Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Payudara merupakan salah satu organ penting wanita yang erat kaitannya

dengan fungsi reproduksi dan kewanitaan (kecantikan). Karena itu gangguan

payudara tidak sekedar memberikan gangguan kesakitan sebagaimana penyakit

pada umumnya, tetapi juga akan mempunyai efek estetika dan psikologis umum.

Tidak jarang jika ditemukan gangguan pada payudara, seorang wanita pada

awalnya tidak terlalu mengacuhkannya sampai keadaannya menjadi serius.

Akibatnya, penemuan atau deteksi dini kanker menjadi terlambat (Bustan,

2007:154).

Berdasarkan Data Global Burden Cancer (GLOBOCAN), International

Agency for Research on Cancer (IARC), diketahui bahwa pada tahun 2012

terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di

seluruh dunia. Kanker payudara, kanker prostat, dan kanker paru adalah penyebab

terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya. Persentase kasus baru dan

kematian akibat kanker pada perempuan di dunia tahun 2012 menunjukkan bahwa

kanker payudara masih menempati urutan pertama kasus baru dan kematian akibat

kanker, yaitu sebesar 43,3% dan 12,9% (Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan Edisi Semester I, 2015).

Kasus kanker payudara di negara berkembang telah mencapai lebih dari

580.000 kasus pada setiap tahunnya dan kurang lebih 372.000 pasien atau 64%

dari jumlah kasus tersebut meninggal karena penyakit ini (Suryaningsih, 2009).

1
Tingginya angka tersebut mengisyaratkan bahwa masih rendahnya deteksi dini

terhadap kanker oleh kaum perempuan. Hal ini menyebabkan penemuan kanker

secara dini menjadi terlambat sehingga penderita kanker banyak membutuhkan

perawatan di rumah sakit (Afriyanti, 2016).

Di Indonesia, prevalensi kanker adalah sebesar 1,4 per 1.000 penduduk

(Riskesdas 2013), serta merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari

seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Insiden kanker payudara di

Indonesia sebesar 40 per 100.000 perempuan dan 70% dari penderita

memeriksakan dirinya pada keadaan stadium lanjut (GLOBOCAN/IARC 2012).

Kanker payudara umumnya menyerang wanita yang telah berumur lebih dari 40

tahun. Namun demikian, wanita muda pun bisa terserang penyakit kanker ini.

(Mardiana, 2007:11)

Di Provinsi Riau, berdasarkan data dari Bagian Rekam Medik RSUD

Arifin Achmad, kejadian kanker payudara di RSUD Arifin Achmad pada tahun

2010-2015 berturut-turut sebanyak 163 kasus, 140 kasus, 125 kasus, 132 kasus,

185 kasus,dan 158 kasus, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam 6 tahun

terakhir angka kejadian kanker payudara di Provinsi Riau cenderung mengalami

peningkatan tiap tahunnya.

Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara.

Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu),

saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker

payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai pembungkus.

Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk menjadi

abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali. Kemungkinan timbulnya

2
benjolan pada payudara sebenarnya dapat diketahui secara cepat dengan

pemeriksaan sendiri. Istilah ini disebut dengan SADARI, yaitu pemeriksaan

payudara sendiri. Sebaiknya pemeriksaan sendiri ini dilakukan secara berkala,

yaitu satu bula sekali. Ini dimaksudkan agar yang bersangkutan dapat

mengantisipasi secara cepat jika ditemukan benjolan pada payudara (Mardiana,

2007).

Pada usia 20 tahun seorang wanita dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan pada payudaranya sendiri setiap bulan atau setiap tiga bulan sekali

untuk dapat mendeteksi secara dini jika terdapat kelainan dan segera mendapatkan

penanganan yang tepat (Setiati, 2009). Salah satu kelompok yang telah mencapai

usia tersebut adalah mahasiswi. Pada saat itu seorang mahasiswi memasuki tahap

perkembangan remaja akhir (adolesone) (Sarwono, 2004).

Mahasiswi yang menempuh pendidikan dalam bidang kesehatan pada

umumnya telah memperoleh pengetahuan tentang SADARI sehingga akan

cenderung membentuk sikap positif yang tercermin dalam perilakunya. Adanya

pengetahuan tersebut merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 10 orang mahasiswi D IV

keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau ditemukan 3 orang sudah melakukan

SADARI secara rutin setiap satu bulan atau tiga bulan. Sedangkan 7 orang

diantaranya tidak melakukan SADARI . Dapat disimpulkan bahwa hampir 70%

mahasiswi D IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau belum melakukan

perilaku SADARI.

3
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian

dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan SADARI dengan Perilaku

SADARI dalam Upaya Deteksi Dini Ca Mammae pada Mahasiswi Keperawatan”.

1.2 Rumusan Masalah

Kanker payudara merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada

wanita dan merupakan masalah serius bagi wanita diseluruh dunia karena dapat

menyebabkan kematian pada penderitanya. Kasus kanker payudara di negara

berkembang telah mencapai lebih dari 580.000 kasus pada setiap tahunnya 64%

dari jumlah kasus tersebut meninggal karena penyakit ini. Insiden kanker

payudara pada perempuan di Indonesia sebesar 40 per 100.0000 dan 70% dari

penderita memeriksakan dirinya pada keadaan stadium lanjut. Faktor yang

menyebabkan adalah penderita kurang mengerti tentang kanker payudara dan rasa

malas serta malu memperlihatkan payudara.

Mahasiswi yang menempuh pendidikan dalam bidang kesehatan pada

umumnya telah memperoleh pengetahuan tentang SADARI sehingga cenderung

membentuk sikap positif yang tercermin dalam perilakunya. Berdasarkan

fenomena tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

hubungan tingkat pengetahuan SADARI dengan perilaku SADARI dalam upaya

deteksi dini ca mammae pada mahasiswi keperawatan ?”

4
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan SADARI dengan

perilaku SADARI dalam upaya deteksi dini ca mammae pada mahasiswi

keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi tentang kanker payudara

b. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi tentang pemeriksaan SADARI

c. Mengetahui perilaku SADARI mahasiswi dalam upaya deteksi dini Ca

Mammae

d. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan SADARI dengan perilaku

SADARI dalam upaya deteksi dini ca mammae pada mahasiswi keperawatan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu keperawatan tentang

hubungan tingkat pengetahuan SADARI dengan perilaku SADARI dalam upaya

deteksi dini ca mammae pada mahasiswi.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data atau masukan bagi

pendidikan keperawatan khususnya institusi Poltekkes Kemenkes Riau untuk

mengembangkan kurikulum dan meningkatkan peran pendidik dalam

menyampaikan pengetahuan SADARI dan perilaku SADARI bagi mahasiswi

5
secara lebih menarik sehingga mampu mengaplikasikan sebagai usaha preventif

dalam upaya deteksi dini ca mammae.

1.4.3 Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti lain yang mempunyai minat

dan fokus mengenai pengetahuan SADARI, perilaku SADARI dalam upaya

deteksi dini ca mammae. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian sejenis

dengan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku SADARI dalam upaya

deteksi dini ca mammae yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan peneliti hanya

membatasi penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan SADARI dengan

Perilaku SADARI dalam Upaya Deteksi Dini Ca Mammae, penelitian dilakukan

pada Mahasiswi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari meliputi pengetahuan

terhadap fakta, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori dan

kesimpulan. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

7
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, mendatakan dan lain

sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, prinsip dan sebagainya

dalam konteks lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan dan dapat

8
meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek, penilaian didasarkan pada kriteria tertentu.

2.2 Konsep Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner, seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2007)

merumuskan bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar), maka teori Skinner ini disebut teori :

S – O – R atau Stimulus – Organisme – Respon.

Skinner membedakan jenis perilaku menjadi dua bagian, yaitu :

a. Perilaku alami ( innate behavior ) yaitu perilaku yang dibawa sejak lahir

berupa refleks dan insting. Contoh dari perilaku ini adalah gerakan refleks atau

spontan ketika tangan terkena panas api, kedipan mata bila kena cahaya yang

kuat. Perilaku ini secara otomatis digerakkan tanpa melalui pusat susunan syaraf.

Jadi respon akan timbul seketika setiap mendapatkan stimulus secara otomatis.

b. Perilaku operan (operant behavior) adalah perilaku yang dibentuk melalui

proses belajar. Jenis perilaku ini dikendalikan oleh pusat syaraf atau kesadaran

otak. Pada kaitan ini, setelah stimulus diterima kemudian dilanjutkan ke otak.

Jenis perilaku ini lebih dominan dibanding perilaku alami (Sosiawan, 2009).

9
2.2.2 Klasifikasi Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007) berdasarkan respon, perilaku dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Perilaku tertutup

Respon terhadap stimulus dalam bentuk terselubung. Respon terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap

yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka

Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang

dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.2.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan yang

bermula dari pemikiran atas dasar pengetahuan hingga pada akhirnya muncul

dalam perilaku (Purwanto, 2009).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007), klasifikasi perilaku kesehatan antara

lain :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Merupakan perilaku seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar

tidak sakit dan usaha penyembuhan ketika sakit.

Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek :

10
1) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit serta

pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit

2) Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat.

3) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat

memelihara kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat

menjadi penyebab menurunnya derajat kesehatan seseorang bahkan dapat

mendatangkan penyakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

Merupakan upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau

kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari

pengobatan ke luar negeri.

c. Perilaku kesehatan lingkungan, merupakan bagaimana seseorang

merespon lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya. Perilaku kesehatan lingkungan menurut Becker dalam Notoatmodjo

(2007) diklasifikasikan menjadi :

1) Perilaku hidup sehat

Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya (makan dengan menu

seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan

narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stress dan perilaku atau gaya hidup lain

yang positif bagi kesehatan.

11
2) Perilaku sakit

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit

serta pengobatan penyakit.

3) Perilaku peran sakit

Perilaku ini meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal

(mengetahui) fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit yang layak,

mengetahui hak (memperoleh perawatan dan pelayanan kesehatan) dan kewajiban

orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama dokter atau

petugas kesehatan dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain).

2.3 Perkembangan Remaja Akhir

Camenius dalam Sarwono (2004) mengemukakan teori pendidikan yang

berwawasan perkembangan, menganjurkan pembagian sekolah berdasarkan teori

perkembangan jiwa yang didasarkan pada teori Psikologi Fakultas meliputi :

a. 0-6 tahun : pendidikan oleh ibu sendiri (mother school) untuk

mengembangkan bagian dari jiwa (fakultas) penginderaan dan pengamatan

b. 6-12 tahun : pendidikan dasar (elementary school) sesuai dengan

berkembangnya fakultas ingatan (memory) dan diberikanlah dalam tahap ini

pelajaran-pelajaran bahasa, kebiasaan-kebiasaan sosial dan agama.

c. 12-18 tahun : sekolah lanjutan (latin school) sesuai dengan

berkembangnya fakultas penalaran (reasoning). Pada tahap ini anak-anak dilatih

untuk mengerti prinsip-prinsip kausalitas (hubungan sebab akibat) melalui

pelajaran tata bahasa, ilmu alam, matematika, etika, dialektika dan rethorika.

12
d. 18-24 tahun : pendidikan tinggi (universitas) dan pengembaraan (travel)

untuk mengembangkan fakultas kehendak (faculty of will).

Menurut Blos dalam Sarwono (2004) tahap remaja akhir ini juga merupakan masa

konsolidasi menuju dewasa yang ditandai dengan beberapa hal, yaitu:

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam

pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain.

e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (privat self) dan

masyarakat umum (the public).

2.4 Konsep Ca Mamae

2.4.1 Pengertian Ca Mamae

Kanker payudara adalah tumor ganas pada payudara atau salah satu

payudara, kanker payudara juga merupakan benjolan atau massa tunggal yang

sering terdapat di daerah kuadran atas bagian luar, benjolan ini keras dan

bentuknya tidak beraturan dan dapat digerakkan (Yustina Olfah dkk, 2013).

2.4.2 Etiologi

Penyebab kanker payudara belum diketahui, akan tetapi ada faktor-faktor

yang telah diketahui dan dikaitkan dengan kanker payudara. Faktor-faktor tersebut

meliputi umur dan gender, riwayat menstruasi dan reproduksi, kontrasepsi

13
hormon dan oral, diet dan berat badan, dan penyakit payudara benigna. (Siswandi,

Yakobus, 2006: 62)

2.4.3 Faktor Resiko

Hampir seluruh faktor resiko kanker payudara berhubungan langsung

maupun tidak langsung dan esterogen yang tidak terpakai dan tersisa dalam tubuh

ataupun estrogen yang tidak diimbangi dengan progesteron. (Masriadi, 2016:53)

Terdapat beberapa faktor risiko yang mampu memicu terjadinya kanker payudara

diantaranya :

a. Faktor kesehatan reproduksi meliputi nuliparitas, menarche pada usia

muda, menopause pada usia lebih tua, kehamilan pertama pada usia tua (lebih dari

30 tahun) atau tidak mempunyai anak sama sekali dan bertambahnya usia

b. Pemakaian hormon

c. Kegemukan (lemak berlebih)

d. Terpapar radiasi

e. Riwayat keluarga (anak perempuan yang ibunya menderita kanker

payudara memiliki peningkatan risiko terkena kanker payudara)

f. Ras

g. Gaya hidup meliputi merokok, konsumsi alkohol dan malas bergerak

(Suryaningsih, 2009)

h. Stres, literatur medis menyebutkan bahwa stres dapat meningkatkan risiko

kanker payudara. (Masriadi, 2016:53)

14
2.4.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis kanker payudara dapat berupa :

a. Benjolan pada payudara, umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada

payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu

melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada

puting susu.

b. Erosi atau eksem puting susu

c. Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna

merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit

kelihatan seperti kulit jeruk (peau d,orange), mengkerut atau timbul borok (ulkus)

pada payudara. Borok itu semakin lama akan semakin besar dan mendalam

sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sehingga berbau busuk dan

mudah berdarah.

d. Ciri-ciri lainnya antara lain:

1) Pendarahan pada puting susu

Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila benjolan sudah

membesar, sudah timbul borok atau bila sudah muncul metastase ke tulang.

2) Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak

(edema) pada lengan dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.

2.4.5 Klasifikasi dan Stadium Ca Mammae

Kanker payudara ada beberapa klasifikasi. Kanker payudara berdasarkan sifat

serangannya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Kanker payudara invasif

15
Pada kanker payudara invasif, sel kanker merusak saluran serta dinding kelenjar

susu, menyerang lemak dan jaringan konektif di sekitarnya. Kanker dapat bersifat

invasif/menyerang tanpa selalu menyebar (metastatik) ke simpul limfe atau organ

lain dalam tubuh.

b. Kanker payudara Non-Invasif

Sel kanker terkunci pada saluran susu dan tidak menyerang lemak serta jaringan

kolektif di sekitarnya. DCIS/Ductal Carcinoma In Situ merupakan bentuk kanker

payudara non-invasif yang paling umum terjadi sedangkan LICS/Lobular

Carcinoma In Situ lebih jarang terjadi tetapi justru lebih diwaspadai karena

merupakan tanda meningkatnya risiko kanker payudara.

Kanker payudara berdasarkan tingkat prevalensinya dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Jenis kanker payudara yang umum terjadi

1) Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)

Pada LCIS, pertumbuhan jumlah sel jelas terlihat, berada dalam kelenjar susu

(lobules).

2) Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)

Merupakan tipe kanker payudara non-invasif yang paling sering terjadi. DCIS

sering terdeteksi pada mammogram sebagai microcalcifications (tumpukan

kalsium dalam jumlah kecil).

3) Infiltrating Lobular Carcinoma (ILC)

Dikenal sebagai invasive lobular carcinoma. ILC ini mulai terjadi dalam kelenjar

susu (lobules) payudara, tetapi sering menyebar ke bagian tubuh lain.

4) Infiltrating Ductal Carcinoma (IDC)

16
80% IDC terjadi dalam saluran susu payudara serta menyerang jaringan lemak

payudara hingga kemungkinan terjadi pada bagian tubuh yang lain.

b. Jenis kanker payudara yang jarang terjadi

1) Mucinous carcinoma

Disebut juga collid carcinoma merupakan satu jenis kanker payudara yang jarang

terjadi, terbentuk oleh sel kanker yang memproduksi lendir (mucus).

2) Medullary carcinoma

Merupakan jenis kanker yang membentuk satu bataa yang tidak lazim antara

jaringan tumor dan jaringan normal.

3) Tubular carcinoma

Wanita yang menderita kanker payudara jenis ini biasanya memiliki harapan

kesembuhan yang cukup baik dibandingkan kanker payudara yang lain.

4) Inflammatory breast cancer

Kondisi dimana payudara terlihat meradang (merah dan hangat) dengan adanya

cekungan atau pinggiran yang tebal disebabkan oleh sel kanker yang menyumbat

pembuluh limfe kulit pembungkus payudara.

5) Phylloides tumor

Merupakan kanker payudara yang bersifat jinak maupun ganas dan sangat jarang

terjadi

6) Paget’s disease of the nipple

Jenis kanker payudara ini berawal dari saluran susu kemudian menyebar ke kulit

aerola dan puting. Kulit payudara pada panderita kanker yaitu pecah-pecah,

memerah, mengkoreng dan mengeluarkan cairan.

(Masriadi, 2016:51)

17
Disamping itu ada pula penggunaan klasifikasi dengan sistem T, N, dan M. T

berarti tumor size, N berarti node atau kelenjar getah bening regional dan M

berarti metastase atau penyebaran jauh. Adapun klasifikasinya adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan T,N,M

Breast Cancer of Surgical Staging

T Stage Stage Grouping

Tis In situ 0 Tis N0 M0

T1 ≤ 2 cm I T1 N0 M0

T2 >2 cm but ≥ 5 cm IIA T0 N1 M0

T3 >5 cm T1 N1 M0

T4 Involvement of skin or chest wall or T2 N0 M0

inflammory cancer

IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

N Stage IIIA T0 N2 M0

N0 No lymph node involvet T1 N2 M0

N1 1-3 nodes T2 N2 M0

N2 4-9 nodes T3 N1 M0

N3 ≥ 10 nodes or any infraclavicular nodes T3 N2 M0

IIIB T4 N0 M0

M Stage T4 N1 M0

M0 No distant metastases T4 N2 M0

18
M1 Distant mestastases IIIC Any T N3 M0

IV Any T Any N M1

Sumber : Cunningham, 2008

Stadium Kanker payudara berdasarkan berat dan ringannya terdiri dari :

a. Stadium I : Tumor terbatas pada payudara dengan ukuran <2 cm,

tidak terfiksasi pada kulit atau otot pektoralis, tanpa dugaan metastasis aksila.

b. Stadium II : Tumor dengan diameter <2 cm dengan metastasis aksila

atau tumor dengan diameter 2-5 cm dengan atau tanpa metastasis aksila.

c. Stadium IIIa : Tumor dengan diameter >5 cm tapi masih bebas dari

jaringan sekitarnya dengan atau tanpa metastasis aksila yang masih bebas satu

sama lainnya atau tumor dengan metastasis aksila yang melekat.

d. Stadium IIIb : Tumor dengan metastasis infra atau supra klavikula atau

tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding toraks.

e. Stadium IV : Tumor yang telah mengadakan metastasis jauh.

(Masriadi, 2016:50)

2.4.6 Cara Mendeteksi Dini Ca Mammae

Upaya diagnosis dini dengan melalukan berbagai jenis pemeriksaan payudara :

a. SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) atau BSE (Breast Self Ex-

amination)

b. Saranis (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh dokter atau bidan

c. Biopi Aspirasi Jarum Halus (Bajah)

d. Mammografi ; sejenis pemeriksaan radiologi untuk payudara

19
e. Breast imaging, seperti ultrasound atau MRI scanning (Bustan,MN,

2007:162)

Salah satu cara yang lebih mudah dan efisien untuk dapat mendeteksi

kelainan payudara oleh diri sendiri adalah dengan pemeriksaan payudara sendiri

(SADARI) atau biasa disebut dengan Breast Self Examination (BSE). SADARI

ini penting untuk dilakukan karena 85% penderita kanker menemukan kanker

payudaranya sendiri.

Bentuk payudara biasanya berubah-ubah. Sebelum memasuki masa

menstruasi, biasanya payudara terasa membesar, lunak atau ada benjolan dan

kembali normal ketika masa menstruasi selesai. Yang terpenting adalah mengenali

perubahan mana yang biasa terjadi dan mana yang tidak. Karena itu, setiap

perempuan harus tahu keadaan normal payudaranya sendiri. (Bustan,MN,

2007:162)

Tujuan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara rutin adalah untuk

merasakan dan mengenal lekuk-lekuk payudara sehingga jika terjadi perubahan

dapat segera diketahui. Waktu terbaik untuk memeriksa payudara adalah 7 sampai

10 hari setelah menstruasi selesai. Pada saat itu, payudara terasa lunak.

Pemeriksaan ini tidak tepat dilakukan pada menjelang dan sewaktu menstruasi.

(Bustan,MN, 2007:162)

Cara melakukan SADARI :

a. Melihat

Meliputi bentuk dan ukuran, puting lurus ke depan atau tertarik ke dalam, puting

atau kulit ada yang lecet atau tidak, warna kulit tampak kemerahan atau tidak,

20
tekstur kulit tampak menebal dengan pori-pori melebar atau mulus, tampak

adanya kerutan, cekungan atau tidak (payudara yang normal adalah payudara

dengan bentuk sempurna tanpa perubahan warna, tekstur dan pembengkakan).

b. Memijat

Secara lembut pijat payudara dari tepi hingga ke puting, untuk mengetahui ada

atau tidaknya cairan yang keluar dari puting susu (seharusnya tidak ada cairan

yang keluar, kecuali sedang menyusui).

c. Meraba

Dilakukan dengan gerakan memutar mulai dari tepi payudara hingga ke puting,

masing-masing gerakan memutar dilakukan dengan kekuatan tekanan berbeda-

beda, yaitu:

1) tekanan ringan untuk meraba ada tidaknya benjolan di dekat permukaan

kulit

2) tekanan sedang untuk meraba ada tidaknya benjolan di tengah-tengah

jaringan payudara

3) tekanan cukup kuat untuk merasakan adanya benjolan di dasar payudara,

dekat dengan tulang dada

d. Meraba ketiak

Raba ketiak dan area di sekitar payudara untuk mengetahui ada tidaknya benjolan.

(Suryaningsih, 2009)

Gambar 2.1 Langkah-Langkah SADARI

21
Sumber : nhsblogdoctor.blogspot.com

2.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan SADARI Dengan Perilaku SADARI

Pada Mahasiswi

Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dikatakan bahwa dengan adanya

tingkat pengetahuan yang dimiliki tentang pemeriksaan payudara sendiri

(SADARI) akan membentuk kecenderungan sikap positif yang tercermin dalam

perilakunya. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan perilaku

yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada tidak didasari

oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). SADARI ini dirasa perlu dan efektif

untuk dilakukan pada tahap remaja akhir atau kelompok usia perguruan tinggi

(17-24 tahun) karena pada batasan usia tersebut (20 tahun lebih tepatnya)

merupakan saat yang tepat untuk mulai melakukan usaha preventif deteksi dini

terjadinya penyakit kanker payudara, terutama pada kelompok yang berhubungan

dengan dunia atau pendidikan kesehatan yang nantinya akan mengaplikasikannya

kepada masyarakat luas.

22
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil identifikasi yang sistematis dan analisis

yang krisis terhadap teori-teori yang ada dikaitkan dengan masalah penelitian

yang diangkat. Dengan demikisn setiap peneliti dapat mengembangkan kerangka

konsep dengan mengkombinasikan teori-teori yang berkaitan dengan tema

penelitian atau lebih spesifik lagi sesuai dengan variabel-variabel yang ada dalam

penelitian yang direncanakan (Hermawanto,2010 :42).

Kerangka Konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka

konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar

tentang suatu topik yang akan dibahas. Konsep merupakan abstraksi yang

terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan

abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur

( Setiadi,2007 :118).

Kerangka konsep pada penelitian ini menjelaskan tentang Hubungan

antara Tingkat Pengetahuan tentang SADARI dengan Perilaku SADARI dalam

Upaya Deteksi Dini Ca Mamae pada Mahasiswi DIV Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Riau.

23
Skema 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Faktor-faktor Faktor-faktor yang

mempengaruhi mempengaruhi

perilaku:
pengetahuan:
1. Lingkungan
1. Pendidikan
2. Organisme/person
2. Pengalaman
3. Sosiokultural
3. Usia
4. Keturunan

Tingkat pengetahuan tentang


Perilaku SADARI
Sikap
SADARI

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

24
fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penelitian (Hidayat,2012:35).

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional
1 Tingkat Pengetahuan Kuesioner Wawancara Skala Kategori:
Pengetahu subjek Ordinal 1.Tinggi
an tentang (jawaban
SADARI kanker terhadap
payudara kuesioner
Termasuk 76 – 100%
pengertian, benar)
kemungkinan 2.Sedang
penyebab, (jawaban
faktor risiko, terhadap
tanda dan kuesioner
gejala, 56 – 75%
tingkatan benar)
(stadium), 3.Rendah
pencegahan (jawaban
dan deteksi terhadap
dini terhadap kuesioner <
kanker 56% benar)
payudara
dengan
pemeriksaan
SADARI

25
2 Perilaku Suatu Kuesioner Wawancara Skala Skor :
SADARI tindakan Ordinal Pernyataan
sebagai melakukan mendukung
deteksi pemeriksaan :
dini Ca payudara Selalu : 4
mammae sendiri secara Sering : 3
rutin dengan Kadang-
langkah- kadang : 2
langkah yang Tidak
benar pernah : 1

Pernyataan
tidak
mendukung
Selalu : 1
Sering : 2
Kadang-
kadang : 3
Tidak
pernah : 4

Kategori :
Perilaku
baik bila
skor 49-64
Perilaku
cukup bila
skor : 33-48
Perilaku
kurang bila
skor : 16-32

26
3.3 Hipotesis

Ada hubungan tingkat pengetahuan SADARI dengan perilaku SADARI dalam

upaya deteksi dini ca mammae pada Mahasiswi Keperawatan.

27
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian (Setiadi,2007 :127). Penelitian ini menggunakan metode

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mencoba

untuk mencari hubungan antar variabel faktor risiko dan efek yang analisisnya

untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel tersebut sehingga perlu

disusun hipotesisnya dan diobservasi pada saat yang sama (Taufiqurrahman,

2008).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Program Studi D IV Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Riau.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 27 Februari sampai 9 Juni

2016.

28
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya subjek atau objek yang dipelajari saja

tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut

(Hidayat,2012 :32). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir

(mahasiswa) yang kuliah di Program Studi D IV Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Riau.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,2012 :32 ). Teknik

sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan metode teknik simple random

sampling atau sampel acak sederhana pengambilan sampel sedemikian rupa

sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel (Budiarto, 2003).

Besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan rumus menurut

Notoatmodjo (2007:179) sebagai berikut :

𝑁
n=
1+𝑁 (𝑑2 )

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

29
1 = Konstanta (ketetapan)

d = persentase kelonggaran ketidaktelitian (persisi) karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir yaitu 5% (0,05)

Berdasarkan perhitungan sampel yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Diketahui : N = 153

d = 15% (0,15)

Ditanya : n = ...?

𝑁
Jawab :n=
1+𝑁 (𝑑2 )

153
:n=
1+153 (0,152 )

153
:n=
1+153 (0,0225)

153
:n=
4,4

: n =34,7= 35 Mahasiswi

4.3.3 Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Setiadi,2007 :178).

a. Subjek berusia ≥ 20 tahun

b. Bersedia menjadi subjek penelitian

30
2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab (Setiadi,2007 :178).

a. Subjek sedang cuti kuliah

b. Subjek tidak bersedia menjadi subjek penelitian

c. Subjek tidak jujur dalam menjawab kuesioner L-MMPI

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan

dengan menggunakan data primer yaitu pengumpulan data langsung melalui

mahasiwi yang akan diteliti dengan menggunakan wawancara. Wawancara

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertutup kepada mahasiswi sehingga

mahasiswi cukup menceklis pernyataan yang dirasakan.

4.4.1 Data Primer

Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan data primer yaitu

dengan menggunakan kuesioner yang langsung ditanyakan kepada mahasiswi D

IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Riau.

4.4.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan

buku-buku yang berhubungan dengan dengan masalah yang diteliti.

31
4.5 Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1 Pengolahan Data

1. Editing

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

kuesioner perlu perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada

data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara

ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).

2. Coding Sheet

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom untuk

merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden,

dan nomor-nomor pertanyaan (Notoatmodjo,2012 :174).

3. Entry Data

Yakni Mengisi Kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode

sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

4. Tabulasi

Yakni memuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang

diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo,2012 :176).

4.5.2 Analisa Data

Analisa data dilakukan secara univariat yang bertujuan untuk menjelaskan

atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis

univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel

(Notoatmodjo,2012:182).

32
𝐹
P= X 100%
𝑁

Keterangan :

P : Persentase

F : Frekuensi

N : Jumlah Populasi

33

Anda mungkin juga menyukai