Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


PADA RUANG PERAWATAN KRITIS

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 / TINGKAT 3 REGULER 3
1. EPI PARAMITA (1814401101)
2. KAMILIA NURJANNAH (1814401106)
3. BENAZIR ROSYADAH (1814401128)
4. MELA PRAMESTI (1814401135)
5. KETUT AGUS SASTRIAWAN (1814401141)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................1

B. Tujuan ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Dokumentasi Keperawatan kritis .......................................................................2

B. Lembar Alur .......................................................................................................4

C. Masalah Dokumentasi ........................................................................................6

D. Sumber Liabilitas ...............................................................................................7

E. Contoh Laporan Kasus .....................................................................................20

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................40

B. Saran ...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya
yang berjudul “Dokumentasi Keperawatan Kritis”
Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang terapi yang bisa dilakukan pada lansia
yang mengalami masalah dalam psikologisnya sehingga dapat diterapkan dalam praktik
keperawatan, serta diajukan demi memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga bermanfat untuk kita semua.

Bandar Lampung, 05 Agustus 2020

Kelompok 5

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dapat
dipercaya sebagai bukti kewenangan individu ( Edelstein 1990 ).
Setiap perawat selesai melakukan proses keperawatan, perawat harus segera
melakukan pendokumentasian. Asuhan keperawatan harus dilaksanakan sesuai
standard keperawatan, yaitu proses keperawatan, agar klien mendapatkan
pelayanan/asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan proses keperawatan adalah metode sistematis yang mengarahkan klien
dan perawat untuk bersama-sama menetapkan kebutuhan terhadap asuhan,
merencanakan dan melaksanakan asuhan, serta mengevaluasi hasil asuhan.
Oleh karena itu, Standard praktik keperawatan ditetapkan dengan mengacu pada
proses keperawatan meliputi: Standard I : Dokumentasi Pengkajian keperawatan,
Standard II : Dokumentasi Diagnosa keperawatan, Standard III : Dokumentasi
Perencanaan Keperawatan, Standard IV : Dokumentasi Implementasi, Standard V
: Dokumentasi Evaluasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang dokumentasi pada keperwatan kritis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai kondisi pada keperawatan kritis.
b. Mahasiswa mampu mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dalam
keperawatan kritis

4
BAB II
PRMBAHASAN

A. DOKUMENTASI PERAWATAN KRITIS

American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa


asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respons
manusia terhadap penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam
kehidupan (AACN, 1989). Lingkup praktik asuhan keperawatan kritis
didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan
lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk pemberian
perawatan.
Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan
keperawatan intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala
memiliki rentang dari pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan
membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien dengan kegagalan fungsi
multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi hidup yang
mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan
perawat – pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat
dapat merawat tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan bantuan
lebih dari satu orang perawat untuk dapat bertahan hidup. Dukungan dan
pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu lingkungan
yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan diatur sedemikian rupa
sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat. Lingkungan
keperawatan kritis memiliki sifat teknis yang tinggi.
Tantangan dokumentasi di area keperawatan berkaitan dengan intensitas
asuhan keperawatan, kinerja yang berulang sangat tinggi, tugas-tugas teknik
dengan interval waktu yang sangat dekat. Dan masalah pasien yang kompleks.
Dokumentasi yang tepat waktu, komprehensif, dan bermakna merupakan
tantangan, sekalipun bagi perawat keperawatan kriti yang paling kompeten dan
berpengalaman.

5
Sementara keuntungan rekam medis yang terkomputerisasi dan pencatatan
otomatis disamping tempat tidur untuk lingkungan keperawatan kritis sudah
dapat diketahui, namun hampir seluruh sistem dokumentasi yang sekarang
digunakan di lingkungan ini terdiri dari rekam medis manual. Komputer yang
terhubung dengan peralatan di samping tempat tidur dapat memberikan data
yang kontinu. Hal tersebut juga membantu dalam pengobatan pasien kerena
hanya membutuhkan sedikit interensi fisik oleh perawat. Sebagai contoh: para
peneliti sudah membuat sistem loop terbuka yang menghubungkan pompa infus
dengan monitor di samping tempat tidur. Sistem tersebut secara otomatis
mengalirkan dosis secara tepat obat vasoaktif sesuai dengan hasil pengukuran
tekanan darah. Perhitungan baik yang sederhana maupun yang kompleks
diselesaikan dengan cepat. Hasil tes laboratorium dan informasi penting lainnya
siap tersedia di samping tempat tidur, yang menghilangkan keperluan perawat
untuk menari bagian-bagian informasi penting dalam pengambilan keputusan
lebih lanjut. Selain keuntungan tersebut, sistem informasi keperawatan kritis
yang terkomputerisasi belum banyak diterima,, mungkin karena biaya yang harus
dikeluarkan untuk sistem tersebut. (Biayanya mancakup biaya perangkat keras
dan dukungan teknik berkelanjutan yang diperlukan untuk memelihara sistem
tersebut).
Pengenalan mikroprosesor pada tahun 1970-an menimbilkan ledakan
penggunaan alat-alat yang berbasis komputer sampai tahun 1990-an. Alat-alat ini
juga memengaruhi lingkungan keperawatan kritis dan dokumentasi pemberian
perawatan. Seni dari sistem pemantauan pasien yang terkomputrisasi dan alat-
alat lain penyelamat kehidupan, seperti defibrilator eksternal, memiliki kapasitas
untuk menangkap, merekam, dan menyimpan data tanda vital pasien dan
peristiwa signifikan lainnya. Oleh karena itu perawat sering mengandalkan
sistem tersebut, terutama sistem pemantau di samping tempat tidur pasien, untuk
mengukur tanda vital yang sangat diperlukan dalam perawatan aktif pasien yang
sangat tidak stabil. Pada kasus ini perawat akan mendokumentasikan secara
retrospektif berdasarkan informasi yang dicatat dan disimpan oleh alat tersebut.

6
B. LEMBAR ALUR DI SAMPING TEMPAT TIDUR
Lembar alur merupakan dasar dokumentasi keperawatan kritis. Lembar alur
yang dibuat dengan baik dan komprehensif mengkomunikasikan dan
mencerminkan standar perawatan populasi pasien utama yang dilayani oleh unit.
Data harus diatur sedemikian rupa sehingga pengkajian dan intervensi rutin dapat
ditentukan sebelumnya dan perawat diminta untuk memastikan bahwa
dokumentasinya lengkap dan mencakup semua area penting intervensi
keperawatan. Tergantung dari populasi pasien yang dilayani, petunjuk tersebut
bisa bervariasi; misalnya, lembar alur unit perawatan intensif kardiovaskular
(cardiovascular intensif care unit, CVICU) memiliki berbagai parameter
pengkajian khusus yang mengarahkan perawat untuk mendokumentasikan
kualitas dan jumlah drainase selang dada pada setiap jam, sedangkan catatan unit
perawatan koroner (coronary care unit, CCU) tidak menspesifikkan hal ini karena
pasien dengan infark miokard akut tidak secara rutin memakai selang dada. Proses
aktual untuk merancang lembar alur tidak dibahas dalam diskusi ini, tetapi kotak
di bawah ini dapat mencantumkan sumber-sumber informasi yang dapat
membantu pembuatan lembar alur.
Informasi-informasi yang dapat dipertimbangkan ketika akan membuat alur
keperawatan kritis
1) Dokumentasi standar American Nurses Association (ANA) dan AACN
2) Standar perawatan spesifik, seperti yang didefinisikan oleh organisasi
spesialis dan literatur terbaru
3) Pertimbangan peralatan (msl. Kalibrasi, pengesetan alarm dan
kewaspadaan, pengesetan fungsi)
4) Kebijakan dan prosedur unit
5) Masalah keselamatan pasien yang utama (msl. Restrein, protokol
perawatan kulit, pengkajian nutrisi)
6) Data klinis (msl. Asupan dan haluaran, tanda vital, pengkajian, AGD,
pemberian obat dan IV)
7) Hasil tes laboratorium dan informasi departemen penting lainnya

7
Rancangan lembar alur dapat bervariasi sesuai dengan organisasi yang
membuatnya. Beberapa organisasi membuat format terbuka seperti peta jalan;
misalnya, sebuah lembar alur berukuran empat kali lembar kertas ukuran 21,59 x
27,94 cm yang dilipat keluar menjadi 81,28 x 27,94 cm, tetapi terdiri dari 8 sisi.
Bentuk landscape menampilkan informasi yang mengisi ruang lembaran
sehingga semua parametr yang signifikan dapat dilihat pada catatan intervensi.
Organisasi lain lebih memilih untuk menyimpan halaman informasinya dalam
bentuk potrait. Halaman tersebut juga dapat dilipat untuk mendapatkan dokumen
yang padat. Tanpa memikirkan bentuk format, informasi seperti tanda vital,
pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinu lainnya serta
informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas
lainnya atau informasi ‘skenario’, seperti intervensi keperawatan atau pengkajian
seluruh tubuh, akan tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu
umumnya dikosongkan, yang memungkinkan perawat untuk merancang sendiri
frekunsi pengukuran tanda vital atau kejadian lainnya berdasarkan status pasien.
Hasilnya, satu format atau kumpulan banyak format dapat mewakili dokumentasi
periode 24 jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan semua
kejadian dalam waktu tersebut, dan berlawanan dengan catatan sistem blok, yang
umumnya digunakan dalam catatan naratif sebagai bagian dari deskripsi, atau
gambaran umum kondisi pasien selama periode waktu tertentu.
Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien yang
berkelanjutan dan kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari
beberapa menit sampai sekali setiap jam. Tetapi, perawat harus ingat bahwa
lembar alur hanya selembar gambaran total dokumentasi proses keperawatan,
yang digunakan untuk membantu catatan perkembangan dan lembaran
dokumentasi lain untuk menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan
keperawaan kepada klien. Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek
proses keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi, dan
evaluasi. Dokumentasi respons, perkembangan atau perburukan pasien serta hasil
yang sudah dicapai pasien juga merupakan bagian yang diperlukan dari
dokumentasi.

8
C. MASALAH DOKUMENTASI DI AREA KEPERAWATAN KRITIS

1. Pencatatan Observasi Pasif


Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap
untuk memberikan informasi yang komprehensif dan akurat yang berkaitan
dengan status klinis pasien dan intervensi aktif. Meskipun perawat yang sudah
berpengalaman mengetahui dengan baik penggunaan dokumentasi lembar alur,
perawat tersebut harus menyadari adanya dua perangkap dalam penggunaanya
yaitu pencatatan yang sembarangan dan terlalu bergantung pada lembar alur.

2. Pencatatan yang Sembarangan


Pencatatan sembarangan didefinisikan sebagai mengikuti begitu saja (apa
yang sudah dilakukan perawat sebelumnya) mengenai pemeriksaan parameter
tertentu. Sebagai contoh, ketika melakukan pengkajian dari kepala hingga kaki
dengan lembar alu, perawat dinas malam memberi tanda centang pada kotak yang
tersedia dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh perawat jam dinas
sebelumnya. Kemudian perawat akan menggunakan catatan perawat atau data per
jam untuk mencatat informasi pengkajian aktual (spesifik), yang menimbulkan
ketidakocokan jika kondisi pasien mengalami perubahan atau terjadi ketdak
konsistennan dalam tingkat aktual pemberian perawatan. Karena pencatatan
merupakan dokumen legal,maka semua area harus mencerminkan perawatan
aktual yang diberikan kepada pasien. Jenis kedua catatan yang sembarangan
terjadi ketika perawat mengabaikan seluruh pengkajian pracetak dan
mendokumentasikan dalam catatan perawat “Pengkajian sama dengan yang
dicatat sebelumnya”.

3. Ketergantungan terhadap Lembar Alur


Kesalahan lain yang sering dilakukan perawat ketika menggunakan lembar
alur adalah bahwa mereka cenderung bergantung pada lembar alur untuk
menggambarkan seluruh jalannya pemberian perawatan. Oleh sebab itu, lembar
alur menjadi satu-satunya alat untuk mendokumentasikan perawatan. Selain

9
observasi yang ia lakukan, perawat diminta untuk mengevaluasi dan
mendokumentasikan respons pasien terhadap pemberian perawatan. Jika terlalu
bergantung pada lembar alur, perawatakan mengabaikan pencatatan respons
pasien dalam catatan perawat, yang dokumentasinya hanya berisi pengobatan dan
pengkajian.

D. SUMBER-SUMBER LIABILITAS
Vieira (1997) mencatat bahwa dalam tinjauan liabilitas profesional suatu dasar
perusahaan asuransi, tuntutan yang banyak diidentifikasi selalu melibatkan
masalah dokumentasi (tentang tidak cukupnya atau kurangnya dokumentasi). Ia
menjelaskan kasus berikut sebagai contoh kurangnya pendokumentasian:
Seorang pria berusia 56 tahun masuk ke unit perawatan intensif pembedahan
(surgical intensive care unit, SICU) setelah pneumonektomi. Catatan
perkembangan berisi catatan penerimaan perawat terhadap pasien di unit tersebut.
Lembar alur mengindikasikan telah terjadi disstres pernapasan selama 5 hari,
dilakukan ektubasi dan reintubasi, serta terjadi perubahan yang kontinu pada
kecepatan ventilator, volume, dan konsentrasi oksigen. Meskipun lembar alur
berisi data objektif dan subjektif, tidak ada satupun dokumentasi yang dibuat oleh
dokter maupun perawat dalam catatan perkembangan selama 11 hari tentang
rasional penatalaksanaan ventilator pasien. Pasien eninggal dan keluarga berhasil
mengajukan tuntutan pada pemberi pelayanan kesehatan dan rumah sakit. (Vieira,
1997)
Bagian ini mendiskusikan masalah dokumentasi yang sering memengaruhi
pembelaan diri perawat ICU dalam kasusu tuntutan hukum. Sumber liabilitas
meliputi hal-hal berikut:
1. Pengabaian pemikiran kritis
2. Evaluasi status pasien yang tidak adekuat
3. Hilangnya atau tidak lengkapnya dokumentasi perubahan kondisi pasien
sebelum henti napas/henti jantung dan resusitasi
4. Dokumentasi tentang pemberitahuan kepada dokter berkaitan dengan
perubahan kondisi pasien.

10
Pengabaian Pemikiran Kritis
“Pemikiran kritis membentuk landasan untuk dokumentasi yang berkualitas”
(Chase, 1997). Pemikiran kritis membutuhkan penggunaan penilaian perawatdi
beberapa area, termasuk penilaian awal tentang status pasien, keputusan tentang
pemilihan pengobatan, dan evaluasi efektifitas intervensi.
Jika perawat ICU diharapkan untuk membuat penilaian, kemudian gagal
untuk mencatat penilaiannya maka hal tersebut dilihat sebagai pemberian
pelayanan yang tidak memenuhi standar perawatan (Chase, 1997). Pencatatan
penilaian kritis tersebut mengharuskan perawat melihat data pada lembar alur,
yang dokumentasinya hanya observasi pasif. Catatan perkembangan keperawatan
sering kali berupa rangkuman informasi yang ada di lembar alur, dinyatakan
ulang dalam bentuk naratif. Jika pendokumentasian dilakukan dengan cara ini
perawat dapat menghilangkan informasi penting tentang perkembangan pasien
dan kehilangan kesempatan untuk menunjukan dampak kontribusi perawat
terhadap hasil yang dicapai pasien. Perhatikan catatan perkembangan berikut:
Ekstubasi pada pk. 23.00. tanda vital stabil. Respirasi 20x/menit. Memakai
oksigen 3L/menit melalui kanula nasal. Balutan mediastinal dan tungakai bawah
kering dan utuh. Monitor menunjukkan NSR dengan PVC. Pacu jantung
dimatikan. Selang dada mengeluarkan cairan merah kehitaman. Kateter
Foley mengeluarkan urin berwarna kuning. Selang nasogastrik terpasang di
lubang hidung kanan untuk suction rendah. Laporan diberikan pada dokter dan
keluarga.
Dengan pengecualian deskripsi drainase, catatan ini tida memberikan
informasi lebih yang dapat ditemukan pada catatan lembar alur. Perawat merawat
pasien selama 8 jam dan mencatat data harian pada lembar alur, kemudian
menulis catatan ini, yang tidak menjelaskan apakah kondisi pasien mengalami
perbaikan atau perburukan atau apa yang sebenarnya dilakukan perawat untuk
memengaruhi pencapaian hasil pasien.

11
Menurut Chase (1997), strategi yang bermanfaat dalam mempersiapkan
catatan bermakna adalah perawat mengidentifikasi apa masalah pasien atau
masalah utama yang menjadi fokus asuhan keparawatan. Pada contoh
sebelumnya, asuhan keperawatan pasien berfokus pada intervensi untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas. Spirometer intencive dipasang sekali
setiap jam, pasien dianjurkan untuk sering batuk dan napas dalam, dan perawat
memastikan pemberian terapi aerosol yang diresepkan. Selain itu perawat
mempertahankan aliran udara yang diperkaya oksigen, melakukan pengkajian
pernapasan dengan sering, dan memeriksa nilai AGD secara periodik. Semua
intervensi dan pengkajian tersebut dapat dilihat semuanya dalam lembar alur, apa
yang tidak dapat dicakup dalam lembar alur adalah evaluasi aktual tentang
efektivitas intervensi. Perawat harus menggunakan catatan perkembangan
keperawatan untuk mendokumentasikan pemikiran kritis, terutama dalam
mendeskripsikan respons pasien terhadap intervensi dan membuat penilaian
tentang perkembangan pasien; sebagai contoh:
Dilakukan ekstubasi dan dipasang 3 L/menit. Pernapasan teratur 20x/menit
dan tidak ada kesulitan dalam bernapas. Pasien mengalami kecemasan ringan
segera setelah ekstubasi, yang berkurang setelah dihibur. SaO2 95%-100%.
Pemberian periode istirahat antara C & DB dan penggunaan IS. Pasien sadar dan
terorientasi terlihat dari bicaranya yang jelas. Pengobatan aerosol dengan RT.
Pasien diajarkan untuk membelat dadanya ketika batuk. Mampu batuk dan
mengeluarkan sputum. Pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan pertukaran gas yang baik.
Catatan ini menunjukkan hubungan antara masalah pasien, intervensi yang
diberikan, dan respons pasien, serta menyatakan dengan jelasbahwa pasien
bernapas tanpa kesulitan dan menoleransi pelepasan selang ET. Catatan tersebut
juga menjelaskan kontribusi unik dari perawat terhadap hasil yang dicapai pasien
(mampu bernapas tanpa bentuan).

12
Chase (1997)mmemberikan saran-saran tambahan berikut ini untuk
memperbaiki dokumentasi pemikiran kritis:
1. Berfokus pada masalah utama pasien yang memerlukan asuhan keperawatan.
2. Berfikir dari segi maslah pasien yang memerlukan asuhan keperawatan.
3. Melaporkan penilaian tentang data.
4. Memasukkan respons pasien terhadap intervensi keperawatan.
5. Mendokumentasikan hasil yang dicapai pasien.
6. Memasukkan pemikiran prediktif tentang parawatan.

Evaluasi Status Pasien yang Tidak Adekuat


Mayberry dan Croke (1996) menemukan bahwa sekalipin terus dilakukan
pendidikan tanggung jawab profesional perawat, namun jumlah perawat yang
menjadi tergugat dalam kasus malpraktik tidakmenurun secara signifikan dalam
10 sampai 15 tahun terakhir. Dalam tinjauan mereka tentang ringkasan 200 kasus
meliputi perawat yang terkena tuntutan, merek mengidentifikasi beberapa
ketegori utama masalah yang menjadi dasar berbagai tuntutan hukum. Salah satu
kategori ini adalah kegagalan melakukan dokumentasi, termasuk kegagalan
mendokumentasikan perkembangan pasien dan responsnya terhadap pengobatan.
Selain itu memastikan bahwa perawat mendokumentasikan secara akurat
semua perawatan yang diberikan, praktik penilaian pendokumentasian
keperawatan memberikan evaluasi yang kontinu terhadap perkembangan atau
perburukan pasien dan membantu menjelaskan rasional untuk setiap pengobatan
atau intervensi yang dilakukan. Perawat ICU sering kali harus merawat pasien
yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya. Membaca banyak lembar alur
merupakan tidakan yang menghabiskan waktu, dan merupakan hal yang tidak
realistik mengharapkan perawat dapat melakukannya sebelum merawat setiap
pasien. Laporan verbal dan lembar ringkasan berusaha memberikan tinjauan
informasi yang diperlukan untuk perawatan yang berkelanjutan kepada pasien.
Selain perawat harus memfomulasikan penilaianya ketika mengevaluasi status
pasien, Chase (1997) juga menyarankan agar perawat mengantisipasi jalannya
perawatan yang kontinu, memberi petunjuk ke arah pencapaian hasil dalam

13
bentuk pikiran prediktif yang didokumentasikan dalam catatan perawat. Dengan
cara ini perawat berkomunikasi dengan memberi sebuah petunjuk tentang
hubungan antara masalah pasien yang terbaru, intervensi yang efektif, dan saran
tentang petunjuk perawatan di masa yang akan datang guna mencapai hasil yang
diinginkan. Perhatikan contoh catatan perkembangan yang pernah didiskusikan
sebelumnya. Tambahan pikiran prediktif memberi arahan pada berbagai asuhan
keperawatan di masa yang akan datang dan meningkatkan kontinuitas perawatan
bagi pasien, seperti yang terlihat pada contoh berikut:
Ekstubasi dan dipasang dengan kanula nasal 3 L/menit. Pernapasan teratur
20x/menit dan tidak ada kesulitan bernapas. Pasien mengalami kecemasan ringan
setelah ekstubasi, yang berkurang setelah dihibur. SaO2 95%-100%. Pemberian
periode istirahat antara C & DB dan penggunaan IS. Pasien sadar dan terorientasi
terlihat dari bicaranya yang jelas. Pengobatan aerosol dengan RT. Pasien
diajarkan untuk membelat dadanya ketika batuk. Mampu batuk dan mengeluarkan
sputum. Pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan napas dengan pertukaran
gas yang baik. Anjurkan untuk melanjutkan rencana perawatan ini dan
pertimbangkan periode istirahat yang lebih lama sampai bunyi napas membaik.
Strategi ini yang mendorong perawat untuk tidak pasif, tentang dokumentasi
lembar alur yang “berdasarkan observasi”, berguna untuk mengkomunikasikan
pengkajian yang kontinu terhadap status pasien dan memberikan informasi
berharga tentang perkembangan atau perburukan pasien. Perawat harus
menggunakan strategi dokumentasi ini untuk memverifikasi bahwa sudah
dilakukan pemantauan yang kontinu terhadap kondisi pasien secara menyeluruh.

Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien:


Henti Napas/Jantung dan Resusitasi
Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi menjadi
tantangan tersendiri bagi perawat ICU. Beberapa situasi henti napas/jantung
berhasil diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk, namun ada juga yang
tidak berhasil. Perawat harus dapat memisah-misahkan penyebab henti
napas/jantung pada saat itu dan mengambil tindakan yang tepat. Dukungan yang

14
diberikan organisasi pada perawat yang berupaya meresusitasi pasien dapat
bervariasi. Pada organisasi besar, tim perawat dan dokter yang terstruktur daat
memberikan respons, sedangkan organisasi lainnya, perawat mendapat dukungan
dari staf unit sesuai dengan protokol standar tertulis. Tantangan
mendokumentasikan kejadian ini adalah bahwa pendokumentasian tersebut
mengharuskan perawat untuk menuliskan secara sangat spesifik detail urutan
peristiwa yang sangat cepat dalam situasi yang sangat menimbulkan tekanan,
terutama jika tidak diantisipasi.
Keadaan henti napas/jantung yang tidak diharapkan di area perawatan
kritis umumnya ditandai dengan alarm. Setiap bagian alat yang dipasangkan ke
pasien disertai dengan alarm. Perawat yang berpengalaman mampu membedakan
alarm yang memerlukan penanganan segera, seperti ventilator atau monitor
jantung, dan yang tidak memerlukan penanganan segera. Sistem pemantauan
EKG yang csnggih mengeluarkan bunyi berbeda untuk berbagai tingkat situasi
bahaya, yang membantu perawat untuk membedakan adanya potensi disritmia
jantung yang mematikan.
Banyak lembar alur perawatan kritis yang bagian intervensi
keperawatannya berisi tentang dokumentasi status alarm yang memberi isyarat
pada perawat, bahwa tidak hanya mendokumentasikan masalah yang sangat
penting, tetapi juga untuk memastikan bahwa semua parameter alarm sudah diset
dengan tepat untuk pasien tersebut dan alarm diset dalam posisi “menyala”.
Meskipun alarm sudah diaktifkan, seorang perawat harus tetap hadir untuk
memberi respons terhadap sinyal. Kasus berikut ini menggambarkan pentingnya
perawat menemukan orang lain untuk menutupi tanggung jawabnya karena tidak
berada di tempat untuk berespons terhadap alarm:
Seorang wanita lajang dari Texas berusia 41 tahun dirawat karena infeksi
abdomen yang parah. Selama pembedahan ia menjadi tergantung pada ventilator.
Ia dipindahkan ke SICU, tempat selang ventilatornya terlepas. Perawat SICU
diduga mengabaikan pasien dan meninggalkan SICU tanpa meminta orang lain
untuk mengatasi hal tersebut. Lebih jauh lagi, diduga di stasiun pemantau off site
juga tidak ada staf yang menunggu. Residen tergugat diduga sedang duduk di

15
lorong unit ketika alarm ventilator, EKG, dan CVP mati. Diperkirakan alarm
tersebut hidup selama 8 menit sebelum terjadi respons. Pasien berakhir dalam
keadaan vegetatif akibat anoksik ensefalopati total. Ia berada dalam keadaan ini
selama lebih dari 4 tahun sebelum akhirnya meninggal. Orangtua penggugat yakin
bahwa selang dan ventilator yang ada di unit tersebut tidak layak pakai, dan
mereka menuntut pabriknya di awal proses hukum sebanyak $52.000. Tergugat
menyatakan bahwa sindrom distres pernapasan dewasa adalah penyebab kematian
pasien tersebut, dan bahwa penggugat tetap tidak akan bertahan hidup, apapun
usaha yang mereka lakukan. Rumah sakit dan dokter tergugat terkena tuntutan
sebesar $190.000 ditambah surat pembebasan penggugat dari biaya perawatan
sebesar $1 juta (Laska, 1997).
Banyak organisasi yang menyediakan lembar “kode” untuk
pendokumentasian upaya resusitasi. Seperti halnya lembar alur, catatan ini juga
mengingatkan perawat untuk mendokumentasikan fakta-fakta penting tentang
episode spesifik. Karena situasi henti napas/jantung berkaitan dengan perubahan
signifikan pada kondisi pasien dan dapat juga berhubungan dengan hasil buruk
yang tidak diharapkan, maka merupakan hal yang sangat penting untuk
mendokumentasikan secara jelas dan akurat tentang peristiwa tersebut. Pada
kenyataanya, dokumentasi peristiwa tersebut teramat penting sehingga organisasi-
organisasi akan sering menunjuk kebijakan dan prosedur tentang siapa yang
berperan sebagai pencatat. Sebagai contoh, ketika perawat dari Emory University
Hospital mengembangkan lembar alur RJP, mereka membuat format tersebut
sedemikian rupa sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi dapt didokumentasikan
sesuai urutan kronologisnya (Padilla, 1990). Hasil akhir adalah ringkasan
peristiwa resusitasi yang jelas, menghilangkan kebutuhan untuk menulis ulang
obat dan pengobatan lain serta memfasilitasi evaluasi upaya resusitasi. Organisasi
lain menggunakan protokol aktual Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk
membentuk dasar dokumentasi kode mereka (Sander, 1989). Kotak di bawah ini
mencantumkan hal-hal penting untuk mendokumentasikan kasus henti
jantung/napas dan resusitasi.

16
Hal-hal penting untuk didokumentasikan pada lembar kode
1) Waktu dan jenis henti napas/jantung (msl. Nadi atau napas tidak ada)
2) Dilakukan RJP
3) Irama jantung di awal dan sesudah pengobatan, defibrilasi dan aplikasi
pacu jantung internal
4) Intubasi, terapi oksigen, dan ACD
5) Waktu dan watt defibrilasi, respons pasien terhadap defibrilasi
6) Pengobatan dan IV (msl. Jenis, dosis, waktu, dan nama orang yang
memberikannya)
7) Reaksi pupil
8) Anggota tim resusitasi
9) Hasil yang dicapai pasien, termasuk disposisi

Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi dibuat pada lembar


kode dan strip irama jantung. Lembar alur dan catatan perkembangan perawat
harus mencerminkan data pengkajian sebelum dan sesudah kode. Lembar kode,
catatan perkembangan, strip irama jantung, dan lembar alur harus mencerminkan
pencatatan yang konsisten tentang peristiwa sehingga mencerminkan pemberian
perawatan secara akurat. Evaluasi terdiri dari perbandingan data yang
didokumentasikan dengan standar perawatan ACLS terbaru. Karena hal ini
merupakan masalah klinis yang sangat penting, banyak organisasi yang meiliki
sebuah sistem yang setiap henti jantung/napas defaluasi secara formal dan umpan
balik diberikan kepada pemberi perawatan berkaitan dengan kinerja dan
kepatuhannya terhadap standar perawatan.

17
Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien : Pemberitahuan kepada Dokter
Pasien diarea perawatan kritis sering kali diperiksa oleh beberapa dokter
dalam periode 24 jam. Di rumah sakit pendidika yang besar, dikter magang dan
residen memeriksa pasien dibawah pengawasan dokter staf. Dalam organisasi
yang tidak memiliki program pendidikan, dokter yang memeriksa umumnya
berkonsultasi dengan satu dokter spesialis atau lebih jika pasien memiliki maslah
medis yang kompleks. Dengan banyaknya dokter yang merawat pasien, perawat
harus mengkoordinasi dan mengorganisasikan implementasi pengobatan yang
diresepkan dan memastikan bahwa informasi yang ada dikomunikasikan kedokter
yang tepat. Informasi kontinu yang menggambarkan kondisi pasien isampaikan
dari orang ke orang (seperti ketika dokter melakukan ronde tambahan) atau via
telepon. Masing-masing dan setiap komunikasi dengan dokter harus
didokumentasikan baik dalam catatan perkembangan atau dibagian keterangan
lembar alur.
Ketika terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi pasien, dokter,
terutama yang memeriksa pasien harus dihubungi segera setelah perawat
menyelesaikan pengkajian. Di rumah sakit pendidikan yang besar, dokter magang
atau residen dapat dihubungi sebagai dokter “on call”. Apakah pemberitahuan
dilakukan pada dokter magang, residen, atau dokter yang bertugas, perawat harus
mendokumentasikan pemberitahuan tersebut dan mencatat respon dokter terhadap
panggilan itu. Kegagalan untuk melaporkan perubahan penting pada dokter atau
membiarkan kondisi pasien memburuk karena kelamaan tanpa mendesak dokter
untuk memeriksa pasien merupakan tindakan di bawah standar. Ketika bekerja
dengan residen atau dokter magang, perawat boleh mendesak residen untuk
memberitahu dokter yang bertugas jika perawat beranggapan jika pasien tidak
berespon terhadap pengobatan yang dilakukan oleh dokter magang atau residen.
Jika dokter yang bertugas tidak berespon walaupun sudah diberi tahu tentang
kondisi pasien, perawat boleh mengulangi penyataan kepada dokter yang lebih
tinggi. Jika kondisi pasien terus memburuk, setelah pemberitahuan yang berulang-
ulang, perawat harus melaporkan keadaan tersebut ke tingkat rangkaian
pemerintah yang lebih tinggi seperti yang sudah diterapkan oleh kebijakan dan

18
prosedur organisasi. Rangkaian pemerintah yang lebih tinggi tersebut antara lain
dengan melibatkan penyelia keperawatan (yang memberikan informasi “langkah
berikutnya”) atau mungkin dokter yang bertindak sebagai direktur unit
keperawatan kritis. Perawat harus mendokumentasikan setiap upaya untuk
mendapatkan intervensi dokter. Mandell (1993) menekankan bahwa
keterlambatan atau tidak dilakukannya pemberitahuan kepada staf medis yang
tepat dapat meningkatkan tingkat ciderasecara signifikan atau membahayakan
pasien.
Mandell (1993) menggambarkan kegagalan perawat untuk memberi tahu
dokter tentang informasi penting yang berkaitan dengan kondisi pasien
merupakan sebuah tindakan kelalaian (perawat bertanggng jawab ats apa yang
sudah dilakukannya). Tuntutan atas “ kegagalan bertindak” seringkli
menimbulkan dugaan bahwa pasien dirugikan karena hilangnya komunikasi
perawat-dokter (Mandell, 1993). Tindkan kelalain ini memiliki berbagai bentuk,
termasuk kegagalan perawat untuk memberikan informasi yang relevan kepada
dokter; kegagalan menginformasikan secara tepat waktu kepada dokter, atau
terjadi kegagalan ketika diindikasikan memanggil dokter.

Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan defisit neurologi yang


mempunyai sifat mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari
pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau
malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada
jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD dengan
diagnosa CVA haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa CVA Haemoragik
terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien
didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan intraserebral. Banyak faktor yang
memengaruhi terjadinya CVA yaitu hipertensi dan penggunaan obat-obat
antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang lebih sejak satu tahun
yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal
tersebut menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat
mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika

19
masuk dengan kesadaran soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu
mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitive.

Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di
jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar
bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas
karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda yang lain akan
menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan akan kekurangan
oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma sehingga tidak
mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas.
Sehingga tindakan yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi
sekret di ET dan mulut, kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction
perlu dilakukan untuk mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan
napas dapat paten dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat
dipakai oleh jaringan. Selain itupositioning klien miring kanan dan kiri selain
untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal
ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan kombinasi
obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat
tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik sehingga secret
yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan keluar sehingga jalan
napas dapat paten dan bersih.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark
serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan
dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator
dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P
SIMV digunakan karena klien masih mempunyai usaha napas sehingga ventilator
di setting dengan sinkronize antara napas klien dengan ventilator. Klien dengan
CVA haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini
lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian
di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan
pusat pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi
pula depresi pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi
paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang
ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head
of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain
itu observasi status pernapasan juga penting karena hal ini mempengaruhi setting
ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas klien. Monitor usaha napas

20
klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue dengan nampak
retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada


alveoli
Diagnosa ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah
dilakukan BGA ternyata hasilnya asidosis metabolik terkompensasi sebagian.
Selain itu klien juga menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38
x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa di alveoli klien terjadi gangguan pertukaran
gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien sehingga mempengaruhi proses difusi
O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan hampir sama dengan diagnosa yang kedua
karena pada prinsipnya saling mempengaruhi. Observasi status pernapasan tetap
harus dilakukan karena untuk menentukan keefektifan penggunaan ventilator.
Hasil BGA juga perlu dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian
ventilator dan terapi yang diberikan, jika hasil BGA normal, PH, PaO2, PCO2,
dan BE dalam batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses
penyapihan dari ventilator. Jika BGA tidak normal maka akan dilakukan koreksi.
Hasil BGA klien pada tanggal 21 juni 2010 menunjukkan asidosis metabolik
terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi bicnat untuk mengatasi hal
tersebut. Bicnat tujuannya untuk menetralkan kadar asam dalam darah karena
bicnat mengandung basa.

4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan


intraserebral
Klien menderita CVA Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan
menunjukkan adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses
perfusi jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak menjadi berkurang,
sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien terjadi penurunan
kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi oleh otak. Tindakan yang
bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-45⁰ dengan
tujuan mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dari kepala
dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor
setiap jam untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi
jaringan serebral. Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya
kebutuhan oksigenasi serebral tercukupi.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan


bedrest total
Adanya prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena
merupakan port de entri mikroorganisme sehingga dalam melakukan perawatan
perlu memperhatikan teknik steril dan aseptik untuk mencegah mikroorganisme
patogen dapat masuk ke tubuh melalui prosedur invasif tersebut seperti infus, ET,
kateter dan NGT. Selain itu oral care, early mobilization dan head of bed juga

21
berguna untuk mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut akan bisa menimbulkan
sepsis yang sangat berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan kematian karena
infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan bedrest total akan
mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya sehingga mengalami
penurunan kemampuan mekanisme melawan kuman yang patogen sehingga perlu
dibersihkan dengan oral care yang menggunakan antiseptic. Selain itu dengan
adanya head of bed juga akan meminimalkan kontaminasi kuman patohen dengan
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan
untuk mengoptimalkan fungsi pertahanan tubuh. Klien yang diposisikan supine
dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk, otot
mucosilliary, dan drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga beresiko
lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu klien yang tidak
dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot
pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko
terjadi VAP.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin


menurun. Pada hari ketiga klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482 mg/dl
sehingga menyebabkan darah menjadi sangat kental dan daya alirannya
berkurang. Aliran darah yang lambat secara otomatis akan menyebabkan suplai
oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan akan melakukan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang berlebih
dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga akan memperparah kondisi
klien. Pada perawatan hari ke dua, tidak ada produksi urin klien. Hari kedua sudah
diberikan extra lasik 20 mg/jam syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit
urin yang keluar. Hari ketiga di cek darah menunjukkan ureumnya tinggi yaitu
319 dan kreatininnya 12.4 sehingga dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada
tanggal 23 Juni 2010 Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest,
HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJPO selama 15
menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJPO berhasil dengan vital sign
TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien
drop lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB

22
D. CONTOH LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. Ch


DENGAN CVA HAEMORAGIK
DI RUANG ICU RS DR. MOEWARDI SURAKARTA

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 21 Juni 2010 Pukul 04.00 WIB
Tanggal pengkajian : 21 Juni 2010 Pukul 10.00 WIB

Identitas Pasien
1. N a m a : Tn. Ch
2. U m u r : 53 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Swasta
6. Alamat : Cinderejo Kidul 6/9 Banjarsari, Surakarta
7. Diagnosa Medis : CVA Haemoragik
8. No. Register : 01014680

Identitas Penanggung Jawab


1. N a m a : Ny. S
2. U m u r : 50 Tahun
3. Alamat : Cinderejo Kidul 6/9 Banjarsari, Surakarta
4. Hubungan : Istri dari klien

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Penurunan Kesadaran

2. Riwayat penyakit sekarang


2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke dokter umum dan
dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat
tidur dalam kondisi ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah
dan tidak ada kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Kasih Ibu
pukul 00.15 WIB. Kemudian dari RS Kasih Ibu klien dirujuk ke IGD RSU Dr Moewardi
pukul 13.00 WIB. Klien datang di IGD RS Dr. Moewardi Surakarta dalam keadaan tidak
sadar dengan GCS E1M2V1. Kemudian klien dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan
perawatan intensif dengan ventilator. Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan
GCS E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5, VT
487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg, Heart rate 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C,
23
dan SaO2 100%. Kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret
di mulut dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdapat retraksi
otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar ronkhi basah di basal paru kanan.
CRT < 3 detik. Di ICU klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam,
Ranitidin /12 jam, dan infuse RL 20 tpm.

3. Riwayat penyakit dahulu


Klien mempunyai riwayat hipertensi kurang dari satu tahun.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien

II. PENGKAJIAN PRIMER


a. Airway
Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi sekret di mulut dan selang ET, lidah tidak
jatuh ke dalam dan tidak terpasang OPA.
b. Breathing
RR : 38 kali/menit, tidak terdapat nafas cuping hidung, terdapat retraksi otot interkosta,
tidak menggunakan otot bantu pernapasan, ada suara ronkhi basah di basal paru kanan dan
tidak terdapat wheezing, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5,
VT 487. Suara dasar vesikuler.
c. Circulation
TD 140/98 mmHg, MAP 112, HR 124x/menit, SaO2 100%, capillary refill < 3 detik, kulit
tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.
d. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil
2 mm.
e. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C

III. PENGKAJIAN SEKUNDER


A. Tanda-tanda Vital
Tangga TD MA HR SaO R Suh
l P 2 R u
21/06/1 140/9 112 124 100 38 38,
0 8 5
22/06/1 145/9 113 130 100 20 38,
0 7 ` 2
23/06/1 88/51 63,3 96 97 17 40,
0 7

24
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil
miosis, reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping
hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal
paru kanan
8. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
9. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
10. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas

25
C. Pola Eliminasi
a) Urin/shift
Tgl Frek Warna Retensi Jumlah
BAK
21/06/10 DC Kuning √ 200 cc
22/06/10 DC Kuning √ -
23/06/10 DC Kuning √ -

Pemeriksaan lab urin : Tidak ada


b) Fekal
Tgl Frek Warna Konsistensi
BAB
21/06/10 1x Kuning lunak
kecoklatan
22/06/10 - - -
23/06/10 1x Kuning Lunak
kecoklatan
Pemeriksaan lab feses : Tidak ada

D. Tingkat Kesadaran
1. GCS
Tgl Eye Motorik Verbal Total
(e) (m) (v)
21/06/10 1 2 ET -
22/06/10 1 1 ET -
23/06/10 1 1 ET -

2. Status Kesadaran
Tgl Compo Apatis Somnolen
smenti
s
21/06/10 - - -
22/06/10 - - -
23/06/10 - - -

E. Tingkat ketergantungan
Tingkat Ketergantungan Klien Menurur Indeks KATZ

26
F. Status Nutrisi dan Cairan
1. Asupan Nutrisi
Tgl Hari Jumlah Jumlah Kalori Total
ke- porsi buah buah
21/06/10 1 Spooling - - -
22/06/10 2 Spooling - - -
23/06/10 3 Spooling - - -

Status nutrisi perhari :FxA


( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
Aminovel/comafusin hepar : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang diterima : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin hepar
1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3 kkal

2. Cairan/24 jam
Tanggal Intake Output Balance
Cairan
21/06/10 Parenteral : Urine : 200 cc + 1000 cc
1500 cc IWL : 600
Feses : 200 cc
Muntah : -
Drainase : -
Enteral : 500 cc Total : 1000 cc
Total : 2000 cc
22/06/10 Parenteral : Urine : - + 1800 cc
1800 cc IWL : 600
Feses : -
Muntah : -
Drainase : -
Enteral : 600 cc Total : 600
Total : 2400 cc
23/06/10 Parenteral : 500 Urine : - -
cc IWL : 600 100
Feses : 200 cc
Muntah : -
Drainase : -
Enteral : 200 cc Total : 800
Total : 700 cc

27
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Pemeriksa Nil Satuan 21/06 22/06 23/06
an ai /10 /10 /10
Nilai Nilai Nilai
Hb 13 % 13.8 12.3
-
16
Ht 40 % 44 38
-
54
Eritrosit 45 jt/ 5.04 4.48
- mmk
65
Leukosit 4- ribu/ 8.4 7.4
11 mmk
Trombosit 15 ribu/m 84 37
0- mk
40
0
Creatinin 0.6 mg/ 1.5 12.4
- dL
1.3
Albumin 3.4 mg/ 3.6 3.1
-5 dL
Gula 80 mg/ 118 482
Sewaktu - dL
12
0
Ureum 15 mg/ 28 319
- dL
39
Na 13 mmol/ 139 132
6- L
14
5
K 3.5 mmol/ 3.6 7
- L
5.1
Cl 98 mmol/ 106
- L
10
7

28
Cholester 50 mg/
ol - dL
20
0
Trigliseri 30 mg/
d - dL
15
0
Waktu 10 dtk
protrombi -
n 15
PPT 12.
control 8
Waktu 23. dtk
trombopla 4-
stin 36.
8
APPT 27.
kontrol 5
pH 7,3 7.334 7.312 7.315
5–
3,4
5
pCO2 35 mmHg 27 27.6 30
-
45
pO2 83 mmHg 236.9 199.7 189.8
-
10
3
HCO3 18 Mmol/ 16.3 16.9 17.2
- L
23
AADO2 <1
00
Laktat 0,4
-2
Base -10.2 -8.8 -8.4
Excess
FiO2 70 % 60% 40 %

2) Hasil EKG

29
Kesan :
Ada gambaran ST depresi inferior

3) Hasil Rontgen
Kesan :
- Hasil Rontgen tanggal 23 Juni 2010 : Cor dan pulmo dalam batas normal, pulmo
tidak menunjukkan adanya infiltrate

4) Pemeriksaan fundoskopi
Kesan :
Tidak ada

5) Lain-lain.
Tidak ada

H. Therapy
Terapi 21/06/10 22/06/10 23/06/10
Cefriaxon 2 gr/24 jam √
Ranitidin 1 amp/12 jam √
Nexium 40 mg/12 jam √ √ √
Alinamin F 1 amp/12 jam √
Brainact 1 amp/12 jam √
Dexamethason 1 amp/8 jam √ √ √
Ecotrixon 2 gr/24 jam √ √
SNMC 1 amp/8 jam (drip √ √
dalam 100 cc NaCl) √
RL/ 24 jam 20 tpm √
Aminovel/24 jam 20 tpm √
NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm √ √
Asering/ 24 jam 20 tpm √ √
Comafusin hepar/24 jam 20 √ √
tpm √ √
Precedek+Ns Siryng pump √
3.2 cc/jam √
Lasik 20 mg/jam √ √ √
Koreksi bicnat
Methylprednison 40mg/12
jam
Nebulizer/8 jam

30
ANALISA DATA
Nama : Tn. Ch No CM : 01014680
Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik

N TGL/JA DATA MASALA ETIOLOG


O M FOKUS H I
1 21/06/10 DS : - Bersihan Akumulasi
10.20 DO : jalan secret di
WIB KU napas jalan
soporokoma tidak napas
, terdapat efektif
secret di ET
dan mulut,
RR
38x/menit,
terdengar
bunyi
ronkhi
basah di
basal paru
kanan
2 21/06/10 DS : - Pola Depresi
10.25 DO: napas pusat
WIB RR tidak pernapasa
38x/menit, efektif n (infark
terdapat serebri
retraksi pada
intercosta, batang
napas cepat otak
dan etcause
dangkal, intracerebr
terpasang al
ventilator haemoragi
dengan e)
mode P
SIMV
dengan
FiO2 70%,
PEEP + 5
dan SaO2
100%

31
3 21/06/10 DS : - Gangguan Kegagalan
10.30 DO: pertukaran proses
WIB RR gas difusi
38x/menit, pada
terdapat alveoli
retraksi
intercosta,
napas cepat
dan
dangkal,
Hasil BGA :
PH 7,334;
pCO2
27;pO2
236,9;HCO
3 16,3; BE -
10,2 dengan
interprestasi
Asidosis
Metabolik
terkompens
asi sebagian
4 21/06/10 DS : - Gangguan Perdaraha
10.35 DO: perfusi n
WIB Kesadaran jaringan intrasereba
soporokoma serebral l
, GCS
E1M2VET,
pupil miosis
(2mm),
reaksi pupil
+/-
5 21/06/10 DS : - Resiko Prosedur
10.40 DO: tinggi invasif
WIB Keadaan infeksi dan
umum bedrest
soporokoma total
, panas
dengan suhu
38,5⁰C,
terpasang
ET dan
infus line,

32
bedrest
total, reflek
motorik -/-

33
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn. Ch No CM : 01014680


Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik
NO DX. KEPERAWATAN TTD
1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan adanya akumulasi secret di jalan napas, dapat
ditandai dengan :
1. Adanya sekret di ET dan mulut
2. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru
kanan
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi
pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak
etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai
dengan :
1. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
2. Terdapat retraksi intercosta
3. Napas cepat dan dangkal
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
kegagalan proses difusi pada alveoli, dapat ditandai
dengan :
1. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
2. Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi
sebagian
4 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan adanya perdarahan intraserebral, dapat
ditandai dengan :
1. Penurunan kesadaran : Soporocoma
2. GCS E1M2VET
3. Pupil miosis
5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif dan bedrest total

34
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama :Tn.Ch
No CM : 01014680
Usia :53tahun
Diagnosa: CVA Haemoragik
DIAGNOSA
N TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
o KRITERIA
D HASIL
x
.
Bersihan
1 jalan Setelah Mandiri :
napas tidak efektif dilakukan 1. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan
berhubungan tindakan napas (ET dan mulut)
dengan adanya keperawatan 2. Auskultasi suara napas klien
akumulasi secret selama 3x 24 3. Monitor status pernapasan klien
di jalan napas jam diharapkan 4. Monitor adanya suara gargling
jalan napas 5. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
klien dapat 6. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
efektif adekuat 7. Lakukan suction sesuai indikasi
dengan kriteria Kolaborasi :
hasil : 8. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan
Sekret berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc
di ET dan mulut
berkurang atau
tidak ada
RR
dalam batas
normal(16-
24x/menit)
Suara
ronkhi
berkurang atau
hilang
Pola2 napas tidak Setelah Mandiri :
efektif dilakukan 1. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
berhubungan tindakan 2. Pantau status pernapasan klien
dengan depresi keperawatan 3. Pantau adanya retraksi otot intercosta
pusat selama 3x 24 4. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
pernapasan(infark jam diharapkan 5. Monitor saturasi oksigen klien
serebri pada pola napas klien Kolaborasi :
batang otak dapat efektif 6. Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting
etcause dengan kriteria ventilator dengan status pernapasan klien
intracerebral hasil :

35
haemoragie) Napas
adekuat spontan
(16-24x/menit)
KU dan
VS stabil
Retraksi
otot intercosta
berkurang
Weanin
g off ventilator
Gangguan
3 Setelah Mandiri :
pertukaran gas dilakukan 1. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
berhubungan tindakan 2. Observasi status pernapasan klien
dengan kegagalan keperawatan 3. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
proses difusi pada selama 3x 24 4. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
alveoli jam diharapkan Kolaborasi :
pertukaran gas 5. Pantau hasil BGA sesuai indikasi
klien dapat 6. Pertahankan penggunaan ventilator dengan oksigenasi
adekuat dengan yang adekuat
kriteria hasil :
KU dan
VS stabil
Napas
adekuat spontan
(16-24x/menit)
BGA
dalam batas
normal
Gangguan
4 perfusi Setelah Mandiri :
jaringan serebral dilakukan 1. Monitor status neurologi
berhubungan tindakan 2. Pantau tanda-tanda vital tiap jam
dengan adanya keperawatan 3. Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
perdarahan selama 3x 24 4. Pantau adanya peningkatan TIK
intraserebral jam diharapkan 5. Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰
perfusi jaringan Kolaborasi:
serebral klien 6. Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator
dapat adekuat 7. Berikan obat Brainact 1 amp/12 jam
dengan kriteria
hasil :
Kesadar
an membaik
Reflek
pupil +/+
Pupil

36
isokon
Resiko
5 tinggi Setelah Mandiri :
infeksi dilakukan 1. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
berhubungan tindakan 2. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
dengan adanya keperawatan 3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
prosedur invasif selama 3x 24 4. Lakukan personal dan oral care setiap hari
dan bedrest total jam diharapkan 5. Lakukan early mobilization
tidak terjadi 6. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
infeksi pada Kloaborasi :
klien dengan 7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
kriteria hasil : 8. Pantau hasil foto thorak
KU dan
VS stabil
Suhu
normal (36.5-
37.5)
Leukosit
normal

37
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama :Tn.Ch
No CM : 01014680
Usia :53tahun
Diagnosa: CVA Haemoragik
TGL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
21/06/10 Hasil operan jaga malam S:-
07.00 tanggal 20/06/10: O:
WIB Pasien baru nama Tn. Ch - Keadaan umum lemah,
masuk ICU pukul 04.00 WIB kesadaran soporocoma
pindahan dari RS. Kasih Ibu dengan vital sign : TD
dengan CVA. Saat datang 140/88, HR 126x/menit,
KU lemah, keadaan SaO2 100%, dan Suhu
soporocoma, napas tidak 38.2 ⁰C
adekuat sehingga pasang ET - GCS : E1M2VET,
dan ventilator dengan mode pupil miosis 2mm, reflek
SIM V VT 450, FiO2 60%, pupil terhadap cahaya +/-
PEEP +5, rawat jalan - Masih terpasang
napas(+), NGT dialirkan ventilator P SIMV, VT 465,
warna keruh, spooling(+) RR 34, 70%, PEEP + 5
kalau perlu sonde. Terapi - Sekret di mulut dan ET
Brainact 1 amp/12 jam, berkurang
Ranitidin 1mp/12 jam dan - Masih terdapat retraksi
alinamin F 1 amp/12 jam. otot intercosta, RR 34x/menit
Cairan infuse RL 20 tpm. - Hasil BGA : PH 7,334;
pCO2 27;pO2 236,9;HCO3
Implementasi yang dilakukan 16,3; BE -10,2 dengan
hari ini: interprestasi Asidosis
- Memonitor keadaan Metabolik terkompensasi
umum, status neurologis sebagian
klien dan vital sign klien/jam - Masih ada suara
- Memonitor status ronkhi basah di basal paru
pernapasan klien kanan
- Mengobservasi - Tidak terjadi tanda-
adanya akumulasi secret di tanda peningkatan TIK
mulut dan ET, suara gargling
serta mengauskultasi bunyi A:
napas klien Dx. 1 : Masalah teratasi
- Melakukan suction di sebagian
mulut dan ET Dx. 2 : Masalah belum
- Mempertahankan head teratasi
38
of bed 30⁰ Dx. 3 : Masalah belum
- Melakukan oral care teratasi
dengan antiseptik Dx. 4 : Masalah teratasi
- Kolaborasi sebagian
Memberikan terapi sesuai P:
program: Cefriaxon 2 gr, inj. Lanjutkan dan optimalkan
Ranitidin 1 amp, nexium 40 kembali intervensi dengan
mg, alinamin F 1 amp, tetap memantau KU dan vital
brainact 1 amp, sign serta status pernapasan
dexamethason 1 amp/8 jam, klien serta kolaborasi untuk
methylprednison rencana koreksi bicnat,
- Menganalisa hasil nebulizer untuk jaga siang
BGA dan usulkan untuk extra
- Melakukan alih baring pamol
miring kanan, lateral dan
miring kiri
22/06/10 Hasil operan jaga malam S:-
07.00 tanggal 21/06/10 : O:
WIB KU lemah, soporocoma, - Keadaan umum lemah,
panas, masih terpasang kesadaran soporocoma
ventilator dengan mode P dengan vital sign : TD
SIMV, VT 450, FiO2 60%, 145/97, HR 130x/menit,
RR 12x/menit, PEEP +5, SaO2 100%, dan Suhu
Slym (+), suction (+), NGT 38.2 ⁰C
dialirkan masih bewarna - GCS masih
kecoklatan, spooling (+), E1M2VET, pupil miosis
vital sign stabil termonitor, 2mm, reflek pupil terhadap
BAB(-), BAK/DC produksi cahaya +/-
urin kurang. Pukul 02.00 - Masih terpasang
WIB loading 1 flash RL dan ventilator P SIMV, VT 416,
pukul 06.00 WIB loading 1 RR 20, 60%, PEEP + 5
flash NaCl 0.9%, infuse dan - Sekret di mulut dan ET
injeksi masuk sesuai sudah berkurang
program. Syring pump jalan - Retraksi otot intercosta
precedek 5cc/jam. Diet berkurang, RR 20x/menit
spooling. Hari ini lanjut - Hasil BGA post
program nebulizer dengan koreksi bicnat :PH 7,312;
komposisi sama sebelumnya. pCO2 27.6; pO2 199,7;
HCO3 16,9; BE -8,8 dengan
Implementasi yang dilakukan interprestasi Asidosis
hari ini : Metabolik terkompensasi
- Memonitor keadaan sebagian
umum, status neurologis - Masih ada suara
klien dan vital sign klien/jam ronkhi basah di basal paru
39
- Mempertahankan head kanan
of bed 30⁰ dan memonitor - Tidak terjadi tanda-
status pernapasan klien tanda peningkatan TIK
- Memberikan nebulizer - Balance cairan : +
via ventilator 1800 cc, urin tidak keluar
- Melakukan suction di A:
mulut dan ET Dx. 1 : Masalah teratasi
- Mengauskultasi bunyi sebagian
napas klien Dx. 2 : Masalah teratasi
- Melakukan oral care sebagian
dengan antiseptic Dx. 3 : Masalah belum
- Kolaborasi teratasi
Memberikan terapi sesuai Dx. 4 : Masalah belum
program: nexium 40 mg, teratasi
dexamethason 1 amp, Dx. 5 : Masalah teratasi
dexamethason 1 amp, sebagian
ecotrixon 2 gr, SNMC 1 amp P:
(drip dalam 100 cc NaCl) Lanjutkan dan optimalkan
- Kolaborasi kembali intervensi, rencana
memberikan extra lasik 20 kolaborasi cek BGA lagi dan
mg/jam via syring pump darah rutin, ureum kreatinin,
- Melakukan alih baring GDS, nebulizer masih lanjut,
miring kanan, lateral dan dan lasik lanjut 20 mg/jam
miring kiri
- Mengambil sampel
darah arteri untuk cek BGA
post koreksi bicnat.
23/06/10 Laporan jaga malam tanggal S:-
07.00 22/06/10: O:
WIB KU lemah, koma, panas(+), - Keadaan umum lemah,
napas masih menggunakan kesadaran coma dengan vital
ventilator dengan mode P sign : TD 88/51, HR
SIMV, FiO2 60%, RR 14, 96x/menit, SaO2 97%, dan
PEEP +5, Slym (+), suction Suhu 40.6 ⁰C
(+), Vital sign stabil. NGT - GCS E1M1VET, pupil
dialirkan masih warna miosis 2 mm, reflek pupil
kecoklatan, spooling (+). terhadap cahaya -/-
BAB (-), BAK/DC produksi - Tidak nampak retraksi
sangat kurang. Pagi ini dada, RR 17x/menit
rencana cek BGA dan darah - Masih terpasang
rutin, ureum kreatinin, GDS, ventilator dengan mode P
nebulizer masih lanjut, dan SIMV, VT 340, FiO2 40%,
lasik lanjut 20 mg/jam dan PEEP +5
- Secret di mulut dan ET
40
berkurang, masih ada ronkhi
Implementasi yang dilakukan basah di basal paru kanan
hari ini : - Skor CPIS : 3
- Memonitor keadaan - Hasil BGA : PH 7,315
umum, status neurologis ; pCO2 30; pO2 189,8; HCO3
klien dan vital sign klien/jam 17,2; BE -8,4 dengan
- Melakukan interprestasi Asidosis
pemeriksaan GDS metabolik terkompensasi
- Mempertahankan head sebagian
of bed 30⁰ dan memonitor - Hasil Ureum : 3.9,
status pernapasan klien dan kreatinin 12.4, lekosit 7.4
sesuaikan dengan setting ribu/mmk, GDS : 482
ventilator - Urin masih tidak
- Melakukan oral care keluar, balance cairan : - 100
dengan antiseptic cc
- Mengambil specimen
darah untuk BGA, darah A:
rutin, dan ureum kreatinin Dx. 1 : Masalah teratasi
- Melakukan suction di sebagian
mulut dan ET Dx. 2 : Masalah teratasi
- Mengauskultasi bunyi sebagian
napas klien Dx. 3 : Masalah belum
- Kolaborasi teratasi
Memberikan terapi sesuai Dx. 4 : Masalah belum
program: nexium 40 mg, teratasi
dexamethason 1 amp, Dx. 5 : Tidak terjadi infeksi
dexamethason 1 amp, P:
ecotrixon 2 gr, SNMC 1 amp Lanjutkan dan optimalkan
(drip dalam 100 cc NaCl) kembali intervensi, nebulizer
- Kolaborasi lanjut/8 jam, lasik lanjut 20
melanjutkan pemberian extra mg/jam, insulin syring pump
lasik 20 mg/jam via syring 4 unit/jam. Pantau haluaran
pump dan insulin 4 unit/jam urin
via syring pump
- Melakukan alih baring Jam 14.20 WIB, kondisi klien
miring kanan, lateral dan drop, gambaran EKG arrest,
miring kiri HR turun terus, Saturasi turun
- Melakukan skoring drop dibawah normal,
CPIS dilakukan RJPO selama 15
menit dengan SA 4 ampul,
Adrenalin 3 ampul. RJPO
berhasil dengan vital sign TD
117/63, HR 126, dan SaO2
100% via bagging. Setelah 20

41
menit kondisi klien drop lagi
dank lien dinyatakan
meninggal pukul 14.55 WIB

42
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ketika menggunakan strategi yang sudah disebukan di atas, perawat memberikan
dokumentasi yang jelas dan ringkas tentang asuhan keperawatan serta mengurrangi
kecenderungan kontroversi yang mungkin muncul karena pencatatan yang tidak sesuai.
Merupakan hal yang tidak praktis membawa lembar alur kesana kemari untuk
memastikan bahwa semua data sudah dicatat secara akurat dan tepat waktu, maka setiap
perawat harus membentuk sebuah sistem untuk mencakup informasi-informasi yang
kemudian dapat didokumentasikan dengan jarak waktu yang teratur. Mencatat data
sedekat mungkin dengan waktu kejadiannya merupakan tindakan yang bijaksana karena
dapat menurunkan kesempatan terjadinya kesalahan atau hilangnya pencatatan
berdasarkan “apa yang Anda pikir telah terjadi.” Berikut ini merupakan tips praktis
untuk penyelesaian dokumentasi:
1. Penggunaan lembar alur untuk mencakup dan menyelesaikan semua area.
2. Menghubungkan aktivitas dengan hasil yang dicapai pasien. Menggunakan catatan
naratif untuk menghubungkan masalah pasien dengan intervensi dan hasil.
Membuat penilaian tentang perkembangan pasien.
3. Memastikan bahwa lembar alur dan catatan perkembangan konsisten.
4. Menyelesaikan lembar kode sesuai dengan yang dirancang oleh organisasi.
Mengetahui standar perawatan ACLS yang terbaru.
5. Mendokumentasikan setiap komunikasi dengan dokter.

B. SARAN
Diharapkan materi yang ada dalam makalah ini dapat diterapkan dalam prosses
keperawatan yang sesungguhnya.

43
DAFTAR PUSTAKA

Lyer.Patricia W.Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan


Edisi 3.2004.Jakarta:EGC
Alimul Hidayat, A.aziz.Dokumentasi Proses Keperawatan.2001.Jakarta:EGC
http://dillypolepell.blogspot.com/2011/10/makalah-dokumentasi-keperawatan-pada.html

44

Anda mungkin juga menyukai