Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
II. Rumusan Masalah

A. Bagaimana tehnik penyampaian berita buruk ?


B. Apa saja kesulitan dalam penyampaian berita buruk?
C. Apa itu tehnik konseling?
III. Tujuan
A. Untuk mahasiswa sebagai acuan terbaru untuk memahami tentang
tehnik penyampaian berita buruk, kesulitan dalam penyampaian berita
buruk dan tehnik konseling.
B. Untuk dosen sebagai bahan tambahan materi tentang tehnik
penyampaian berita buruk, kesulitan dalam penyampaian berita buruk
dan tehnik konseling.

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. Tehnik Penyampaian Berita Buruk


A. Keterampilan komunikasi dasar
1. Kontak fisik
a. Pengantar pasien dan keluarga
b. Duduklah. Duduk pada tingkat yang sama dengan pasien (atau
lebih rendah)
c. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai (santai, bersandar ke depan dll)
d. Sentuhan?
2. Teknik fasilitasi
a. Biarkan pasien berbicara
b. Mendorong mereka untuk berbicara misalnya “ya” “saya tahu”.
c. Memelihara kontak mata
d. Mentolerir singkat kesunyian (sering merupakan tanda perasaan
intens)
e. Pengulangan – mengunakan kata-kata pasien
f. Mencerminkan / ringkaskan / klarifikasi
3. Respon empati
a. Identifikasi emosi yang dialami oleh pasien (misalnya kemarahan)
b. Mengidentifikasi dimana emosi berasal (misalnya kemoterapi tidak
efektif)
c. Menunjukan kepada pasien bahwa anda telah menghubungkan dua
hal (misalnya “saya dapat melihat bahwa anda sangat marah bahwa
kemoterapi tidak memkbantu”).

2
B. Menggambarkan berita buruk
Penggambaran berita buruk merupakan sebuah proses, bukan
kegiatan tinggi. Sepuluh langkah kaye memberikan model yang baik yang
dapat diterapkan untuk berbagai situasi ketidakpastian atau kesulitan
komunikasi. 10 langkah kaye dalam menggambarkan berita buruk:
1. Persiapan
2. Apakah pasien tahu?
3. Apakah informasi lebih lanjut diinginkan?
4. Memberikan peringatan
5. Berikan waktu untuk penyangkalan
6. Jelaskan
7. Mendengarkan kekhawatiran
8. Berikan dorongan moral perasaan
9. Berikan ringkasan dan perencanaan mendatang
10. Tawarkan ketersediaan waktu
C. Rujukan yang sesuai kepada spesialis perawatan paliatif
Dokter umum berada dalam posisi yang ideal baik untuk memulai
pendekatan tim yang multidisiplin maupun untuk berbagi pengetahuan dan
wawasan dengan anggota lain dari tim.
D. Penilaian
Dokter umum perlu mendorong tim perawatan interdisiplin primer
dan bekerja mendata keterampilan dan pengetahuan dari tim spesialis
paliati. Peran yang tidak jelas merupakan hal yang tidak terelakan dalam
kerjasama tim antar profesi, yang dapat berujung pada hubungan yang
kompetitif atau kolaboratif.
Komunikasi yang jujur adalah pusat perawatan paliatif yang efektif
dan melibatkan lebih dari sekedar memberikan inormasi tentang penyakit.
Hal ini terkait juga dengan dukungan dari pasien, keluarga, dan kolega.
Informasi harus akurat dan cara berkomunikasi yang baik merupakan hal
mendesak dalam praktik yang baik.

3
E. Kesinambungan layanan
Bagi seorang dokter umum untuk mendapat informasi sepenuhnya
dan bertanggung jawab dalam kesinambungan pelayanan kesehatan
pasien. Perawatan oleh perawat dapat dikoordinasikan secara maksimal
oleh bidang perawat, walaupun ada beberapa kesempatan mungkin lebih
cocok untuk anggota lain yang menjadi pekerja utama.
F. Pencatatan
Dokumentasi adalah bagian penting dari komunikasi, catatan dari
bagian perawat, catatan yang di pegang oleh paien, dan jalur perawatan
terpadu adalah dokumen yang dapat memfasilitasi komunikasi antar
profesi.
G. Perencanaan rawat jalan
Dokter umum dan perawat adalah tenaga kunci yang bertanggung
jawab atas perawatan medis dirumah; mereka harus menjadi tenaga
kesehatan pertama yang dikonsultasikan mengenai perancanaan untuk
keluar dari rumah sakit.
H. Perawatan akhir dan dukungan kehilangan
Harus ada cara yang efisien dalam memberitahukan kepada dokter
umum dan tim utama perawatan mengenai kematian pasien. Tim perlu
mengidentifikasi perkerja utama yang tepat yang akan bertanggung jawab
dalam memberikan dukungan kehilangan kepada keluarga.
I. Komunikasi, konflik, dan stress
Saling menghormati dan percaya antara anggota tim akan mengarah
pada keterampilan masing-masing individu yang digunakan secara
optimal. Suka mengkritik kolega didepan kerabat pasien sangatllah tidak
bijak, karena perilaku seperti itu hanyalah mengurangi kepercayaan pasien
pada tim. Pengawasan klinis dan pendampingan merupakan metode yang
dapat mendukung rekan kerja dalam satu tim.

4
J. Fasilitas komunikasi
Anggota tim membutukan instruksi dalam hal penggunaan fasilitas
komunikasi yang tepat. Pesan, email, dan komunikasi mobile dapat
meningkatkan dukungan, tetapi tenaga kesehatan perlu berpikir tentang
konsekuensi dari gangguan rekan-rekan mereka dan mempertimbangkan
penggunaan pendekatan yang lain.
K. Pendidikan
Tujuan utama pendidikan pembinaan antar profesi adalah agar
terbentuk rasa saling menghormati dan memahami peran satu sama lain.
II. Kesulitan Dalam Penyampaian Berita Buruk
A. Tantangan Dalam Komunikasi
Waktu dalam diagnosis, terapi, dan rekurensi penyakit dapat
berhubungan dengan morbiditas sosial dan psikologis, di mana banyak
dari hal ini vang tetap tidak diketahui oleh tenaga kesehatan, Pada
akhirnya akan terjadi keheningan karena semua orang mencoba untuk
melindungi pasien. Tantangan-tantangan yang ada dalam berkomunikasi
dengan pasien adalah seperti di bawah ini.
1. Mengabarkan berita buruk
2. Menghadapi tanggapan emosional
3. Menghentikan atau menahan perawatan aktif
4. Menghindari keheningan dan mempromosikan keterbukaan di antera
pasien, kerabat, dan professional
5. Membahas keinginan pasien yang mengatakan "Jangan melakukan
resusitasi"
6. Tanggapan yang sesuai untuk permintaan eutanasia
7. Membahas tentang kematian dan prosesnya
8. Berbicara kepada anak-anak mereka
9. Berkomunikasi dengan kolega
B. Penghalang untuk komunikasi yang baik.
1. Kurangnya waktu
Kurangnya waktu sering digunakan sebagai permbenaran untuk
komunikasi yang tidak memadai karena kebanyakan dokter sibuk
bekerja Pasien sangat menghargai tambahan waktu yang diberikan
untuk mereka dan dapat menjadi lebih terlibat dalam pengambilan
keputusan. Memberikan waktu untuk mereka mungkin lebih etisien
karena unituk menyeie saikan kesalahpahaman dibutuhkan waktu yang
lebih lama daripada menghindarinya.

5
2. Kurangnya privasi
Menjaga kerahasiaan adalah salah satu cara menghar- gai otonomi
seseorang dan merupakan bagian penting dari hubungan saling
percaya. Kerahasiaan mutlak dalam prak- tiknya sulit untuk dicapai.
Pelanggaran terjadi di rumah sakit dan pengaturan dalam masyarakat.
Kehadiran atau ketiadaan kerabat dapat menciptakan masalah
kerahasiaan. Tenaga kesehatan tidak boleh bera- sumsi bahwa pasien
ingin para kerabat diberi informasi. Jika informasi dinilai sangat
sensitif, izin pasien harus diperoleh untuk dapat berbagi informasi
dengan anggota tim multidi- siplin berdasarkan suatu "kepentingan
untuk mengetahui"
3. Ketidakpastian
Komunikasi sangat sulit bagi pasien, kerabat, dan klinisi pada saat
adanya ketidakpastian, Pasien membutuhkan rasa kendali atas rencana
kehidupan mereka. Mengembalikan rasa kontrol memungkinkan
pasien untuk merasa "aman” bahkan dalam situasi yang mengancam
kehidupan. Dokter harus merasa mampu untuk mengakui adanya
ketidakpastian, dan siap untuk mendiskusikan rasa takut akan kematian
dari pasien, dan membantu mereka dalam menetapkan tujuan masa
depan yang terbatas.
4. Malu
Keengganan dalam masyarakat untuk membahas kema- tian dan
prosesnya dikombinasikan dengan keinginan untuk tidak menimbulkan
tekanan lebih lanjut bagi pasien membuat komunikasi menjadi sulit.
Kemampuan untuk mendengarkan adalah keterampilan kunci. Tenaga
kesehatan perlu menyam- paikan kepada pasien bahwa dia juga
merasakan empati den gan penderitaan pasien. Pasien tidak
mengharapkan tenaga kesehatan untuk memiliki jawaban atas
pertanyaan tentang eksistensi mereka, tetapi mereka perlu memiliki
kontak dan hubungan dengan manusia lain yang bersedia menemani
dan untuk mendengarkan ketakutan mereka.
5. Kolusi
Kolusi mungkin timbul ketika kerabat merasa bahwa pasien tidak
akan dapat menerima berita buruk. Bentuk pa ternalisme, yang
mungkin muncul dari motif yang baik, pada akhirnya mengancam
otonomi pasien. Ini adalah pelanggaran serius mengenai kerahasiaan
dengan membahas rincian kasus dengan kerabat sebelum pasien
memiliki kesempatan untuk menyerap informasi dengan baik. Jika
terdapat kolusi, dibu- tuhkan waktu bagi tenaga kesehatan untuk
mengeksplorasi motif dari kerabat dan perasaan mereka. Kerabat juga

6
perlu mengetahui bahwa seringkali pasien sepenuhnya menyadari
gawatnya situasi dan berusaha untuk melindungi dirinya.
6. Mempertahankan harapan
Ketika pasien menjadi marah ketika mendengar bahwa penyakit
mereka tidak dapat iagi disembuhkan, penderitaan mereka harus
diakui. Apabila diberikan waktu yang cukup. pasien dapat didorong
untuk menetapkan tujuan terapi selain kesembuhan, misalnya
menghilangkan rasa sakit. Di sini tenaga kesehatan harus waspada
terhadap tanda-tanda depresi klinis.
Dokter berjuang untuk mempromosikan harapan pada pasien
dengan penyakit lanjut dan untuk mendukung pan- dangan positit,
takut bahwa membahas kematian dapat menurunkan harapan pasien.a
Akibatnya, mereka sering menyampaikan prognosis dengan bias
optimis dan tidak memberikan semua informasi. Hal ini relevan
dengan pilihan pengobatan; pasien dengan lebih optimis penilaian
prognosis mereka sendiri lebih cenderung memilih terapi agresif pada
akhir kehidupan. Pada gilirannya, karena takut kehilangan harapan,
pasien sering mengekspresikan penolakan dan mungkin tidak mau
mendengar apa yang dikatakan.
Tidaklah jelas apakah penyedia layanan kesehatan dapat mencuri
atau menanamkan harapan. Namun, mereka dapat memberikan empati,
Reflektit kehadiran akan membantu pasien mendapatkan kekuatan dari
sumber daya yang ada. Dokter harus mengakui bahwa ini bukan tugas
mereka untuk "memperbaiki" harapan pasien untuk sebuah keajaiban.
Per tanyaan kuncinya adalah apakah harapan yang mengganggu
perencanaan dan perilaku yang sesuai. Seorang pasien yang telah
menyelesaikan kehendaknya dan mengatakan selamat tinggal tetapi
masih mengharapkan keajaiban berbeda dari seorang pasien yang
sedang membuat investasi jangka panjang dan tidak merencanakan
untuk hak asuh anak kecil walaupun prognosisnya hanya 3 bulan,
Dokter dapat merespons dalam beberapa cara. Mengakui dengan

7
harapan dapat memungkinkan dokter dan pasien untuk "berharap yang
terbaik, tetapi bersiap untuk yang terburuk." Mereka juga dapat
mengenali bahwa orang-orang berharap untuk banyak hal yang
berbeda dan memberikan ruang bagi pasien untuk mengharapkan
keberhasilan dan masa depan yang lebih cenderung terjadi. Orang
mungkin berkata, "Aku tahu Anda berharap bahwa penyakit Anda
akan sembuh. Apakah ada hal-hal lain yang ingin Anda fokuskan?
"Atau," Jika kita tidak dapat membuat hal itu terjadi. apa tujuan jangka
pendek lain yang mungkin kita fokuskan? "Akhirnya, orang dapat
bertanya tentang tugas apa yang ditinggalkan atau dibatalkan sebagai
cara agar pasien mulai berpikir dalam waktu yang lebih singkat saja.
7. Kemarahan
Dokter perlu untuk mendengarkan cerita pasien, yang seringkali
memunculkan semua keprihatinan mereka. Kemarahan harus diakui
dan tidak disingkirkan sebagai bagian dari proses beradaptasi, Ini
adalah terapi untuk pasien dengan cara melampiaskan kemarahan
mereka tanpa gangguan. Tenaga kesehatan harus berempati dan
mengekspresikan perasaan menyesal tanpa harus disalahkan.
8. Penyangkalan
Pada awalnya, biasanya pasien akan menolak berita buruk dan hal
ini harus diharapkan karena merupakan strategi penanggulangan yang
efektif. Dalam imenghadapi penolakan yang terus-menerus, penting
untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk berbicara karena
mereka mungkin menginginkan informasi lebih lanjut pada tahap
berikutnya, Walaupun kebanyakan pasien tidak mau menerima
informasi sepenuhnya, penting untuk menghormati pandangan dari
minoritas yang tidak menginginkan informasi lebih lanjut tentang
diagnosis atau prognosis mereka. Pasien dalam penyangkalan akan
mengalami ketakutan; mereka membu- tuhkan kesabaran dan
komunikasi yang sensitif.

8
9. Tidak di depan anak-anak
Anak-anak seringkali meminta informasi secara langsung. Anak-
anak yang lebih tua memiliki kebutuhan informasi yang sama dengan
orang dewasa, tetapi memerlukannya dalam bentuk yang mudah
dimengerti, Anak-anak kecil mungkin perlu untuk mengasimilasi
informasi melalui penggunaan permainan, lukisan, video, dan buku.
Anak-anak perlu untuk menceritakan cerita mereka dan tenaga
kesehatan harus imajinatif dan tidak terhambat dalam membantu untuk
men- gartikulasikan penderitaan mereka. Perasaan terlindung yang
alami seharusnya tidak menghasilkan situasi kolusi.
III. Tehnik Konseling
A. Pengertian Konseling
Konseling adalah kegiatan memberi arahan pada klien, termasuk
membantu klien menyelesaikan masalah. Mortensen dan schmuller
merumyskan konseling sebagai proses seseorang membantu orang lain
meningkatkan pemahaman dan kemampuannya mengatasi masalah.
E.L Tolbert mendefinisikan konseling sebagai hubungan personal 4
mata antara dua individu, yakni antara konselor y6ang memiliki
kompetensi kusus dan telah membangaun hubungan untuk
mengembangkan situasi pembelajaran dengan konseling. Dalam hubungan
konseling, konselor membantu kesling mengenal diri sendiri pada saat ini
dan kemungkinan dimasa mendatangdengan harapan konseli dapat
menggunakan karakteristik dan nilai-nilai potensial dirinya untuk
menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan dimasa depan.
B. Jenis-jenis Konseling
Ada tiga jenis konseling, yaitu konseling jangka pendek, konseling
jangka panjang dan konseling motivasi.
1. Konseling jangka pendek ( short term counseking )
Konseling jangka pendek umumnya dilakuakam untuk mengatasi
masalah klien yang umumnya relative mudah. Konseling ini
berorientasi pada penyelesaian masalah klien atau keluarga yang

9
memerlukan tindakan segera (immediate problem solving). Konseling
jangka pendek biasanya dilakukan pada situasi krisis atau situasi lain
yang memerlukan tindakan segera. Idealnya, pada suatu proses
konseling perawat tidak menyampaikan hal-hal yang harus dilakukan
klien untuk mengatasi masalahnya, memfasilitasi atau member
petunjuk tentang cara mengatasi masalah. Namun, pada kenyataannya
diklinik ada begitu banyak individu yang pasrah.
Kurang pengetahuan dan kurang berpartisipasi dalam pendidikan
kesehatan dan konseling sehingga klien tidak dapat memberi
alternative untuk mengatasi masalahnya sendiri. Pada situasi ini
perawat harus tetap berusaha membri petunjunjuk atau mengarahkan
klien dan member alternative serta membiarkan klien menetapkan
pilihan yang terbaik untuk kemudian didiskusikan lebih lanjut. Pada
beberapa kasus, dilakukan klien bila klien benar-benar tidak mampu
memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri atau untuk
mengatasi masalahnya.
2. Konseling jangka panjang ( long term counseling )
Konseling jangka panjang adalah konseling yang diselnggarakan
dalam jangka waktu tertentu, (tidak cukup hanya sekali pertemuan)
untuk mengatasi masalah. Pada praktiknya, klien berkonsultasi dengan
perawat setiap hari, setiap minggu, setiap bulan. Klien mengalami
krisis perkembangan dapat memerlukan konseling seumur hidup.
Konseling jangka panjang dapat dilakukan melalui telpon dan surat.
Perawat dank lien tidak perlu bertatap muka langsung untuk
menghemat waktu dan biaya konseling.
Konseling jenis ini juga dapat dilakukan sebagai tindak lanjut
dari proses perawatan dirumah sakit ke perawatan dirumah. Dengan
cara ini perawat dapt memantau perkembangan klien sementara klien
merasa aman dan terlindungi walaupun telah berada dirumah. Tidak
ada perbedaan antara teknik konseling jangka pendek dan jangka
panjang. Perbedaannya hanya terletak pada waktu dan proses

10
konseling yang tidak selesai pada satu kali pertemuan. Adakalahnya,
konseling umumnya merupakan konseling jangka pendek menjadi
konseling jangka panjang. Misalnya konseling tentang terapi dirumah,
pada konseling ini umumnya perawat hanya menyampaikan teknik,
waktu, dan tugas keluarga untuk mengontrol konsumsi obat. Konseling
ini biasa dilakukan sekali, tapi bila ternyata klien tidak mengkonsumsi
obat sesuai dengan dosis, diperlukan konseling lanjutan yang
memerlukan lebih dari satu kali konseling.
3. Konseling motivasi ( motivation counseling )
Konseling motivasi meliputi diskusi tentang perasaan dan minat
klien. Sering kali kita menjumpai klien yang tidak memiliki minat atau
dorongan diri untuk melalukan perawatan diri. Klian tampak tidak
kooperatif pada program terapi atau pasif dilakukan perawatan diri dan
kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatannya.
Ungkapan yang sering dilontarkan klien seperti " buat apa aku hidup "
atau " aku tidak punya apa-apa lagi untuk hidup " menunjukkan tidak
ada motivasi untuk menjalani hidup dan, tentu saja, menjalani
pengobatan, yang akirnya mengakibatkan klien tidak kooperatif
menjalani pengobatan.
Pada situasi diatas, perawat yang telah membina hubungan
terapeotik dapat membantu klien mengeksplorasi mengapa motivasi
serta dorongan pada dirinya hilang dan kemudian mengangkat masalah
yang ditemukan untuk dicari penyelesaiannya dalam konseling.
Apabila klien tidak ingin mengikuti aktivitas belajar, perawat dapt
mengkaji fakto-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar.
C. Faktor Penghambat konseling
Untuk melakukan suatu konseling yang efektif ternyata tidak mudah,
banyak sekali hambatan atau gangguan-gangguan yang bisa
mempengaruhi keberhasilan konseling. Hambatan itu bias berupa
hambatan dari diri atau individu yang melakukukan komunikasi

11
interpersonal maupun hambatan dari luaryang bias berasal dari lingkungan
saat terjadinya konseling.
1. Faktor individual
Komunikasi interpersonal/konseling dilakukan oleh orang secara
pribadi. Pribadi inilah yang menjadi sumber pesan dari umpan balik.
Dari kepribadian tersebut ada hal mempengaruhi kualitas komunikasi
interpersonal yaitu sikap terhadap orang lain yang kita ajak
komunikasi dan sikap terhadap diri sendiri. Selain sikap ada faktor
fisik yang bisa menyebabkan suatu komunikasi interpersonal/konseling
yang efektif tidak tercapai.
Faktor-faktor tersebut meliputi : Faktor Individual yang meliputi
faktor fisik sangat mempengaruhi kelancaran komunikasi atau
konseling, Faktor fisik tersebut meliputi :kepekaan panca indera
(kemampuan melihat, mendengar), usia, jender (jenis kelamin) dll.
Faktor ini sangat penting karena kita ketahui penurunan kepekan pada
organ-organ pendengar, penglihatan dll akan menentukan kelancaran
komunikasi, misalkan pendengaran yang terganggu maka proses untuk
menangkap informasi juga akanterganggu, penglihatan yang kabur
bahkan tidak bisa melihatmenyulitkan untuk bisamelakukan kontak
mata dan melakukan komunikasi yang sesuai aturan. Selain itu sudut
pandang dan nilai nilai yang berbeda antara konselor dan konseli bisa
juga menghambat proses KIP/Konseling karena akan sulit menemukan
titik temu antar keduanya.
Faktor sosial temyata bisa juga mempengaruhi proses
KIP/Konseling. Faktor sosial itu meliputi
a. Sejarah keluarga dan relasi, sejaralı keluarga atau relasi yang baik
akan mempermudah proses konseling begitu pula sebaliknya
b. Jaringan sosial, orang yang punya wawasan dan pergaulan yang
luas akan lebih mudah untuk melakukan komunikasi interepersonal
dibandingkan orang yang jarang bersosialisasi, biasanya orang
seperti ini lebih pendiam dan merasa rendah diri bahkan menarik

12
diri dan sulit untuk mengungkapkan isi hatinya sehingga sangat
mempengaruhi hubungan dengan orang lain,
c. Peran dalam masyarakat, status sosial, peran sosial.Orang yang
punya peran dan status social yang tinggi di masyarakat akan
disegani dan biasanya nasehat diberikan akan dituruti oleh
masyarakat setempat. Kadang-kadang sebagai petugas kesehatan
akan menjadi canggung apabila harus memberikan konseling
kepada orang yang punya peran atau status sosial yang tinggi di
masyarakat, apalagi kalua konseli adalah seorang pejabat.
Hal-hal inilah yang sering menyebabkan hambatan untuk
memberikan konseling. Faktor yang tak kalah pentingnya adalah
bahasa. Ketidakmampuan menangkap bahasa daerah setempat akan
sangat menghambat komunikasi karena menyulitkan untuk menangkap
dan mengerti pesan yang disampaikan, sehingga pesan dari
komunikator ke komunikan tidak sampai.
2. Faktor yang berkaitan dengan Interaksi
Disamping faktor individual faktor yang juga menghambat
komunikasi interpersonal adalah faktor yang berkaitan dengan
interaksi. Yang termasuk dalam faktor ini adalah:
a. Tujuan dan harapan terhadap komunikasi
Ini biasanya terjadi apabila dalam suatu komunikasi/konseling,
komunikator tidak memberikan konseling sesuai kebutuhan klien,
maka apa yang disampaikan komunikator tidak akan didengar atau
diperhatikan oleh klien karena tidak sesuai dengan harapannya.
Untuk menghindari hal tersebut sudah seharusnya seorang
komunikator memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah
klien sehingga dapat memberikan konseling sesuai kebutuhan
klien.Dengan demikian tujuan dan harapan dari kedua belah pihak
dapat tercapai.

13
b. Sikap terhadap interaksi
Sikap yang terbuka dan bersahabat sangat mendukung
komunikasi, tetapi sebaliknya orang yang tertutup dan kurang
bersahabat akan sulit untuk diajak komunikasi, biasanya orang
seperti ini mempunyai sifat introved sehingga susah untuk
mengungkapkan masalah yang dihadapi. Mendapatkan klien yang
seperti ini sebagai seorang Bidan harus mampu memancing
percakapan dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
c. Pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan,
perhatian, dukungan)
Pembawaan diri seseorang sangat mempengaruhi komunikasi.
Orang yang sombong, sinis dan tidak memberikan dukungan
merupakan hambatan komunikasi yang harus mampu kita hadapi.
Kadang-kadang sebagai manusia biasa kita sebagai petugas
kesehatan sudah merasa malas dahulu untuk memberikan
konseling pada orang semacam itu. Tapi kita harus menyingkirkan
sikap seperti itu dan harus profesional. Cobalah untuk bersikap
bersahabat dan tidak menggurui, tetapi harus menguasai
kontens/materi yang akan kita berikan. Dengan sikap seperti itu
biasanya mereka akan merubah sikapnya.
d. Sejarah hubungan
Sejarah hubungan adalah sesuatu yang telah lampau tetapi akan
sangat berpengaruh dimasa sekarang atau masa datang. Orang yang
punya hubungan kurang harmonis dimasa lalu dan tiba-tiba
bertemu dalam suatu konsultasi/ konseling akan menyebabkan
sikap canggung dan malas untuk bertemu. Tapi sekali lagi kita
sebagai tenaga kesehatan harus profesional dalam menghadapi ini,
lupakan sejenak masalah yang lalu dan hadapi klien sesuai masalah
yang harus dipecahkan oleh klien saat ini. Tidak perlu mengungkit-
ungkit masa lalu dan pura-puralah lupa kalau pemah ada
hubungan/masalah yang kurang harmonis dimasa lalu.

14
3. Faktor situasional
Situasi selama melakukan komunikasi sangat mempengaruhi
keberhasilan komunikasi, lingkungan yang tenang dan terjaga
privasinya merupakan situasi yang sangat mendukung, begitu pula
sebaliknya komunikasi yang dilakukan ditempat keramaian akan
sangat mengganggu karena bising dan mengganggu pendengaran.
4. Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar komunikasi interpersonal berjalan lancar dan mendatangkan
hasil yang diharapkan, baik komunikator maupun komunikan perlu
memiliki kemampuan dan kecakapan dalam melakukakan komunikasi
interpersonal. Kompetensi (competence) KIP adalah tingkat dimana
perilaku kita dalam komunikasi interpersonal (KIP) sesuai dan cocok
dengan situasi dan membantu kita mencapai tujuan komunikasi
interpersonal yang kita lakukan dengan orang lain. Dengan
kompetensi, perilaku komunikasi kita akan sesuai dengan peraturan-
peraturan dalam KIP dan membantu mencapai tujuan komunikasi
D. Teknik konseling
1. Empati (emphaty) adalah kecakapan memahami perasaan dan
pengertian orang lain.
2. Perspektif sosial adalah kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan
perilaku yang diambil oleh orang yang kita ajak komunikasi.
3. Kepekaan (sensitivity) terhadap sesuatu hal dalam KIP.
4. Pengetahuan akan situasi pada saat melakukan KIP.
5. Memonitor diri adalah kemampuan menjaga ketepatan perilaku dan
pengungkapan komunikan.
6. Kecakapan dalam tingkah laku antara lain keterlibatan dalam
berinteraksi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Penggambaran berita buruk merupakan sebuah proses, bukan
kegiatan tinggi. Sepuluh langkah kaye memberikan model yang baik yang
dapat diterapkan untuk berbagai situasi ketidakpastian atau kesulitan
komunikasi.
Waktu dalam diagnosis, terapi, dan rekurensi penyakit dapat
berhubungan dengan morbiditas sosial dan psikologis, di mana banyak
dari hal ini vang tetap tidak diketahui oleh tenaga kesehatan, Pada
akhirnya akan terjadi keheningan karena semua orang mencoba untuk
melindungi pasien.
Adapun Penghalang untuk komunikasi yang baik: Kurangnya
waktu, Kurangnya privasi, Ketidakpastian, Malu, Kolusi,
Mempertahankan harapan, Kemarahan, Penyangkalan, Tidak di depan
anak-anak.
E.L Tolbert mendefinisikan konseling sebagai hubungan personal 4
mata antara dua individu, yakni antara konselor y6ang memiliki
kompetensi kusus dan telah membangaun hubungan untuk
mengembangkan situasi pembelajaran dengan konseling. Dalam hubungan
konseling, konselor membantu kesling mengenal diri sendiri pada saat ini
dan kemungkinan dimasa mendatangdengan harapan konseli dapat
menggunakan karakteristik dan nilai-nilai potensial dirinya untuk
menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan dimasa depan.

16
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian
hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai