Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atau segala Rakhmat dan Hidayah
Nya yang telah di berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Dokumentasi Keperawatan Pada Pasien Kritis.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moril maupun material . Untuk itu
kami ucapkan terima kasih kepada teman teman satu kelompok yang bekerja sama dalam
membantu menyelesaikan makalah ini.
Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
dengan hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyusun
makalah selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dapat dipercaya
sebagai bukti kewenangan individu ( Edelstein 1990 ).
Setiap perawat selesai melakukan proses keperawatan, perawat harus segera melakukan
pendokumentasian. Asuhan keperawatan harus dilaksanakan sesuai standard keperawatan, yaitu
proses keperawatan, agar klien mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan proses keperawatan adalah metode sistematis yang
mengarahkan klien dan perawat untuk bersama-sama menetapkan kebutuhan terhadap asuhan,
merencanakan dan melaksanakan asuhan, serta mengevaluasi hasil asuhan.
Oleh karena itu, Standard praktik keperawatan ditetapkan dengan mengacu pada proses
keperawatan meliputi: Standard I : Dokumentasi Pengkajian keperawatan, Standard II :
Dokumentasi Diagnosa keperawatan, Standard III : Dokumentasi Perencanaan Keperawatan,
Standard IV : Dokumentasi Implementasi, Standard V : Dokumentasi Evaluasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang dokumentasi pada tatanan keperwatan kritis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai kondisi pada keperawatan kritis.
b. Mahasiswa mampu mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dalam keperawatan
kritis
BAB II
ISI
Rancangan lembar alur dapat bervariasi sesuai dengan organisasi yang membuatnya. Beberapa
organisasi membuat format terbuka seperti peta jalan; misalnya, sebuah lembar alur berukuran
empat kali lembar kertas ukuran 21,59 x 27,94 cm yang dilipat keluar menjadi 81,28 x 27,94 cm,
tetapi terdiri dari 8 sisi. Bentuk landscape menampilkan informasi yang mengisi ruang lembaran
sehingga semua parametr yang signifikan dapat dilihat pada catatan intervensi. Organisasi lain
lebih memilih untuk menyimpan halaman informasinya dalam bentuk potrait. Halaman tersebut
juga dapat dilipat untuk mendapatkan dokumen yang padat. Tanpa memikirkan bentuk format,
informasi seperti tanda vital, pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinu lainnya
serta informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas lainnya atau
informasi skenario, seperti intervensi keperawatan atau pengkajian seluruh tubuh, akan
tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu umumnya dikosongkan, yang
memungkinkan perawat untuk merancang sendiri frekunsi pengukuran tanda vital atau kejadian
lainnya berdasarkan status pasien. Hasilnya, satu format atau kumpulan banyak format dapat
mewakili dokumentasi periode 24 jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan
semua kejadian dalam waktu tersebut, dan berlawanan dengan catatan sistem blok, yang
umumnya digunakan dalam catatan naratif sebagai bagian dari deskripsi, atau gambaran umum
kondisi pasien selama periode waktu tertentu.
Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien yang berkelanjutan dan
kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari beberapa menit sampai sekali setiap jam.
Tetapi, perawat harus ingat bahwa lembar alur hanya selembar gambaran total dokumentasi
proses keperawatan, yang digunakan untuk membantu catatan perkembangan dan lembaran
dokumentasi lain untuk menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan keperawaan
kepada klien. Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek proses keperawatan, yaitu:
pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Dokumentasi respons,
perkembangan atau perburukan pasien serta hasil yang sudah dicapai pasien juga merupakan
bagian yang diperlukan dari dokumentasi.
SUMBER-SUMBER LIABILITAS
Vieira (1997) mencatat bahwa dalam tinjauan liabilitas profesional suatu dasar
perusahaan asuransi, tuntutan yang banyak diidentifikasi selalu melibatkan masalah dokumentasi
(tentang tidak cukupnya atau kurangnya dokumentasi). Ia menjelaskan kasus berikut sebagai
contoh kurangnya pendokumentasian:
Seorang pria berusia 56 tahun masuk ke unit perawatan intensif pembedahan (surgical
intensive care unit, SICU) setelah pneumonektomi. Catatan perkembangan berisi catatan
penerimaan perawat terhadap pasien di unit tersebut. Lembar alur mengindikasikan telah terjadi
disstres pernapasan selama 5 hari, dilakukan ektubasi dan reintubasi, serta terjadi perubahan
yang kontinu pada kecepatan ventilator, volume, dan konsentrasi oksigen. Meskipun lembar alur
berisi data objektif dan subjektif, tidak ada satupun dokumentasi yang dibuat oleh dokter maupun
perawat dalam catatan perkembangan selama 11 hari tentang rasional penatalaksanaan ventilator
pasien. Pasien eninggal dan keluarga berhasil mengajukan tuntutan pada pemberi pelayanan
kesehatan dan rumah sakit. (Vieira, 1997)
Bagian ini mendiskusikan masalah dokumentasi yang sering memengaruhi pembelaan
diri perawat ICU dalam kasusu tuntutan hukum. Sumber liabilitas meliputi hal-hal berikut:
1. Pengabaian pemikiran kritis
2. Evaluasi status pasien yang tidak adekuat
3. Hilangnya atau tidak lengkapnya dokumentasi perubahan kondisi pasien sebelum henti
napas/henti jantung dan resusitasi
4. Dokumentasi tentang pemberitahuan kepada dokter berkaitan dengan perubahan kondisi
pasien.
Dokumentasi henti napas/jantung dan upaya resusitasi dibuat pada lembar kode dan strip
irama jantung. Lembar alur dan catatan perkembangan perawat harus mencerminkan data
pengkajian sebelum dan sesudah kode. Lembar kode, catatan perkembangan, strip irama jantung,
dan lembar alur harus mencerminkan pencatatan yang konsisten tentang peristiwa sehingga
mencerminkan pemberian perawatan secara akurat. Evaluasi terdiri dari perbandingan data yang
didokumentasikan dengan standar perawatan ACLS terbaru. Karena hal ini merupakan masalah
klinis yang sangat penting, banyak organisasi yang meiliki sebuah sistem yang setiap henti
jantung/napas defaluasi secara formal dan umpan balik diberikan kepada pemberi perawatan
berkaitan dengan kinerja dan kepatuhannya terhadap standar perawatan.
Dokumentasi Perubahan Kondisi Pasien : Pemberitahuan kepada Dokter
Pasien diarea perawatan kritis sering kali diperiksa oleh beberapa dokter dalam periode 24
jam. Di rumah sakit pendidika yang besar, dikter magang dan residen memeriksa pasien dibawah
pengawasan dokter staf. Dalam organisasi yang tidak memiliki program pendidikan, dokter yang
memeriksa umumnya berkonsultasi dengan satu dokter spesialis atau lebih jika pasien memiliki
maslah medis yang kompleks. Dengan banyaknya dokter yang merawat pasien, perawat harus
mengkoordinasi dan mengorganisasikan implementasi pengobatan yang diresepkan dan
memastikan bahwa informasi yang ada dikomunikasikan kedokter yang tepat. Informasi kontinu
yang menggambarkan kondisi pasien isampaikan dari orang ke orang (seperti ketika dokter
melakukan ronde tambahan) atau via telepon. Masing-masing dan setiap komunikasi dengan
dokter harus didokumentasikan baik dalam catatan perkembangan atau dibagian keterangan
lembar alur.
Ketika terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi pasien, dokter, terutama yang
memeriksa pasien harus dihubungi segera setelah perawat menyelesaikan pengkajian. Di rumah
sakit pendidikan yang besar, dokter magang atau residen dapat dihubungi sebagai dokter on
call. Apakah pemberitahuan dilakukan pada dokter magang, residen, atau dokter yang bertugas,
perawat harus mendokumentasikan pemberitahuan tersebut dan mencatat respon dokter terhadap
panggilan itu. Kegagalan untuk melaporkan perubahan penting pada dokter atau membiarkan
kondisi pasien memburuk karena kelamaan tanpa mendesak dokter untuk memeriksa pasien
merupakan tindakan di bawah standar. Ketika bekerja dengan residen atau dokter magang,
perawat boleh mendesak residen untuk memberitahu dokter yang bertugas jika perawat
beranggapan jika pasien tidak berespon terhadap pengobatan yang dilakukan oleh dokter magang
atau residen.
Jika dokter yang bertugas tidak berespon walaupun sudah diberi tahu tentang kondisi pasien,
perawat boleh mengulangi penyataan kepada dokter yang lebih tinggi. Jika kondisi pasien terus
memburuk, setelah pemberitahuan yang berulang-ulang, perawat harus melaporkan keadaan
tersebut ke tingkat rangkaian pemerintah yang lebih tinggi seperti yang sudah diterapkan oleh
kebijakan dan prosedur organisasi. Rangkaian pemerintah yang lebih tinggi tersebut antara lain
dengan melibatkan penyelia keperawatan (yang memberikan informasi langkah berikutnya)
atau mungkin dokter yang bertindak sebagai direktur unit keperawatan kritis. Perawat harus
mendokumentasikan setiap upaya untuk mendapatkan intervensi dokter. Mandell (1993)
menekankan bahwa keterlambatan atau tidak dilakukannya pemberitahuan kepada staf medis
yang tepat dapat meningkatkan tingkat ciderasecara signifikan atau membahayakan pasien.
Mandell (1993) menggambarkan kegagalan perawat untuk memberi tahu dokter tentang
informasi penting yang berkaitan dengan kondisi pasien merupakan sebuah tindakan kelalaian
(perawat bertanggng jawab ats apa yang sudah dilakukannya). Tuntutan atas kegagalan
bertindak seringkli menimbulkan dugaan bahwa pasien dirugikan karena hilangnya komunikasi
perawat-dokter (Mandell, 1993). Tindkan kelalain ini memiliki berbagai bentuk, termasuk
kegagalan perawat untuk memberikan informasi yang relevan kepada dokter; kegagalan
menginformasikan secara tepat waktu kepada dokter, atau terjadi kegagalan ketika diindikasikan
memanggil dokter.