Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR


MEKANIK

KEPERAWATAN KRITIS

Dosen Fasilitator : Dr.Linda Presti F S.Kep.Ners., M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 1
A'ang Fajar Rizki NIM 0119056B
Agus Suwandito NIM 0119057B
Anita Silvianah NIM 0119058B
Athirotul NIM 0119060B
Wardah
Cholik Junaidi NIM 0119061B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021

1
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain
kecuali yang telah ditulis kan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.

Jikadikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersediamendapatkan


sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

Lamongan, 02 Juli 2021

Nama NIM Tanda Tangan Mahasiswa


A'ang Fajar Rizki NIM 0119056B
Agus Suwandito NIM 0119057B
Anita Silvianah NIM 0119058B
Athirotul Wardah NIM 0119060B
Cholik Junaidi NIM 0119061B

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT,karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami berhasil menyelesaikan penulisan makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan
Kritis pada Pasien Dengan Ventilator Mekanik”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan
dari Ibu Dr.Linda Presti F S.Kep.Ners., M.Kes selaku fasilitator dalam materi yang dibahas
pada makalah ini. Dan tidak lupa anggota kelompok yang ikut serta dalam penyelesaian
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan wawasan serta


pengetahuan pembaca.

Lamongan, 02 Juli 2021

Penulis

DAFTAR ISI
Cover ............................... 1
LEMBAR PERNYATAAN ............................... 2
KATA PENGANTAR ............................... 3
DAFTAR ISI ............................... 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................... 5
B. Rumusan Masalah ............................... 5
C. Tujuan ............................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Ventilasi Mekanik Dan Ventilator ............................... 6
B. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik ............................... 6
C. Tujuan Ventilasi Mekanik ............................... 7
D. Indikasi Penggunaan Ventilator ............................... 7
E. Kriteria Pemasangan Ventilator ............................... 9
F. Klasifikasi ............................... 10
G. Mode Operasional ............................... 11
H. Penyapihan Ventilator ............................... 14
I. Komplikasi ............................... 15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ............................... 17
B. Diagnosa Keperawatan ............................... 20
C. Intervensi Keperawatan ............................... 20
D. Implementasi Keperawatan ............................... 24
E. Evaluasi Keperawatan ............................... 24
BAB IV PENUTUPAN
A. Simpulan ............................... 25
B. Saran ............................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................... 26

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalahan pada sistem respirasi menjadi hal yang utama dan penting
penanganannya. Saat otak dan tubuh tidak mendapatkan cukup okseigen, dapat
berdampak pada suatu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas hingga
hilangnya nyawa. Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang
untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal.
Tujuan utama pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk
mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan
kembali ke keadaan normal.
Dengan dibutuhkan ventilator bagi pasien di ruang ICU, maka perawat sebagai
tenaga profesional diharapakan tidak hanya dalam pengoperasiannya, namun juga
memberikan asuhan keperawatan kritis yang komprehensif bagi pasien dengan
ventilator.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana penjelasan mengenai ventilator mekanik?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kritis pasien dengan ventilator mekanik?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai ventilator mekanik.

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan kritis pasien dengan ventilator


mekanik

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI VENTILASI MEKANIK DAN VENTILATOR

Menurut Kamayani (2016) ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu


peralatan untuk memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer
dan alveoli untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru. Sedangkan
ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama.
Menurut Suleman, yang mengutip dari Brunner & Suddart (1996),
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.

B. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK

Menurut Muhammad dan Suleman, pada pernafasan spontan inspirasi terjadi


karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan
terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi
berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara
dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah
positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi
tekanan dalam rongga thorax paling positif.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus
digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier.
Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier
dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang
terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah
bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit
dilakukan penghisapan.

C. TUJUAN VENTILASI MEKANIK

Menurut Kamayani (2016), berdasarkan Urden, Stacy, Lough (2010), tujuan ventilasi
mekanik yaitu :
a. Tujuan fisiologis

 Membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan


oksigenasi arteri)
 Meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan
kapasitas residu fungsional)
 Mengurangi kerja pernafasan.
b. Tujuan klinis

 Mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut

 Mengurangi distress pernafasan

 Mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan

 Memberikan sedasi dan blokade neuromuskular

 Menurunkan konsumsi oksigen

 Mengurangi tekanan intrakranial

 Menstabilkan dinding dada


D. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILATOR

Menurut Kamayani (2016) yang mengutip dari Chulay & Burns (2006)
Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen noninvasif gagal untuk
memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang adekuat. Keputusan untuk
memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi
kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara
klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima
yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut merupakan
indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem (penurunan pH), maka
ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah
ini diindikasikan menggunakan ventilator mekanis.
a. Gagal Napas

Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun hipoksemia


yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator
mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator
mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat
berupa kerusakan (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot
pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:

1) Penyebab sentral:

a) Trauma kepala : Contusio cerebri

b) Radang otak : Encepalitis.


c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.

d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.

2) Penyebab perifer:

a) Kelainan Neuromuskuler:

b) Guillian Bare syndrom

c) Tetanus

d) Trauma servikal.

e) Obat pelemas otot.

f) Kelainan jalan napas.

g) Obstruksi jalan napas.

h) Asma broncheal.

i) Kelainan di paru.

j) Edema paru, atelektasis, ARDS

k) Kelainan tulang iga / thorak.

l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.

m) Kelainan jantung.

n) Kegagalan jantung kiri.

b. Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan


primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat
peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps.
Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga
beban kerja jantung juga berkurang
c. Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk
menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat


terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi
akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator
mekanik.
e. Kegagalan Ventilasi

1) Neuromuscular Disease

2) Central Nervous System disease

3) Depresi system saraf pusat

4) Musculosceletal disease

5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

f. Kegagalan pertukaran gas

1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik

2) Penyakit paru-gangguan difusi

3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch


E. KRITERIA PEMASANGAN VENTILATOR

 Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit

 Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg

 PaCO2 lebih dari 60 mmHg

 AADO2 (Gradien oksigen alveolar-arteri pertama dalam ventilasi mekanis sebagai


prediktor durasi intubasi pada sindrom gangguan pernapasan) dengan O2 100 %
hasilnya lebih dari 350 mmHg.
 Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

F. KLASIFIKASI

Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung


ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.

1. Ventilator Tekanan Negatif


Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke
dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan
terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia
gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang
kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
2. Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan


tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu :
a. Volume Cycled Ventilator.

Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti
bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru
pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
b. Pressure Cycled Ventilator

Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
c. Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio => I
(Inspirasi) : E (Ekspirasi ) = 1 : 2
G. MODE OPERASIONAL

Mode operasional ventilator terdiri dari 2 mode yaitu mode kontrol dan mode alarm.

a. Control mode (mode kontrol)

Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan


pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah
sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan
diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada
ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi.
Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri, bisa terjadi fighting
(tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat
dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode kontrol
adalah:
 CR (Controlled Respiration / Controlled Ventilation)

Menurut Kamayani (2016), Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien


menerima suatu antisipasi jumlah dan volume pernafasan setiap menit. Pada
mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada
frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan
upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan. Indikasi untuk
pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan,
trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa karena
obatobatan, penyakit neuromuskular.
 Assist Mode

Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT yang
telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan. Kesulitannya
buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi apnea model
ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Kamayani,2016)
 Model ACV (Assist Control Ventilation)

Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode yang
dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk
inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control mode)
dan mempreset kepada volume tidal. Secara klinis banyak digunakan pada
sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) (Kamayani, 2016).
 PEEP (Positive End-Expiratory pressure)

Mode yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan
tujuan untuk mencegah Atelektasis. Sewaktu akhir expiratory, airway pressure
tidak kembali ke titik nol. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan
yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. PEEP biasanya digunakan
bersamaan dengan mode lain seperti SIMV, ACV atau PS. Indikasi pada klien
yang menederita ARDS dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia
difus. Efek samping dapat menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan
penurunan curah jantung.
 Mode IMV (Intermitten Mandatory Ventilation) dan SIMV (Sincronized
Intermitten Mandatory Ventilation)
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan
nafas pasien itu sendiri. Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam
penggunaan model kontrol, klien dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas
spontan dilengkapi dengan mesin dan sewaktu-waktu diambil alih oleh
ventilador. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekuensi yang
di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi
sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada
ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga
pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV
diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal
sehingga masih memerlukan bantuan. SIMV dapat digunakan untuk ventilasi
dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu lelah dan efek barotrauma
minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung pada aktivasi
klien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume dan/atau frekuensi nafas
kurang adekuat
 Mode ASB / PSV : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Ventilation)
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang
masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya
dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak
diberikan.

 CPAP : (Continous Positive Air Pressure)

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Ventilator ini berkemampuan
untuk meningkatakan FRC. Biasanya digunakan untuk penyapihan ventilator.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-
otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
b. Alarm mode (mode alarm)

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk


mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume
rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap
dan harus dipasang dalam kondisi siap.

Menurut Suleman, untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat


empat parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle
ventilator, 4 variabel penting dalam ventilasi mekanik tersebut, yaitu :

 Frekuensi pernafasan permenit, yaitu jumlah berapa kali inspirasi di berikan


ventilator dalam 1 menit (10 – 12 bpm)
 Tidal volume, yaitu jumlah gas/udara yang di berikan ventilator selama inspirasi
dalam satuan ml/cc atau liter (5-10cc/kgBB)
 Konsentrasi oksigen (FiO2) yang diberikan pada inspirasi (21-100%), udara
kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan
biasanya dalam rentang 50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi
FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen (Kamayani, 2016).
 Positive end respiratory pressure / flow rate, yaitu kecepatan aliran gas atau
voleme gas yang dihantarkan permenit (liter/menit)

Pada klien dewasa, frekuensi ventilator diatur antara 12-15 x / menit. Tidal
volume istirahat 7 ml / kg BB, dengan ventilasi mekanik tidal volume yang digunakan
adalah 10-15 ml / kg BB. Untuk mengkompensasi dead space dan untuk
meminimalkan atelektase (Way, 1994 dikutip dari LeMone and Burke, 1996).

Jumlah oksigen ditentukan berdasarkan perubahan persentasi oksigen dalam gas.


Karena resiko keracunan oksigen dan fibrosis pulmonal maka FiO2 diatur dengan
level rendah. PO2 dan saturasi oksigen arteri digunakan untuk menentukan
konsentrasi oksigen. PEEP digunakan untuk mencegah kolaps alveoli dan untuk
meningkatkan difusi alveolikapiler. Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5
cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti sindrom
gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada
pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis gas
darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir
untuk melihat keefektivitasan ventilator. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh
tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang
ditujunkan oleh hasil analisa gas darah.

H. PENYAPIHAN DARI VENTILATOR

Menurut Kamayani (2016) melepaskan ventilator ke pernafasan spontan


(penyapihan) sering menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena
faktor fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien, perawat,
ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan pengurangan secara
bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan mengembalikan ke nafas spontan.
Penyapihan dimulai hanya setelah proses-proses dasar yang dibantu oleh ventilator
sudah terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam
tiga tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3)
oksigen. Menurut Muhammad, kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik :
o Tes penyapihan

 Kapasitas vital 10-15 cc / kg

 Volume tidal 4-5 cc / kg

 Ventilasi menit 6-10 l

 Frekuensi permenit < 20 permenit

o Pengaturan ventilator

 FiO2 < 50%

 Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0

o Gas darah arteri

 PaCO2 normal

 PaO2 60-70 mmHg


 PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki

o Selang Endotrakeal

 Posisi diatas karina pada foto Rontgen

 Ukuran : diameter 8.5 mm


o Nutrisi

 Kalori perhari 2000-2500 kal

 Waktu : 1 jam sebelum makan

o Jalan nafas

 Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)

 Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid

 Posisi : duduk, semi fowler

o Obat-obatan

 Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam

 Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam

o Emosi : Persiapan psikologis terhadap penyapihan

o Fisik : Stabil, istirahat terpenuhi.


I. KOMPLIKASI

o Pada paru

 Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara


vaskuler. Atelektasis/ kolaps alveoli diffuse
 Infeksi paru

 Keracunan oksigen

 Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.

 Aspirasi cairan lambung

 Tidak berfungsinya penggunaan ventilator

 Kerusakan jalan nafas bagian atas

o Pada sistem kardiovaskuler : hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan


menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada
pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
o Pada sistem saraf pusat

 Vasokonstriksi cerebral

 Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat
dari hiperventilasi.
 Oedema cerebral

 Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
 Peningkatan tekanan intra kranial
 Gangguan kesadaran

 Gangguan tidur.

o Pada sistem gastrointestinal

 Distensi lambung dan illeus

 Perdarahan lambung.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian Primer
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran. Pada survei primer, hal yang perlu dikaji
adalah:
a) Dangers

Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:

 Bagaimana kondisi saat itu

 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi

 Bagaimana mengatasinya

 Pastikan penolong selamat dari bahaya

 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar

 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri

b) Respons

Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :

 Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap


kejadian yang dialaminya
 Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat

 Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri

 Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri


Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang

 Tanyakan nama klien

 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum


 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit

c) Airway (Jalan Napas)

 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)

 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat

 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan


menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut

 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut

 Suctioning bila perlu

d) Breathing (Pernapasan)

Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas,
keteraturan nafas atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)

 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna

 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,


Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tanda-tanda syok : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus
arteri distal
2) Pengkajian Sekunder

Hal yang perlu dikaji, meliputi :

a) Disability

Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :

 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)

 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)

b) Eksposure

Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :

1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat ditemukan, Tingkat


kesadaran, Sikap umum, keluhan, Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:

a. Raut Muka

 Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain

 Ekspresi muka : tampak sesak, gelisah, kesakitan

 Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi, untuk memeriksa


nervus V, VII.
b. Bibir : terlihat biru / sianosis dan pucat.

c. Mata

 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae (perdarahan bawah kulit/


selaput lendir) pada endokarditis bacterial
 Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung kanan, penyakit hati,
dan lain-lain
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-abu di tepi
kornea ) berhubungan dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan tirotoksikosis
d. Pemeriksaan dada

Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar costae, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut

Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi

f. Pemeriksaan tulang belakang

Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot

g. Pemeriksaan pelvis/genetalia

Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia

h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah

Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak,


denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan

Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan tepat
dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar- benar
bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran
parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi
pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan.
perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
 Jenis ventilator

 Cara pengendalain (Controlled, Assist Control, dll)

 Pengaturan volume tidal dan frekunsi

 Pengaturan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)

 Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.

 Adanya air dalam selang,terlepas sambungan atau terlipatnya selang


 Humidifier

 Alarm

 PEEP

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi


perfusi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
napas, spasme jalan napas, dan disfungsi neuromuskuler.
4. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan

5. Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya


napas,hipersekresi jalan napas.
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi perfusi
Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan selama ... x.. jam maka pertukaran gas meningkat
dengan kriteria hasil :
 Dispnea meningkat (1)

 Bunyi napas tambahan meningkat (1)

 PCO2 dan PO2 membaik (5)

 pH arteri membaik (5)

 Takikardia membaik (5)


Intervensi :

(Observasi)

1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, upaya napas, pola napas dan adanya
sumbatan jalan napas
2. Auskultasi bunyi napas
3. Monitor saturasi oksigen, dan nilai AGD
(Teraupeutik)
4. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
5. Dokumentasikan hasil pemantauan
(Edukasi)
6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
7. Informasikan hasil pemantaua

Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat


pernafasan
Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan selama ... x.. jam maka pola napas membaik dengan
kriteria hasil :
 Dispnea menurun (5)

 Penggunaan otot bantu nafas menurun (5)

 Frekuensi napas mambaik (5)

 Kedalaman napas membaik (5)


 Intervensi :
(Observasi)

1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas


2. Monitor pola napas seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi
3. Monitor bunyi napas tambahan
4. Monitor adanya produksi sputum
(Teraupeutik)
5. Pertahankan kepatenan jalan napas
6. Berikan oksigen
7. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
(Kolaborasi)
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu

Diagnosa 3 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan napas, spasme jalan napas, dan disfungsi neuromuskuler.
Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan selama ... x.. jam maka bersihan jalan napas
meningkat dengan kriteria hasil :
 Produksi sputum meningkat (1)
 Mengi dan Wheezing meningkat (1)

 Frekuensi napas mambaik (5)

 Pola napas membaik (5)


 Intervensi :
(Observasi)

1. Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman, dan usaha napas)


2. Monitor bunyi napas
3. Monitor sputum
(Teraupeutik)
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Posisikan semifowler atau fowler
6. Lakukan suction kurang dari 15 detik
7. Berikan oksigen, jika perlu
(Edukasi)
8. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
9. Ajarkan teknik batuk efektif
(Kolaborasi)
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik

Diagnosa 4 : Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot


pernapasan

Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan selama ... x.. jam maka ventilasi spontan meningkat
dengan kriteria hasil :

 Volume tidal meningkat (1)

 Dispnea meningkat (1)

 PCO2 dan PO2 membaik (5)

 Penggunaan otot bantu napas meningkat (1)


Intervensi :

(Observasi)

1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas


2. Monitor status respirasi dan oksigenasi
(Teraupeutik)
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
5. Gunakan bag-valve mask jika perlu
(Edukasi)
6. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
7. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
8. Ajarkan teknik batuk efektif
(Kolaborasi)
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,jika perlu
Diagnosa 5 : Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan
upaya napas,hipersekresi jalan napas,.

Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan selama ... x.. jam maka penyapihan ventilator
meningkat dengan kriteria hasil :

 Kesinkronan bantuan ventilator meningkat (5)

 Agitasi meningkat (1)

 Frekuensi napas meningkat (5)

 Nilai gas darah arteri membaik (5)

 Penggunaan otot bantu napas meningkat (1)


Intervensi :
(Observasi)

1. Periksa kemampuan untuk disapih, meliputi hemodinamik stabil, kondisi


optimal,bebas infeksi
2. Monitor prediktor kemampuan untuk mentolerir penyapihan
3. Monitor tanda kelelahan otot pernapasan (misal kenaikan PaCO2
), hipoksemia, dan hipoksia jaringan saat penyapihan
4. Monitor status cairan dan elektrolit
(Teraupeutik)
5. Posisikan pasien semifowler
6. Lakukan penghisapan jalan napas atau fisioterapi dada jika perlu
7. Lakukan ujicoba penyapihan (30-120 menit dengan napas spontan yang
dibantu ventilator)
8. Hindari pemakaian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
9. Berikan dukungan psikologis
(Edukasi)
10. Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan
(Kolaborasi)
11. Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan napas dan
pertukaran gas

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan intervensi


yang telah dibuat. Tindakan yang sesuai dengan legal etik keperawatan dan SOP yang
telah ditentukan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN

Setelah dilakukan tindakan, perawat melakukan evaluasi dengan format SOAP


dengan melihat respon pasien dengan membandingkan kriteria hasil. Dan juga
dilakukan pendokumentasian lengkap meliputi nama perawat, tindakan yang
dilakukan, respon pasien, dan tanda tangan perawat. Evaluasi yang diinginkan sebagai
berikut :
 Tidak ada gangguan pertukaran gas

 Pola nafas efektif

 Bersihan jalan napas efektif

 Tidak ada gangguan ventilasi spontan

 Tidak ada gangguan penyapihan ventilator

 Tidak ada gangguan komunikasi verbal

 Tidak ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.


BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN

Ventilasi mekanik adalah suatu proses penggunaan peralatan untuk membantu


sesorang bernapas yang sudah tidak dapat bernapas secara mandiri atau spontan.
Alatnya dinamakan ventilator. Dalam mengindikasikan penggunaan ventilator
maupun saat penyapihan ventilator ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu mengenai kondisi sistem respirasi keseluruhan dari pasien.
Dalam asuhan keperawatan kritis pasien dengan ventilator mekanik melalui
beberapa tahapan yaitu pengkajian (primer, sekunder, dan peralatan), diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya gangguan
pertukaran gas, pola napas tidak efektif, bersihan jalan napas tidak efektif,
gangguan ventilasi spontan, gangguan penyapihan ventilator, gangguan
komunikasi verbal, dan ansietas.

B. SARAN

Bagi masyarakat, menjaga kesehatan tubuh selalu penting, salah satunya


kesehatan pada sistem respirasi. Apabila terjadi permasalahan dan menyebabkan
alveolus kolaps, maka penggunaan ventilator tidak dapat dihindari. Bagi petugas
kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan
nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan
tindakan risusitasi ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai
DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah Tutik. 2019. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilator 3. Website :


https://www.academia.edu/38149047/ASUHAN_KEPERAWATAN_PASIEN_
DENGA N_VENTILATOR_3_docx . Diakses 16 September 2020 pukul 21.21
WIB.

Jalang, Roland Epinafus . 2017. Laporan Pendahuluan Ventilator. Program Profesi Ners
STIKES Citra Husada Mandiri Kupang. Diposting oleh Mariia Nohos.
Website : https://www.academia.edu/33244351/AA_LP_Ventilator . Diakses
pada 17 September 2020 pukul 12.13 WIB.

Kamayani, Made Oka A. 2016. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana. Website :
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf23626
d0f09a6c 6e.pdf . Diakses pada 16 September 2020 pukul 21.19 WIB.

Suleman, Ibrahim. Askep Klien Dengan Ventilasi Mekanik. Website :


https://www.academia.edu/17631209/Askep_klien_dengan_ventilasi_mekanik .
Diakses pada 17 September 2020 pukul 11.45 WIB.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai