyakan aktivitas fisik yang responden lakukan dalam 7 hari

terakhir sedangkan pada masa itu sedang ditrapkan Pembatasan

Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga aktivitas fisik masyarakat

memiliki keterbatasan salah satunya adalah masyarka tidak bisa

melakukan olah raga luar rumah seperti berlari, berenang dan

olah raga lainnya. Menurut peneliti kondisi pada saat tu juga

mempengaruhi hasil dari penelitian ini.

Berdasarkan wawancara mendalam yang peneliti lakukan

bersama dengan responden untuk mengingat kembali kegiatan fisik

yang mereka lakukan sebelum responden dicurigai menderita

kanker payudara, responden menjelaskan bahwa mereka ada

melakukan aktivitas fisik seberti berenang, joging dan lainnya.

Tetapi hal tersebut bukanlah kegiatan yang rutin dilakukan

melainkan ketika responden memilik waktu luang saja.


51

Menurut peneliti Aktivitas fisik atau olahraga yang cukup

akan mengurangi risiko kanker payudara tetapi tidak ada

mekanisme secara biologik yang jelas sehingga tidak memenuhi

aspek biologic plausibility dari asosiasi kausal. Olahraga

dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua

kadar hormon yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan

akan dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Aktivitas fisik

atau olahraga yang cukup akan berpengaruh terhadap penurunan

sirkulasi hormonal sehingga menurunkan proses proliferasi dan

dapat mencegah kejadian kanker payudara. Dalam mengurangi

risiko kanker payudara aktivitas fisik dikaitkan dengan kemampuan

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, menurunkan lemak tubuh,

dan mempengaruhi tingkat hormon.

4. Distribusi Frekuensi Pola Makan Pada Wanita Usia Subur di

Puskesmas Muara Panas Tahun 2020

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tabel

5.4 diketahui bahwa dari 48 orang responden yang dicuragai

menderita kanker payudara (WUS), terdapat 25 orang responden

(52.1%) memiliki pola makan normal dan sebanyak 23 (47.9%)

orang responden memiliki pola makan yang tidak normal di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.


52

Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan

meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah

laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan

yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan

menurut Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara seseorang

atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan

mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis,

budaya dan sosial.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Apriyani, Diah (2015) tentang Gambaran Pola Makan, Asupan Zat

Gizi Makro Dan Serat, Gaya Hidup Terhadap Status Gizi Pasien

Kanker Payudara Di Rumah Singgah Cisc. Dari hasil penelitian

tersebut ditemukan hasil seluruh responden memiliki pola makan

yang baik sebelum terkena kanker payudara, dengan asupan energi

sedang (66,7%).

Penelitian lain yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Mobarakeh, Zahra (2015) yang berjudul Eating Habits

Contribute to Breast Cancer Risk Among Iranian woman

menyatakan bahwa hubungan antara konsumsi daging tinggi

lemak, susu, yogurt dan keju serta penggunaan minyak goreng

untuk menggorengmakanan, penggunaan minyak zaitun / cair


53

untuk memasak, menghilangkan lemak dari daging dan unggas,

menghilangkan kulit ayam dan tidak menggunakan mayones

sebagai saus salad dan risiko kanker payudara. Apalagi konsumsi

salad, sayur dan buah, dan makan di luar ruangan diselidiki.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa pendidikan rendah yang

signifikan dan BMI yang lebih tinggi dan tingkat lingkar pinggang

pada pasien dengan kanker payudara. Ada peningkatan kanker

payudara secara signifikan risiko pada wanita kelebihan berat

badan dibandingkan dengan berat badan normal (OR = 2,91, 95%

CI 1,24-6,82).

Asupan lemak tinggi produk susu termasuk susu dan keju

ditemukan menjadi faktor yang signifikan secara statistik untuk

peningkatan payudara risiko kanker pada model yang disesuaikan

dengan usia, IMT dan pendidikan. Gunakan minyak zaitun / cair

untuk memasak dan menghindarinya mayones sebagai saus salad

terkait dengan risiko kanker payudara yang lebih rendah. Frekuensi

sayur dan buah Konsumsi secara signifikan lebih rendah pada

pasien dengan kanker payudara dibandingkan dengan wanita sehat.

Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan dan didapatkan hasil bahwa lebih bayak responden

yang memilki pola makan yang normal dibandingkan pola makan

yang tidak normal. Hal ini dapat disebabkan karena sudah banyak

dari responden yang menyadari bahwa setiap makan yang

dikonsmsi oleh manusia akan memberikan dampak bagi tubuh


54

manusia. Salah satunya adalah responden menyadari bahwa

penggunaan penyedap pada makanan dapat berpengaruh buruh

pada kondisi tubu dan responden juga menyadari bahwa makan

yang berlebihan juga dapat memiliki efek negatif bagi tubuh.

Meskipun sudah lebih dari separuh responden yang

menyadari hal demilikan tetapi masih ditemukan responden yang

memiliki pola makan tidak normal. Menurut responden mereka

telah mengetahui bahwa pola makan yang merekea lakukan

merupakan pola makan yang tidak normal atau tidak baik tetapi

mereka tetap melakukan pola makan demikian dengan alasan

bahwa sudah terbiasa. Diketahui juga bahwa responden juga sering

mengkonsumsi makan cepat saji seperti mengkonsumsi mie instan.

Responden beranggapan kalau hal tersebut lebih praktis untuk

dilakukan.

Menurut peneliti pola makan merupakan sesuatu yang sangat

mempengaruhi kondisi tubuh seorang manusia. Hal ini dikarenakan

makanan yang kita konsumsi merupakan penopang utama

kehidupan dan diserap keseluruh tubuh mulai dari kebaikan dan

keburuhkan yang dimiliki oleh sumber makanan tersebut. Jadi pola

makan yang baik akan membantu manusia untuk hidup lebih sehat

dan lebih berkualtas.


55

B. ANALISA BIVARIAT

1. Hubungan Kejadian Kanker Payudara dengan Pengetahuan

Wanita Usia Subur

Hasil anilisi bivariat antara kejadian kanker payudara dengan

pengetahuan usia subur dapat diketahui responden yang memiliki

pengetahuan rendah lebih banyak ditemukan pada responden yang

mengalami kanker yaitu sebanyak 20 orang (83.3%) dibandingkan

responden dengan pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 12 orang

(50%).

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara

pengetahuan dengan kejadian kanker pada wanita usia subur dengan

hasil p value = 0.013 (< α 0.05) yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan kejadian kanker pada wanita

usia subur di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas tahun 2020. OR

didapatkan sebesar 0.2 yang berarti orang dengan pengetahuan

rendah berpeluang 0.2 kali lebih besar menederita kanker payudara

dibandingkan dengan orang dengan pengetahuan tinggi.

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang dapat secara

lansung maupun tidak langsung yang mulanya tidak tahu menjadi tahu

setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, rasa dan indera peraba. Pravelensi pelaksanaan SADARI

meningkat apabila pengetahuan tentang SADARI tinggi, dimana

pravelensi pengetahuan remaja putri tentang SADARI yang tinggi


56

akan lebih banyak yang melakukan deteksi dini atau SADARI

dibandingkan dengan pengetahun remaja putri tentang SADARI

kurang sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dengan pelaksaan SADARI (Saryono, 2009).

Tingginya pengetahuan akan berdampak terhadap proses

perubahan perilaku yang akan dilakukan sehubungan dengan

permasalahan yang dihadapinya. Seseorang yang memiliki

pengetahuan yang tinggi dalam suatu hal, akan mudah menerima

perilaku yang lebih baik, sebaliknya seseorang yang mempunyai

pengetahuan yang rendah akan sulit menerima perilaku baru dengan

baik.(Notoatmodjo, 2010) Pengetahuan adalah kesan dalam pikiran

manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan

adalah segala sesuatu apa yang diketahui berdasarkan pengalaman

yang didapatkan oleh setiap manusia (Olfah et al.,2013)

Survey Yayasan Kesehatan Payudara, hal yang menyebabkan

kurangnya penanggulangan kanker payudara adalah rendahnya

pengetahuan masyarakat tentang pencegahan kanker payudara.

Penyebaran informasi mengenai faktor resiko kanker payudara dan

pemeriksaan dini payudara kurang tersebar di masyarakat. Masih

banyak wanita yang belum menyadari pentingnya melakukan deteksi

dini yaitu sebanyak 80% masyarakat tidak mengerti akan pentingnya

melakukan pemeriksaan dini payudara, hanya 11,5% yang paham,

sementara sisanya (8,5%) tidak tahu tentang pemeriksaan payudara.

Di Negara lain program-program deteksi dini kanker payudara telah


57

banyak dikembangkan (Pratama, 2016)

Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil analisa jawaban

responden menunjukan bahwa semin rendah tingkat pengetahuan

seseorang tentang kanker payudara maka akan semakin tinggi

kemungkinan orang tersebut menderita kanker payudra. Hal ini terjadi

karena pengetahuan sangat mendkung sesorang utuk mencegah

terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan salah satunya adalah kanker

payudara. Dalam mencegah kanker payudara responden dapat

mengetahui pengetahuan dasar untuk mendeteksi dini kanker payudara

yang dikenal dengan teknik SADARI yaitu melakukan pemeriksaan

payudara sendiri. Pelaksanaan tekik SADARI ini dikayini mampu

untuk mendeteksi dini terjadinya kanker payudara sehingga apabila

bisa dideteksi maka tidak akan terjadi keterlambatan pengobatan.

Berdasarkan keterangan responden, responden masih banyak

yang elum mengatahui dn melaksanakan teknik SADARI ini sehingga

mereka tidak dapat mendeteksi terjadinya kanker payudara. Hal lain

juga ditemukan dari penelitian yaitu bahwasanya beberapa reponden

ada yang sudah mengetahui tentang pemeriksaan SADARI ini tetapi

mereka tidak begitu paham dan mengerti bagaimana cara

mempraktekkannya sehingga mereka tidak dapat mendeteksi dengan

baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan

kejadian kanker payudara ini cukup signifikan tetapi tidak terlalu kuat

dikarenakan OR yang didaptkan hanya 0.2 sehingga masih ada faktor


58

yang yang lebih mempengaruhi terjadinya kanker payudara ini selain

salah satu faktor pendukungnya adalah pengetahuan. Jadi tidak selalu

orang yang memiliki pengatahuan rendah akan menderita kanker

payudara dan tidak selalu orang dengan pengetahan tinggi menjamin

tidak menderita kanker payudara.

2. Hubungan Kejadian Kanker Payudara dengan Aktifitas Fisik

Wanita Usia Subur

Hasil anilisi bivariat antara kejadian kanker payudara dengan

aktivitas fisik wanita usia subur dapat diketahui responden yang

memiliki Aktifitas fisik tidak ada lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami kanker yaitu sebanyak 27 orang (87.1%)

dibandingkan responden dengan aktifitas fisik ada yaitu sebanyak 5

orang (29.4%).

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara aktifitas

fisik dengan kejadian kanker payudara pada wanita usia subur dengan

hasil p value = 0.000 (< α 0.05) yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara aktifitas fisik dengan kejadian kanker payudara pada

wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas tahun

2020. OR didapatkan sebesar 0.62 yang berarti orang dengan aktifitas

fisik tidak ada berpeluang 0.62 kali lebih besar menederita kanker

payudara dibandingkan dengan orang dengan aktifitas fisik ada.

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh

otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi dilakukan sepanjang

hari berkisar dari aktivitas sehari hari, gaya hidup hingga olahraga
59

(WHO, 2010). Aktivitas fisik secara luas diakui sebagai terapi non-

farmakologis yang efektif pada pasien kanker (Fong et al., 2012).

Semakin banyak bukti mendukung gagasan bahwa peningkatan

aktivitas fisik memberikan manfaat penting untuk meningkatkan hasil

psikologis dan kesejahteraan fisik pada pasien kanker.

Laporan terbaru dari World Cancer Research Fund (2018)

menyebutkan terdapat bukti kuat bahwa aktivitas fisik (intensitas

sedang atau kuat) melindungi terhadap kanker payudara, usus besar

dan endometrium. Aktivitas fisik dengan intensitas kuat dapat

melindungi terhadap kanker payudara premenopause (World Cancer

Research Fund, 2018). Riset lain juga membuktikan bahwa aktivitas

fisik dapat menurunkan kematian pada penyintas kanker payudara dan

kolorektal (Ballard-Barbash et al., 2012). Penelitian oleh Speck et al

(2010) memperlihatkan bahwa aktivitas fisik dikaitkan dengan

kesehatan psikologis penyintas kanker yang lebih baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hananingrum

(2917) tentang Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kualitas Hidup Pada

Pasien Kanker Serviks Yang Menjalani Kemoterapi Di Rsud Dr

Moewardi Surakarta, didapatkan hasil analisis bivariat dengan

spearman rank berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa responden

dengan aktifitas fisik rendah mayoritas memiliki kualitas hidup yang

rendah sejumah 2 responden (66,7%), responden dengan aktifitas fisik

sedang mayoritas memiliki kuaitas hidup sedang sejumlah 23

responden (57,5%). Responden dengan aktivitas fisik berat mayoritas


60

memiliki kualitas hidup tinggi yaitu 8 responden (88,9%). Hasil

analisis menunjukkan bahwa nilai p value 0,003 < 0,05, dengan nilai r

= 0,402 sehingga ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas

hidup pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta dengan kekuatan hubungan dalam kategori

sedang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rock et al. (2012)

aktivitas fisik setelah diagnosis kanker dapat mengurangi risiko

kekambuhan di antara beberapa kelompok penyintas kanker termasuk

kanker payudara, kolorektal, prostat, dan ovarium. Meta-analisis lain

dari 6 studi kohort prospektif yang mencakup lebih dari 12.000

penderita kanker payudara menunjukkan bahwa aktivitas fisik pasca

diagnosis secara konsisten dapat menurunkan risiko kematian akibat

kanker payudara sebesar 34% dan menurunkan risiko kambuh sebesar

24%.

Menurut asumsi peneliti berdasarkan analisa jawaban responden

menunjukan bahwa aktifitas fisik berpengaruh terhadapt kejadian

kanker payudara yang terjadi di Puskesmas Muara Panas. Hal ini

dibuktikan dengan hasil penelitian dengan nilai p value 0.05 (0.000)

dan didapatkan kemungkinan seseorang menderita kanker apabila

tidak memiliki aktivitas fisik sebesar 0,62 kali.

Menurut peneliti aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga

kesehatan dan kebigaran tubuh. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik

dapat meningktakan dan memerlancar proses metabolisme yang


61

terjadi di dalam tubuh mulai dari pengilahan makanan sampai dengan

pengolahan racum dari makanann yang masuk ke dalam tubuh.

Dalam penelitian ini rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan

banyak ditemukan pada pasien yang menderita kanker payudara.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh responden yang

menderita kanker bahwa memang sebelum diketahui menderita kanker

mereka juga masih dikategorikan jarang dalam melakukan aktivitas

fisik yang berarti. Pada kondisi menderita kanker ini mereka semakin

jarang melakukan aktivitas fisik dikarenkan beberapa hambatan yang

terjadi salah satunya adalah dikarenakan efek dari kemoterapi tubuh

mereka semakin lemah dan merasa lelah serta sering mengalami mual

dan muntah sehingga hal tersebut tidak memunginkan mereka untuk

melakukan aktifitas fisik. Para responden yang menderita kanker

hanya menghabisakn watu mereka di dalam kamar dan sekitar rumah.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh responden yang

menderita kanker lainnya bahwa mereka berusaha melakukan aktifitas

fisik atau melaukan lah raga ringan agar membuat tubuh mereka

meraasa lebih sehat dan dapat membatu proses penyembuhan dari

kanker yang diderita oleh responden. responden yang dapat

melakukan aktivitas fisik ini adalah responden yang menderita kanker

payudara yang masih berada di stadium 1 atau 2 sehingga mereka

belum merasakan nyeri yang dapat menghalangi aktifitas fisik mereka.

Berdasakan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

aktivitas fisik dapat mengurangi resiko seseorang menderita kanker


62

atau penyakit lainnya tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa

orang yang aktif melakukan olah raga tidak akan menderita kanker

atau penyakit lainnya karena suatu penyakit yang diderita oleh

seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik ataupun beberapa

faktor lainnya yang jarang diperhatikan.

3. Hubungan Kejadian Kanker Payudara dengan Pola Makan

Wanita Usia Subur

Hasil anilisi bivariat antara kejadian kanker payudara dengan

Pola makan wanita usia subur dapat diketahui responden yang

memiliki pola makan tidak normal lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami kanker yaitu sebanyak 19 orang (82.6%)

dibandingkan responden dengan pola makan normal yaitu sebanyak

13 orang (52%).

Hasil uji statistrik chi-square terhadap hubungan antara pola

makan dengan kejadian kanker payudara pada wanita usia subur

dengan hasil p value = 0.022 (< α 0.05) yang berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian kanker

payudara pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Muara

Panas tahun 2020. OR didapatkan sebesar 0.228 yang berarti orang

dengan pola makan tidak normal berpeluang 0.228 kali lebih besar

menederita kanker payudara dibandingkan dengan orang dengan pola

makan normal.

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan


63

meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan

jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang

pada waktu tertentu. Pola makan tersebut dipengaruhi oleh faktor

ekonomi, budaya dan religi (Baliwaty, 2004). Pola makan berkaitan

erat dengan resiko kejadian kanker. Daya cerna zat gizi dalam

makanan yang dikonsumsi tidaklah bekerja sendiri dan saling

ketergantungan antara zat gizi tersebut. Makanan yang masuk dapat

memberikan efek resiko negatif atau positif terhadap perkembangan

sel-sel kanker. Klasifikasi pola makan secara umum dapat

digolongkan sebagai berikut :1) pola makan yang baik yaitu pola

makan yang bersumber dari sayuran, buah, ikan, ayam, susu rendah

lemak dan sumber serat penuh;

2) pola makan yang tidak baik adalah makanan dengan sumber seperti

daging merah, makanan atau daging yang diolah, gula fermentasi,

kentang, makanan manis dan makanan yang tinggi lemak dan juga

kebiasaan minum seperti alkohol dan sejenisnya (Ruiz dan Hernandez,

2013)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitrianingsih, Eva

(2015) tentang Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Kanker

Payudara (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Dan Klinik Onkologi Di

Banda Aceh), didapatkan hasil perhitungan secara statistik bahwa

proporsi responden dengan pola konsumsi sumber hewani segar


64

dalamkategori tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kasus

(15,6%) dibandingkan kelompok kontrol (8,9%). Proporsi responden

dengan pola konsumsi berdasarkan cara pengolahan dalam kategori

tidak baik lebih banyak terdapat pada kelompok kasus (28,9%)

dibandingkan dengan kelompok kontrol (20%). Proporsi responden

dengan pola konsumsi sumber minyak dan lemak dalam kategori tidak

baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (46,7%)

dibandingkan dengan kelompok kasus (31,1%). Proporsi responden

dengan pola konsumsi sumber sayur-sayuran dalam kategori tidak

baik lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (48,9%)

dibandingkan dengan kelompok kasus (37,8%). Proporsi responden

dengan pola konsumsi sumber buah-buahan dalam kategori tidak baik

lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol (53,3%) dibandingkan

dengan kelompok kasus (46,7%). Pola makan sumber hewani segar,

cara mengolah, pola makan minyak/lemak dan pola makan buah dan

sayur tidak berhubungan dengan kejadian kanker payudara (p>0.05).

Pola makan tidak baik (Western/unhealthy dietay patterns)

berdasarkan jenisnya termasuk sumber daging, sumber daging yang

diolah/ awetan, kentang goreng, makanan yang manis-manis dan

sumber lemak.

Penelitian ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh

Chlebowski et al (2013) Pola makan baik dan tidak baik tersebut

berhubungan dengan resiko kanker payudara. Hasil penelitian


65

menunjukkan pola makan tidak baik dapat meningkatkan resiko

kejadian kanker payudara. Lauber dan Gooderham (2010) juga

menyatakan makanan sumber daging olahan/ awetan terutama pola

makan Western sering terpapar dengan senyawa heterocylic amines

pada saat proses pengolahan sehingga menghasilkan senyawa

penyebab kanker. Senyawa heterocylic amines (HCAs) merupakan

senyawa karsinogenik yang terdapat dalan jaringan bahan pangan

akibat proses pengolahan terutama produk daging dan ikan melalui

reaksi mailard dengan asam amino dan gula sebagai prekusor,

(Janoszka et al., 2009).

Hasil analisa jawaban responden menunjukan bahwa pola

makan dapat mempengaruhi terjadinya kanker payudara. Pola makan

yang tidak normal atau mengkonsumsi makanan yang tidak sehat

dapat menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kanker payudara

dan juga penyakit lainnya.

Menurut asumsi peneliti hubungan yang terjadi antara makanan

yang dikonsumsi oleh responden dengan kanker payudara yang

diderita oleh responden ini juga dipengaruhi oleh faktor pendukung

lainnya yang menyebabkan responden lebih cendrung untuk memiliki

pola makan yang tidak normal. Berdasarkan keterangan dari

responden sebelum mereka menderita kanker payudara mereka tidak

terlalu memperhatikan apa yang mereka makan. Menurut responden

selagi masakan tersebut di olah dengan baik dan benar tidak akan

bermasalah bagi tubuh. Berdaarkan keterangan dari respponden yang


66

tidak menderita kanker payudara, mereka juga pernah mengkonsumsi

makanan yang dianggap tidak sehat tapi masih dalam batas yang wajar

atausangat jarang dikarenakan mereka mengetahui bahwa makanan-

makanan yang tidak sehat tersebut dapat mempengaruhi kesehatan

mereka.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk pola makan

pada saat ini atau pada saat responden telah diketahui menderita

kanker payudara responden mulai memperbaiki pola makan dan

mengatur setiap nutrisi yang akan mereka konsumsi. Pada saat ini

responden lebih menghindari yang makanan yang menggunakan

penyedap dan juga makanan yang mengandung banyak lemak dan

responden makan dalam porsi yang sesuai dengan yang dianjurkan

oleh dokter.

Menurut peneliti makanan ini adalah faktor pemicu terbesar

yang dapat megakibatkan terjadinya suatu penyakit pada tubuh. Hal

ini dikarenakan setiap kegiatan yang dapat dilakukan oleh tubuh

semua energinya didapatkan dari makanan mulai dari pertumbuhan,

ergerakan erkembangan dan juga proses penyembuhan penyakit

tergantung kepada makan yang dikonsumsi. Peneliti percaya bahwa

semakin baik makan yang dikonsumsi oleh manusia maka akan

semakin baik tingkat kesehatannya.


67

C. Keterbatasan Penilitian

Penilitian ini dilakukan ketika masa pandemi Covid-19 dan sedang

diterapkannya Pembatasan Social Berskala Besar (PSBB) sehingga

penilitian ini dilakukan dengan menerapkan protocol kesehatan dan juga

dengan waktu yang terbatas dan responden agak tertutup. Keterbatasan

ini peniliti tidak mendapatkan informasi secara mendalam.


BAB VII

PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Lebih dari separuh Responden 32(66.7%) menderita kanker payudara di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

2. Lebih dari separuh responden 24 (50%) memiliki pengetahuan tinggi di

wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

3. Lebih dari separuh responden 31 (64.6%) yang tidak memiliki aktifitas

fisik di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

4. Lebih dari separuh responden 25 (52.1%) memiliki pola makan normal

di wilayah kerja Puskesmas Muara Panas Tahun 2020.

5. Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kejadian

kanker pada wanita usia subur dengan hasil p value = 0.013 (< α 0.05).

6. Terdapat hubungan bermakna antara aktifitas fisik dengan kejadian

kanker payudara pada wanita usia subur dengan hasil p value = 0.000 (<

α 0.05)

7. Terdapat hubungan bermakna antara pola makan dengan kejadian

kanker payudara pada wanita usia subur dengan hasil p value = 0.022 (<

α 0.05).
69

B. Saran

1. Bagi Responden

Diharapkan kepada responden agar meningkatkan perhatian

terhdap faktor- faktor yang dapat memicu terjadinya kanker payudara

dan responden juga diarapkan untuk menyebarluaskan informasi yang

telah peneliti berikan mengenai cara-cara yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi dini kanker paydara, agar kita bersama dapat

menyellamatkan lebih banyak wanita dari menderita kanker payudara.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan kepada Masyarakat untuk terus meningkatkan

pengetahuannya dengan cara lebih banyak mencari sumbersumber

informasi yang berhubungan dengan kanker payudara dan diharapkan

juga masyarkat lebih memahami bagaimana cara untuk melakukan

SADARI dan mengajarkannya kepada wanita lain untuk mengurangi

angka kejadian kanker payudara.

3. Bagi Institusi pelayanan Kesehatan

Diharapkan kepada pihak institusi pelayanan kesehatan, untuk

dapat lebih memaksimalkan dan penyebaran informasi terkait kanker

payudara dimulai dari apa saja yang menyebabkan kanker payudara

sampai dengan akibat yang ditimbulkan oleh kanker peyudara dengan

cara enampilkan gambar yang masih dianggap pantas agar masyarakat


70

dapat melihat lansung dampak dari kanker payudara.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan pada pihak Institusi pendidikan untuk dapat selalu

meningkatkan bimbingan kepada peserta didik, khususnya tenaga

kesehatan kebidanan dalam rangka mempersiapkan tenaga kesehatan

yang terampil dan professional dan mampu mengaplikasikan ilmu dan

pengetahuannya di tengah tengah masyarakat dan dapat mengurasi

angka kesakitan dan kematian yang semakin tahun semakin meningkat.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk lebih

menyempurnakan penelitian yang telah peneliti lakukan dan juga untuk

melakukan inivasi lainnya dalam mencegah pertumbuhan dari angka

kejadian kanker payudara.

Anda mungkin juga menyukai