Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN KRITIS

“ PASIEN DENGAN VENTILATOR ’’

Di Susun Oleh

Kelompok II

Sri Devi (201901159) Seska Kwandi


(201901158)

Hotnida (201901138) Nahdatul Imam (201901147)

Rusmawati (201901156) Robert Tangke (201901154)

Rani Baso (201901152) I Putu Eka (201901170)

Henry Baligau (201901137)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehtan Widya Nusantara Palu

Program Profesi Ners

Tahun 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan kemurahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul“ Keperawatan Kritis Pasien Dengan Ventilator”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi semuanya.

Palu Septermber 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 3
A. Definisi ventilator ........................................................................... 3
B. Tujuan pemasangan ventilator ........................ …........................... 3
C. Indikasi pemasangan ventilator............................. ......................... 4
D. Klasifikasi ventilator ..................................... ................................. 5
E. Mode ventilator ..................................... ......................................... 7
F. Setting ventilator ........................................................................... 9
G. Indikasi pemasangan dan cara kerja ventilator..................... ............. 13
H. Penghentian pemasangan ventilator .................................................. 15
I. Pemeriksaan diagnostik .................................................................... 17
J. Komplikasi pemasangan ventilator .................................................. 18
K. Pemantaun pasien dengan ventilator .................................................. 21
L. Perawatan pasien dengan ventilator .................................................. 22
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................... 23
A. Pengkajian ........................................................................................ 23
B. DiagnosaKeperawatan ...................................................................... 27
C. Intervensi Keperawatan .................................................................... 28
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 36
A. Kesimpulan ....................................................................................... 36
B. Saran ..................................................................................................... 36

iii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 37

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh
hampir semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar
dapat beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk
profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di ruang perawatan
intensif (intensif care unit/ICU).
Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi
medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform
oleh keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula
yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan menganggap
ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan
monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat yang
sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai
bagian dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
kepada pasien di ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi
keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya. Hal tersebut tentu saja akan menghemat tenaga, dan
membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan serta diatur. Misalnya
perawat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai mesin ventilasi
mekanik, hal tersebut akan membantu perawat menghemat tenaganya dalam
mengawasi pernafasan pasien, karena tugasnya mengawasi secara langsung
keadaan pasien sudah dilakukan oleh mesin ventilasi.

1
Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1 orang perawat
dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga sama-sama menggunakan
mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan  teknologi menjadi suatu
kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ventilator ?
2. Apa saja tujuan pemasangan ventilator !
3. Apa saja indikasi pemasangan ventilator !
4. Apa saja klasivikasi ventilator !
5. Apa saja mode ventilator !
6. Bagaimana setting ventilator
7. Apa saja indikasi pemasangan dan cara kerja ventilator !
8. Bagaiman pengehentian pemasangan ventilator !
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik !
10. Apa saja komplikasi pemasangan ventilator !
11. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ventilator !
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui tentang keperawatan kritis pasien
dengan ventilator dan mampu melaksanakan asuhan Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu memahami konsep teori pasien dengan ventilator
b) Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pasien dengan
ventilator

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ventilator
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif
pada paru-paru melalui jalan nafas buatan yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Beberapa keadaan seperti asidosis dan alkalosis membuat keadaan tubuh
membuat kompensasi dengan berbagai cara untuk menyeimbangkan keadaan PH
darah mendekati normal 7,35-7,45 dan kadar PO2 dalam darah mendekati 80-
100 mmHg. Kompensai dapat berupa hyperventilasi jika keadaan hipoksemia,
atau pemenjangan waktu ekspirasi jika terjadi hyperkarbia (peningkatan kadar
CO2 dalam darah).
Tetapi kompensasi alamiah tidak sepenuhnya dapat mengembalikan kadar
asam basa dalam darah menjadi normal, tetapi dapat mengakibatkan kelelahan
otot-otot nafas dan pasien pada akhirnya menjadi hipoventilasio dan terjadi
apneu. Ventilator memberikan bantuan dengan mengambil alih pernafasan
pasien yang dapat di set menjadi mode bantuan sepenuhnya atau bantuan
sebagian. Mode Bantuan sepenuhnya diantaranya VC (Volume Control) PC
(Pressure Control), CMV (Control Minute Volume).
B. Tujuan Pemasangan Ventilator
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien

3
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
C. Indikasi Pemasangan Ventilator
1. Pasien dengan gagal nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan
pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya.
Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau
oksigenasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia)
maupun karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara
karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan
kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan
kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps.
Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem
pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3. Disfungsi neurologist
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu berulang
juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga
berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative
sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas

4
selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan
keberadaan ventilasi mekanik.

