Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KANKER ENDOMETRIUM

Disusun Oleh kelompok 6

1. Henry March Nugraha Baligau (201901137)


2. Rani N.A Baso (201901152)
3. Nahdatul Imam Maulana (201901147)

Dosen Mata Kuliah : Ns. Andi Ernawati, M.Kes

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu

Program studi Ners

Tahun 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
rahmat dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah ini berisikantentang kangker Endometrium.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi isi materi maupun
sistematika penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Palu, 23 Maret 2020

Kelompok 6

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka


kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Di seluruh dunia, setiap tahun,
142,000 perempuan terdiagnosis, dan sebanyak 42.000 perempuan meninggal karena
penyakit ini (Amant, 2005). Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat
sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker
endometrium. Pada tahun 2007, diperkirakan 1 dari 38 perempuan di Amerika Serikat
terdiagnosis kanker endometrium. Insiden kanker endometrium berdasarkan data dari
Office of National Statistic meningkat dari dua per 100.000 perempuan per tahun di
bawah usia 40 tahun sampai 40-50 per 100.000 perempuan per tahun pada dekade ke-6,
ke-7 dan ke-8. Angka kematian di Amerika Serikat meningkat dua kali antara tahun
1988 dan 1998. Di regional Asia Tenggara di mana Indonesia termasuk di dalamnya
insiden kanker endometrium mencapai 4,8 persen dari 670.587 kasus kanker pada
perempuan. Sementara kanker payudara sebanyak 30,9%; serviks 19,8% dan ovarium
6,6%.
Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berkaitan dengan
meningkatnya status kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita semakin
tinggi yang menyebabkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin banyak yang
diiringi dengan penggunaan terapi hormone pengganti untuk mengatasi gejala-gejala
menopausenya. Kanker endometrium umumnya ditemukan pada penderita berusia 60
keatas. Selain itu,telah ditemukan bahwa peningkatan kejadian obesitas juga memegang
peranan penting dalam meningkatnya angka kejadian kanker endomerium. Kanker
endometrium lebih banyak menyerang para wanita yang berasal dari golongan ekonomi
menengah ke atas. Tingginya kemampuan ekonomi selanjutnya mengakibatkan gizi
yang mereka peroleh berlebihan sehingga berubah menjadi obesitas. Karena
prevalensi faktor resiko ini semakin meningkat, maka insiden kanker endometrium juga
semakin meningkat akhir-khir ini. Di masa depan, dengan makin tingginya angka

3
penderita obesitas maka angka kejadian kanker endometrium diperkirakan akan makin
bertambah, yang sudah terbukti di Amerika Serikat.
Pasien dengan kanker endometrium biasanya mencari perhatian medis sejak
awal akibat adanya keluhan perdarahan vagina, dan biopsi endometrium akan
mengarahkan diagnosis dengan cepat. Hal ini menyebabkan meskipun kanker
endometrium menempati urutan ke empat kanker yang paling sering terjadi namun
kanker endometrium tersebut menempati urutan ke delapan kanker yang menyebabkan
kematian pada perempuan. Terapi primer untuk kebanyakan penderita kanker
endometrium adalah histerektomi disertai dengan bilateral salpingo-oophorectomy
(BSO) dan limfadeneknomi. Tiga perempat dari pasien terdiagnosis saat menderita
kanker endometrium stadium satu yang dapat disembuhkan dengan operasi. Pasien
dengan stadium yang lebih lanjut biasanya memerlukan kombinasi pascaoperasi
kemoterapi, radioterapi, atau keduanya.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari


endometrium atau miometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma (90%).
Karsinoma endometrium terutama adalah penyakit pada wanita pascamenopause,
walaupun 25% kasus terdapat pada wanita yang berusia kurang dari 50 tahun dan 5%
kasus terdapat pada usia dibawah 40 tahun. Umur rata-rata penderita kanker
endometrium adalah 55-66 tahun. Insidensi kanker endometrium pada wanita
premenopause 5 kali lebih rendah daripada wanita yang telah mengalami menopause,
Insidensi ini meningkat sesuai bertambahnya usia kemudian menetap setelah umur 70
tahun.

Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75 %), yang


berasal dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan
membentuk kelenjar endometrium. Ada banyak subtipe mikroskopis karsinoma
endometrium, termasuk jenis common endometrioid, di mana sel kanker menyerupai

5
gambaran endometrium normal, Papillary serous carcinoma yang agresif serta clear cell
carcinoma.
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan
patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen
dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang
terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin dapat
membantu dalam menjelaskan sifat-sifat klinisnya.
- Tipe I Estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang
umumnya menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis didapatkan
riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial hiperplasia. Tipe ini
berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga mempunyai prognosis yang baik.
Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit liver, hipertensi,
obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Pada kenyataannya, lesi tipe I
berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan risiko pada pasien, diagnosis lesi
prekursor (hiperplasia endometrium atipikal), dan pengobatan yang sesuai.
- Tipe II Estrogen Independen
Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita postmenopause, kurus, dan fertil atau wanita
dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih agresif dan mempunyai prognosis
lebih buruk daripada tipe I. Tipe II paling sering didapat pada wanita Afro-Amerika.
Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah.

 high-grade endometrioid cancer,


 uterine papillary serous carcinoma,
 uterine clear cell carcinoma.

Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu fundus, tuba dan
isthmus. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada lapisan uterine di lokasi
tersebut

6
Gambaran histologik endometrioid adenocarcinoma yang merupakan kanker
endometrium yang paling sering terjadi.

Tabel yang menunjukkan perbedaan kanker endometrium tipe I dan II.

B. EPIDEMIOLOGI
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka
kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Di seluruh dunia, setiap tahun,
142,000 perempuan terdiagnosis, dan sebanyak 42.000 perempuan meninggal karena
penyakit ini (Amant, 2005). Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat
sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker
endometrium. Pada tahun 2007, diperkirakan 1 dari 38 perempuan di Amerika Serikat
terdiagnosis kanker endometrium.

7
AS dan Kanada memiliki rerata insidensi tertinggi di seluruh dunia, sementara
negara berkembang dan Jepang memiliki rerata insidensi 4-5 kali lebih rendah. Insiden
kanker endometrium berdasarkan data dari Office of National Statistic meningkat dari
dua per 100.000 perempuan per tahun di bawah usia 40 tahun sampai 40-50 per 100.000
perempuan per tahun pada dekade ke-6, ke-7 dan ke-8. Angka kematian di Amerika
Serikat meningkat dua kali antara tahun 1988 dan 1998. Di regional Asia Tenggara di
mana Indonesia termasuk di dalamnya insiden kanker endometrium mencapai 4,8
persen dari 670.587 kasus kanker pada perempuan. Sementara kanker payudara
sebanyak 30,9%; serviks 19,8% dan ovarium 6,6%.

Gambar yang menunjukkan angka kematian yang disebabkan oleh kanker endometrium
per 100.000 penduduk di seluruh dunia

8
C. PATOFISIOLOGI

Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase


yang berperan dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-
12% dari kanker endometrium identik dengan penemuan yang didapatkan dari kelainan
kraniofasial kongenital. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi
masadepan bagi penderita kanker endometrium. Beberapa peneliti menduga terdapat
dua peran FGFR2 dalam mempengaruhi endometrium, yaitu dengan menghambat
proliferasi sel endometrium pada siklus menstruasi dan sebagai onkogen pada
karsinoma endometrial.
Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat menyebabkan
peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat cukup progesteron,
salah satu hormon sex yang penting pada wanita.
Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari, terdapat 2 fase. Pada 2
minggu pertama, estrogen adalah hormon seks yang dominan. Estrogen menyebabkan
lapisan sel uterus bertumbuh dan bertambah jumlahnya. Pada 14 hari selanjutnya,
hormon sex yang dominan adalah progesteron. Progesteron menyebabkan kematangan
sel sehingga lapisan uterus dapat menerima dan menutrisi ovum yang sudah difertilisasi.
Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus (epitelium)
akan bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini disebut hiperplasia
simpleks. Apabila situasi ini terus berlanjut, akan terbentuk kelenjar baru pada lapisan
uterus. Hal ini disebut hiperplasia kompleks. Akhirnya, sel menjadi atipikal dan
menunjukkan perilaku yang menyimpang.

Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada
beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi
estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, penyakit
hepar. Kanker endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya, sebuah
polip endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor dicirikan
oleh pola eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan kerapuhan

9
dan perdarahan spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian pertumbuhan tumor
ditandai oleh invasi miometrium dan pertumbuhan menuju leher rahim. 9 Empat rute
penyebaran terjadi di luar rahim:

1. Langsung

Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang


differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan
endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miomterium ke
ligamentum latum dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks,
penyebaran selanjutnya seperti pada adenokarsinoma serviks.

2. Melalui kelenjar limfe

Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta dan
melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna, eksterna dan
iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai ke
kelenjar limfe inguinal dan femoral.

3. Melalui aliran darah

Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasenya adalah


paru, hati dan otak.

4. Intrperitoneal atau melalui tuba.

Biasanya disertai pappilary serous carcinoma (UPSC), serupa dengan penyebaran


kanker ovarium.

10
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus
kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen
secara kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang
pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan
pada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan
kanker.
Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium telah
diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor risiko yang paling sering dan paling
terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki enzim
aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di
dalam jaringan adiposa pada individu yang obes. Estrogen yang baru disintesis ini juga
memiliki bioavailabilitas yang sangat baik karena perubahan metabolik yang
berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin pengikat hormon seks
oleh hati. Individu yang obes mungkin mengalami peningkatan drastis pada estrogen
bioavailabel yang bersirkulasi dan pajanan ini dapat menyebabkan penumbuhan
hiperplastik pada endometrium.
Dasar pemikiran yang menganggap estrogen sebagai faktor etiologis berasal dari
tiga sumber :
a. aktivitas biologis estrogen dan progesteron pada endometrium
b. data pada hewan dan manusia mengenai pengaruh dietilstilbestrol (DES) terhadap
karsinogenesis
c. hubungan antara kanker endometrium dengan hiperplasia endometrium dalam
kaitannya dengan hubungan antara hiperplasia dengan pajanan estrogen yang tidak
dihambat dan bcrlangsung lama.
Bukti yang paling kuat untuk sensitivitas endometrium yang tinggi terhadap
hormon steroid ovarium adalah perubahan dramatis yang terjadi pada jaringan ini
selama siklus menstruasi. Pada siklus wanita normal: endometrium mengubah
morfologinya setiap hari. 
Pada fase folikular siklus: estrogen menstimulasi proliferasi epitel yang
menutupi kelenjar endometrium dan stroma di bawahnya. Estrogen menginduksi

11
produksi reseptorya sendiri dan reseptor progesteron selama fase ini. Progesteron yang
disekresi dengan cepat setelah ovulasi menahan aktivitas proliferasi pada kelenjar-
kelenjar dan mengkonversi epitel menjadi keadaan sekretorik. Stroma merespons
progesteron dengan angiogenesis dan maturasi fungsional. Jika kehamilan terjadi,
perubahan-perubahan ini akan mempersiapkan endometrium untuk implantasi.
Dipercaya bahwa efek mitogenik yang poten dari estrogen pada epitel kelenjar
endometrium mempercepat tingkat mutasi spontan dari onkogen yang merupakan
predisposisi dan/atau gen penekan tumor. Hal ini mengarah pada suatu transformasi
neoplastik.
Data pada hewan dan manusia yang dikumpulkan setelah berkembangnya
pajanan DES menambah bukti biologis untuk potensi karsinogenik dari estrogen di
saluran reproduksi. DES adalah agonis estrogen nonsteroid yang merupakan salah salu
estrogen sintetik pertama yang dikembangkan. DES tersebut diberikan kepada lebih dari
dua juta wanita pada tahun 1940-1970 sebagai pengobatan terhadap ancaman keguguran
spontan (miscarriage). 

Pada tikus. pajanan neonatal terhadap DES menghasilkan kanker endometrium


pada 95% binatang saat berusia 18 bulan. Pada wanita, pajanan DES pranatal mengarah
pada kelainan struktur saluran reproduksi dan pada adenokarsinoma sel jemih vagina
dan serviks. Aktivitas karsinogenik pada DES tampaknya dimediasi sebagian oleh
aktivasi reseptor estrogen. Apakah pajanan DES pranatal akan menyebabkan kanker
endometrium pada manusia akan ditentukan setelah penelitian kohort pada wanita-
wanita ini berlangsung sampai menopause. Mekanisme genetik molekular mengenai
bagaimana DES menyebabkan karsinoma sel jernih mungkin sama dengan bagaimana
estroge alami menyebabkan kanker endometrium tipe I. Ketidakstabilan genetik telah
ditunjukkan pada kedua tumor ini.

E. FAKTOR RESIKO
1. Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko 3x
lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa
infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium didukung penelitian-

12
penelitian yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding
wanita yang tidak pernah menikah.
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas
dikaitkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi ( terpapar
estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenedion serum
yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estron), tidak
mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi
hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada
nulipara. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang
pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan
kepada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium
dan kanker.
2. Usia menarche dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker
endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Benyak penelitian menunjukkan
usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap meningkatnya
kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium
adalah pakcamenopause. Wanita yang menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4
kali lebih beresiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun.
3. Hormon.
a. Hormone endogen.
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda
berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti
polycystic ovarian disease yang memproduksi estrogen.
b. Hormone eksogen pascamenopause.
Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium
meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko ini terjadi setelah
pemakaian 2-3 tahun. Risiko relatif tinggi setelah pemakaian selama 10
tahun.
4. Kontrasepsi oral. Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin.
Sebaliknya pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan

13
kadar progesterone tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko
kanker endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian.
5. Tamoksifen. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko
kanker endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi
tamoksifen. Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan
estrogen untuk menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen malah bertindak
sebagai faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
6. Obesitas. Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan
13-22 kg BB ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 x lipat. Sedangkan
kelebihan di atas 23 kg akan meningkatkan risiko sampai 10x lipat.
obesitas adalah penyebab paling umum dari kelebihan produksi estrogen endogen.
Jaringan adiposa berlebihan akan meningkatkan aromatisasi androstenedion
perifer menjadi estrone. Pada wanita premenopause, tingkat estrone memicu
umpan balik peningkatan abnormal pada aksis-hipofisis-ovarium hipotalamus.
Hasil klinisnya adalah oligo-atau anovulasi. Dengan tidak adanya ovulasi,
endometrium terkena stimulasi estrogen hampir terus menerus tanpa efek
progestasional berikutnya dan terjadi gangguan menstruasi.
7. Faktor diet. Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh
peran nutrisi, terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi
sereal, kacang-kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein,
menurunkan risiko kanker yang memproteksi melalui fitoestrogen.
a. Kondisi medis. Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 x lebih
besar berisiko terkena kanker endometrium jika disertai diabetes. Tingginya
kadar estrone dan lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi
penyebabnya. Hipertensi menjadi faktor risiko pada wanita pancamenopause
dengan obesitas.
b. Faktor genetik. Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker
payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu juga
dengan riwayat kanker endometrium dalam keluarga.

14
c. Merokok. Wanita perokok mempunyai resiko ½ kali jika dibandingkan yang
bukan perokok (faktor proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2
tahun.
d. Ras. Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita kulit putih.
e. Faktor risiko lain. Pendidikan dan status sosial ekonomi diatas rata-rata
meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium akibat konsumsi terapi
pengganti estrogen dan rendahnya paritas.

Risk Factors for Endometrial Cancer

Factors Influencing Risk Estimated Relative Riska


Obesity 2–5
Polycystic ovarian syndrome >5
Long-term use of high-dose menopausal estrogens 10–20
Early age of menarche 1.5–2
Late age of natural menopause 2–3
History of infertility 2–3
Nulliparity 3
Menstrual irregularities 1.5
Residency in North America or northern Europe 3–18
Higher level of education or income 1.5–2
White race 2
Older age 2–3
High cumulative doses of tamoxifen 3–7
History of diabetes, hypertension, or gallbladder disease 1.3–3
Long-term use of high-dose combination oral contraceptives 0.3–0.5
Cigarette smoking 0.5

F. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan
pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi
bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang
paling banyak menyertai keluhan utama.

15
Gejalanya bisa berupa :
 Perdarahan rahim yang abnormal
 Siklus menstruasi yang abnormal
 Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
 Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
 Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia
diatas 40 tahun)
 Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
 Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
 Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
 Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

G. DETEKSI KANKER ENDOMETRIUM

Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium dini. Hal ini
dikarenakan wanita menopause cenderung memeriksakan dirinya ke dokter apabila
terdapat perdarahan vaginal. Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk melakukan pap smear dan pemeriksaan
pelvik.
Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik pada kanker
endometrium. Pada pemeriksaan pelvik, dokter memeriksa daerah sepanjang kandungan
apakah terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika
diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas dokter menggunakan alat spekulum.
Teknik pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh wanita untuk mengetahui
kondisi vaginanya.
Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker
endometrium. Pada pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari lapisan uterus
(endometrium) kemudian dilihat sediaan tersebut di mikroskop. Karena kanker
endometrium dimulai di dalam uterus, kelainannya tidak selalu dapat dideteksi dengan

16
pap smear. Karena itu, sampel dari jaringan endometrium harus diambil dan dilihat
dengan mikroskop untuk dideteksi apakah terdapat sel kanker atau tidak. Salah satu
prosedur dibawah ini dapat dilakukan.
- Biopsi endometrium : Mengambil sebagian kecil jaringan endometrium, dengan
memasukkan selang yang kecil dan fleksibel melalui serviks kedalam uterus. Selang
ini kemudian akan mengikis sebagian kecil jaringan endometrium sehingga
kemudian didapatkan sampel jaringan. Patolog kemudian akan memeriksa sampel sel
kanker di bawah mikroskop.
- Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator
kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Memasukkan kamera
(endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk
di PA-kan. Sampe jaringan endometrium yang didapatkan dari kuretase kemudian
diperiksa di mikroskop.

Gambar diatas menunjukkan sebuah spekulum yang dimasukkan ke vagina


untuk memudahkan melihat serviks. Kemudian kuret dimasukkan lewat
serviks ke uterus untuk mengikis jaringan yang abnormal agar dapat
diperiksa.

Tes tambahan untuk menegakkan diagnosis meliputi :

- USG transvaginal. Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang


dimasukkan ke dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan
dinding rahim. Ketebalan dinding yang terlihat abnormal akan dicek

17
lanjutan dengan pap smear atau biopsi. Pada pemeriksaan USG
didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm pada usia perimenopause.
Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya
keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam
kavum uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas
dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal
diyakini banyak penelitian sebagai langkah awal pemeriksaan kanker
endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan yang invasif seperti
biopsi endometrial, meskipun tingkat keakuratannnya yang lebih rendah,
dimana angka false reading dari strip endometrial cukup tinggi. Sebuah
meta-analisis melaporkan tidak terdeteksinya kanker endometrium
sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat melakukan
pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause, dengan angka false
reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan atau tanpa warna,
digunakan sebagai tehnik skrining. Terdapat hubungan yang sangat kuat
dengan ketebalan endometrium dan kelainan pada endometrium.
Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2 mm pada wanita dengan endometrium
atrofi, 9,7±2,5 mm pada wanita dengan hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada
wanita dengan kanker endometrium. Pada studi yang melibatkan 1.168
wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker endometrium dan 112
wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai tebal endometrium 5 mm.
Metode non-invasif lainnya adalah sitologi namun akurasinya sangat
rendah.

- Papanicolau Test
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias Papanicolau,
untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human
papilomavirus. Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa

18
dengan mikroskop (PA). Cara untuk mendapatkan sampel adalah dengan
aspirasi sitologi dan biopsy hisap (suction biopsy) menggunakan suatu
kanul khusus. Alat yang digunakan adalah novak, serrated novak,
kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet. Pap smear tidak
sensitif untuk mendiagnosa kanker endometrium. Pada pemeriksaan pap
smear, 50% dari penderita kanker endometrium menunjukkan hasil yang
normal. Sel endometrium yang jinak terkadang ditemukan saat
pemeriksaan pap smear pada wanita diatas 40 tahun Bia sel ini ditemukan,
maka resiko kanker pada wanita tersebut adalah 3-5%. Pada wanita
premenopause, temuan ini kurang akurat, terutama bila hasil didapatkan
saat penderita sedang haid. Pada penderita yang memakai terapi hormon,
resiko keganasan berkurang (1-2%).

Pada pemeriksaan kanker endometrium dapat ditemukan hiperplasia


endometrium. Hiperplasia endometrium bukan kanker namun dapat
berkembang menjadi kanker. Salah satu tipe hiperplasia, atypical
adenomatous hyperplasia, berkembang menjadi kanker pada 1 dari 3
penderita.
Untuk menentukan stadium kanker endometrium, serangkaian pemeriksaan
dibawah ini harus dilakukan sebelum operasi :

- Cek darah lengkap untuk memeriksa anemia dan kelainan darah.


- Antigen kanker 125. Pemeriksaan CA-125 diperlukan untuk mengetahui
apakah kanker telah bermetastasis atau belum.
- Intravenous Pyelogram untuk memeriksa fungsi ginjal
- Foto roentgen untuk mengetahui apakah sel kanker telah rmetastasis ke
uterus.

Pemeriksaan imaging dilakukan sebelum operasi untuk melihat apakah


kanker telah menyebar ke abdomen dan pelvis. Ini dilakukan juga untuk
membuat perencanaan terapi. Pemeriksaan imaging meliputi :

- Computed Tomography (CT) scan abdomen dan pelvis

19
- Magnetic Resonance Imaging (MRI) abdomen dan pelvis. MRI juga dapat
membedakan kanker endometrium dari penyebaran servikal primary
endocervical adenocarcinoma.

Potongan aksial pada CT Scan Penderita Kanker endometrium


didapatkan uterus membesar dan inhomogen (panah) di atas
pelvis.

Setelah diagnosis kanker endometrium ditegakkan, operasi dilakukan untuk


mengangkat uterus, serviks, ovarium, tuba falopi. Prosedur ini dinamakan
Histerektomi dengan bilateral salphingo-oophorectomy. Kadang kelenjar
limfe pelvis juga diangkat. Jaringan yang diangkat kemudian diperiksa untuk
menentukan stadium kanker7.

Deteksi Dini Kanker Endometrium

American Cancer Society mengatakan bahwa wanita yang telah mendekati


menopause harus diedukasi mengenai gejala dan resiko kanker endometrium7

20
- Apabila terdapat perdarahan atau spotting atau cairan vagina yang tidak
normal, segera periksakan diri ke dokter
- Wanita dengan resiko hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC)
diedukasi untuk memeriksakan diri setiap tahun dimulai pada usia 35
tahun. Wanita dengan HNPCC juga memiliki resiko tinggi kanker
ovarium dan uterus. Wanita dengan resiko tinggi kanker endometrium dan
tidak mempunyai rencana untuk hamil dapat melakukan pencegahan
dengan mengangkat uterus, tuba fallopi, dan ovarium.

H. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS
Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/ korpus uterus adalah
adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan
karsino-sarkoma.
 Endometrioid Adenocarcinoma
Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering ditemui adalah endometrioid
adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor ini adalah terdapat kelenjar
yang mirip dengan endometrium normal. Hiperplasia endometrium berhubungan
dengan tumor grade rendah dan jarang menginvasi endometrium. Apabila kelenjar
berkurang dan digantikan sel yang padat, tumor diklasifikasikan sebagai grade yang
lebih tinggi. Apabila terdapat endometrium yang atrofik, sering dihubungkan dengan
grade tinggi dan sering bermetastasis.

Endometrioid adenocarcinoma yang berasal dari hiperplasia endometrium

21
Gambaran makroskopis polyploid endometrioid adenocarcinoma
 Serous Carcinoma
5-10% kanker endoetrium adalah tipe serous carcinoma. Serous carcinonma adalah
tumor tipe II yang sangat agresif dan berasal dari endometrium yang atrofik. Tipe
ini biasanya terdapat pada wanita berusia lanjut. Terdapat pola pertumbuhan papiler
yang kompleks ditandai dengan nulkear atipik. Sering disebut uterine papillary
serous carcinoma (UPSC), secara histologis menyerupai kanker ovarium epitelial,
dan terdapat psammoma bodies pada 30 persen pasien.

Gambaran histologik uterine papillary serous carcinoma (UPSC)

Biasanya, tumor eksofitik dengan penampakan papiler muncul dari uterus yang kecil
dan atrofik. Terkadang, tumor ini dibatasi polip dan tidak menyebar. UPSC berpotensi
menginvsi miometrium dan menginvasi kelenjar. UPSC dan kanker ovarium epitel
dapat dibedakan lewat pembedahan. Seperti kanker ovarium, tumor ini juga

22
mengsekresi CA125, pengukuran serum ini juga dapat digunakan sebagai monitor
postoperasi. UPSC adalah tipe sel yang agresif.

Gambaran makroskopis UPSC

 Clear Cell Carcinoma

Kurang dari 5 % kanker endometrium adalah tipe clear cell carcinoma.


Penampakan mikroskopik didominasi oleh sel padat, kistik, tubular atau papiler.
Biasanya merupakan gabungan dari 2 atau 3 tipe tersebut. Endometrial clear cell
adenocarcinoma adalah serupa dengan jenis clear cell yang terdapat di ovarium,
vagina, dan serviks. Tidak ada karakteristik khusus, namun seperti UPSC,
cenderung ganas, dan invasif. Pasien biasanya terdiagnosis saat penyakitnya sudah
lanjut dan prognosisnya buruk.

Clear cell carcinoma tipe solid

23
Clear cell carcinoma tipe papiler

 Mucinous Carcinoma

Sekitar 1 sampai 2 persen kanker endometrium adalah tipe mucinous. Sebagian


besar endometrioid adenocarcinoma mempunyai komponen fokal. Umumnya,
tumor mucinous mempunyai gambaran glandular dengan sel yang kolumnar dan
stratifikasi minimal. Hampir semua aadalah stadium 1 dan grade 1 dengan
prognosis yang baik. Karena epitelium endoservikal menyatu dengan segmen
bawah uterus, diagnosis masih sulit dibedakan dengan adenokarsinoma yang
primer. Oleh sebab itu, dibutuhkan imuno-staining, selain ini MRI juga dapat
digunakan untuk membedakan asal tumor.

Gambaran histologi mucinous carcinoma

24
 Karsinoma Campuran

Kanker endometrium dapat berupa kombinasi dari dua atau lebih tipe histologik.
Karsinoma campuran, terdiri dari paling tidak dua tipe dengan masing –masing tipe
minimal melingkupi 10 % dari seluruh tumor. Kecuali tipe serous dan clear cell,
kombinasi lain biasanya tidak signifikan. Karsinoma campuran biasanya
merupakan campuran antara kanker endometrium tipe I dan tipe II.

 Undifferentiated Carcinoma

Pada 1-2 % kanker endometrium, tidak ada bukti adanya diferensiasi glandular,
sarkomatous, atau squamous. Tumor yang tidak berdeferensiasi ini mempunyai
karakteristik proliferasi epitel monotonous, ukurannya medium tumbuh dari sel
yang padat dan tidak mempunyai pola yang spesifik. Prognosisnya lebih buruk dari
endometrioid adenokarsinoma diferensiasi buruk.

 Tipe yang jarang

Kurang dari 100 kasus squamous cell carcinoma endometrium telah dilaporkan.
Diagmosis ditegakkan dari tidak adanya komponen adenokarsinoma dan tidak ada
hubungan dengan squamous epithelium serviks. Biasanya prognosisnya buruk.
Transisional cell carcinoma endometrium juga adalah kasus yang jarang, dan untuk
menegakkan diagnosis, tidak boleh ada metastasis dari kandung kemih dan
ovarium.

I. KLASIFIKASI ENDOMETRIUM

Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan surgical staging,


menurut The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) 2010 :

25
26
Kanker endometrium juga dibagi menurut grade. Grade adalah derajat
diferensiasi tumor. Sel yang normal mampu bermultiplikasi dengan kecepatan yang
teratur dan mampu berinteraksi dengan sel lainnya. Sel kanker tidak mempunyai sifat
seperti sel normal dan lebih jarang berdiferensiasi. Sel yang mempunyai sifat seperti sel
normal dikatakan berdiferensiasi baik.

Jika suatu tumor glandular terdiri dari kurang dari 5% bagian yang padat
dikatakan grade I. Jika tumor terdiri dari lebih dari 50% bagian yang padat dikatakan
grade III. Diantara grade I dan III adalah grade II. Lapisan endometrium normal terdiri
dari sel glandular yang mensekresi mukus yang berguna untuk menutrisi sel telur yang
sudah difertilisasi sebelum implantasi.

J. PENATALAKSANAAN

Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan


terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium7

1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim).
Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral)
karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak

27
aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah
bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel
kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker
telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar
endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan
lainnya.

2. Radioterapi

28
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker
di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan
pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium
menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan penyinaran.
Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor)
atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I
dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan risiko rendah
(stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.

Radiasi adjuvan diberikan kepada :

 Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi
melebihi setengah miometrium.
 Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri (Prawirohardjo,
2006).

Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker


endometrium:

1. Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk


mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu
dirawat di rumah sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang
dimasukkan ke dalam tubuh.
2. Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung
suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama
beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah
sakit.
3. Kemoterapi

29
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

A. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.

B. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase. 7
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor,
biasanya dikombinasi dengan radioterapi. 7
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan kecil untuk
diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya. 7
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.

C. Cara Pemberian Kemoterapi


(1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).
(2) Intra-muskulus

30
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan
pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut.
Yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan
methotreaxate.
(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau diberikan
secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang
paling umum dan banyak digunakan.

(4) Intra arteri


Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang
cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter,
serta memerlukan keterampilan tersendiri.
(5) Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus (kateter
intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena pemasangan perlu
narkose.

D. Cara Kerja Kemoterapi


Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan
sel yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru
dan sel yang lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan
berkembang secara tidak terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi suatu
massa yang disebut tumor.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1. Fase G0: Fase istirahat
2. Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh beberapa
protein penting untuk bereproduksi. Berlangsung 18-30 jam
3. Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
4. Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam

31
5. Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi
mempunyai target dan efek merusak bergantung pada siklus selnya. Obat
kemoterapi aktif pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor yang aktif
merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, efek samping obat
kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi sel yang sehat.

E. Persiapan Kemoterapi
 Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.
 Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
 Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test
(bila serum kreatinin meningkat).
 Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
 EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).

F. Syarat Pemberian Kemoterapi


(1) Syarat yang harus dipenuhi
 Keadaan umum cukup baik.
 Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi.
 Faal ginjal dan hati baik.
 Diagnosis histopatologik.
 Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
 Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi) sebelumnya.
 Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%, leukosit
> 5000/mm3, trombosit > 150.000/mm3.
(2) Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
 Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen kanker pada
umumnya
 Sarana laboratorium yang lengkap.
G. Efek samping :

32
1) Pada kulit.
 Alopesia.
 Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
 Stomatitis.
 Enteritis yang menyebabkan diare.
 Sistitis hemoragik.
 Proktitis

3) Pada saluran cerna.


 Anoreksia.
 Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
 Pansitopenia atau anemia.
 Leukopenia.
 Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
 Gangguan faal hati.
 Gangguan pada miokard.
 Fibrosis paru.
 Ginjal.
7) Gangguan pada saraf.
 Neuropati.
 Tuli.
 Letargi.
8) Penurunan libido.
9) Tidak ada ovulasi pada wanita.

2.1.5 Kemoterapi pada Kanker Endometrium

33
Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,
Cisplatinum 60 mg/m2 dengan interval
3 minggu)
Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap
minggu (5-6 minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap minggu
(5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu (5-
6 minggu)

Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium sedang dalam


penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain Daxorubicin,
golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil
penelitia menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang diikuti kemoterapi
kombinasi memiliki angka survival lebih tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian
kemoterapi :

Karakteristik penderita Rekomendasi

Tumor stadium lanjut atau rekuren Kemoterapi


(cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)

Tumor stadium lanjut atau rekuren Hormonal therapy (oral progestin atau
dengan reseptor positif dan/atau grade 1 magestrol asetat)
atau 2

Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi

4. Terapi Hormonal
 Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon terapi hormon. Progestin
digunakan sebagai terapi primer wanita yang mempunyai resiko tinggi operasi.

34
Namun terapi ini jarang dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-satunya pilihan
terapi paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang lainnya, pada
adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine progestional dapat
membantu. Namun terapi ini harus digunakan dengan hati-hati.

 Terapi Hormonal Adjuvan


Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada penderita dengan stadium
lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi dari progesteron reseptor dan meningkatkan
efikasi progestin. Tamoksifen dan progestin sebagai terapi adjuvan telah
menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas sangat rendah,
kombinasi ini paling sering digunakan untuk penyakit rekuren.

 Terapi Pengganti Estrogen


Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab perkembangan kanker
endometrium, ada kekhawatiran bahwa penggunaan estrogen pada wanita dengan
kanker endometrium dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau kematian. Namun,
efek seperti itu belum ada penelitiannya. Gog meneliti efek terapi pengganti estrogen
secara acak pada 1236 wanita yang telah menjalani operasi kanker stadium I dan II
dengan memberikan estrogen atau plasebo. Hasilnya terdapat kekambuhan yang
rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum terbukti, pasien harus diberi
konseling hati-hati sebelum memulai rejimen estrogen pasca operasi.

5. Terapi adjuvan
Pemakaian postoperatif radiasi pada wanita dengan kanker endometrium stadium 1
masih kontroversial karena rendahnya tingkat kekambuhan pada stadium 1 dan data-
data penelitian yang masih kurang. Beberapa penelitian mendukung pemberian
postoperative external beam pelvic radiotherapy pada penderita stage IC, dan grade
III. Sebagian besar data retrospektif, pengalaman institusim dan beberapa penelitian
mendukung pemberian external beam pelvic radiation, vaginal brachytherapy pada
penderita stadium II. Pada stadium III, tumor directed postoperative external beam
radiation diindikasikan dengan atau tanpa kemoterapi. Kebanyakan terapi radiasi

35
ditujukan spesifik pada penyakit pelvis namun dapat juga ditujukan ke area para
aortic bila ada metastasis. Beberapa pasien dengan stadium IV radioterapi bertujuan
sebagai terapi kuratif. Namun pada penyakit stadium IV B dimana metastasis
intraperitoneal berada di luar jangkauan radiasi radioterapi, tidak disarankan untuk
dilakukan radiasi di seluruh bagian abdomen. Oleh sebab itu, pada stadium ini
radioterapi dimaksudkan sebagai terapi paliatif bukan kuratif.

K. PROGNOSA

Sejumlah faktor prognosa dibawah ini digunakan untuk menilai kekambuhan dan
keberhasilan pengobatan penyakitnya.

1. Umur penderita

Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih baik
prognosanya dari penderita berusia tua. Dari beberapa penelitian didapatkan angka
ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia > 70 tahun sebesar 60,9 % dan
penderita yang berusia < 50 tahun sebesar 92,1 %. Dan didapati juga kekambuhan
penyakitnya sebesar 33 % pdda usia > 75 tahun, 12 % pada usia 50 - 75 tahun dan tidak
dijumpai pada pender;eta yal-lg berus;ia < 50 tahun. Angka ketahanan hidup penderita
berusia tua berhubungan dengan peningkatan penyebaran tumor ke luar uterus dan
peningkatan kekambuhannya berhubungan dengan tingginya angka kejadian tumor
grade 3 atau jenis histologi tumor yang sangat ganas.

2. Jenis histologi

Kira-kira 10 % karsinoma endomethum adalah bukan jenis endometrioid dan didapati


peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebesar 92 % angka ketahanan hidup
penderita yang mempunyai jenis histologinya endomethoid.

3.Differensiasi histologi

36
Didapati kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7 % pada tumor grade 1, tumor grade 2
sebesar 10,5 % dan 36,1 % pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan 5 tahun pada
grade 1 sebesar 92 %, grade 2 sebesar 86 % dan pada grade 3 adalah 64%.

4.lnvasi ke miometrium

Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor yang hanya
invasi ke permukaan saja sebesar 80. - 90 % dan 60 % pada tumor yang invasinya febih
dalam.

5.Sitologi peritoneum

Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada sitologi
peritoneumnya positif.

6.Metastase kelenjar limfe

Dari penderita yang didapati metastase kelenjar limfe paraaorta mempunyai angka
kekambuhan 6 kali dibanding tanpa metastase kelenjar limfe.

7.Metastase adneksa

8.Reseptor hormon

9.Ukuran tumor

10. Lymph vascular space invasion

37
L. PENCEGAHAN

 Pemeriksaan Rutin

Pada awal menopause, wanita harus diberitahu mengenai resiko dan gejala awal
kanker endometrium. Mereka harus didorong untung melaporkan apabila
terdapat perdarahan vagina ataupun spotting ke dokter. skrining tahunan dengan
sampling endometrium harus dimulai pada usia 35 tahun pada wanita berisiko
tinggi untuk kanker endometrium karena HNPCC . Screening terutama harus
dilakukan jika mereka memiliki anggota keluarga yang didiagnosis dengan
kanker endometrium, usus besar, atau kanker ovarium.

 Operasi Profilaksis

Karena wanita dengan HNPCC memiliki seperti risiko tinggi terkena kanker
endometrium (40 sampai 60 persen), histerektomi profilaksis adalah salah satu
pilihan. Dalam stdui kohort dari 315 pembawa mutasi HNPCC, Schmeler dan

38
rekan (2006) mengkonfirmasikan manfaat melaporkan pengurangan risiko 100-
persen dari histerektomi profilaksis ini . Secara umum, BSO juga harus
dilakukan karena risiko kanker ovarium sebesar 10-12 persen pada wanita
pembawa mutsi HPNCC

 Konsumsi Fitoestrogen

Kanker endometrium sebagian besar terkait dengan paparan estrogen.


Phytoestrogen (yaitu, estrogen lemah yang ditemukan dalam makanan nabati)
memiliki efek antiestrogenik. Peneliti mengevaluasi asosiasi antara asupan
makanan dari tujuh senyawa tertentu yang mewakili tiga kelas phytoestrogen
(isoflavon, coumestans, dan lignan) dan risiko kanker endometrium. Dari ketiga
kelas tersebut yang tertinggi kandungan phytoestrogennya adalah isoflavon.

Isoflavon, tanaman nonsteroid berbasis polifenol yang sering ditemukan dalam


kacang-kacangan, terutama dalam kedelai, mengurangi risiko kanker
endometrium. Peneliti memeriksa apakah konsumsi kacang-kacangan, kedelai,
atau tahu dan perkiraan asupan isoflavon total atau daidzein isoflavon tertentu,
genistein, atau glycitein dikaitkan dengan risiko kanker endometrium pada
perempuan. Sebagaimana dilaporkan dalam Journal of National Cancer Institute,
risiko untuk kanker endometrium secara signifikan menurun dikaitkan dengan
asupan isoflavon total. Wanita dengan asupan isoflavon tinggi mempunyai
faktor resiko 34% lebih rendah terkena kanker endometrium. Demikian pula,
wanita dengan asupan tertinggi daidzein dan genistein (≥ 3,54 ≥ 3,40 dan
mg/1000 kkal per hari, masing-masing) memiliki faktor resiko 34% lebih rendah
dibandingkan dengan intake terendah (<0,70 dan <0,69 mg/1000 kkal per hari,
masing-masing).

Wanita postmenopause dengan obesitas yang mengkonsumsi phytoestrogen


dengan jumlah yang relatif rendah memiliki risiko tertinggi kanker dibandingkan
dengan non-obesitas wanita postmenopause yang mengkonsumsi jumlah yang

39
relatif tinggi isoflavon. Namun, interaksi antara obesitas dan asupan
phytoestrogen secara statistik tidak signifikan.

BAB III

KESIMPULAN

Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka


kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Di seluruh dunia, setiap tahun,
142,000 perempuan terdiagnosis, dan sebanyak 42.000 perempuan meninggal karena
penyakit ini. Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari
endometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma (90%). Karsinoma
endometrium terutama adalah penyakit pada wanita pascamenopause, Umur rata-rata
penderita kanker endometrium adalah 55-66 tahun.

Kanker endometrium adalah neoplasma yang terdiri dari tipe estrogen dependent
dan tipe estrogen independen. Salah satu etiologi kanker endometrium adalah mutasi

40
pada FGFR. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-12% dari kanker
endometrium. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi masadepan bagi
penderita kanker endometrium. Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga
dapat menyebabkan peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat
cukup progesteron. Kanker endometrium dapat menyebar ke tempat lain melalui
penyebaran langsung, lewat kelenjar limfe, lewat aliran darah, intrperitoneal atau
melalui tuba.

Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan


pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi
bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling
banyak menyertai keluhan utama. Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis
pada stadium dini. Hal ini dikarenakan wanita menopause cenderung memeriksakan
dirinya ke dokter apabila terdapat perdarahan vaginal. Pemeriksaan pelvic merupakan
langkah awal pemerikasaan fisik pada kanker endometrium. Biopsi endometrial
diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker endometrium. Serta dilakukan juga tes
tambahan berupa USG Transvaginal, papanicolau Test, serta pemeriksaan untuk
menentukan penyebaran (stadium) kanker endometrium Cek darah lengkap , antigen
kanker 125. pemeriksaan CA-125, Intravenous Pyelogram untuk memeriksa fungsi
ginjal, Foto roentgen, MRI, dan CT Scan.

Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/ korpus uterus adalah


adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan
karsino-sarkoma. Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan surgical
staging, menurut The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
2010. Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan
terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium. Untuk
kanker endometrium stase lanjut diberikan terapi kemoterapi. Terapi hormonal juga
bermanfaat dalam mengobati kanker endometrium.

41
Pencegahan adalah kunci utama untuk mengurangi insidensi kanker
endometrium. Pencegahan utama adalah dengan pemeriksaan rutin. Operasi profilaksis
juga dapat dilakukan pada wanita dengan HNPCC karena memiliki seperti risiko tinggi
terkena kanker endometrium (40 sampai 60 persen). Phytoestrogen (yaitu, estrogen
lemah yang ditemukan dalam makanan nabati) memiliki efek antiestrogenik sehingga
apabila dikonsumsi rutin dapat menurunkan resiko terkena kanker endometrium.
Terdapat tiga kelas phytoestrogen dan yang yang tertinggi kandungan phytoestrogennya
adalah isoflavon. Isoflavon, sering ditemukan dalam kacang-kacangan, terutama dalam
kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Windy.S. Sistem Reproduksi Wantia. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/55657869/makalah-sistem-reproduksi tanggal 17
Januari 2012
2. Prawirohardjo.S. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam : Ilmu Kandungan.
Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008. halaman 390-394
3. Unknown. Endometrium. Diunduh dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Endometrium tanggal 18 Januari 2012
4. Pangabean.S. Perubahan Endometrium dalam Siklus Menstruasi. Diunduh
dari http://digilib.unsri.ac.id/download/PERUBAHAN%20ENDOMERIUM
%20DALAM%20SIKLUS%20MENSTRUASI.pdf tanggal 30 Januari 2012

42
5. Anderton.C. Uteri Cancer Map. Diunduh dari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/ad/Corpus_uteri_cancer_
world_map_-_Death_-_WHO2004.svg tanggal 18 Januari 2012
6. Schorge JO, et al. Endometrial Cancer. Dalam: Schorge JO, Schaffer JI,
Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams
Gynecology. USA:McGraw-Hill. 2008;9.
7. Aghifaris. M. Mengenaldan Mengetahui Gejala Karsinoma Endometrium
dan Pengobatannya. Diunduh dari
http://aghifaris.blogspot.com/2011/03/mengenal-dan-mengetahui-
gejala_10.html tanggal 20 Januari 2012.
8. Chiang. W. Uterine Cancer. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/258148-overview#a0104 tanggal 21
Januari 2012
9. Koplajar M. Uterine Cancer for Laymen and Student. Diunduh dari
http://www.cancerlinks.org/Endometrial/index.html tanggal 21 Januari 2012
10. Dean L. Isoflavon May Reduce Endometrial Cancer Risk. Diunduh dari
http://www.medwire-
news.md/46/96687/Oncology/Isoflavones_may_reduce_endometrial_cancer
_risk.html tanggal 20 Januari 2012
11. Lee. M.Phytoestrogen Intake and Endometrial Cancer Risk. Diunduh dari
http://jnci.oxfordjournals.org/content/95/15/1158.short tanggal 15 Januari
2012

43

Anda mungkin juga menyukai