Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS JURNAL

TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA PASIEN


VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP)
DIRUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)

OLEH
Sriwahyunimardani
Deliwan A. Ismail
Mega Purnamawaty Sudirman
Moh. Rizal dy Kaharu
Putri Kiki Pratiwi Helingo

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Analisis Jurnal dengan judul TINDAKAN KEPERAWATAN
BUNDLE VENTILATOR PADA PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED
PNEUMONIA (VAP) DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)
Analisis Jurnal ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan analisis
jurnal ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Analisis Jurnal ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki Analisis Jurnal ini.
Akhir kata kami berharap semoga Analisis Jurnal ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.

Gorontalo, 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Tujuan ..................................................................................................
1.3 Manfaat ................................................................................................
BAB II METODE DAN TINJAUAN TEORITIS ........................................
2.1 Metode Pencarian .................................................................................
2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis .........................................................
A. Intensif Care Unit (ICU) .................................................................
B. Bundel Ventilator............................................................................
C. VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP)
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
3.1 Hasil....................................................................................................
3.2 Pembahasan ........................................................................................
3.3 Implikasi Keperawatan ........................................................................
BAB IV PENUTUP .......................................................................................
4.1 Kesimpulan ........................................................................................
4.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staff dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap
pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat
dapat dipantau perubahan yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-
organ tubuh lainnya (Rab, 2008).
Association of Critical Care Nursing (2014), peran perawat ICU dalam
keperawatan kritis adalah salah satu keahlian khusus didalam ilmu perawatan
yang menghadapi secara rinci terhadap manusia dan bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa, Pelayanan keperawatan kritis di lCU merupakan
pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam kondisi kritis yang mengancam
jiwa, sehingga harus dilaksanakan oleh tim terlatih dan berpengalaman di ruang
perawatan intensif.
Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan bagi
pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan potensial
untuk disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit berat yang
memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-menerus, untuk
mengetahui setiap perubahan pada kondisi pasien yang membutuhkan intervensi
segera (Kemenkes, 2011). Kemampuan mengobservasi dan pengawasan ketat
dibidang perawatan kegawatan, salah satunya adalah kegawatan dalam monitoring
hemodinamik pada pasien kritis.
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam keputusan
menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2011
tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit yaitu, untuk
ICU level I maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan

1
hidup dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari
jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat di
ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh
perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU.
1.2 Tujuan
Untuk menganalisis jurnal tentang “TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE
VENTILATOR PADA PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA
(VAP) DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)"
1.3 Manfaat
A. Manfaat Praktis
1. Bagi program Studi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori
dan bahan bacaan tentang “TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE
VENTILATOR PADA PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED
PNEUMONIA (VAP) DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)’’
2. Bagi Perawat
Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi perawat dalam melakukan TINDAKAN
KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA PASIEN
VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI RUANG
INTENSIF CARE UNIT (ICU)
3. Bagi rumah sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai
TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA
PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI
RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)
B. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan suatu pengetahuan
tentang TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE

2
VENTILATOR PADA PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED
PNEUMONIA (VAP) DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)
2. Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu
pengetahuan pada umumnya dan juga bisa memberikan ilmu
khusus bagi keperawatan.

3
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi

ilmiah tahun 2017 – 2022 dengan penelusuran menggunakan data based

Google cendekia/scholar.

2.2 Konsep Tentang Tinjauan Teoritis

A. Intensive Care Unit (ICU)

1) Definisi

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang

dilengkapi dengan staff dan peralatan khusus untuk merawat dan

mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk

yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun

mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang

dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan

perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang

berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau

perubahan yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ

tubuh lainnya (Rab, 2008).

Association of Critical Care Nursing (2014), peran perawat ICU

dalam keperawatan kritis adalah salah satu keahlian khusus didalam

ilmu perawatan yang menghadapi secara rinci terhadap manusia dan

bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa, Pelayanan

keperawatan kritis di lCU merupakan pelayanan yang diberikan kepada

4
pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus

dilaksanakan oleh tim terlatih dan berpengalaman di ruang perawatan

intensif.

Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan

bagi pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif

dan potensial untuk disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien

berpenyakit berat yang memerlukan observasi atau pengawasan ketat

secara terus-menerus, untuk mengetahui setiap perubahan pada kondisi

pasien yang membutuhkan intervensi segera (Kemenkes, 2011).

Kemampuan mengobservasi dan pengawasan ketat dibidang perawatan

kegawatan, salah satunya adalah kegawatan dalam monitoring

hemodinamik pada pasien kritis.

Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam

keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2011 tentang pedoman penyelenggaraan

pelayanan ICU di rumah sakit yaitu, untuk ICU level I maka

perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup

dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50%

dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan

bersertifikat di ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75%

dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan

bersertifikat ICU

2) Ruang Lingkup Pelayanan ICU

5
Menurut Kemenkes (2011) meliputi hal- hal sebagai berikut:

a. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa

dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai

beberapa hari.

b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus

melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.

c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap

komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.

d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya

sangat tergantung oleh alat atau mesin dan orang lain.

3) Kriteria Pasien ICU

Menurut Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Intensif RSUP Dokter

Kariadi Semarang (2016) yaitu:

a. Pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan

terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang

fungsi organ, infus, obat vasoaktif/inotropik obat anti aritmia. Sebagai

contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.

b. Pasien prioritas 2

Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU,

sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,

misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial

6
catheter. Contoh pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru,

gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami

pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak

mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

c. Golongan pasien priorotas 3

Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status

kesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya

atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan

sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.

Sebagai contoh antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai

penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau

pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi

penyakit akut berat.

B. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

1. Definisi

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi

nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI),

khususnya pada penderita yang menggunakan ventilasi mekanik.

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi

nosokomial umum pada pasien pada ventilasi mekanis /intubasi dengan

tingkat mulai dari 10% -70% di unit perawatan intensif yang ditandai

dengan “infiltrat paru baru atau progresif, demam, leukositosis dan

trakea-bronkial purulen sekresi (Wami et al., 2018). VAP merupakan

7
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di ICU dan menyebabkan

pemanjangan lenght of stay di rumah sakit dan ICU dan meningkatkan

biaya rumah sakit (Solikin, 2020).

Penelitian terhadap Healthcare associated infections (HAIs) oleh

Center for desease andcontrol (CDC) menyatakan bahwa di dunia

terdapat 721.800 kasus HAIs dan 39% diantaranya mengalami VAP yang

berjumlah 157.000 kasus (CDC, 2016). Kejadian VAP di Indonesia dari

beberapa penelitian menunjukkan insiden yang tinggi. Prevalensi

pneumonia di Indonesia meningkat dari 1,6 % menjadi 2,0 %

(RISKESDES, 2018).

Diagnosa Ventilator Associated Pneumonia (VAP) secara klinis

ditegakkan berdasarkan adanya demam (> 38,30 C), leukositosis (>

10.000 mm3), sekret trakea bernanah dan adanya infiltrat yang baru atau

menetap dari radiologi. Definisi tersebut mempunyai sensitifitas yang

tinggi namun spesifisitasnya rendah.

Diagnosa Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dengan

spesifisitas yang tinggi dapat dilakukan dengan menghitung Clinical

Pulmonary Infection Score (CPIS) yang mengkombinasikan data klinis,

laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen

(PaO2/FiO2) dan foto toraks (Fitriani & Santi, 2018).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah VAP diantaranya

cuci tangan dan pemakaian sarung tangan sebelum dan sesudah

melakukan tindakan, dekontaminasi oral, intervensi farmakologis oral,

8
stress ulcer prophilaxis, pengisapan sekret endotrakeal, perubahan posisi

klien, posisi semi-fowler, pengisapan sekret orofaring dan pemeliharaan

sirkuit ventilator (Fitriani & Santi, 2018). Pencegahan yang dapat

dilakukan juga untuk mengatasi VAP adalah dengan VAP Bundle.

Bundle adalah suatu cara yang terstruktur untuk meningkatkan proses dan

hasil perawatan pasien bila dilakukan secara kolektif dan handal yang

dilaksanakan dengan praktekterbaik dan berdasarkan evidence base.

Bundle VAP merupakan sekumpulan tindakan yang dipergunakan untuk

mengurangi terjadinya infeksi pneumonia akibat pemasangan ventilator

(VAP) (Kartini, 2018).

Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan bagian dari

hospital acquired pneumonia dengan kejadian yang cukup tinggi di ICU.

VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang

dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama

48 jam atau lebih. Resiko VAP tertinggi pada awal perawatan dengan

ventilasi mekanik,

dimana terjadi peningkatan resiko tiga persen setiap hari dari hari pertama

hingga hari kelima. Setelah hari kelima peningkatan resiko sebesar dua

persen perhari hingga hari kesepuluh. Peningkatan resiko sebesar satu

persen perhari

setelah hari ke sepuluh. Kejadian VAP di ruang perawatan intensif masih

sangat tinggi dengan lama perawatan yang memanjang dan angka

9
mortalitas serta biaya perawatan yang sangat tinggi (Huang et al., 2010;

Niederman, 2005).

Menurut onsetnya, VAP dikelompokkan dalam 2 kelompok utama

yakni VAP onset cepat, dimana kejadian VAP muncul dalam 4 hari

pertama setelah dilakukan tindakan ventilasi mekanik, maupun VAP

onset lambat yakni VAP yang muncul setelah 4 hari dilakukan tindakan

ventilasi mekanik (Huang et al., 2010).

2. Etiologi dan Patogenesis VAP

Patogenesis VAP umumnya terjadi akibat mikroaspirasi organisme

patogen dari orofaring dan regurgitasi sekresi lambung ke dalam paru

disertai penurunan mekanisme pertahanan tubuh. Faktor resiko terhadap

kejadian VAP secara umum dikelompokkan dalam 2 kelompok yakni

faktor resiko yang masih dapat dimodifikasi maupun faktor resiko yang

tidak dapat dimodifikasi. Jenis tindakan medis, pengobatan dan kebiasaan

di ICU merupakan faktor resiko yang dapat

dimodifikasi, sedangkan usia diatas 60 tahun, COPD, ARDS, cedera

kepala dan intubasi ulang merupakan faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi. Diagnosis dan pengobatan yang cepat akan menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas VAP (Haskell et al., 2013; Niederman,

2005).

Mengingat aspirasi bakteri dari saluran nafas atas merupakan patogenesis

penting dari VAP, maka keberadaan flora normal di rongga mulut penting

untuk diperhatikan. Ada lebih dari 350 spesies bakteri di rongga mulut,

10
yang berkoloni pada beberapa tempat. Streptococcus sanguis,

Actynomyces viscosus dan bakteroides gingivalis umumnya berkoloni di

gigi. Sreptococcus salivarius umumnya berkoloni di bagian dorsal dari

lidah. Sedangkan Streptococcus mitis sering dijumpai pada mukosa bukal

dan permukaan gigi. Pada kondisi dimana terjadi penurunan sistem

pertahanan tubuh, misalnya pada pasien berpenyakit kritis, terjadi

penurunan fibronektin yang menyebabkan gangguan sistem

retikuloendotel sehingga terjadi perubahan lingkungan yang

menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen (Niederman, 2005).

Jenis organisme yang menyebabkan VAP biasanya tergantung pada

durasi ventilasi mekanik. Secara umum, VAP onset cepat disebabkan oleh

patogen yang sensitif terhadap antibiotik, sedangkan VAP onset lambat

sering disebabkan oleh bakteri MDR dan sulit diobati. Meski demikian

tidak ada aturan baku tentang hal ini dan hanya menjadi acuan terapi

antibiotik awal

hingga didapatkan diagnosis klinis lebih lanjut (Kalanuria et al., 2014).

Mikroorganisme penyebab VAP didominasi oleh bakteri patogen, dan

dapat disebabkan lebih dari 1 organisme. Penyebab lain seperti jamur dan

virus jarang dijumpai. Penyebab yang paling sering adalah bakteri basil

gram negatif aerob

seperti Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,

dan Acinetobacter sp. Bakteri coccus gram positif seperti Staphylococcus

aureus, khususnya MRSA mengalami peningkatan yang pesat dalam

11
kejadian VAP di

Amerika Serikat. Pneumonia akibat S. aureus lebih sering dijumpai pada

pada pasien dengan diabetes mellitus dan cedera kepala yang dirawat di

ICU (Haskell et al., 2013; Seguin et al., 2013).

3. Pencegahan

Dengan memahami patogenesis VAP, maka kita dapat menyusun strategi

dalam pencegahan VAP. Secara garis besar pencegahan VAP dibagi

dalam 2 kelompok, yakni pencegahan non farmakologis dan secara

farmakologis. Mengingat aspirasi sekret orofaring, cairan lambung dan

saluran cerna menjadi

patogenesis utama dalam VAP, maka secara non farmakologis, tindakan

yang dilakukan bertujuan untuk mencegah kejadian ini. Sedangkan secara

farmakologis dilakukan tindakan dengan obat – obatan untuk mencegah

kolonisasi bakteri di orofaring maupun di lambung yang dapat masuk ke

saluran nafas bawah ketika terjadi aspirasi (Kalanuria et al., 2014).

Tindakan – tindakan pencegahan VAP secara non farmakologis lebih

mudah dan lebih murah bila dibandingkan dengan farmakologi. Secara

non farmakologis dapat dilakukan beberapa tindakan seperti menghindari

tindakan intubasi trakea jika memungkinkan, mempersingkat durasi

penggunaan ventilasi mekanik, memberikan pemahaman kepada staf di

ICU tentang VAP dan pentingnya pencegahannya, melakukan suctioning

subglotic, mengutamakan intubasi oral dibandingkan intubasi nasal,

menghindari manipulasi pada sirkuit ventilator, posisi semirecumben,

12
mencegah kejadian distensi lambung, mencegah terbentuknya biofilm,

melakukan tindakan asepsis tangan sebelum melakukan kontak dengan

pasien. Meskipun hal-hal tersebut diatas sudah dilakukan dan menjadi

prosedur tetap di ICU, angka kejadian VAP masih cukup tinggi, sehingga

pencegahan secara farmakologis masih diperlukan (Haskell et al., 2013;

Burns et al., 2011)

C. Bundle Ventilator

Berbagai penelitian terhadap pencegahan infeksi nosokomial telah banyak

dilakukan, begitu pula dengan penelitian pencegahan VAP. Salah satu

langkah pencegahan yang telah diterbitkan oleh The Institute for

Healthcare Improvement (IHI) adalah menciptakan Ventilator Bundle

(VB) yang merupakan serangkaian intervensi berbasis bukti, jika

diimplementasikan bersama-sama untuk semua pasien dengan ventilasi

mekanik, akan mengakibatkan penurunan drastis dalam angka kejadian

VAP.

VB telah banyak diterapkan di berbagai rumah sakit. Rumah Sakit Albany,

New York, setelah diterapkan VB dengan kepatuhan sebesar 100 %, 6

bulan kemudian kejadian VAP menjadi nol.

Ventilator bundle adalah serangkaian intervensi yang merupakan langkah-

langkah perawatan pada pasien yang terpasang ventilator mekanik.

Dimana VB ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan bagi pasien dan

mencegah terjadinya infeksi nosokomial, khususnya VAP.

13
Prosedur dalam VAP bundle care diantaranya mengangkat kepala tempat

tidur (meminimalkan mikro respirasi), penghentian sedasi harian dan

penilaian kesiapan untuk ekstubasi (mengurangi lama tinggal), profilaksis

ulkus peptikum (meminimalkan komplikasi), profilaksis thrombo-emboli

vena, serta perawatan mulut dengan klorheksidin. Sebagian besar pasien

kritis mengalami penurunan kesadaran dan ketidakmampuan dalam

memenuhi kebutuhan dasar mereka. Perawat memiliki peran penting

dalam memberikan intervensi perawatan yang tepat sebagai pencegahan

terjadinya infeksi yang dapat memperberat kondisi pasien. Sesuai dengan

penelitian Alcan et al (2016) yang menyebutkan bahwa terjadi penurunan

secara signifikan terkait kejadian VAP setelah penerapan VAP bundle oleh

perawat, dari 23 kejadian VAP dengan ventilator pada fase pre-

implementasi menjadi 10 kejadian VAP dengan ventilator pada fase post-

implementasi. Oleh karena itu, tujuan penulisan paper ini untuk

mengetahui prosedur VAP bundle care sebagai tindakan pencegahan

terjadinya Ventilator- associated Pneumonia (VAP) di ruang intensive care

unit (ICU).

14
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil

Author/Tahun Judul Metode Hasil Penelitian


Rudy Suryo IMPLEMENTASI Penelitian kuantitatif menggunakan Didapatkan angka kepatuhan ventilator-bundle
Handoyo dkk, VENTILATOR BUNDLE DAN analisa observasional desain cohort. sebesar 82,9% dan angka VAP 11,1% atau 26,7
2016 RISIKO KEJADIAN INFEKSI Data dikumpulkan dengan per 1000 hari ventilator. Kepatuhan terhadap
NOSOKOMIAL PNEUMONIA mengamati kepatuhan komponen ventilator-bundle tidak memiliki hubungan
DI RUANG PERAWATAN ventilator-bundle di ICU dewasa dengan kejadian VAP. Dengan menggunakan
INTENSIF RUMAH SAKIT dengan menggunakan checklist. odds ratio ketidakpatuhan terhadap profilaksis
SURAKARTA ulkus peptikum mempunyai risiko 8,5x terkena
VAP (95% CI: 1,164-62,094). Penelitian ini
membuktikan adanya faktor dari pasien yang
berhubungan dengan VAP yaitu lama
terpasangnya ventilator dan kejadian ETT
tercabut sendiri. Pemasangan ventilator >5 hari
berisiko 36 kali terkena VAP (95% CI: 3,193-
405,897). Kejadian ETTtercabut sendiri berisiko
26 kali terkena VAP(95% CI: 1,796376,303)
Wilda dkk, HUBUNGAN Penelitian ini adalah penelitian Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan
2021 PENGETAHUAN DAN deskriptif korelasi dengan perawat ICU tentang VAPb adalah rendah
TINGKAT KEPATUHAN pendekatan cross sectional. Sampel (53.3%), perawat patuh menjalankan VAPb
PERAWAT ICU DALAM adalah perawat ICU di RSAB (60%) dan terdapat hubungan pengetahuan dan
MELAKSANAKAN BUNDLE Panam berjumlah 30 orang dengan tingkat kepatuhan perawat ICU dalam

15
VENTILATOR ASSOCIATED teknik pengambilan sampling yakni melaksanakan VAPb (p value = 0,002) dan Odd
PNEUMONIA (VAPb) total sampling. Alat pengumpul data Ratio (OR)= 28.6. Hasil penelitian ini dapat
yang digunakan adalah kuesioner menjadi masukan bagi perawat dalam
pengetahuan perawat ICU tentang meningkatkan pengetahuan perawat ICU dalam
VAPb mencegah VAP dengan mengaplikasikan VAPb.
Diah Susmiarti, INTERVENSI VAP BUNDLE Hasil menunjukkan bahwa penerapan VAP
2015 DALAM PENCEGAHAN Penelitian ini menggunakan metode bundle berpengaruh dalam mencegah terjadinya
VENTILATOR ASSOCIATED one shot case study post test only VAP. Hasil dari penilaian total CPIS didapatkan
PNEUMONIA (VAP) PADA dengan sampel sebanyak 6 orang 4 dari 6 orang tidak terdiagnosa VAP dan 2
PASIEN DENGAN mulai 31 Desember 2013 sampai orang terdiagnosa VAP.
VENTILASI MEKANIS dengan 31 Januari 2014.
Sri Idawati dkk, Tingkat Pengetahuan Perawat Desain penelitian ini adalah analitik Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
2018 Dan Penerapan Ventilator dengan pendekatan cross sectional. separuh (60%) perawat memiliki tingkat
Associated Pneumonia Bundle Data diolah secara deskriptif dan pengetahuan yang tinggi. Hampir seluruh
Di Ruang Perawatan Intensif dengan menggunakan chi-squared (93,3%) perawat sesuai melakukan penerapan
tes VAP Bundle. Terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan penerapan
VAP Bundle (p<0.05)

Hartono dkk, LITERATURE REVIEW : Pencarian artikel jurnal dilakukan VAP bundles telah terbukti secara evidence
2019 PELAKSANAAN VAP secara elektronik dengan dalam penurunan angka kejadian VAP, sehingga
BUNDLE DALAM menggunakan beberapa database, hal ini harus dilakukan semua tim medis yang
MENCEGAH VENTILATOR yaitu : Google Scholar, Pubmed, terlibat dalam perawatan pasien dan di awasi
ASSOCIATED PNEMONIA Science Direct. Batasan tahun yang dengan ketat pelaksanaanya

16
(VAP) digunakan yaitu 10 tahun (2002 –
2018). Dari hasil pencarian
literature didapatkan enam jurnal
terpilih dari 80 artikel yang
ditemukan. Sebanyak enam
penelitian diangkat dalam kajian ini,
yang kesemuanya menjabarkan
komponen VAP bundle yang
bertujuan untuk menanggulangi
terjadinya VAP di unit perawatan
intensi

17
18
3.2 Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional analitik menggunakan

rancangan Cohort. Penelitian Analitik dengan pendekatan Cohort adalah penelitian

dimana pengambilan data variabel bebas (sebab) dilakukan terlebih dahulu yaitu

kepatuhan terhadap ventilator-bundle, setelah beberapa waktu kemudian baru

dilakukan pengambilan data variabel tergantung (akibat) yaitu VAP. Populasi pada

penelitian ini adalah semua responden yang mempunyai kriteria variabel sebab

(sebagai kelompok studi)

Penelitian dilakukan dalam waktu yang cukup singkat yaitu dari tanggal 1

November 2014 sampai 28 Februari 2015 (4 bulan) dengan jumlah sampel pasien

sebanyak 45 orang. Secara pengamatan tampak angka kepatuhan terhadap

ventilator-bundle 82,9%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka

kepatuhan ventilator-bundle yang dilakukan dalam penelitian Saber (2011) tingkat

kepatuhan antara 33,1% sampai 59,1%4. Hasil ini lebih rendah dari penelitian Al

Thaqafy, et al (2013) di ICU Rumah Sakit King Abdulaziz Medical City, Saudi

Arabia, dari tahun 2010-2013 kepatuhan terhadap ventilator-bundle meningkat dari

90% pada tahun 2010 menjadi 97% pada tahun 2013.

Angka VAP didapatkan 11,1% atau 26,7 per 1000 hari ventilator. Angka ini lebih

rendah dari-pada sistem surveilans nasional Prancis yang mendapatkan 12,4%².

Sedangkan Utami (2013) dalam penelitiannya mendapatkan angka VAP 46,15 per

1000 hari ventilator sebelum edukasi ventilator-bundle, dan 35,09 per 1000 hari

ventilator setelah edukasi ventilator-bundle⁸. Akan tetapi hasil ini lebih tinggi dari

penelitian Alsadat (2012) yang berhasil menurunkan angka VAP dari 30 menjadi

6,4 per 1000 hari ventilator.

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staff dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian.
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi nosokomial umum
pada pasien pada ventilasi mekanis /intubasi dengan tingkat mulai dari 10%
-70% di unit perawatan intensif yang ditandai dengan “infiltrat paru baru
atau progresif, demam, leukositosis dan trakea-bronkial purulen sekresi
(Wami et al., 2018). VAP merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di ICU dan menyebabkan pemanjangan lenght of stay di rumah
sakit dan ICU dan meningkatkan biaya rumah sakit (Solikin, 2020).

4.2 Saran
a. Bagi program Studi Ners
Diharapkan mahasiswa dapat memperbanyak pengetahuan mengenai
TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA
PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI
RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)
b. Bagi Perawat
Dapat memberikan suatu alternatif untuk dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi perawat dalam melakukan TINDAKAN
KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA PASIEN
VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI RUANG
INTENSIF CARE UNIT (ICU)
c. Bagi rumah sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai

20
TINDAKAN KEPERAWATAN BUNDLE VENTILATOR PADA
PASIEN VENTILATOR ACCOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI
RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)

21
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, K. (2019). Peran Keluarga Dalam Perawatan Penderita Asma Di Desa


Sukoreno Wilayah Kerja Puskesmas Sentolo I Kulon Progo. 9–25.

GINA (2020) Pocket Guide for Asthma Management and Prevention (for adults
and children older than 5 years), Global Initiative for Asthma.
Available at: www.ginasthma.org.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : Bursa Ilmu

Indri Runtuwene. 2018. Prevalensi dan faktor faktor resiko yang menyebabkan
asma di RSU GMIM Bethesda Tomohon. Jurnal e-Clinik (eCi). Volume 4
No 2 Hal.45-50

Kemenkes RI. (2013).Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

Merey M & Hendro B. 2021. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Riwayat
Serangan Pada Penderita Asma Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
Keperawatan. Volume 9 No.2

Novita Amri, 2020. Penerapan Posisi Orthopenic untuk mengatasi


Ketidakefektifan Pola Napas pada pasien dengan Asma Bronkhial. Jurnal
Kesehatan Saintika Meditory

Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika

Permenkes., 2016, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun


2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Sutrisna, Marlin. 2018. Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Act


(Asthma Control Test). Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) Volume 1, No
2.
Tety Thaib. 2017.Kualitas pelayanan pasien di instalasi gawat darurat di rumah
sakit umum daerah aloesaboe. Jurnal manajemen sumber daya manusia,
administrasi dan pelayanan publik. Volume 2 No.2

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan(Ist ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Utama, Saktya Yudha Ardhi. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Respirasi. Sleman: Budi Utama.

22
Widyaningsih, Yunani & M.Jamaludin. 2018. Pengaruh Respiratory Muscles
Streching Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Asma. Jurnal Urecoll.

World Health Organization (WHO). (2017). Asthma.

Yudhawati, R.,Krisdanti, D.P.A. (2017). Imunopatogenesis Asma. Jurnal


Respirasi Vol. 3 No. 1

23

Anda mungkin juga menyukai