Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker payudara adalah tumor ganas berawal dari sel-sel payudara. Penyakit

ini terjadi hampir seluruhnya pada wanita, tetapi pria juga bisa mendapatkannya.

Kanker payudara dapat mengakibatkan kematian pada wanita lebih dari 508.000 pada

tahun 2011 di seluruh dunia (World Health Organization, 2018). Berdasarkan estimasi

Internasional Agency for Researh on Cancer (IARC), pada tahun 2020 ada 1,15 juta

kasus baru kanker payudara dengan 411.000 kematian sebanyak 70% kasus baru dan

55 % kasus kematian diprediksi di negara berkembang (Rasjidi, 2010b).

Estimasi insidensi kanker payudara pada tahun 2018 di Asia adalah sebesar

674.693 kasus (25,5%) dan estimasi kematian akibat kanker payudara adalah sebesar

310.577 kasus (13,8%) (IARC, 2018). Kanker payudara di Indonesia merupakan

kanker dengan insiden tertinggi nomor satu dan jumlah kanker payudara di Indonesia

didapatkan kurang lebih 23.140 kasus baru setiap tahun (200 juta populasi) (Suyatno

& Emir, 2014). Kanker payudara di provinsi Riau cukup tinggi yaitu 0,3% atau

19.033,2 jiwa dari 6.344.400 penduduk (Kemenkes RI, 2015).

Wanita yang terkena kanker payudara 50% berada di rentang usia 25–50 tahun

(Afiyanti & Pratiwi, 2016). Wanita yang memiliki risiko tinggi terkena kanker

payudara adalah wanita usia subur (Rasjidi, 2010). Wanita usia subur (WUS ) adalah

wanita dalam usia reproduktif 15-49 tahun (Kemenkes RI, 2015). Wanita usia subur di

provinsi Riau pada tahun 2017 sebanyak 1.411.572 orang (Kemenkes RI, 2018). Data

dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018), wanita usia subur di Puskesmas

Rejosari usia 15-39 tahun sebanyak 23.468 orang, wanita usia subur 15-49 tahun

1
2

sebanyak 30.032 orang dan wanita usia subur 30-50 tahun sebanyak 15.347 orang.

Kanker payudara diketahui banyak ditemukan pada wanita muda dengan rentang usia

20 tahun atau lebih dimana perkembangan kanker pada penderita wanita berusia muda

jauh lebih agresif daripada penderita wanita berusia lanjut (Afiyanti & Pratiwi, 2016).

Kanker payudara menjadi jenis kanker yang sangat menakutkan bagi wanita di

seluruh dunia, juga Indonesia (Kemenkes, 2016). Kanker payudara adalah keganasan

pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen

kelenjarnya (epitel saluran maupun lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar

seperti jaringan lemak, pembuluh darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi,

2010a). Penyebab kanker payudara secara pasti belum diketahui, kanker payudara

meningkat pada wanita yang mempunyai faktor risiko (Suyatno & Emir, 2014). Faktor

risiko yang utama berhubungan dengan keadaan hormonal dan genetik (Rasjidi, 2009).

Tanda dan gejala yang terjadi pada kanker payudara yaitu benjolan pada

payudara, erosi atau eksema puting susu, kulit atau puting susu tertarik ke dalam

(retraksi), berwarna merah muda atau kecoklatan hingga menjadi kulit kelihatan

seperti kulit jeruk (peau d’orange), timbul ulkus pada payudara, pendarahan di puting

susu, rasa sakit atau nyeri timbul kalau tumornya sudah besar, sudah timbul borok, dan

penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Manurung, 2018).

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem staging TNM (Tumor

Nodus Metastais) dari AJCC (American Joint Committee on Cancer), karena dengan

sistem staging dapat diperkirakan prognosisnya dan memberikan informasi tentang

pengobatan yang sesuai berdasarkan stadium (Rasjidi, 2009). Klasifikasi TNM

(Tumor Nodus Metastais) pada kanker payudara yang dikenal sebelumnya harus

diterapkan, didiskusikan dan dijelaskan pada wanita supaya mendapat penanganan

yang ditemukan pada stadium dapat memberikan harapan hidup yang lebih besar,
3

namun penderita datang memeriksakan penyakitnya ditemukan dalam stadium lanjut

(Rasjidi, 2010b). Wanita menemukan benjolan di payudaranya, ia mengalami rasa

takut, cemas, khawatir tentang kemungkinan dirinya terkena kanker payudara, maka

respons emosional akan mempengaruhi keefektifan perawatannya, karena tidak ada

metode yang jelas untuk mencegah kanker payudara, wanita harus diberikan

pendidikan tentang deteksi dini, skrining, serta faktor risiko (Bobak, Lowdermik &

Jesen, 2012). Hal ini dikarenakan masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang kanker payudara dan kesadaran pentingnya melakukan deteksi dini

(Thaha & Widajadnja, 2017).

Thaha (2017) dalam penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang

kanker payudara wanita usia 20-45 tahun di Desa Sidera Kecamatan Sigi Biromaru

memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 53 orang (53,0%) dan yang

memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 47 orang (47%). Hal ini sejalan dengan

penelitian Sari (2016) bahwa pengetahuan kanker payudara wanita usia subur usia 27-

28 tahun di wilayah Gonilan Sukaharjo memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 22

orang (72,2%), memiliki pengetahuan cukup sebanyak 6 orang (16,6%) dan memiliki

pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (11,2%). Mayoritas responden sudah mengerti

kanker payudara secara umum, yaitu pengertian kanker payudara, penyebab terjadinya

kanker payudara namun responden belum mengetahui secara tepat apa saja faktor

risiko terjadinya kanker payudara, tanda dan gejala serta bagaimana pencegahan

kanker payudara.

Kanker payudara yang dapat dideteksi dini biasanya bersifat in situ dengan

kemungkinan penderita memperoleh kesembuhan cukup tinggi. Deteksi dini

memungkinkan pengobatan kanker yang masih terlokalisasi dengan angka bertahan


4

hidup lebih dari 90% (Afiyanti & Pratiwi, 2016). Deteksi dini payudara merupakan

langkah awal terdepan dan paling penting dalam pencegahan kanker. Deteksi dini

diharapkan angka mortalitas dan morbilitas, dan biaya kesehatan akan lebih rendah

(Rasjidi, 2010a).

Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30%. Selain itu, untuk

meningkatkan kesembuhan penderita kanker payudara, kuncinya adalah penemuan

dini, diagnosis dini, dan terapi dini sehingga diperlukan pengetahuan tentang kanker

payudara, dan pendidikan wanita untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri

(Rasjidi, 2010a). Saryono (2009) menyatakan untuk mendeteksi kanker payudara

dapat dilakukan dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Alur perawatan

pada saat ini ditujukan pada deteksi dini yaitu SADARI secara teratur (Hackley,

Kriebs, & Rousseau, 2014).

SADARI terdiri atas dua bagian yaitu meliputi inpeksi dan palpasi. Tahapan

inpeksi dan palpasi dilakukan dengan cara memperhatikan perubahan yang terjadi

pada bentuk payudara di cermin, pastikan tidak ada perubahan yang tampak seperti

kerutan dikulit payudara, ada tidaknya cairan (bukan air susu) yang keluar dari puting.

SADARI sebaiknya dilakukan setiap kali selesai menstruasi (hari ke 10 dari awal

menstruasi, pemeriksaan dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (Rasjidi, 2009).

Thaha (2017) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa perilaku

responden terhadap pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) di Desa Sidera

Kecamatan Sigi Biromaru, yaitu berperilaku baik terhadap SADARI sebanyak 39

orang (39%), berperilaku cukup baik terhadap SADARI sebanyak 59 orang (59%) dan

berperilaku tidak baik sebanyak 2 orang (2%). Hal ini sejalan dengan penelitian

Hanson (2017) bahwa responden tidak mampu melakukan SADARI sebanyak 228
5

orang (66,1%) dan responden yang mampu melakukan SADARI sebanyak 117 orang

(33,9%). Hal ini dikarenakan masih rendahnya tingkat pengetahuan dan perilaku

periksa payudara sendiri (SADARI) .

(Notoatmodjo, 2012a) menyatakan pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo

(2012a) menjelaskan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi. Masih kurangnya

kesadaran wanita-wanita Indonesia dalam melakukan deteksi dini terhadap kanker

payudara, bahkan masih banyak wanita Indonesia belum mengetahui cara-cara deteksi

dini kanker payudara menyebabkan angka kejadian kanker payudara cukup besar.

(Notoatmodjo, 2012a) sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga yang dapat diukur dengan wawancara atau materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Beberapa indikator atau hal yang ingin diukur

dari pengetahuan penderita kanker payudara diantaranya memiliki kemampuan

menjelaskan tentang kanker payudara, memiliki kemampuan memberikan contoh

tanda dan gejala kanker payudara dan memiliki kemampuan SADARI setiap bulannya.

Studi pendahuluan dilakukan oleh peneliti melalui wawancara kepada 5 orang

wanita usia subur yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di wilayah kerja

Puskesmas Rejosari Pekanbaru pada 15 Maret 2019, ternyata 5 dari 5 wanita

mengetahui kanker payudara, 3 dari 5 wanita tidak mengetahui penyebab kanker

payudara, 3 dari 5 wanita tidak mengetahui tanda dan gejala kanker payudara, 4 dari 5

wanita tidak mengetahui tingkatan stadium, 4 dari 5 wanita tidak mengetahui

SADARI, 5 dari 5 wanita tidak mengetahui waktu pemeriksaan SADARI, 4 dari 5


6

wanita tidak mengetahui manfaat SADARI, dan 5 dari 5 wanita tidak mengetahui

langkah/cara pemeriksaan SADARI.

Melihat hal yang demikian ini, maka penyebarluasan pengetahuan dan

informasi mengenai kanker payudara perlu ditingkatkan, untuk meningkatkan

kesadaran pasien melakukan pemeriksaan dini kanker payudara, dan untuk

kedepannya pemeriksaan serupa dapat terus dilaksanakan dengan penuh kesadaran

sendiri. Berdasarkan uraian fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terkait “Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Payudara dan

Perilaku Periksa Payudara Pendiri (SADARI) di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari

Pekanbaru”

B. Rumusan Masalah

Kanker merupakan penyakit tidak menular dengan angka kejadian terus

meningkat setiap tahunnya dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi.

Kanker payudara merupakan kanker dengan persentase kasus baru tertinggi di dunia.

Tidak hanya di dunia, di Indonesia angka kematian kanker terus meningkat dari tahun

ke tahun. Kanker payudara menjadi isu kesehatan saat ini, karena semakin

meningkatnya jumlah mobiditas dan mortalitas. Deteksi dini kanker payudara

merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Sebagian besar wanita usia subur di

Puskesmas Rejosari tidak bisa melakukan periksa payudara sendiri (SADARI). Hal ini

dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang kanker payudara dan periksa payudara

sendiri (SADARI) dengan teknik atau cara pemeriksaan yang benar.

Studi pendahuluan dilakukan oleh peneliti melalui wawancara kepada 5 orang

wanita usia subur yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di wilayah kerja

Puskesmas Rejosari Pekanbaru pada 15 Maret 2019, ternyata 5 dari 5 wanita


7

mengetahui kanker payudara, 3 dari 5 wanita tidak mengetahui penyebab kanker

payudara, 3 dari 5 wanita tidak mengetahui tanda dan gejala kanker payudara, 4 dari 5

wanita tidak mengetahui tingkatan stadium, 4 dari 5 wanita tidak mengetahui

SADARI, 5 dari 5 wanita tidak mengetahui waktu pemeriksaan SADARI, 4 dari 5

wanita tidak mengetahui manfaat SADARI, dan 5 dari 5 wanita tidak mengetahui

langkah/cara pemeriksaan SADARI. Berdasarkan uraian fenomena diatas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait “Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang

Kanker Payudara dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI) di Wilayah Kerja

Puskesmas Rejosari Pekanbaru”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang kanker

payudara dan perilaku periksa payudara sendiri (SADARI) di wilayah kerja

Puskesmas Rejosari Pekanbaru.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, pendidikan,

pekerjaan, dan status perkawinan.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang kanker payudara dan periksa

payudara sendiri (SADARI).

c. Untuk mengetahui perilaku periksa payudara sendiri (SADARI).

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap

tingkat pengetahuan tentang kanker dan perilaku periksa payudara sendiri


8

(SADARI) sehingga kanker payudara dapat dideteksi lebih dini dan kemungkinan

sembuh akan lebih besar.

2. Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk mengetahui

tingkat pengetahuan tentang kanker dan perilaku periksa payudara sendiri

(SADARI) dan tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan tentang

kanker payudara dan periksa payudara sendiri (SADARI) khususnya dan

diharapkan senantiasa memberikan penyuluhan sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan cara

kanker payudara dan cara periksa payudara sendiri (SADARI).

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan motivasi

kepada wanita usia subur yang aktif di kegiatan kemasyarakatan agar dapat

memperluas pengetahuan tentang kanker payudara dan perilaku periksa payudara

sendiri (SADARI).

4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

tingkat pengetahuan kanker payudara dan perilaku periksa payudara sendiri

(SADARI) sehingga penelitian ini diharapkan sebagai dasar, sumber dan bahan

pemikiran untuk perkembangan penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai