Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA YANG TERPASANG
VENTILATOR MEKANIK DI RUANG ICU RSUD
Dr. R. SOEDJONO SELONG

Disusun Guna Memenuhi Tugas : Keperawatan Kritis


Fasilitator : Ns. Hikmah Lia Basuni., M.Kep

Harindah
NIM. 113118008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan peraktik klinik Keperawatan Kritis. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis yang diampu oleh Ns. Hikmah
Lia Basuni., M.Kep.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga makalah ini selesai sesuai dengan waktunya. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen mata kuliah
Keperawatan Keluarga yang penyusun sangat harapkan, guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan
datang.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang


ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan. Penyusun juga mengharapkan
laporan ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.

Lombok Timur, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................................3
A. Konsep Ventilator Mekanik..........................................................................3
1. Definisi Ventilator Mekanik…………………………………………….3

2. Klasifikasi Ventilator…………………………………………...………3

3. Gambaran dan Pengesetan Volume Ventilator Mekanik………….……6

4. Indikasi Ventilator Mekanik………………………………………….....7

5. Komplikasi Ventilator Mekanik………………………………………...7

B. Konsep Penyakit Pneumonia......................................................................10


1. Definisi………………………………………………………………...10

2. Klasifikasi………………………………...…………………………...11

3. Etiologi………………………………………………………………...11

4. Manifestasi Klinik……………………………………………………..12

5. Patofisiologi…………………………………………………………...12

6. Komplikasi…………………………………………………………….13

7. Penatalaksanaan……………………………………………………….13

8. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………….14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................16


BAB IV PENUTUP...............................................................................................26
A. Kesimpulan.................................................................................................26

ii
B. Saran............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh
hampir semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu
harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan
teknologi, agar dapat beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini
juga berlaku untuk profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di
ruang perawatan intensif (intensif care unit/ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-
pasien yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan
hidup mereka, diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe
pump, dll. Dengan adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama
perawat yang ada di ruang perawatan kritis, seharusnya menguasai dan
mampu menggunakan teknologi yang  sesuai dengan mesin-mesin tersebut,
karena perawat yang akan selalu ada di sisi pasien selama 24 jam.
Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua
proses yaitu transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi 
teknologi keperawatan. Tranfer  teknologi adalah pengalihan teknologi yang
mengacu pada tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya
dilakukan oleh satu kelompok profesional kepada kelompok yang lain.
Sedangkan transform (perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan
teknologi medis menjadi bagian dari teknologi keperawatan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan yang diberikan dan hasil yang akan
dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator
merupakan teknologi medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan
kemudian ditransform oleh keperawatan sehingga menjadi bagian dari
keperawatan. Perawat pemula yang pengetahuan dan pengalaman
teknologinya masih kurang akan menganggap ventilator sebagai beban kerja
tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan monitoring dan merekam
2

hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat yang sudah berpengalaman


akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai bagian dari
keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien
di ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya (Hutapea dkk, 2022). Hal tersebut tentu saja akan
menghemat tenaga, dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk
dikerjakan serta diatur. Misalnya perawat yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan mengenai mesin ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu
perawat menghemat tenaganya dalam mengawasi pernafasan pasien, karena
tugasnya mengawasi secara langsung keadaan pasien sudah dilakukan oleh
mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1
orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga sama-sama
menggunakan mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan  teknologi
menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Alat
Bantu Ventilasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi bantuan ventilasi.
b. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis bantuan ventilasi.
c. Mahasiswa mengetahui setting ventilator.
d. Mahasiswa mengetahui indikasi klien yang mendapat bantuan
ventilator.
e. Mahasiswa mengetahui komplikasi klien yang terpasang ventilasi.
f. Mahasiswa mengetahui peran perawat pada klien dengan ventilator
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Ventilator Mekanik

1. Definisi Ventilator Mekanik

Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau


positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
selama waktu yang lama (Brunner and Suddarth, 2001).

Merawat pasien pada ventilator mekanis telah menjadi bagian


integral dari asuhan keperawatan di unit perawatan kritis, di unit medikal
bedah umum, di fasilitas perawatan yang luas, dan bahkan di rumah.
Perawat, dokter, dan ahli terapis pernapasan harus mengerti masing-
masing kebutuhan pernapasan spesifik pasien dan bekerja bersama untuk
membuat tujuan yang realistis. Rumusan penting untuk hasil pasien yang
positf termasuk memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanis dan
perawatan yang dibutuhkan dari pasien, juga komunikasi terbuka diantara
tim perawatan kesehatan tentang tujuan terapi, rencana penyapihan
(weaning), dan toleransi pasien terhadap perubahan dalam pengesetan
ventilator.

2. Klasifikasi Ventilator Mekanik

Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator


diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua
kategori umum adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.

Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah


ventilator tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk
klasifikasi metoda fase inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus
dan volume-bersiklus).
4

1. Ventilator Tekanan Negatif


Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada
dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga
memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini
serupa dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama
pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral
amiotrofik, dan miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan
perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan
tidak membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini
digunakan paling sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan
borderline akibat penyakit neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini
sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa
jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest
cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik
tekanan negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah
digunakan secara luas selama epidemik polio pada masa lalu dan
sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang selamat dari penyakit polio
dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell).
Kedua alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku
untuk menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen.
Karena masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran
sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada
pasien tertentu.
2. Ventilator Tekanan Positif
5

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan


mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan
mekanisme di bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah
sakit dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif,
yaitu:
a. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif
yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai.
Dengan kata lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan aliran udara
sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai,
dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan ventilator
jenis ini adalah bahwa  volume udara atau oksigen dapat beagam
sejalan dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas
pasien. Akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah
volume tidal yang dikirimkan dan kemungkinan mengganggu
ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan-
bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek di
ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini
adalah mesin IPPB.
b. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan
inspirasi setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima
pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara.
Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang
menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni
jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada
neonatus dan bayi.
6

c. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator
tekanan-positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan
ventilator jenis ini, volume udara yang akan dikirimkan pada setiap
inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi
secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang
dikirimkan oleh ventilator secara relatif konstan, sehingga
memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan
nafas beragam.
3. Gambaran dan Pengesetan Volume Ventilator Mekanik
 Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa
nyaman dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal
dari dinamik kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator
disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi
dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
       Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15
ml/kg).
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah
untuk mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini
dapat diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada
hasil pemeriksaan gas darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan
frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
7

6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida


(PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh
dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking”
ventilator karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan
ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
4. Indikasi Ventilator Mekanik
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten
(penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan.
Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau abdomen, takar lajak
obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma multipel,
syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya dapat mengarah pada
gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis. Kriteria untuk ventilasi
mekanis berfungsi sebagai pedoman dalam membuat keputusan untuk
menempatkan pasien pada ventilator. Pasien dengan apnea yang tidak
cepat pulih juga merupakan kandidat untuk ventilasi mekanis.

5. Komplikasi Ventilator Mekanik


Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi,
keterampilan dan asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat
terjadi dengan terapi ventilator ini adalah:
1. Komplikasi pada jalan nafas

Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi.


Kita dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan
mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang, dan
melakukan penghisapan oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila
resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus
diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi
8

lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA


meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein
pada kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien
sendiri dengan aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain
itu self-extubation dengan manset masih mengembang dapat
menimbulkan kerusakan pita suara.
Proseur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh
komplikasi intubasi meliputi:
a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b. Intubasibatangutama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang,
meningkatkan laju mortalita
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia
Pseudomonas
sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan
potensial
dari alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal

Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat


dapat terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring,
orifisium ke telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis
media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau
terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan
telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi
lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan
manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset
kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia
telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih
20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan
paskaekstubasi dapat terjadi.
9

3. Masalah Mekanis

Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4


jam ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT
tidak adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset,
selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya
disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme
berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui
kelebihan ventilasi mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori
dan karena ventilasi mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau
hipoksemia. Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi
mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai
GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida
tinggi.
4. Barotrauma

Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam


dada, menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP
ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui
ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus
atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada
daerah yang sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan
tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada
auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.
Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal.
Kemungkinan paling menonjol menyebabkan hipotensi dan
bradikardi yang menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis.
Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum,
intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber
10

tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual,


memberikan pasien pernafasan cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.

Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila


pasien pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya
kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain
itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat meliputi gelisah yang
tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat,
lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan
meningkatkan cairan untuk memperbaiki hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh


regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini
merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofise posterior.
Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urine
melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-
angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik
tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan
dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial.