D. Klasifikiasi Ventilator
Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi, yaitu:
1. Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif
dan tekanan positif.
a) Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi
volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas
kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan
miastenia gravis. Saat ini sudah jarang di pergunakan lagi karena tidak
bias melawan resistensi dan complience paru, disamping itu ventilator
tekanan negative ini digunakan pada awal – awal penggunaan ventilator.
b) Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator
jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini
secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat
tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu
bersiklus dan volume bersiklus.

5
2. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat
dibagi menjadi empat jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time
Cycled, Flow Cycle.
a) Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan
di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah
cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan
volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien
tetap memberikan volume tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini
banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara
umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan
gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru
(atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled
pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga
dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma.
Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi
masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya volutrauma.
b) Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila
ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga
berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil,
penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada pasien
klien-klien atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

6
c) Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.

d) Berbasis aliran (Flow Cycle)


Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan
aliran yang sudah diset.
E. Mode Ventilator
Secara keseluruhan, mode ventilator terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu mode
bantuan sepenuhnya dan mode bantuan sebagian.
1. Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC) dan pressure
control (PC). Baik VC ataupun PC, masing-masing memenuhi target Tidal
Volume (VT) sesuai kebutuhan pasien (10-12 ml/kgBB/breath).
a) Volume Control (VC)
Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal volume (TV) yang
diberikan kepada pasien secara total diatur oleh mesin. Mode ini
digunakan jika pasien tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV
sendiri dengan frekwensi nafas normal. Karena pada setiap mode control,
jumlah nafas dan TV mutlak diatur oleh ventilator, maka pada pasien-
pasien yang sadar atau inkoopratif akan mengakibatkan benturan nafas
(fighting) anatara pasien dengan mesin ventilator saat insfirasi atau
ekspirasi. Sehingga pasien harus diberikan obat-obat sedatif dan
pelumpuh otot pernafasan sampai pola nafas kembali efektif. Pemberian
muscle relaksan harus benar-benar dipertimbangkan terhadap efek
merugikan berupa hipotensive.
b) Pressure Control (PC)

7
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi kebutuhan TV atau
MV melalui pemberian volume, maka pada mode PC target mesin adalah
memenuhi kebutuhan TV atau MV melalui pemberian tekanan. Mode ini
efektif digunakan pada pasien-pasien dengan kasus edema paru akut.
2. Mode bantuan sebagian
Terdiri dari SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume), Pressure
Support (PS), atau gabungan volume dan tekanan SIMV-PS.

a) SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)


Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah bantuan sebagian
dengan targetnya volume. SIMV memberikan bantuan ketika usaha nafas
spontan pasien mentriger mesin ventilator. Tapi jika usaha nafas tidak
sanggup mentriger mesin, maka ventilator akan memberikan bantuan
sesuai dengan jumlah frekwensi yang sudah diatur. Untuk memudahkan
bantuan, maka trigger dibuat mendekati standar atau dibuat lebih tinggi.
Tetapi jika kekuatan untuk mengawali inspirasi belum kuat dan frekwensi
nafas terlalu cepat, pemakaian mode ini akan mengakibatkan tingginya
WOB (Work Of Breathing ) yang akan dialami pasien. Mode ini
memberikan keamanan jika terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu maka
mesin tetap akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn jumlah nafas
yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi pasien belum
cukup kuat, maka bias terjadi fighting antara mesin dengan pasien.
Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode SIMV
diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan alarm
batas atas dan bawah MV.
b) Pressure Support (PS)
Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS merupakan mode bantuan
sebagian dengan target TV melalui pemberian tekanan. Mode ini tidak

8
perlu mengatur frekwensi nafas mesin karena jumlah nafas akan dibantu
mesin sesuai dengan jumlah trigger yang dihasilkan dari nafas spontan
pasien. Semakin tinggi trigger yang diberikan akan semakin mudah
mesin ventilator memberikan bantuan. Demikian pula dengan IPL,
semaikin tinggi IPL yang diberikan akan semakin mudah TV pasien
terpenuhi. Tapi untuk tahap weaning, pemberian trigger yang tinggi atau
IPL yang tinggi akan mengakibatkan ketergantungan pasien terhadap
mesin dan ini akan mengakibatkan kesulitan pasien untuk segera lepas
dari mesin ventilator. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat
pada mode VC diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas
dan bawah MV serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah
dapat diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan
sudah terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk diweaning ke mode
CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).
c) SIMV + PS
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS.
Umumnya digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol. Bantuan
yang diberikan berupa volume dan tekanan. Jika dengan mode ini IPL
dibuat 0 cmH2O, maka sama dengan mode SIMV saja. SIMV + PS
memberikan kenyamanan pada pasien dengan kekuatan inspirasi yang
masih lemah. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada
mode VC diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, IPL, PEEP,
FiO2, alarm batas atas dan bawah dari MV serta Upper Pressure Limit.
d) CPAP (Continous Positif Airway Pressure)
Mode ini digunakan pada pasien dengan daya inspirasi sudah cukup kuat
atau jika dengan mode PS dengan IPL rendah sudah cukup menghasilkan
TV yang adekuat. Bantuan yang di berikan melalui mode ini berupa
PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian penggunaan mode ini cocok pada
pasien yang siap ekstubasi

9
F. Setting Ventilator
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter
yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator,
yaitu
1. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam
satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt.
Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset.
Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas
12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
2. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke
pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 5 - 10 cc/kgBB,
tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien
dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 1015 cc/kgBB,
sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm
tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring
volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.
3. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan
oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21100%. Settingan FiO2
pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk
memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah
pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan
pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang
tepat bagi pasien.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi

10
waktu Inspirasi+waktu istrahat
waktu ekspirasi
Keterangan :
 Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
 Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
 Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
 Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO2.
5. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator
volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
6. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
7. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity
memiliki nilai sensivitas antara 2 - 20 cmH2O, sedangkan untuk flow
sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity
maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya
digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan,
dimana sensitivitas ventilator disetting 2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah
pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas

11
spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan
untuk bernapas spontan.
8. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm
volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
9. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional
paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler
paru
Setting awal ventilator
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15
ml/kg).
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat
diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil
pemeriksaan gas darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan
frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. ika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).

12
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh
dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan
manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.

G. Indikasi Pemasangan dan Cara Kerja Ventilator


Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
1. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
5. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

Ventilator bekerja dengan prinsip oksigenasi dan ventilasi. Oksigenasi


adalah proses pemberian oksigen untuk pemenuhan kebutuhan suplai oksigen
bagi pasien, sehingga oksigen bisa diterima atau diserap darah untuk disebar ke
seluruh tubuh pasien. Kemudian ventilasi adalah proses keluar masuknya udara
dari dan ke paru-paru untuk proses inspirasi dan proses ekspirasi.

13
Gambar Analogi Ventilator

Seperti pada gambar menunjukkan bagaimana udara dihantarkan, gas supply


merupakan gas yang memiliki tekanan yang lebih tinggi umumnya diatas 1 Bar
karena untuk tekanan udara luar di kondisi diatas permukaan laut dan bukan
merupakan daerah dataran tinggi, tekanan udara luar berkisar ≤ 1 Bar. Karena
beda tekanan tersebut udara akan mengalir keluar dari gas supply melalui selang.
Selanjutnya pada gambar terdapat telapak tangan yang diumpamakan
sebagai valve yang nantinya akan membuka atau menutup jalannya udara dengan
melepas atau memberi tekanan yang akan membuntukan jalan selang. Pada
gambar diumpamakan telapak tangan a sebagai valve inspirasi dan telapak
tangan b sebagai valve ekspirasi.
Ketika valve inspirasi terbuka yaitu dengan tidak memberi tekanan pada
selang, maka udara dari suplai gas dapat mengalir sampai ke “Y” piece yang
diberi tanda dalam oval atau breathing circuit. Jika valve ekspirasi juga dalam
keadaan terbuka saat valve inspirasi terbuka, maka udara akan lebih banyak
mengalir keluar dibanding masuk ke balon yang diumpamakan paru-paru.
Maka kerja valve inspirasi harus berkebalikan dengan valve ekspirasi,
dimana jika valve inspirasi sedang terbuka maka valve ekspirasi harus dalam
keadaan tertutup dengan membukanya valve inspirasi dan diikuti valve ekspirasi
tertutup telah terjadi proses distribusi udara ke paru-paru yakni proses inspirasi,
kemudian dengan mengembangnya balon, diumpamakan kebutuhan udara paru-

14
paru telah terpenuhi, kemudian valve inspirasi akan menutup dan valve ekspirasi
terbuka, maka udara pada balon akan mengalir keluar selang melalui valve
ekspirasi sebagai proses ekspirasi. Dengan melakukan proses tersebut berulang-
ulang maka akan terjadi irama pernafasan.
Ventilator bekerja dengan pengaturan cycle. Pengaturan cycle/ siklus
merupakan siklus pemberian udara. Pengaturan siklus tersebut terbagi menjadi 4,
yaitu berdasarkan volume cycle, berdasarkan pressure cycle, berdasarkan time
cycle dan berdasarkan flow cycle. Jika dilakukan pengaturan siklus berdasarkan
volume cycle, maka operator akan melakukan set volume tidal yang ingin
dicapai dan diberikan ke pasien selama proses pemberian udara, sehingga
volume cycle aliran inspirasi dari ventilator akan berhenti bila volume tidal yang
telah ditetapkan tercapai.

H. Penghentian Pemasangan Ventilator


Penghentian atau penyapihan (weaning) sudah harus direncanakan pada saat
mulai aplikasi ventilasi mekanik, semakin cepat penyapihan dilakukan, pasien
akan terhindar dari masalah yang dapat timbul akibat pemakaian ventilasi
mekanik yang berkepanjangan. Penyapihan dari ventilator mekanik dapat
didefinisikan sebagai proses pelepasan ventilator baik secara langsung maupun
bertahap. Tindakan ini biasanya mengandung dua hal yang terpisah tapi memiliki
hubungan erat yaitu pemutusan ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan.
1. Kriteria penyapihan
Penyapihan bisa dimulai apabila seluruh kriteria berikut dapat dipenuhi.
Apabila salah satu parameter tersebut belum optimal, maka proses
penyapihan belum bisa dilaksanakan.
 Penyakit primer sebagai penyebab telah membaik
 Tonus otot pernapasan masih cukup kuat

15
 Memenuhi kriteria yang berlawanan dengan kriteria untuk aplikasi
ventilasi mekanik.
 Kondisi faktor non respirasi, seperti kesadaran, status hemodinamik,
metabolik dan suhu tubuh, keseimbangan cairan elektrolit dan asam
basa serta normalisasi sistem organ yang lain.
2. Syarat-syarat penyapihan
Proses penyapihan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut
 Memenuhi kriteria penyapihan
 Pasien bebas dari pengaruh sisa obat pelumpuh otot, sedatif, atau
narkotik.
 Sebaiknya dimulai pada siang hari
 Dipantau oleh dokter spesialis yang terkait
 Disiapkan alat atau obat untuk mengantisipasi kegagalan proses
penyapihan.
3. Prosedur Penyapihan
Prosedur penyapihan dilakukan secara bertahap, terutama pada penderita
yang diberikan ventilasi mekanik dalam jangka waktu lama. Metode yang
digunakan untuk program penyapihan adalah :
 IMV/SIMV, yang frekuensinya diturunkan secara bertahap
 PSV, yang tekanannya diturunkan secara bertahap
 CPAP, secara bertahap tekanan positif diturunkan
 T piece, dengan humidifier

Selama proses penyapihan, dipantau hal-hal berikut: keluhan umum,


tanda vital respirasi dan non respirasinya antara lain tanda-tanda aktivitas
simpatis seperti berkeringat, gelisah, takikardi dan tekanan darah
meningkat. Memperhatikan perubahan pola napas selama penyapihan.
Secara periodik dilakukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) untuk

16
mengetahui perubahan kimia darah. Koreksi segera faktor-faktor yang
mengarah pada kegagalan penyapihan.

Periode napas spontan secara bertahap diperpanjang terutama pada siang


hari, sebaliknya pada malam hari kondisi akhir pada siang hari
dipertahankan dengan ventilator. Apabila dalam 2 hari berturut-turut pasien
sudah mampu bernapas spontan dan hasil gas darahnya normal, aplikasi
ventilasi mekanik dihentikan, dilanjutkan dengan oksigenasi dengan
fasilitas “Nebulizer”. Apabila sekresi tidak banyak dan kemampuan batuk
memadai, setelah 2-3 hari berikutnya dilakukan dekanulasi kanul
trakeostomi bila selama aplikasi dilakukan

Kegagalan penyapihan pada umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan


psikis pasien untuk bernapas spontan setelah dalam jangka waktu lama
dibantu. Selain itu, kegagalan dalam memulai penyapihan biasanya
disebabkan oleh belum tertanganinya penyakit yang memicu penggunaan
ventilator, penyembuhan penyakit yang tidak komplit atau berkembanya
masalah baru. Proses penyapihan tergantung pada kekuatan otot pernafasan,
beban yang ditanggung otot tersebut, dan pengendali pusat.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan ventilator dilakukan berdasarkan
penyakit atau diagnosa medis yang mendasari perlunya pemasangan ventilator.
1. Analisa Gas darah
Analisa gas darah (Blood Gas Analysis / Astrup) adalah salah satu test
diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan Blood Gas Analysis ini adalah status
oksigenisasi dan status asam basa. Komponen yang terdapat dalam
pemeriksaan Blood Gas Analysis adalah pH, PCO2, PO2, saturasi O2, BB
(Buffer Base), BE (Base Excess) Komposisi yang terdapat dalam
pemeriksaan Blood Gas Analysis / Astrup dan nilai normalnya.

17
KOMPOSISI NILAI NORMAL

pH 7,40 (7,35 - 7,45)


PaO2 80 - 100
Saturasi O2 96-97 %
PCO2 35 - 45
HCO3 22 - 26 m Eq / L
Base Excess (BE) -2 + 2
2. Oksimetri nadi
Oksimetri nadi adalah tes untuk mengukur level oksigen dalam darah. Tes ini
bertujuan untuk mendeteksi seberapa efisien oksigen dialirkan ke seluruh
tubuh. Pada pasien pasien dengan indikasi pemasangan ventilator perlu
dilakukan pemeriksaan ini untuk menentukan seberapa besar nilai oksigen
yang akan dimasukan ke dalam paru-paru karna pada pasien dengan gagal
napas biasanya akan terjadi hipoksemia sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan oksimetri nadi untuk mmencegah terjadinya hipoksemia
sehingga pemasangan ventilator dapat segera diberikan.
3. Tes pernapasan (spirometry)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa optimal fungsi
pernapasan seseorang. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan
gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
emfisema dll, dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia yang berujung pada
kegagalan nafas sehingga memerlukan pemasangan ventilator.
4. Echocardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan kelainan jantung seperti
insufisiensi jantung yang menyebabkan jantung bekerja ekstra untuk
memenuhi kebutuhan oksigen yang akan dipompa keseluruh tubuh, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran jantung dan resiko gagal jantung
serta penumpukan cairan dalam paru yang beimbas pada ketidakmampuan
paru-paru dalam mengembang dengan sempurna yang berujung pada

18
kekurangan oksigen yang dapat berakibatkan terjadinya hipoksemia yang
dapat merusak organ-organ dalam tubuh, sehingga untuk menghindari hal
tersebut perlu dilakukan pemeriksaan echocardiogram.
J. Komplikasi
Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan
asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan terapi
ventilator ini adalah:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan
selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi
gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang selang
nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk
terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua
tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi
adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan
manset masih mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi
intubasi meliputi:
 Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
 Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,
meningkatkan laju mortalita
 Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia
Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal

19
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah
dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh
nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak
diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber
infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan.
Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg.
Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan
manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi,
maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilato
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya
selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya
selang endotrakeal.  Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui
kelebihan ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan
karena ventilasi mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia.
Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa
pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat
melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada,
menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan,
tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini
dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk

20
ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien
dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah
yang sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada
ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi
nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat
menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan
jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber
tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual,
memberikan pasien pernafasan cepat.
5. Penurunan Curah Jantung
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan
gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan
meningkatkan cairan untuk memperbaiki hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan
merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas
secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah
besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral
dan fasial.
K. Pemantauan pasien dengan ventilator

21
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan setting, analisa
has darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan setting. Bila PaO2 lebih
dari 100 mmhg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %. Bila PCO2 levih besar
dari 45 mmhg maka M.V (minute volume) dinaikan. Bila PCO2 lebih kecil
dari 35 mmhg maka M.V diturunkan.
2. Lakukan foto thorax untuk melihat perkembangan klinis paru, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan ventilator.
3. Observasi keaddan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis dan temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui letak tube, perkembangan paru-paru yang
simetris, dan panjang tube
5. Periksa keseimbangan cairan tiap hari
6. Periksa elektrolit setiap hari
7. Periksa airway preassure (P Peak), tidak volume, RR, usahakan NGT tetap
berfungsi
8. Perhatikan ada tidaknya tension pneumotorax dengan melihat tanda adanya
gelisa, kesadaran menurun, sianosis, distensi vena juguler, salah satu dinding
paru jadi mengembang, pada perkusi terdapat timpani.
L. Perawatan pasien dengan ventilator
1. Jelaskan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau keluarga bagi
pasien yang tidak sadar
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan untuk mencegah
infeksi
3. Breating circuit sevaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air
yang terjadi tidak masuk ke paru-paru pasien. Penggantian sirkuit
direkomendasikan 3 jali sehari
4. Perhatikan air pada humidifer, jaga jangan sampai habis, air diganti tiap 24
jam

22
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangn
sampai letak dan panjang tube berubah, tuliskan panjang tube pada folw sheet
6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara cuff dibuka tiap 2 jam
selama 15 menit. Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian
rupa sehingga posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang
untuk memungkinkan pasien dapat menggerakn kepala.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status
sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga
mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan keperawatan
yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien
yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara
detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab
atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan

23
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat,
kelelahan dan ketidaknyamanan
4. Pemeriksaan Fisik
a) Hal-hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan fisik adalah :
 Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang
kembali dalam interval waktu tertentu sesuai kondisi pasien.
 Setiap pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pasien.
 Privacy pasien harus terus dipertahankan (walaupun pasien dalam
keadaan koma)
 Teknik yang digunakan adalah : inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
 Pemeriksaan dilakukan secara “Head to toe”
 Pemeriksaan dilakukan pada semua sistem tubuh.
b) Komponen-komponen pada pemeriksaan fisik
1) Breathing (Pernafasan/Respirasi)
 Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
 Bunyi napas : Bunyi napas normal ; Vesikuler, broncho
vesikuler.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema)
merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui
sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli. Ronchi (dapat terjadi
akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan usaha
napas).
 Bentuk dada :Perubahan diameter anterior - posterior (AP)

24
menunjukan adanya Chronic Obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga,
pnemotoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi
yang kurang tepat.
 Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan
kesimetrisannya.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari
otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas
ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakan dinding dada.
2) Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi
pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan
kanker paru.
3) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui  adanmya
gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP
terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi
tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan
banyak mengeluarkan keringat.
 Irama jantung  : Frekuensi .........x/m, reguler atau irregular
 Distensi Vena Jugularis

25
 Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
 Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktivitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi
akibat penutupan katup      mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya
dilatasi ventrikel.
 Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah.
Biasanya terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
 Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
 Nadi perifer  : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa.
Aritmia dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
 PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada

interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran

lokasi menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien

hipoksemia kronis.

 Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

4) Sistem neurologi

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa

ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.

5) Sistem urogenital

Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine

menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)

26
6) Status cairan dan nutrisi

Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan

status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan

yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema

paru.

5. Pengkajian alat

a) Jenis ventilator

b) Mode ventilator

c) Pengesetan volume tidal dan frekuensi

d) Pengesetan fiO2

e) Kaji apakah ada air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau

terlipatnya selang

f) Humidifikasi

g) Alaram

h) Peep

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
jumlah sputum
3. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic
4. Defisit perawatan diri mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan
5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama

27
28
C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan NIC
pertukaran gas keperawatan selama klien Airway management Airway management
berhubungan dengan dirawat di ICU, diharapkan : a. Pastikan kepatenan selang a. Mengoptimalkan
ketidakseimbangan NOC ventilator dan ETT ventilasi dan
ventilasi perfusi Respiratory status : gas b. Monitor status pernafasan pemenuhan
exchange dengan ventilator (FiO2, oksigenasi klien
Kriteria hasil: PEEP, RR Ventilator) b. Alat ventilasi
1) Klien bebas dari c. Posisikan pasien untuk mekanis digunakan
tanda dan gejala memaksimalka Ventilasi untuk membantu
distres pernafasan d. Keluarkan sekret dengan sebagian atau
(sianosis, takipneu) Suction seluruh proses
2) PCO2 dalam batas e. Auskultasi suara nafas, ventilasi untuk
normal (30 - 50) catat adanyasuara mempertahankan
3) PO2 dalam batas tambahan oksigenasi
normal (70-100) f. Monitor respirasi dan c. Posisi klien semi
4) pH darah dalam batas status O2 fowler membantu
normal (7.20 - 7.60) Vital sign monitoring memaksimalkan
5) Saturasi oksigen g. Ukur tanda-tanda ventilasi

28
adekuat (>95-100%) vital/jam d. Mengeluarkan
a. Vital sign status h. Monitor tingkat hambatan/obstruksi
Kriteria Hasil: kesadaran pada saluran nafas
a. Tekanan darah dalam karena sekret dalam
batas normal jumlah yang
b. Heart rate dalam batas berlebih
normal e. Suara nafas ronchi
c. Status neurologis dalam mengindikasikan
batas normal bahwa terdapat
secret dalam organ
pernafasan klien
f. Mengetahui
respirasi klien dan
saturasi O2
g. Memonitor tekanan
darah, respirasi, dan
heart rate apakah
terjadi takikardi,
hipertensi, atau
takipneu

29
h. Kesadaran klien
yang menurun
mengindikasikan
kurang adekuatnya
oksigenasi klien
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan NIC
bersihan jalan nafas keperawatan selama klien Airway Suction Airway Suction
berhubungan dengan dirawat di ICU, diharapkan : a. Pastikan kebutuhan oral / a. Menentukan apakah
peningkatan jumlah NOC tracheal suctioning klien perlu
sputum Respiratory status : Airway b. Auskultasi suara nafas dilakukan suction
patency c. Posisikan pasien untuk atau tidak
Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi b. Suara nafas ronchi
a. Suara nafas yang bersih, d. Monitor status oksigenasi mengindikasikan
tidak ada sianosis dan pasien bahwa terdapat
klien mampu e. Hentikan suction apabila secret dalam organ
mengeluarkan sputum klien menunjukkan pernafasan klien
b. Menunjukkan jalan nafas bradikardi, penurunan c. Posisi klien semi
yang paten ( irama nafas, saturasi O2. fowler membantu
frekuensi pernafasan f. Kelola pemberian memaksimalkan
dalam rentang normal, bronchodilator ventilasi

30
tidak ada suara nafas d. Mengetahui
abnormal) respirasi klien dan
c. Saturasi O2 dalam batas saturasi O2
normal e. Bradikardi,
penurunan saturasi
O2 menunjukkan
efek dari suction
karena kekurangan
oksigen
f. Bronchodilator
untuk dilatasi
bronkus sehingga
ventilasi pernafasan
optimal
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan NIC:
kebutuhan nutrisi keperawatan selama klien Nutrition Management Nutrition Management
kurang dari dirawat di ICU, diharapkan : a. Kaji kemampuan pasien a. Menentukan apakah
kebutuhan tubuh NOC untuk mendapatkan klien mampu
berhubungan dengan Nutrional status: food and nutrisi yang dibutuhkan mencerna makan
peningkatan fluid intake b. Monitor jumlah nutrisi peroral atau perNGT

31
kebutuhan metabolic Kriteria Hasil: dan kandungan kalori b. Jumlah nutrisi dan
a. Tidak ada tands-tanda mal c. Berikan diet kalori disesuaikan
nutrisi peptamen/NGT sesuai dengan kebutuhan
b. Klien menghabiskan diet order klien
yang telah ditentukan d. Kelola pemberian diit c. Diet tinggi protein
c. Menunjukan peningkatan sesuai advice ahli gizi untuk mencukupi
fungsi pengecapan dan e. Monitor status gizi ; kulit kebutuhan klien
menelan kering, turgor kulit terhadap proses
d. Tidak terjadi penurunan f. Monitor mual dan muntah penyembuhan
berat badan yang berarti d. Mengelola
pemberian diet cair
peptamen sesuai
dengan kalorinya
e. Kulit kering dan
turgor yang kurang
baik menandakan
bahwa status gizi
klien kurang
f. Mual dan muntah
mempengaruhi

32
intake nutrisi dan
status gizi klien

4 Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan NIC


diri mandi, toileting keperawatan selama klien Self care assistance: Self care assistance
berhubungan dengan dirawat di ICU, diharapkan : a. Bantu klien memenuhi a. Klien tirah baring
kelemahan NOC kebutuhan ADL selama memerlukan
Self care deficit higiene tirah baring bantuan total dalam
Kriteria hasil: b. Mandikan klien setiap pemenuhan ADL
a. Klien mampu untuk hari b. Memenuhi ADL
melakukan aktivitas c. Lakukan oral higiene klien dalam menjaga
perawatan fisik dan d. Fasilitasi alat mandi dan kebersihan personal
pribadi secara mandiri eliminasi c. Memenuhi
atau dengan alat bantu kebutuhan rasa
b. Klien mampu nyaman dan
mempertahankan kebersihan gigi
kebersihan dan d. Memenuhi
penampilan yang rapi kebutuhan eliminasi
c. Klien mampu untuk klien
melakukan aktivitas

33
eliminasi secara mandiri
atau dengan alat bantu
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan NIC
berhubungan dengan keperawatan selama klien Infection control Infection control
ketidakadekuatan dirawat di ICU, diharapkan : a. Pertahankan teknik a. Memutus rantai
pertahanan utama NOC aseptif selama tindakan penyebaran kuman
Risk control b. Batasi pengunjung bila penyakit melalui
Kriteria hasil: perlu port de entry
a. Klien bebas dari tanda c. Cuci tangan setiap b. Mengurangi paparan
dan gejala infeksi sebelum dan sesudah dari lingkungan luar
b. Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan c. Menjaga prinsip
batas normal d. Ganti letak IV perifer dan aseptif dalam setiap
dressing sesuai dengan tindakan
petunjuk umum d. Mencegah
e. Tingkatkan intake nutrisi terjadinya plebitis
f. Berikan terapi antibiotik e. Nutrisi adekuat
g. Monitor tanda dan gejala mampu
infeksi sistemik dan local meningkatkan
imunitas tubuh
f. Antibiotik untuk

34
terapi pencegahan
infeksi
g. Tanda gejala infeksi
meliputi tumor,
rubor, dolor, kalor,
dan functio laesa

35
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi
medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform
oleh keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula
yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan menganggap
ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan
monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat yang
sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai
bagian dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
kepada pasien di ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi
keperawatan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, para perawat mampu mengetahui konsep
keperawatan kritis pasien dengan ventilator dengan baik dan mampu
mengaplikasikannya dengan lancar.

36
DAFTAR PUSTAKA

Luh Pradnya Ayu Dewantari, dkk, 2017, Aplikasi Alat Bantu Napas Mekanik, Bagian
Anestesiologi Dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rsup
Sanglah Denpasar
Hudak, Carolyn dkk.1997. Keperawatan Kritis Volume 1. Jakarta: EGC
Parli, 2018, Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Haemoragik
Terpasang Ventilator Mekanik Dengan Intervensi Inovasi Humidifikasi Dan
Manajemen Cuff Terhadap Perubahan Status Hemodinamik Di Ruang Icu Rsud
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Fakultas Keperawatan Dan Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Smeltzer, Suzanne, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta:
EGC
Wong, D.L. et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2. Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai