Disusun oleh :
Kelompok : I (Tingkat : 2A)
1. Anggit Dwi Prasetyo
2. Ade Amalia Windiastari
3. Dwi Ayu Mitasari
4. Dwi Rizqi Aris R
5. Eti Handayani
6. Ikke Septyagusti
7. Kholifah Ulfi Sanah
8. Mangesti Tri Handayani
9. Zakiyatun Nikmah
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
1
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Dewasa 2 yang berjudul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIKA dengan
tepat waktu tanpa halangan suatu apapun. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
wawasan dan informasi kepada pembaca.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Bapak Arif Rakhman, S. Kep,.Ns., M.A.N
3. Pihak lain yang telah mendukung sehingga terselesaikannya makalah ini
Bagaimanapun penulis telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya,
namun tidak ada kesempurnaan dalam karya manusia. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis
harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Mudah-mudahan sedikit yang penulis
sumbangkan ini akan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
2
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi................................................................................................................ 2
2.2 Etiologi................................................................................................................ 2
2.3 Manifestasi Klinis............................................................................................... 3
2.4 Patofisiologis ...................................................................................................... 4
2.5 Pathways............................................................................................................. 6
2.6 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................... 6
2.7 Komplikasi.......................................................................................................... 7
2.8 Penatalaksanaan (Medis & Keperawatan) .......................................................... 7
2.9 Jurnal Penelitian .................................................................................................. 8
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian ..................................................................................................... 11
3.2 Analisa Data .................................................................................................. 16
3.3 Prioritas Dx. Keperawatan ............................................................................ 16
3.4 Intervensi ....................................................................................................... 17
3.5 Implementasi dan Evaluasi ........................................................................... 18
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................................ 20
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................... 21
5.2 Saran............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 22
Lampiran ........................................................................................................................ 23
3
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1
2.1 Definisi
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regenerative. (Sudoyo, Aru W et al 2006)
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2009)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan
menahun pada hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi
sel hati sehingga Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (Arif Mansjoer, FKUI
2006)
2.2 Etiologi
Menurut (Soeparman, 2006), penyebab sirosis hepatis antara lain:
1. Malnutrisi
Keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat
juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan diantara pengambilan
makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan.
2. Alkohol
Salah satu jenis racun yang diproses dan dihancurkan hati, tapi alcohol dapat
merusak dan melukai sel-sel hati jika dikonsumsi secara berlebihan. Sirosis yang
disebabkan oleh ketergantungan pada minuman keras biasanya mulai berkembang
setelah kecanduan miras selama 10 tahun atau lebih. Namun, beberapa orang lebih
mudah mengalami kerusakan hati. Wanita juga lebih rentan terserang kerusakan organ
hati dibandingkan pria.
3. Virus hepatis
Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan hepatitis, adapun tipe hepatitis
yaitu hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, hepatitis E.
4. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
2
Gangguan genetic dimana tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dari makanan
yang menyebabkan tubuh kita mengalami zat besi. Kelebihan zat besi ini kemudian
disimpan dalam berbagai organ, terutama hati.
5. Zat toksik
Bahan apapun yang dapat memberikan efek yang berlawanan (merugikan). Racun
merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat
menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan yang secara tiba-tiba. Zat
toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen,
sianida) maupun biologis (bisa ular).
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati, (Shiff dan Tumen) :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu
baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh
jaringan parut.
2.4 Patofisiologi
3
Menurut (Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, 2003), patofisiologis penyakit sirosis
hepatis yaitu :
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun
asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati
dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada
individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal
tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali
lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 60 tahun.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang
sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan
baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-
organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri
4
superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan
tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk
varises atau temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan
perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25%
pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif
dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air
dan ekskresi kalium.
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut
sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia
yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati
dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan
pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
5
2.5 Pathways
Pembesaran Hati
Kegagalan parenkim hati Obstruksi Sirkulasi Portal Penumpukan cairan kaya protein
di rongga peritoneal
Mual-mual Hipertensi portal
Nafsu makan turun Asites
Inspeksi abdomen
Fenomena Hemoragik Penekanan diafragma
Edema
6
c. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan
menunjukkan prognosis jelek.
e. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
f. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA,
untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto
Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah
keganasan.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien Sirosis Hepatis didasarkan pada gejala yang ada. (Menurut
Brunner and Suddarth 1999 dan Soeparman 1996).
1. Medis
a. Antasid : Untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan perdarahan
gastroentestinal.
7
b. Vitamin & Suplemen nutrisi : Akan meningkatkan kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi klien.
c. Preparat diuretik : Mempertahankan kalium (spironolaktum) untuk mengurangi
ascites.
d. Preparat anti inflemasi ( Colchicine ) : Untuk mengobati gejala out.
e. Untuk pendarahan esofagus pemberian cairan dekstrose atau salin.Bila Hb dibawah
9 gr % dan transfusi darah secukupnya. Vasopresin 2 amp 0.1 gr dalam D5 %
selama 4 jam.
f. Pada klien esophalopati koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia, mengurangi protein berikan DH I. Aspirasi cairan pada lambung yang
mengalami pendarahan pada varises esopagus, dilakukan klisma untuik
mengurangi absorpsi bahan nitrogen dan pemberian dhipalae 2x2 sendok makan.
Pemberian neomisin peroral dan untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotik
(Ampisilin atau Sefalosporin ).
2. Keperawatan
a. Mendukung istirahat dan kenyamanan
b. Mendukung asupan nutrisi dengan pemasangan NGT
c. Mencegah infeksi
d. Mencegah perdarahan
e. Menganjurkan klien untuk menghentikan penggunaan alkohol, obat-obatan dan
merokok.
3. Diit
a. Diit asupan protein, kalori dan lemak ( DH II-IV ) bila ensephalopati protein
dikurangi (DH I ) natrium.
b. Diit rendah garam 0,5 /hari dan total cairan 1.5 1/hari.
8
PERAWATAN LONTARA 1 RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
2014
Tujuan :
Mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi alcohol dengan kejadian sirosis hepatis pada
pasien hepatic disorders di ruang perawatan lontara 1 RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar 2014
Metode :
Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif analitik non eksperimen dengan metode
pendekatan menggunakan rancangan Croos Sectinal, dimana hubungan alkohol dengan
kejadian sirosis hepatis diobservasi suatu saat (point time approach) artinya setiap
subjek/sampel penelitian diobservasi sekali saja.
Hasil :
Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Sampel :
a. Pada umur, hasil menunjukan umur terendah 30-39 sebanyak 7 orang (23,3%), dan
umur tertinggi 50-69 sebanyak 12 orang (40,0%).
b. Pada pendidikan, hasil menunjukkan pendidikan terendah SD sebanyak 12 orang
(40,0%), Dan pendidikan tertinggi SI sebanyak 2 orang (6,7%).
c. Pada pekerjaan, hasil menunjukan Pekerjaan tertinggi PNS sebanyak 2 orang (6,7%),
dan terendah Lain-lain sebanyak 21 orang (70,0%).
d. Pada hal kebiasaan konsumsi Alkohol, hasil menunjukkan bahwa untuk yang berat
jumlah 14 orang (46,7%) dan ringan jumlah 16 orang (53,3%).
e. Pada Penderita Hepatic Disorders, hasil menunjukkan bahwa dari 30 Penderita
Hepatic Disorders yang Sirosis berjumlah 18 orang (60,0%), dan bukan sebanyak 12
(40,0%).
Analisis Bivariat : digunakan analisis uji Chi Square untuk mengetahui adanya hubungan
kebiasaan konsumsi alcohol dengan kejadian sirosis hepatis pada pasien
hepatic disorders.
Hubungan Kebiasaan Konsumsi Alkohol Dengan kejadian Sirosis Hepatis Pada Pasien
Hepatic Disorders menunjukan bahwa dari 30 responden yang ditemukan, yang
menderita penyakit hepatic disorders dan memiliki kebiasaan konsumsi alkohol berat
yang mengalami sirosis sebanyak 14 orang (100,0%), di bandingkan yang memiliki
kebiasaan konsumsi alkohol ringan yang mengalami sirosis sebanyak 4 orang (25,0 %).
Pembahasan :
9
Hubungan Kebiasaan Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Sirosis Hepatis Pada Pasien
Hepatic Disorders Di Ruang Perawatan Lontara I RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Pada penelitian yang dilakukan (Jawi, et al, 2007). Mengenai pemberian alkohol akut
maupun kronis terhadap kadar SGOT dan SPGT menunjukan bahwa pemberian alkohol
akut dan alkohol kronis (selama 14 hari) tidak menimbulkan SGOT dan SGPT secara
bermakna. Kadar SOGT dan SGPT kelompok kontrol sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok alkohol akut dan kelompok alkohol kronis. Kadar SGOT dan SPGT
pada kelompok alkohol akut dan kelompok alkohol kronis hampir sama (p<0,05).
(Penelitian Jawi, et al. 2007), menunjukan bahwa pemberian alkohol akut maupun kronis
juga menyebabkan perubahan pada jaringn hati dan akan mengalami kerusakan.
Penelitian lain yang diberikan etanol diawali 10 gram /kg/hari kemudian dinaikkan
menjadi 16 gram/hari selama empat minggu, dengan intragastric infusion terjadi
kerusakan jaringan hati akibat oxidative stress (Nanji, et al, 2003).
Kesimpulan :
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi
alkohol berat/kronis dengan kejadian sirosis hepatis pada pasien hepatic disorders yakni
pengkonsumsi alkohol berat sebanyak 14 orang (46,7%), dibandingkan pengkonsumsi
alkohol ringan sebanyak 4 orang (25,0%), di Ruang Perawatan Lontara 1 RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Saran :
1. Perlunya kesadaran masyarakat agar tidak mengkonsumsi alkohol, karena dengan
mengkonsumsi alkohol akan menambah kerja orang tubuh terutama hati yang akan
mempengaruhi terjadinya penyakit hati dan jika tidak ditangani akan menjadi sirosis
hepatis
2. Perlunya dilakukan penyuluhan yang lebih
3. intensif dari aparat terkait mengenai hubungan alcohol dengan penyakit hati
(Sirosis),agar masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan sedini mungkin
sehingga angka morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis dapat diminimalisir.
10
BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS
KASUS
Seorang laki laki dewasa (55 tahun) datang dengan keluhan perut kembung, rasa tidak
enak, spider navi (+), asites (+), klien mengatakan malas untuk makan, klien waktu remaja
sering mengonsumsi alcohol dalam jangka waktu yang lama, lab : SGOT 48, SGPT 52, total
protein 9,1 , hasil USG didapatkan pembesaran hepar dan limpa.
3.1 Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. M
b. Tempat dan tanggal lahir : Klaten, 14 Maret 1969
c. Pendidikan terakhir : SD
d. Agama : Islam
e. Status perkawinan : Menikah
f. Tinggi Badan / Berat Badan : 155 cm/43 kg
g. Kesadaran : Composmentis
h. Keadaan umum : tampak lemah
i. Ciri ciri tubuh : Tinggi, kulit sawo matang
11
j. Alamat : Jl. Prayan No. 14, Jetis, Karang
Nongko, Klaten
k. Orang terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D
l. Hubungan dengan klien : Istri klien
m. Tanggal masuk RS : 19 September 2016
n. Diagnosa medis : Sirosis Hepatis
o. No. RM : 99.10.10
12
2. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh perutnya kembung dan rasa tidak enak.
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit klien merasakan perutnya kembung. Klien
menganggap kembungnya hanya karena masuk angin biasa, sehingga hanya diatasi
dengan meminum jamu anti masuk angin dan diolesi dengan minyak kayu putih. Dua
hari berikutnya perutnya dirasakan semakin tidak enak. Klien diperiksa ke puskesmas
terdekat dan dirujuk ke RSU untuk dirawat. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal
19 September 2019 didapatkan adanya asites, permukaan perut tampak tidak rata dan
membesar, terdapat spider navi, ada nyeri tekan di bagian hati dan limpa. Klien juga
mengatakan napsu makannya menurun.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Klien mengatakan sewaktu remaja sering mengonsumsi alkohol dalam jangka waktu
yang lama.
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ayah klien mempunyai riwayat penyakit hepatitis sewaktu masih hidup.
6. RIWAYAT LINGKUNGAN
Tipe tempat tinggal permanent dengan jumlah kamar ada 3. Jumlah orang yang
tinggal di rumah sebanyak 4 orang, dengan kondisi tempat tinggal penerangan cukup,
kebersihan dan kerapihan cukup, sirkulasi udara cukup,keadaan kamar mandi cukup
baik tidak terlalu tinggi dan tidak licin.
7. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Sebelum sakit klien beraktivitas dengan normal. Klien tidak mengetahui penyakit
yang diderita klien. Klien menganggap kembung yang dirasakan hanya sekedar
kembung biasa. Klien hanya pergi ke puskesmas terdekat saat sakit.
- Selama sakit klien mengurangi aktivitas, klien tidak menyukai keadaannya dan
berharap cepat sembuh.
b. Pola aktifitas dan latihan
- Sebelum sakit klien bekerja diperusahaan swasta. Klien jarang melakukan
kegiatan olah raga.
- Selama sakit klien lebih banyak istirahat.
13
d. Pola eliminasi
- Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsentrasi padat, bau khas dan
warnanya kuning kecoklatan. BAK 900 1000 cc/hari dengan warna kuning
pekat dan bau khas.
- Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, bau khas dan
warnanya kuning kecoklatan BAK 600 - 800 cc/hari dengan warna kuning pekat
dan bau khas.
e. Pola istirahat dan tidur
- Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari dan kadang tidur siang
selama 1 jam.
- Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan kadang-kadang sering terbangun. Tidur
siang 1-2 jam.
f. Pola kognitif persepsi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Pasien mengatakan ada
kembung diperut dan akan terasa nyeri jika perut ditekan.
g. Pola sensori visual
- Test tajam tumpul: dapat membedakan antara tajam dan tumpul
- Test panas dingin : dapat membedakan antara panas dan dingin
h. Pola toleransi dan koping terhadap stress
Apabila pasien ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.
i. Persepsi diri / konsep diri
Klien mengatakan pasrah dengan penyakit yang dideritanya.Klien berharap dapat
sembuh dan dapat menjalankan aktifitasnya dengan normal.
j. Pola seksual dan reproduksi
Pasien berjenis kelamin pria dan sudah menikah mempunyai 2 anak.
k. Pola nilai dan keyakinan
- Sebelum sakit klien selalu menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim
(shalat 5 waktu). Klien kurang mengetahui akan penyakitnya namun klien
percaya bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
- Selama sakit klien melaksanakan shalat 3 4 waktu dan sering berdoa
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Survey umum
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tanda tanda vital
- TD : 110/70 mmHg
- HR : 80 x/menit
- RR : 24 x/menit
-T : 36,50C
4. Antropometri
- TB : 155 cm
- BB : 43 kg
14
- IMT : 17,8
b. Kulit, rambut dan kuku
1. Kulit : Warna sawo matang, tekstur kasar, kering, turgor kembali dalam 4
detik, terdapat spider navi di perut, kulit agak kekuningan
2. Rambut : Hitam kemerahan, kasar, penyebaran merata, tampak pendek dan
lurus, dan bersih.
3. Kuku : warna transparan, bentuk cembung 160, dapat kembali dalam 1
detik setelah ditekan, tekstur halusdan tidak ada kotoran.
c. Kepala dan leher
1. Kepala : Bentuk bulat lonjong, posisi tegak lurus dengan bahu, tidak ada
benjolan dan lesi, dan bersih
2. Mata : sklera ikterik
3. Telinga : Simetris, serumen tidak ada, tidak ada gangguan pendengaran
4. Hidung : Simetris ka/ki, bersih, tidak ada gangguan penciuman
5. Mulut : Gigi utuh, kebersihan cukup baik, mukosa mulut kering, caries
tidak ada
6. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar teroid, kekakuan leher tidak ada
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
PEMERIKSAAN JUMLAH NORMAL
SGOT 48u/L 3-45 u/L
SGPT 52u/L 0-35 u/L
Protein 9,1 g/dL 6,3 - 7,9 g/dL
Kalium 5,63 mEg/l 3,6 5,6 mEq/l
Natrium 146 meq/l 137 145 mEq/l
Klorida 109 mEg/l 98 107 Eq/l
USG Terdapat hematomegali dan splenomegali
16
- Klien tampak lemah
- Makan habis porsi
17
ekspresi wajah menahan - Kolaborasi dengan mengurangi
nyeri dokter untuk nyeri
Comfort Level pemberian obat - Membantu
-menyatakan rasa analgetik dalam
nyaman setelah nyeri - Observasi reaksi mengidentifika
berkurang nonverbal dari si derajat
ketidaknyamanan ketidaknyaman
an
IMPLEMENTASI EVALUASI
DS : S:
1. Klien mengatakan perutnya masih terasa
1. Klien mengeluh perutnya terasa kembung. kembung
2. Klien mengatakan masih terasa nyeri ketika
2. Kien mengatakan nyeri karena perut perut kanan ditekan, skala nyeri 3 dan sudah
18
dapat melakukan teknik dapas dalam secara
membesar, terasa seperti ditekan, nyeri mandiri
menyebar pada daerah perut kanan atas 3. Klien mengatakan napsu makan mulai
dengan skala 5 dan terasa saat ditekan pada meningkat dan bisa menghabiskan porsi
daerah perut atas
O:
3. Klien mengatakan napsu makan menurun 1. Asites (+)
dan makan habis porsi 2. Klien masih tampak menyeringai, klien
sudah dapat melakukan teknik napas dalam
DO : secara mandiri
3. BB 44 kg, TB 155 cm, IMT 18,3, klien
1. Asites (+), perut tampak besar, Ka 5,63 makan habis porsi
mEg/l (normalnya : 3,6 5,6 mEq/l), Na
146 meq/l (normalnya : 137 145 mEq/l), A:
Cl 109 mEg/l (normalnya : 98 107 Eq/l) 1. kelebihan volume caian (+)
2. nyeri (+)
2. Klien tampak menyeringai saat ditekan 3. ketidakseimbangan nutrisi kurang dati
pada daerah perut dan tampak membesar, kebutuhan tubuh (+)
terdapat hepatomegali dan splenomegaly
TINDAKAN
1.1 Awasi tekanan darah setiap 3 jam sekali.
1.2 Batasi natrium dan air: diet TKRP RG dan
minum 700 cc/24 jam.
1.3 Kolaborasi therapi diuretik.
2.1 Melakukan pengkajian nyeri secara TTD PERAWAT
komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2.2 Mengajarkan teknik nonfarmakologi
(relaksasi dengan napas dalam)
2.3 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat analgetik
3.1 Memberikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi bagi tubuh
3.2 Memberikan makanan kesukaan pasien
dengan pertimbangan ahli gizi
3.3 Memberikan makanan dengan porsi sedikit
19
tapi sering
3.4 Memberikan suplemen nutrisi
RTL :
1.1 awasi tekanan darahs etiap 3 jam
1.2 kolaborasi pemberian terapi diuretic
2.1 ulangi pengkajian nyeri secara komprehensif
2.2 kolborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik
3.1 berikan suplemen nutrisi yang bisa
menambah napsu makan pasien
20
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam teori sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi
peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis
dan obstruksi saluran empedu. Alkohol penyebab paling umum dari sirosis. Manifestasi pada
sirosis hepatis, yaitu: Pembesaran hati, varises gastrointestinal, Edema, Obstruksi portal dan
asites, Defisiensi vitamin dan anemia, Kemunduran mental, Mual, muntah, anoreksia dan
berat badan turun, Diare, Kelemahan otot dan perasaan cepat lelah. Diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien dengan sirosis hepatis adalah : perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh, perubahan volume cairan: kelebihan dari kebutuhan tubuh, resiko, kerusakan integritas
kulit, gangguan harga diri/citra tubuh.
Dalam kasus pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan perut kembung, rasa tidak
enal, klien merasa lemas, pucat.dari hasil anamnesa klien pernah minum alkohol sewaktu
remaja dan berlangsung cukup lama. spider navi (+), asites (+), Mual, muntah (+).
Pada dasarnya teori dan kasus tidak ada kesenjangan diagnosa yang ditemukanpun tidak
jauh berbeda dengan teori. Intervensi yang disusunpun tidak jauh berbeda dengan teori.
Namun diagnosa utama antara teori dan kasus memiliki perbedaan. Pada teori diagnosa
utamanya adalah perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh sedangkan pada kasus yang
menjadi diagnosa utama adalah: perubahan volume cairan: kelebihan dari kebutuhan tubuh
alasannya karena yang dikeluhkan pasien adalah output urine yang kurang sedangkan intake
nya banyak.
21
BAB 5
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Saluran pencernaan adalah bagian tubuh yang sering mendapat keluhan saat
mengonsumsi makanan. Saluran cerna ini berfungsi untuk menyerap nutrisi dalam
makanan dan mengeluarkan bagian makanan yang tak diserap dari tubuh. Saat saluran
cerna tidak bekerja dengan optimal, maka akan terjadi gangguan pada system
pencernaan.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorik arsitek
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi itu dapat
berukuran kecil (mikronocular ) dan besar (makronocular) sirosis dapat mengganggu
sirkulasi darah intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan
fungsi hati yang secara bertahap. (price dan Wilson 2002)
3.2 Saran
1. Dengan mengetahui gejala-gejala awal sirosis hepatis kita dapat mengantisipasi dari
awal jka terjadi tanda-tanda gangguan system pencernaan pada pasien ataupun orang
terdekat kita.
2. Dengan mengetahui penyebab-penyebab sirosis hepatis maka kita dapat mencegah
lebih awal sebelum terjadinya penyakit yang lebih parah.
22
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2009). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Arif Mansjoer. (2006). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2003). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. (Ed 6). Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Brunner, Suddarth. (1999). Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Sudoyo, Aru W et al. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Http://lolapitriyani.wordpress.com/2014/03/15/makalah-cirrohiss-hepatis-atau-sirosis-hati/
23
Lampiran 1
ABSTRAK
Pada tahun 2003 prevalensi sirosis hati di Indonesia adalah 1-2,4%. Laporan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Desember 2008
menyatakan Sulawesi Selatan preverensi pengkonsumsi alkohol adalah sebanyak 32,9% , dan
data yang pada tahun 2014 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar preverensi
pengkonsumsi alkohol sebanyak 30 orang. Mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi
alcohol dengan kejadian sirosis hepatis pada pasien hepatic disorders di Ruang Perawatan
Lontara 1 RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar 2014.
Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai tanggal
11 sampai 11 April 2014 dengan menggunakan desain Deskriptif analitik non eksperimen,
dengan metode pendekatan mengunakan rancangan Croos Sectional, pengambilan sampel
mengunakan metode Nonprobaliti Sampling dengan teknik accidential sampling pada
pasien di ruang perawatan lontara 1 RSUP Dr. Wahidin Sudiorhusodo Makassar dengan
jumlah sampel 30 responden. Data dianalisis secara statistik dengan uji Chi Square dengan
tingkat signifikan < 0,05.
Hasil penelitian menunjukan dari 30 responden penderita Hepatic Disorders yang
memiliki kebiasaan konsumsi alkohol berat atau ringan sebanyak 18 orang mengalami sirosis
hepatis. Penguji hipotesis mengunakan analisis statistik uji chi square pada tingkat
kemaknaan 0,05 diperoleh adanya hubungan antara kebiasaan konsusmi alkohol berat/kronis
dengan kejadian sirosis hepatis karena nilai p (0,000) <0,05.
Perlu ada pembinaan dan penyuluhan tentang dampak buruk dari kebisaan konsumsi
alkohol apakah itu akut atau kronik, perlu menjaga kesehatan dan menghindari dari kebiasaan
buruk konsumsi alkohol sehingga dapat menikmati kesehatan dan hidup yang sejahtera.
24
PENDAHULUAN
Penyalahgunaan alkohol telah menjadi masalah pada hampir setiap negara di seluruh
dunia. Menurut (WHO, 2011). Diperkirakan sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal
setiap tahunnya akibat penyalahgunaan alkohol. Salah satu penyakit yang terjadi akibat
kebiasaan konsumsi alcohol adalah Sirosis Hepatis. Data Word Health Organizatin (WHO)
menunjukan jumlah penderita sirosis di Dunia pada 2000 mencapai 170 juta orang atau tiga
persen dari penduduk dunia. Menurut Paulus, sirosis kini menjadi ancaman serius karena
prevalensi terus meningkat. Jumlah itu terus bertambah tiga jutaan sampai empat jutaan
pasien setiap tahun. Jumlah alkohol yang dikonsumsi di prancis telah melonjat tinggi. Prancis
termasuk dalam 20 besar Negara dengan konsumsi alcohol terbanyak didunia.
Data statistik di prancis angka kematian yang disebabkan oleh alkohol berkisar sekitar 12.000
orang pertahun. Lima juta orang mengalami hidup yang bermasalah baik dari segi kesehatan
maupun kehidupan sosial akibat pengunaan alkohol (Hartati Nurwijaya, 2009). Menurut
institute Nasional statistic dan ekonomi (Istitut National de la Staistique et des etydes
ekonemigues), tahun 2008, rata-rata orang mengkonsumsi alkohol sekitar 13% perbulan atau
setara dengan tiga gelas. Seringnya muncul pemberitaan tentang tata niaga miras (minuman
keras) setidaknya merupakan indikasi bahwa minuman beralkohol banyak dikomsumsi oleh
masyarakat Indonesia (Pribadi, 2008). Sedangkan pada 2003 prevalensi sirosis hati di
Indonesia adalah 1 - 2,4%. Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI Desember 2008 menyatakan bahwa Sumatra Utara prevalensi
komsumsi alkohol 12 bulan terakhir adalah 6,1%, prevelensi konsumsi alkohol satu bulan
terakhir adalah 71,9%. Sedangkan di Tapinuli Utara prevalensi konsumsi alkohol 12 bulan
terakhir adalah 17,8%, prevalensi satu bulan terakhir adalah 78,2%. Perilaku minum alkohol
pada umur 15-24 tahun di Sumatra Utara dalam 12 bulan terakhir adalah 4,5%, konsumsi
alkohol satu bulan akhir adalah 67,0%. sementara di Sulawesi Selatan reverensi
Pengkonsumsi alkohol adalah 32,9% Berdasarkan daerah, di Sumatra Utara prevalensi
peminum alkohol 12 bulan akhir adalah lebih tinggi pada pedesaan sebesar 7,7%, konsumsi
alkohol satu bulan akhir adalah 71,6%, (Depkes RI, 2008). Secara medis, kematian akan
didapatkan seseorang jika kadar alkohol dalam darahnya sudah mencapai 400 mg/dL.
(Budiman, 2009)
Alkohol yang biasa dijumpai di dalam minuman keras adalah ethyl alcohol atau disebut juga
J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008
25
etanol, dengan rumus kimia C2H5OH, namun biasanya lebih sering disebut sebagai alkohol
saja. Jenis senyawa alcohol lainya adalah metanol, ropanol, butanol, dan lain-lain. Metanol
atau methyl alcohol digunakan sebagai bahan bakar (spiritus) dan dapat menyebabkan
kebutaan. Propanol atau propyl alcohol digunakan sebagai bahan pembersih, elektronik, CD,
monitor dan lain-lain. Sedangkan butanol atau buthyl alcohol juga digunakan sebagai bahan
bakar (Hartati Nurwijaya, 2009). Alkohol merupakan substansi yang paling banyak
digunakan di dunia, dan tidak ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dalam ilmu
kimia, alkohol (atau alkanol) adalah nama yang umum untuk senyawa organik yang memiliki
gugusan hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom
hidrogen dan/atom karbon lain (Hartati Nurwijaya, 2009). Di Ruang Perawatan Lontara 1
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tercatat jumlah pasien dengan sirosis hepatis
ditemukan data sebesar 128 orang pasien yang dirawat selama 2012 dan 83 kasus. Dari data
awal yang telah didapat dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan banyaknya
kematian akibat alkohol dan penyalahgunaanya dan berdampak pada kelainan sebagian organ
terkusus pada sirosis hepatis maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Hubungan kebiasaan Konsumsi Alkohol Dengan Terjadinya Sirosis Hepatis Pada Pasien
Hepatic Desolders Di Ruang Perawatan Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif analitik non eksperimen dengan
metode pendekatan menggunakan rancangan Croos Sectinal, dimana hubungan alkohol
dengan kejadian sirosis hepatis diobservasi suatu saat (point time approach) artinya setiap
subjek/sampel penelitian diobservasi sekali saja.
HASIL dan PEMBAHASAN
Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur Di Ruang Perawatan
Lontara I RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Sumber : Data primer, 2014
Umur (Tahun) n %
30-39 7 23,3
40-49 11 36.7
50-69 12 40,0
Jumlah 30 100,0
J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008
26
Tabel menunjukkan umur terendah 30-39 sebanyak 7 orang (23,3%), dan umur tertinggi 50-
69 sebanyak 12 orang (40,0%).
Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pendidikan Di Ruang Perawatan Lontara I
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Pendidikan n %
SD 12 40,0
SLTP 8 26,7
SLTA 8 26,7
S1 2 6,7
Jumlah 30 21,0
27
Tabel menunjukkan bahwa dari 30 Penderita Hepatic Disorders yang Sirosis berjumlah 18
orang (60,0%), dan bukan sebanyak 12 (40,0%).
Analisis Bivariat
Analisa bivariat yang digunakan adalah analisis uji Chi Square untuk mengetahui
adanya hubungan kebiasaan konsumsi alcohol dengan kejadian sirosis hepatis pada pasien
hepatic disorders.
a. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Alkohol Dengan kejadian Sirosis Hepatis Pada
Pasien Hepatic Disorders di Ruang Perawatan Lontara I RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar
PEMBAHASAN
1. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Sirosis Hepatis Pada Pasien
Hepatic Disorders Di Ruang Perawatan Lontara I RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Konsumsi etanol dalam jumlah yang besar dan terus menerus (peminum) dapat
merusak sel hati hepatosit yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit hati
J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008
seperti sirosis hati (Pospos, 2002).
Selain radikal hidroksietil pada peminum alkohol kronis terjadi peningkatan radikal bebas
lain yang sumbernya belum jelas. Diperkirakan sumber dari radikal bebas tersebut adalah
28
xanthin okxidase dan NADPH sebab penghambatan enzim tersebut dapat menurunkan
produksi radikal bebas pada tikus yang diberikan etanol (Kono, et al, 2001).
Pada penelitian yang dilakukan (Jawi, et al, 2007). Mengenai pemberian alkohol akut
maupun kronis terhadap kadar SGOT dan SPGT menunjukan bahwa pemberian alkohol
akut dan alkohol kronis (selama 14 hari) tidak menimbulkan SGOT dan SGPT secara
bermakna. Kadar SOGT dan SGPT kelompok kontrol sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok alkohol akut dan kelompok alkohol kronis. Kadar SGOT dan SPGT
pada kelompok alkohol akut dan kelompok alkohol kronis hampir sama (p<0,05).
(Penelitian Jawi, et al. 2007), menunjukan bahwa pemberian alkohol akut maupun kronis
juga menyebabkan perubahan pada jaringn hati dan akan mengalami kerusakan. Penelitian
lain yang diberikan etanol diawali 10 gram /kg/hari kemudian dinaikkan menjadi 16
gram/hari selama empat minggu, dengan intragastric infusion terjadi kerusakan jaringan
hati akibat oxidative stress (Nanji, et al, 2003).
Pada penelitian Ni Made Suaniti dkk, konsumsi alkohol secara terus menerus dapat
mengakibatkan penyakit hati alkoholoik yang dapat diketahui lebih awal dengan
penentuan biomarker-biomarker dari alkohol. Salah satunya adalah enzim yang digunakan
untuk mengoksidasi etanol adalah ALDH. Pada sampel serum tikus Wister yang diambil
setelah 6 jam konsumsi alkohol akut 5% mengandung ladar ALDH sebesar 117,15 dan
setelah 24 jam konsumsi alkohol kadar ALDH sebesar 108,14% terjadi peningkatan Kadar
ALDH dibanding yang tidak diberikan alkohol. Konsumsi alkohol kronis atau berat
berkaitan erta dengan gangguan organ diantaranya hepatitis alkoholik, fatty liver, dan
yang paling sering mengakibatkan kematian adalah komplikasi akibat sirosis hepatis yang
15-20% terjadi pada orang-orang alkoholik kronis, (Hendri Halim, 2006). Alkohol
menyebabkan cedera hepar melalui berbagai mekanisme, seperti energy seluler dari jalur
metabolic esensial, metabolism lemak, menyebabkan penurunan ekuivalen berlebihan
didalam hati, terutama sebagai NADH. Produksi NADH yang berlebihan inilah
nampaknya yang mendasari sejumlah gangguan metabolism yang menyertai alkoholisme
berat atau kronis, (Katzung, 2001).
29
1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 30 orang pasien hepatic disorders memiliki
kebiasaan mengkonsumsi alkohol di Ruang Perawatan Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar
2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 30 orang penderita hepatic disorders yang
menderita sirosis hepatis sebanyak 18 orang (60,0%), di Ruang Perawatan Lontara 1
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara kebiasaan konsumsi
alkohol berat/kronis dengan kejadian sirosis hepatis pada pasien hepatic disorders
yakni pengkonsumsi alkohol berat sebanyak 14 orang (46,7%), dibandingkan
pengkonsumsi alkohol ringan sebanyak 4 orang (25,0%), di Ruang Perawatan Lontara
1 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Saran
4. Perlunya kesadaran masyarakat agar tidak mengkonsumsi alkohol, karena dengan
mengkonsumsi alkohol akan menambah kerja orang tubuh terutama hati yang akan
mempengaruhi terjadinya penyakit hati dan jika tidak ditangani akan menjadi sirosis
hepatis
5. Perlunya dilakukan penyuluhan yang lebih
6. intensif dari aparat terkait mengenai hubungan alcohol dengan penyakit hati
(Sirosis),agar masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan sedini mungkin
sehingga angka morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul. 2012. Kebiasaan Konsumsi Minuman Keras Sebagai Perilaku Remaja
Menyimpang Studi Kasus Trehadap Mahasiswa Universitas Trunojo Madura. Diakses
tanggal 14 Januari 2014.
Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar ISKESDAS Indonesia, (online),
http://ejournal.litbang.depkes.go.id./index.Php/bkp/articel/download/47/158.
Diakses Tanggal 15 Januari 2014
Esse Puji, Syatriani, S.dkk. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi 10. Stik Makassar
Fleming M. Dkk, 2007. Etanol Dasar Farmakologi Terapi : Jakarta : EGC
J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 1 Bulan Januari 2008
Hidayat Alimul A, 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknin Analisis Data. Salemba
Medika, Jakarta. Hadi, S. 2002. Gastroenterologi, Penerbit Albumun Bandung, Bandung
Hartati Nurwijaya & Ikawati Zullies Dkk, 2009. Bahaya Alkohol Dan Mencegah
Kecanduanya. PT. Elex Media Komputindo, KOMPAS GRAMEDIA Jakarta
30
Hendri, Halim. Dkk, 2006. Pemberina Alkohol Peroral Secara Kronis Menurunkan
Kepadatan Sel Granula Cerebellum Pada Tikus Putih. Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Madah, Yogyakarta.
Ira Oktaviana, 2012. Aspek farmakokinetik Klinik Obat-Obatan Yang Digunakan Pada
Pasien Sirosis Hati. Di Bangsal Interne RSUP. DR. M Jami Padang. Diakses
Tanggal 14 Januari 2014
Jawi IM, Sutirta-Yasa WP, Saputra H, 2007. Gambaran Histologi Hepar Serta Kadar SGOT
& SGPT Darah Mencit Yang Diberikan Alkohol Secara Akut Dan Kronis. Dexa
Media 1 (20): 23-26.
Katzung, Bertram G.2001. farmakologi Dasar Dan Klinik. Buku II Jakarta : Salemba
Medika.
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Interpretasi Data klinik Kono H, Rusyn I, Uesung T, 2001.
Piphenyleneiodonium Sulfate An Nadph Oxidase Inhibitor Prevents Early Alcohol-Induced
Livets Injuty In The Rat. AJP-Gastrointestinal And Liver Physiology 280 : G1005-G1012
31