B. Konsep Penyakit Pneumonia

1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi yang umum ditemukan di komunitas


(Community Acquired Pneumonia, CAP) dan rumah sakit (Hospital
Acquired Pneumonia, HAP). Kasus ini dihadapi oleh perawat keperawatan
kritis ketika infeksi tersebut memperberat kondisi penyakit yang serius
atau menyebabkan gawat napas (Morton dkk, 2014).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat.
11

Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami


konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli menjadi
terhambat dan tidak berfungsi makasimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri,
2009).
Ventilator-associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi
pernafasan yang beresiko untuk terjadi pada pasien yang di rawat di ICU
yang terpasang selang trakeal dan/atau ventilator (Rahmiati & Kurniawan,
2013).
2. Klasifikasi
Menurut Ward dkk (2008), klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut :
1) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia, CAP) yaitu infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam
setelah dirawat dieumah sakit pada pasien yang belum pernah
dirawat di rumah sakit selama >14 hari.
2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) yaitu setiap
infeksi LRT yang berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah
sakit.
3) Pneumonia aspirasi/anaeorob yaitu infeksi oleh bakteroid dan
organisme anaerob lain setelah aspirasi isi orofaringeal (misalnya
CVA).
4) Pneumonia oportunistik yaitu pasien dengan penekanan sistem imun
(misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh
virus, jamur, dan mikrobakteri selain organisme bakterial lain.
5) Pneumonia rekuren yaitu disebabkan oleh organisme aerob dan
anaeorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkiektasis.
3. Etiologi
Menurut Morton dkk (2014), penyebab penyakit pneumonia adalah
sebagai berikut :
1) Pneumonia yang didapat dari komunitas antara lain usia <2 tahun atau
>65 tahun, merokok, penyalahgunaan alkohol, komorbiditas: penyakit
12

paru, penyakit kardiovaskular, penyakit hepar, penyakit ginjal,


penyakit sistem saraf pusat.
2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
a) Terkait pajemu: pertambahan usia, perubahan tingkat kesadaran,
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), penyakit berat, malnutrisi,
karang gigi, rauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada,
merokok.
b) Terkait Pengobatan: ventilasi mekanis, reintubasi atau ekstubasi
sendiri, bronkoskopi, selang nasogatrik dan pemberian makanan
enteral, adanya alat pemantau tekanan intrakranial (TIK), terapi
antibiotik sebelumnya, pembedahan kepala, toraks atau abdomen
atas, terapi antasid, posisi telentang.
c) Terkait infeksi: mencuci tangan kurang bersih, mengganti slang
ventilator kurang dari 48 jam sekali.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Somantri (2009) tanda dan gejala yang muncul pada
pneumonia adalah demam 39-40oC, nyeri dada karena batuk, nyeri dada
pleuritis, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk produktif ataupun
kering, sputum hijau dan purulen serta mungkin mengandung bercak
darah, bias juga berbau busuk, adanya retraksi interkostal, penggunaan
otot aksesorius, dispnea berat, sianosis, hipoksemia dan malaise.
5. Patofisiologi
Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing
yang tanpa sengaja teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak
terkontrol yang menginvasi saluran pernapasan bawah. Respons tersebut
menyebabkan akumulasi neutrofil dan sel efektor di bronkus perifer dan
ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang mencakup pertahanan
anatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk menyingkirkan
organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar penyakit
sistemik meningkatkan risiko pneumonia pada pasien dengan cara
mengubah mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika.
13

Mekanisme pertahanan paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu


berat, sehingga mikroorganisme berkembang dengan cepat (Morton dkk,
2014).
Saat terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia
diaspirasi melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melakukan
mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang
(Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki saluran pernapasan bawah
melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran hematogen dari lokasi
yang jauh, dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru adalah
melalui aspirasi mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali
terjadi (>45% waktu) pada individu yang sehat ketika mereka tidur.
Risiko aspirasi yang signifikan dari segi klinis meningkat pada pasien
yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau disfagia dan pada
mereka yang terpasang slang endotrakea atau slang enteral. Penyebaran
hematogen merupakan mekanisme yang efektif, sirkulasi pulmonal
menjadi jalan masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk
jaringan padat di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas.
Mikroba hematogen dari lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi
melalui jaringan tersebut dan menyebabkan pneumonia (Morton dkk,
2014)
6. Komplikasi
Komplikasi pneumonia menurut Manurung (2016) yaitu :
1) Abses paru
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Bakteremia dan septicemia
5) Bronkiektasis
7. Penatalaksanaan
1) Terapi Suportif menurut Ward dkk (2008)
a) Oksigen suplemental untuk mempertahankan PaO2>8 kPa
(SaO2 < 90%).
14

b) Cairan intravena (± vasopresor/inotrop) untuk stabilisasi


hemodinamik.
c) Bantuan ventilasi, misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
pada gagal napas.
d)  Fisioterapi membantu bersihan sputum pascaoperasi dan pada
pasien imobilisasi.
e) Posisi setengah telentang (yaitu elevasi kepala tempat tidur
300) pada pasien yang harus berbaring terus ditempat tidur
dapat mengurangi risiko aspirasi.
2) Terapi Antibiotik menurut Ward dkk (2008) yaitu:
a) Pada HAP onset dini (<4 hari di rumah sakit) tanpa faktor risiko
untuk organisme MDR (resisten terhadap antibiotik),
monoterapi pada beta-laktam/beta-laktamse, antibiotik
selfalosporin generasi ketiga, seftriakson, ko-ammoksiklav atau
ertapenem, dan fluorokuinolon.
b) Pada HAP onset lambat (>4 hari dirumah sakit) dengan factor
risiko patogen MDR, terapi kombinasi dengan antibiotic
spektrum luas untuk mencakup hasil gram-negatif MDR dan
MRSA (resisten mitisilin) misalnya sefalospirin
antipseudomonas, karbapenem antipseudomonas, vankomisin,
dll. Terapi tambahan dengan aminoglikosida inhalasi atau
polimiksin dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik
dengan terapi sistemik.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada
pneumonia adalah sebagai berikut :
1) Sinar X: untuk mengidentifikasikan distribusi struktural (misal:
lobar, bronkial, dapat juga menyatakan abses).
2) Biopsi Paru: untuk menetapkan diagnosis.
3) Pemeriksaan kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
15

4) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,


menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis
keadaan.
5) Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
6) Bronkoskopi:untuk menetapkan diagnosa dan mengangkat benda
asing.
16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Tanggal Pengkajian : 15 Februari 2022
Tanggal Masuk RS : 10 Februari 2022
Jam Pengkajian : 14.00
No. RM : 550294
Nama : Ny.M
Umur : 45 Th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Ranca, Masbagik Utara
Diagnosa Medis : Pneumonia
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. A
Umur : 50 Th
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien : Suami

3. Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit:
Sesak napas
b. Saat Pengkajian:
Saat di rawat di ruang ICU kesadaran umum Samnolen, dengan
GCS: E3 M5 V7, (ETT), menggunakan ventilator mode SIMV, VT 400
PEEP 5 RR set 14 FiO2 50 % = TD :130/80 mmhg, T : 37,2°C, N :
128x/i, RR : 28 x/menit, SPO2 : 98 % 64
17

c. Alasan di Rawat di ICU


Pasien dirawat di ICU dengan Pneumonia empat hari yang lalu pada
tanggal 10 Februari 2022 GCS: E3 M5 V(ETT) sehingga memerlukan
monitoring tanda-tanda vital secara kontinue.
d. Genogram

Ny. M

Keterangan :

: Laki-laki : Menikah
: Perempuan : Anak
× : Meninggal : Ny. M
……………. : Tinggal serumah

4. Data Khusus
a. Primary Survey
1) Airway
Terpasang ETT menggunakan ventilator mode SIMV, VT 400 PEEP
5 RRset 14 FiO2 50 % = TD :130/80 mmhg, T : 38°C, N: 128x/i, RR
: 28 x/menit, SPO2 : 98 % dan terdapat produksi sekret di sekitar TC
dan oral.
2) Breathing
RR: 28 x/menit, SpO2: 98%, terdengar suara nafas tambahan:
ronchi di seluruh lapang paru
3) Circulation
TD :130/80 mmhg, T : 38°C, N : 128x/i, RR : 28 x/menit,
SPO2 : 98 % capillary refille <2 detik, akral teraba hangat.
4) Fluid
Intake pasien dengan volume
Diet susu : 6 x 250 cc
Intake parenteral: futrolit 60 cc per jam,
Meropenem 3 x 1 gr,
Ranitidin 2 x 1 amp,
18

Paracetamol 3 x 1 gr,
Total intake pasien sebanyak 3000 cc/24 jam.
Output pasien
Urine: 2400 cc/24 jam,
Tidak ada residu ngt
Balance cairan pasien/ 24 jam intake - output = 3000 cc - 2400
Cc = ± 600 cc
b. Secondary Survey
1) Breathing
Saat pengkajian pasien terpasang ETT pada tanggal 4 Februari 2022
Pasien menggunakan ventilator mode SIMV, VT 400, PEEP 5, RR
14, FiO2 50 %. Bentuk dada simetris, gerakan dada simetris kiri dan
kanan, perkusi sonor, terdapat suara nafas tambahan ronchi.
2) Brain
Saat pengkajian kesadaran pasien Samnolen dengan GCS: E4 M5
V(ETT), kesadaran samnolen, penglihatan pasien dalam batas
normal dengan ada reflek cahaya (+/+), reaksi pupil isokor
(kanan/kiri), dan ukuran pupil (3mm/3mm).
3) Blood
TD : 130/80 mmhg, N: 128 x/menit, konjungtiva tak anemis, tidak
ada tanda-tanda sianosis, CRT < 2dtk, tidak terdapat distensi vena
jugularis. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan hasil
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat,
Palpasi: ictus cordis teraba kuat di ics V,
Perkusi : pekak,
tidak ada suara tambahan pada jantung S1: Lub S2: Dub, irama
jantung regular.
4) Bladder
Saat pengkajian pasien terpasang Dower Cateter no. 16 sejak tanggal
4 Februari 2022 Warna urin kuning muda, tidak ada nyeri tekan
maupun distensi vesika urinaria, produksi urine 2.400 cc/ 24 jam.
5) Bowel
Saat pengkajian pasien terpasang NGT no. 18 sejak tanggal 4
Februari 2022, diet susu 6x250c.
Rongga mulut bersih, tidak ada lesi pada rongga mulut, mukosa bibir
kering, gigi terdapat caries, tidak ada pembengkakan gusi, tidak ada
pembesaran tonsil.
Bentuk abdomen datar, bising usus 8 x/menit; Perkusi timpani tidak
ada nyeri tekan. Pasien BAB 2 hari sekali , tidak ada hemoroid.
6) Bone
19

Saat pengkajian tidak terdapat luka lecet, perabaan akral hangat,


tidak ada fraktur, bentuk ekstremitas simetris.
5. Pengkajian Tambahan
Pola pengkajian 11 pola Fungsi Gordon:
a. Pola Persepsi Kesehatan-Manajemen Kesehatan
Keluarga mengatakan pasien saat dirumah jika merasa sakit langsung
pergi berobat baik ke puskesmas terdekat maupun dokter praktik.
b. Pola Metabolik Nutrisi
Keluarga mengatakan pasien di rumah makan 3 x sehari, porsi sedang
tetapi pasien tidak menyukai sayuran. Makan pasien pada saat di RS
pasien diet susu melalui selang NGT dengan frekuensi 6 x 250 cc.
c. Pola Eliminasi
Keluarga mengatakan saat dirumah pasien tidak ada keluhan saat BAK
dan BAB. Pada saat pengkajian terpasang Dower Cateter no. 16, jumlah
urine 150 cc/ 3 jam terakhir, warna kuning. Pasien belum BAB.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Keluarga mengatakan pasien sebelum sakit rajin beraktifitas dan
mengikuti acara pengajian rutin di kampungnya. Selama di RS aktifitas
pasien miring kanan, miring kiri dibantu oleh perawatnya, karena klien
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS : E4 M5 V(ETT)
e. Pola Istirahat dan Tidur
Keluarga mengatakan pasien dirumah biasanya tidur malam sekitar
pukul 22.00 wita dan bangun pagi sekitar pukul 06.00 wita.
f. Pola Persepsi-Kognitif
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien berharap cepat sembuh dan
menyerahkan semuannya kepada petugas kesehatan yang ada di rumah
sakit.
g. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Keluarga mengatakan pasien menyukai seluruh anggota tubuhnya dan
tidak pernah mengeluh memiliki kekurangan pada tubuhnya.
h. Pola Hubungan-Peran
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan keluarga baik, pasien
dirumah berperan sebagai anak. Selama dirawat klien ditunggui oleh
keluarga dan istrinya.
i. Pola Reproduksi-Seksualitas
Istri klien mengatakan tidak ada masalah dalam pola seksualitas.
j. Pola Toleransi Terhadap Stress-Koping
Keluarga mengatakan pasien dirumah jika ada masalah selalu
diceritakan kepada istri .
k. Pola Keyakinan-Nilai
20

Istri pasien mengatakan beragama islam, dan Istri berdoa agar suaminya
cepat sembuh
6. Pemeriksaan penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 18.35 10^3/ μL 4.80-10.80
Eritrosit Hemoglobin 3.75 10^6/ μL 4.70-6.10
Hematokrit 10.2 gr/dL 14.0-18.0
PLT 33.6 % 37.0-54.0
Neutrofil# Limfosit% 487 10^3/ μL 150-45
Monosit% Monosit# 10.1 10^3/ μL 1.5-7.0
RDW-CV 19 % 19-48
AGD 5 % 3-9
Ph 0.82 10^3/ μL 0.16-1.00
PaCO2 15.2 % 11.5-14.5
PaO2
BE 7,34
HCO3 65,2 mmHg 38-42
43,80 mmHg 75-100
8,8
34,5 meq/L 22-28

7. Therapi/Pengobatan
Intake parenteral: Futrolit 60 cc per jam,
Meropenem 3 x 1 gr,
Ranitidin 2 x 1 amp,
Paracetamol 3 x 1 gr,
B. Analisa Data
Nama klien : Ny. M No. Register : 550294
Umur : 45 Tahun Diagnosa Medis : Pneumonia
Ruang Rawat : ICU Alamat : Ranca, Masbagik Utara

No. Data fokus Etiologi Masalah


1. DS : - Pasien tidak dapat Hipersekresi jalan Bersihan jalan nafas
dikaji karena terpasang napas tidak efektif
ETT DO : D.0005
a) Terpasang ETT Kategori: Fisiologis
b) Pasien tampak gelisah Subkategori: Respirasi
c) Rhonchi (+)
d) Klien tidak mampu
untuk batuk
e) Terdengar suara napas
gargling
f) Pasien menggunakan
ventilator mode SIMV, VT
400, PEEP 5, RR 14, FiO2
50 % g) Vital sign: TD
130/80 mmHg MAP 96,6
mmHg HR 128 x/i RR 28
x/i T 37,8 oC SpO2 96%
2. DS : - Pasien tidak dapat Perubahan membran Gangguan pertukaran
21

dikaji karena terpasang alveolus kapiler gas


ETT DO: (D.0003)
a) Pasien menggunakan Kategori: Fisiologis
ventilator mode SIMV, VT Subkategori: Respirasi
400, PEEP 5, RR 14, FiO2
50 %
b) Klien gelisah
c) CRT > 2 detik
d) Vital sign: TD 130/80
mmHg MAP 96,6 mmHg
HR 128 x/i RR 28 x/i T 38
oC SpO2 96%
Hasil AGD
Ph 7,34
PaCO2 65,2
PaO2 43,80
BE 8.8
HCO3 34,5
3. DS : - Pasien tidak dapat Hipersekresi jalan Gangguan penyapihan
dikaji karena terpasang napas ventilator
ETT (D.0002)
DO : Kategori: Fisiologis
a) Ku. sedang Kes Subkategori: Respirasi
Samnolen
b) GCS: E3 M5 V(ETT)
c) Vital sign: TD 130/80
mmHg MAP 96,6 mmHg
HR 128 x/i RR 28 x/i T 38
oC SpO2 96%
d) Pada saat mencoba
napas spontan napas
gasping
e) Upaya napas spontan
dan bantuan ventilator
tidak sinkron

C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) tahun 2016 adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan sekresi
yang tertahan.
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan perubahan
membran alveoulus-kapiler
3. Gangguan penyapihan ventilator (D.0002) berhubungan dengan hambatan
upaya napas.
22

D. Intervensi keperawatan
Nama klien : Ny. M No. Register : 550294
Umur : 45 Tahun Diagnosa Medis : Pneumonia
Ruang Rawat : ICU Alamat : Ranca, Masbagik Utara
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
1. Bersihan jalan nafas tidak Tujuan: Manajemen Jalan napas
efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan a. Monitor pola napas
sekresi yang tertahan intervensi keperawatan dengan melihat monitor
Di buktikan dengan : selama 1 jam Bersihan b. Monitor bunyi napas
Gejala dan Tanda Mayor jalan napas Meningkat tambahan (mis. Gurgling,
Subjektif: dengan kriteria hasil: mengi, wheezing, ronkhi)
tidak tersedia a. Batuk efektif c. Monitor sputum
Objektif: meningkat d. Monitor tanda vital
a. Batuk tidak efektif atau tidak b. Produksi sputum e. Posisikan 60° 16. Berikan
mampu batuk menurun minuman hangat
b. Sputum berlebih/obstruksi di b. Mengi menurun f. Lakukan fisioterapi dada
jalan napas/meconium di jalan c. Wheezing menurun g. Lakukan penghisapan
napas (pada neonates) d. Dispnea menurun lender kurang dari 15
c. Mengi, wheezing, dan/atau e. Gelisah menurun detik
ronkhi f. Frekuensi napas h. Hiperoksigenasi
Gejala dan Tanda Minor membaik i. Ajarkan batuk efektif
Subjektif: g. Pola napas membaik j. Kolaborasi pemberian
a. Dispnea bronkodilator, ekspetoran,
b. Sulit bicara mukolitik, jika perlu
c. Ortopnea Pemantauan Respirasi
Objektif: a. Palpasi kesimetrisan
a. Gelisah ekspansi paru
b. Sianosis b. Auskultasi bunyi napas
c. Bunyi napas menurun c. Monitor saturasi oksigen
d. Frekuensi napas berubah d. Dokumentasikan hasil
e. Pola napas berubah pemantauan
2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan a. Monitor frekuensi,
membran alveolus kapiler intervensi keperawatan irama,kedalaman dan
Dibuktikan dengan : selama 24 jam upaya napas dengan
Gejala dan Tanda Mayor pertukaran gas melihat ke monitor
Subjektif: Meningkat dengan b. Monitor pola napas
Dispnea kriteria hasil: (seperti bradipnea,
Objektif: a. Tingkat kesadaran takipnea, hiperventilasi,
a. PCO2 meningkat/menurun 7. meningkat kussmaul, cheyne-stokes,
PO2 menurun b. Dispnea menurun biot, atksik)
b. Takikardia c. Bunyi napas tambahan c. Monitor kemampuan
c. Ph arteri meningkat/menurun menurun batuk efektif
d. Bunyi napas tambahan d. Pusing menurun d. Monitor adanya sumbatan
Gejala dan Tanda Minor e. diaforesis menurun jalan napas
Subjektif: f. Gelisah menurun e. Palpasi kesimetrisan
a. Pusing g. Napas cuping hidung ekspansi paru
b. Penglihatan kabur menurun f. Auskultasi bunyi napas
Objektif: h. PCO2 membaik g. Monitor saturasi oksigen
a. Sianosis i.PO2 membaik h. Monitor nilai AGD
b. Diaforesis j.Takikardia membaik i. Monitor hasil X-ray
c. Gelisah k. Ph membaik Toraks
23

d. Napas cuping hidung l.Sianosis membaik j. Atur interval pemantauan


e. Pola napas abnormal m. Pola napas membaik respirasi sesuai kondisi
f. Warna kulit abnormal n. Warna kulit membaik pasien
g. Kesadaran menurun k. Dokumnetasikan hasil
pemantauan
l. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Terapi Oksigen
a. Monitor kecepatan aliran
oksigen
b. Monitor efktifitas terapi
oksigen
c. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
d. Bersihkan secret pada
mulut, hidung, dan trakea
jika perlu
e. Pertahankan kepatenan
jalan napas
f. Berikan oksigen tambahan
g. Ajarkan teknik relaksasi

E. Implementasi keperawatan
Nama klien : Ny. M No. Register : 550294
Umur : 45 Tahun Diagnosa Medis : Pneumonia
Ruang Rawat : ICU Alamat : Ranca, Masbagik Utara

No
Jam Implementasi ResponHasil
Dx
1. 08.00 1.1 Melakukan monitoring pola 1.1 Pasien menggunakan
napas dengan melihat ventilator mode
monitor SIMV, VT 400, PEEP
09.00 1.2 Memonitor bunyi napas 5, RR 14, FiO2 50 %
Tambahan 1.2 Terdengar Rhonchi
09.30 1.3 Memonitor tanda vital dan disemua lapangan
Haemodinamik paru
1.3 TD 130/80 mmHg
09.45 1.4 Melakukan fisioterapi dada, MAP 96,6 mmHg HR
memposisikan 60°, 100 x/i RR 22 x/i T
melakukan hiperoksigenasi, 37 ̊C SpO2 96%
melakukan suction 1.4 Pasien tampak rilek,
10.15 1.5 Memonitor tanda vital dan posisi pasien
haemodinamik recumbent 60°,
11.00 1.6 Memeriksa kemampuan klien hiperoksigenasi
untuk disapih selama 2 menit,
suction dilakukan
12.00 1.7 Memberikan asupan oral lendir agak kental.
13.00 1.8 Memonitor haluaran urine 1.5 TD 130/80 mmHg
24

MAP 96,6 mmHg HR


110 x/i RR 24 x/i T
37,8 oC SpO2 98%
1.6 Klien belum mampu
untuk disapih, napas
gasping
1.7 Klien mendapat
intake cairan oral
sebanyak 250 ml
melalui NGT
1.8 Output urine 150cc
per jam

F. Evaluasi keperawatan
Nama klien : Ny. M No. Register : 550294
Umur : 45 Tahun Diagnosa Medis : Pneumonia
Ruang Rawat : ICU Alamat : Ranca, Masbagik Utara

Tgl No Dx Jam Catatan perkembangan Paraf


16/2/2 Bersihan jalan 8:20 1. S : Pasien masih lemah
022 Napas klien masih
napas tidak efektif sesak napas
(D.0001) 2. O : Napas klien masih ter
berhubungan engah engah
dengan sekresi TD :130/80 mmhg, T :
38°C, N : 128x/i, RR :
yang tertahan.
28 x/menit,
3. A : Masalah belum teratasi

4. P : Lanjutkan intervensi
Dx 1
25

16/2/2 Gangguan 08.20 1. S : Pertukaran pernpasan


022 pertukaran gas klien masih terhambat
(D.0003) 2. O : Pasien masih sesak
napas
berhubungan
TD :130/80 mmhg, T :
dengan perubahan
38°C, N : 128x/i, RR :
membran
28 x/menit
alveoulus-kapiler

3. A : Masalah belum teratasi


4. P : Lanjutkan intervensi
Dx 1
26

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan pada klien Ny. M dengan
Pneumonia di Ruang ICU di RSUD Dr. R SOEDJONO SELONG, yang
dilakukan dari tanggal 15 s.d 16 Februari 2022, dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian Nama Klien Ny. M, jenis kelamin perempuam, umur 45 tahun,
alamat klien Ranca, Masbagik Utara, pendidikan SMA, menikah, agama
islam, tanggal masuk rumah sakit 10 Februari 2022, dan masuk rumah
sakit dengan diagnosa medis Pneumonia.
2. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada Ny. M yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif
(D.0001) berhubungan dengan sekresi yang tertahan, Gangguan pertukaran
gas (D.0003) berhubungan dengan perubahan membran alveoulus-kapiler,
Gangguan penyapihan ventilator (D.0002) berhubungan dengan hambatan
upaya napas.
3. Intervensi
Perencanaan keperawatan kasus pada Ny. M dengan kasus pneumonia
meiliputi manajemen jalan napas, pemantauan respirasi dan terapi oksigen.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang sudah dilakukan dari am 08:00-13.00
meliputi melakukan monitoring pola napas dengan melihat monitor,
memonitor bunyi napas tambahan, memonitor tanda vital dan
haemodinamik, melakukan fisioterapi dada, memposisikan 60°, melakukan
hiperoksigenasi, melakukan suction, memonitor tanda vital dan
27

haemodinamik, memeriksa kemampuan klien untuk disapih, memberikan


asupan oral, memonitor haluaran urine.
B. Saran
1. Bagi klien dan keluarga

Diharapkan keluarga klien dengan pneumonia dapat selalu mentaati


nasehat dari dokter dan perawat diruangan dan keluarga diharapkan dapat
menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya agar terhindar dari infeksi dan
selalu memberikan dukungan moral yang positif bagi klien dan keluarga
diharapkan meningkatkan jalinan hubungan kerjasama, rasa percaya
terhadap perawat dan tim kesehatan lainnya.
2. Bagi mahasiswa
Untuk mahasiswa agar selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang baik dan sesuai prosedur yang ditentukan.
28

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar. 2013. Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada
Anak. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor
3 Desember 2013

Bulechek, G.M., et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC)


edisi 6. 6th Indonesian edn. Elsevier Singapore Pte Ltd

Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapam Dan Kerangka


Kerja.

Yogyakarta: Gosyeng Publishing.

Dewi, Y. Anisa. 2008. BASIC VENTILATORY MANAGEMENT. Tugas


Kepaniteraan Klinik Bagian Anastesi, Perawatan Intensif Dan
Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar. Text Book Reading November 2008

Efendi, F dan Makhfudi. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori


dan Praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Febrianto, Ardy.2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Dada Pada Pneumonia


di RSUD Pandangarang Boyolali. Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Naskah Publikasi

Firdaus, M. 2017. TRIASE. Dilihat tanggal 17 Juli 2017 pukul 22.15 WIB.
http://www.academia.edu/5296135/Dr._M_Firdaus_TRIASE
Hendra & Emil Huriani. 2011. Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi Dada
Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia Di Unit
Perawatan Intensif. NERS JURNAL KEPERAWATAN Volume 7 No
2, Desember 2011 : 121-129

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis


Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta
EGC

Hidayat, A.A & M. Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
(KDM), Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya:
Health Books Publishing
29

Karhu, Jaana. 2014. Severe Communityacquired Pneumonia – Studies On


Imaging, Etiology, Treatment, And Outcome Among Intensive Care
Patients. Journal ISBN 978-952-62-0531-1 (PDF).ACTA
Universitatis Ouluensis D Medica 1256, Finland

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan


Indonesia.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2014


Mahfudzoh, Siti. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus
Pneumonia di Bbkpm Surakarta.Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Naskah Publikasi

Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem


Respiratory. Jakarta: CV. Trans Info Media

Marya, D., & Andrew, S. F. (2010). Ventilator-Associated Pneumonia : The


Clinical Pulmonary Infection Score as Surrogate For Diagnostic and
Outcome. Clinical Infection diseases Oxford Journals , 131-135.

Mohamed, K. A. (2014). Compliance with VAP bundlle implementation and


its effectiveness on surgical and medical sub-population in adult
ICU. Egyptian Journal of Chest Disease and Tuberculosis , 63, 9-14

Munro, R.-B. N., & Ruggiero, R.-B. M. (2014). Ventilator-Associated


Pneumonia
Rescontruction For Best Care. AACN Advanced Critical Care , 25,
163-175.

Sundana, k. (2014). Ventilator Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis.


Bandung:

Anda mungkin juga menyukai