Disusun oleh
Kelompok 4A :
Puji syukur kekhadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Evidence Based Practice ini tepat pada
waktunya. Harapan kami semoga laporan ini bisa membantu menembah pengetahuan dan
pemehaman khususnya pada kami dan orang lain tentunya terutama terkait dengan topik EBP yang
berjudul “Pengaruh tindakan suction untuk mencegah obstruksi jalan nafas di Ruang GICU A
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung” Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini. Supaya
laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesarbesarnya. Kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada pembimbing akademik serta pembimbing klinik di ruang
GICU 1A yang terlibat mendukung dalam penulisan laporan ini. Demikian, semoga laporan ini
dapat bermanfaat.
Kelompok 4A
2
DAFTAR ISI
3
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................. 23
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 37
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 37
B. Saran .................................................................................................................................. 38
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
Dalam asuhan keperawatan tersebut, mencakup perubahan kesehatan fisik, psikis dan
sosial, termasuk intervensi dimana perawat mampu berinisiatif secara mandiri untuk
mencegah, mengurangi, atau mengatasi masalah. Salah satu intervensi yang dilakukan oleh
perawat di ruang intensif dalam keadaan kritis adalah pelaksanaan hisap lendir saluran
pernafasan (suction) terutama pada pasien yang terpasang alat bantu nafas atau ventilator.
Pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif dan menggunakan ventilator rmekanik
mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot. Kondisi ini mengakibatkan pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri. Endotracheal Suction (ETS) merupakan
suatu prosedur tindakan yang bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap bersih yaitu
dengan memasukkan kateter suction ke pipa endotrakeal pasien kemudian sekret paru pasien
dibuang dengan menggunakan tekanan negatif (Knox.,2015). Sebagai salah satu tindakan
invasif yang sering dilakukan pada pasien dengan ETT untuk mempertahankan kebersihan
jalan napas dari retensi sekret, tindakan suction perlu mendapatkan perhatian sehingga
prosedur dapat diberikan dengan meminimalkan efek samping salah satunya dengan
mengontrol kedalaman kateter suction saat melakukan penghisapan sekret.
Suction merupakan prosedur pengisapan sekret yang dilakukan dengan cara memasukan
selang kateter suction melalui hidung, mulut, atau selang ETT. Endotrakeal Suction (ETS)
merupakan prosedur penting dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi
mekanik. Pada tindakan suction yang dilakukan melalui selang ini lebih membutuhkan
keterampilan dan ketepatan tinggi karena ada beberapaprinsip penting dalam tindakan
penghisapan lendir ini diantaranya hiperoksigenisasi 100% selama 30 detik – 1 menit yang
diberikan kepada pasien sebelum dilakukan tindakan suction endotracheal.
Apabila prinsip penting ini tidak diperhatikan akan dapat mengakibatkan terjadinya
hipoksemia. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah untuk mempertahankan patensi jalan napas,
memudahkan penghilangan sekret jalan napas, dan merangsang batuk dalam (Mackway et al,
2017). Penggunaan Normal Saline Inhalation (NSI) pada proses suctioning adalah suatu
tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui
nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa
bagian atas bersamaan dengan cairan NSI. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,
mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru, akan tetapi
praktik ini masih dipertimbangkan dalam pelaksanaanya. Prosedur ini dikontraindikasikan
6
pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai
akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus,
perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2015).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam EBP ini adalah " Apakah terdapat efektivitas tindakan suction
terhadap perubahan saturasi oksigen?”
C. Tujuan
Tujuan penulisan EBP ini adalah untuk mengatahui apakah tindakan suction efektif
terhadap peningkatan saturasi oksigen dan hemodinamik.
D. Manfaat
Manfaat dari EBP ini adalah untuk mengetahui tingkat keefektifan tindakan suction
dalam peningkatan saturasi O2 dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien di ruangan
General Intensive Care Unit A berdasarkan literature review yang didapat.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden, Stacy,
Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen noninvasif
gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang adekuat. Keputusan
untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi
kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis
mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima yang
menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut merupakan indikasi yang
umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay & Burns, 2006).
Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat
untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan
transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan
CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas
kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume paru-paru
(inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu fungsional), dan mengurangi kerja
pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut,
mengurangi distress pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot
8
pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen,
mengurangi tekanan intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough,
2010).
9
tertutup dan ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau
tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran, volume udara yang diberikan
berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain) volume
udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak & Gallo,
2010). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi, kecepatan, dan volume
tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit yang adekuat dan untuk
mendeteksi berbagai perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang
status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun
pada pasien komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat
digunakan sebagai alat penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).
2) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada waktu
praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi
(jumlah nafas per menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak &
Gallo, 2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan yang
menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang murni jarang digunakan
pada pasien dewasa. Ventilator tersebut digunakan pada bayi baru lahir dan infant
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
3) Volume-Cycled.
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat ini
(Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip dasar
ventilator ini adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien,
inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien
pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume adalah perubahan pada
komplain paru pasien, memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume
udara yang dihantarkan oleh ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan
berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan
nafas bervariasi (Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
10
5. Mode-mode Ventilasi Mekanik
11
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi (karena
menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk dukungan ventilasi
jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan
ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara klinis banyak
digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).
d) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien bernafas
spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori intermiten.
Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak seperti pada mode
assist control, berapapun pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak &
Gallo, 2010).
e) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru.
Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi. Akan tetapi, ada
ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang disebabkan oleh
pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
f) Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan PSV. PSV bisa
digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk
mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV digunakan
untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino,
2007).
12
g) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi pada pasien
dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan pertukaran gas dan
menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada jalan nafas
di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada akhir ekspirasi
(Marino, 2007). PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi alveolus yang
kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru
(Morton & Fontaine, 2009).
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator (Smith-
Temple & Johnson, 2011):
a. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang diberikan
selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan sampai15
ml/kg
b. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10 kali
dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
c. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase
oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan
awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50% sampai 65%.
Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan
toksisitas oksigen.
13
d. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap
terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal biasanya
adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti
sindrom gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan
pada pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis
gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-
akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator.
14
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang,
tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4) Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit
(Hudak & Gallo, 2010).
5) Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi
gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan
urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada
(Hudak & Gallo, 2010).
6) Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang
respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,
hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah
besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak &
Gallo, 2010).
7) Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam
hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan
15
intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen,
Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan
bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen
untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang
ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus
dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun
mereka tidak memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi
dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS)
berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement ventilator yang
optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan
esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif,
dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-
paru; sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat;
melakukan open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi &
Vargas, 2012).
16
Managemen pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan kewaspadaan
konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah tidak
diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator. Secara umum,
oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan jumlah oksigen yang dihirup berada pada
tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan
vasopressor yang minimal atau tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap
lingkungan sekitarnya ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang
reversibel (misal: sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
B. SUCTION
1. Definisi Suction
Suction sering digunakan untuk mempertahankan jalan napas paten pada pasien
dengan ETT atau tabung trakeostomi. Suction adalah prosedur steril yang dipakai hanya
ketika pasien membutuhkannya dan bukan dilakukan sesuai jadwal rutin. Indikasi untuk
penghisapan termasuk adanya ronki kasar di atas trakea pada auskultasi, batuk, sekresi
terlihat di saluran napas, pola gergaji pada loop aliran-volume pada monitor ventilator,
peningkatan tekanan puncak saluran napas pada ventilator, penurunan saturasi oksigenasi,
dan gangguan pernapasan akut. komplikasi yang terkait dengan penghisapan termasuk
hipoksemia, atelektasis, bronkospasme, disritmia, peningkatan tekanan intrakranial, dan
trauma saluran napas (Linda et al, 2017).
Suction adalah tindakan atau proses mengisap pada saluran napas dilakukan pada
pasien dengan kelebihan produksi sputum di mana pasien tidak mampu melakukannya
sendiri. Pengisapan sering dilakukan pada pasien kritis yang dirawat dalam perawatan
intensif, terutama pada pasien dengan tabung endotrakeal (ETT) masuk ke dalam
percabangan bronkus saluran udara (Hudak &Gallo, 2010).
17
2. Ukuran Tekanan Suction
18
(vacum regulator) yang terdapat pada alat suction control. Penggunaan tekanan suction
yang berlebihan (> 150 mmHg) dapat menyebabkan penurunan saturasioksigen, trauma pada
jalan nafas hingga menyebabkan kolaps alveoli.
3. Metode Suction
19
penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Meskipun
rekomendasi untuk mengubah kateter bervariasi, satu studi menunjukkan bahwa kateter
dapat diubah pada dasar yang dibutuhkan tanpa meningkatkan kejadian VAP. Satu studi
menemukan bahwa penyedotan dengan CTSS menyebabkan aspirasi cairan yang sangat
besar di sekitar manset tabung trakea sebagai akibat dari penurunan tekanan saluran
napas yang signifikan.
c) Suction hisap trachea terbuka (open suction)
Metode hisap terbuka dengan melapaskan pasien dari ventilator dan memasukkan
kateter suction kedalam saluran napas buatan (Linda et al, 2017). Pasien yang
menggunakan ventilator mekanik mendapatkan sedatif, analgetik, yang kuat dan
relaksan otot. Pasien yang terpasang Endotracheal Tube pasti akan dilakukan tindakan
hisap lendir atau suction. Teknik open suction system (OSS) merupakan suatu metode
yang mengharuskan pasien untuk melepaskan ventilator sehingga pasien tidak mampu
menerima oksigenasi selama suction (Jongerden, 2007). Dimana teknik open suction
pada pasien yang terpasang ventilator ketika sambungan antara ETT dengan selang Y
pada pasien ventilator terputus, menyebabkan tekanan jalan nafas menurun mendekati
tekanan atmosfir sebelum suctioning berlangsung sehingga tidak terdapat perbedaan
tekanan jalan nafas pada pasien yang terpasang ventilator dan tidak terpasang ventilator
bila menggunakan teknik open suction (Almgren et al, 2003).
4. Indikasi
Indikasi dilakukannya suction ETT pada pasien adalah bila terjadi gurgling (suara
nafas seperti orang berkumur), cemas, susah/kurang tidur, snoring (seperti orang mengorok),
penurunan tingkat kesadaran, perubahan warna kulit, penurunan saturasi oksigen, penurunan
pulse rate (nadi), irama nadi tidak teratur, respiration rate menurun dan gangguan patensi
jalan nafas (Kozier & Erb, 2012).
5. Efek Suction
Menurut Willkins & Williams L, (2004) efek yang dapat terjadi dari suction yaitu
hipoksemia, dispnea, kecemasan, aritmia jantung, trauma trakhea, trauma bronkus,
hipertensi, hipotensi, perdarahan, peningkatan intra karanial.
20
Efek samping suction menurut penelitian Maggiore (2001) :
a. Penurunan saturasi oksigen : berkurang gingga 5%
b. Cairan perdarahan : terdapat darah dalam sekret suction
c. Hipertensi : peningkatan tekanan darah sistolik hingga 200 mmHg
d. Dapat terjadi hipotensi : penurunan tekanan darah diastolik hingga 80 mmHg
e. Takikardi : meningkatkan detak jantung hingga 150 detak/menit
f. Bradikardia : detak jantung hingga 50 detak/menit
g. Aritmia : irama denyut jantung tidak teratur
Dalam Saskatoon Health Regional Authority (2010) mengatakan bahwa komplikasi
yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah
hipoksemia/hipoksia.
6. Tujuan
7. Efek suction
Tindakan suction dapat menyebabkan hipoksia yang dapat terjadi karena sumber
oksigen diputuskan dari pasien atau oksigen dikeluarkan dari saluran udara pasien ketika
hisapan dilakukan. Atelectasis diperkirakan terjadi ketika kateter hisap lebih besar dari
setengah diameter ETT. Tekanan negatif yang berlebihan terjadi ketika pengisapan
diterapkan, mendorong kerusakan saluran udara bagian distal. Bronkospasme adalah hasil
stimulasi saluran udara dengan kateter hisap. Disritmia jantung, terutama bradikardia,
dikaitkan dengan stimulasi vagal. Trauma saluran napas terjadi dengan impaksi kateter
di saluran napas dan tekanan negatif yang berlebihan diterapkan pada kateter (Linda et
21
al, 2017).
8. Kanul suction
1) Jenis
Jenis kanul suction yang ada dipasaran dapat dibedakan menjadi open suction dan
close suction. Open suction merupakan kanul konvensional, dalam penggunaannya harus
membuka sambungan antara ventilator dengan ETT pada pasien, sedangkan close suction
merupakan kanul dengan sistem tertutup yang selaluterhubung dengan sirkuit ventilator
dan penggunaannya tidak perlu membuka konektor sehingga aliran udara yang masuk
tidak terinterupsi. (Kozier&Erb, 2012)
22
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tabel Jurnal
Peneliti &
No Judul Intervensi Hasil Penelitian
Tahun
Pengaruh Variasi Peneliti: Sri Tekanan Penelitian ini menunjukkan
Tekanan Negatif Suparti negatif bahwa tekanan 25 kPa
Suction suction memberikan efek signifikan
Tahun: 2019
Endotracheal menurunkan SpO2 lebih besar
Tube (ETT) dibandingkan tekanan 20 kPa,
Terhadap Nilai namun dalam menghilangkan
Saturasi Oksigen sekret secara keseluruhan
(SpO2) tekanan 25 kPa lebih efektif
1 dibandingkan 20 kPa.
Tekanan negatif 25 kPa lebih
efektif dalam mengeluarkan
sekresi sekret pada jalan nafas
dan memungkinkan peningkatan
saturasi oksigen setelah tindakan
suction pada pasien dengan
ventilator dibandingkan dengan
tekanan 20 kPa.
Perbandingan Peneliti:Teti Pemberian Hiperoksigenasi harus dilakukan
Pemberian Hayati, Busjra hiperoksige pada setiap tindakan suctioning
Hiperoksigenasi M Nur, Fitrian nasi satu dengan cara meningkatkan aliran
Satu Menit Dab Rayasari, Yani menit DAB oksigen 100 % melalui ventilator
Dua Menit Pada Sofiani & dua menit mekanik. Hiperoksigenasi
Proses Suction Diana Irawati pada proses merupakan tehnik yang terbaik
Terhadap Saturasi suction harus dilakukan untuk
Tahun: 2019
2 Oksigen Pasien meningkatkan nilai saturasi
Terpasang oksigen pada setiap prosedur
Ventilato suction.
Terdapat perbedaan yang
bermakna terhadap nilai saturasi
oksigen sebelum dan sesudah
pemberian hiperoksigenasipada
kedua kelompok. Berdasarkan
23
hasil analisis menunjukan tidak
ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok intervensi I
(dengan pemberian
hiperoksigenasi 1 menit) dan
kelompok intervensi II (dengan
pemberian hiperoksigenasi 2
menit). dengan p value 0,418
dengan r 0,210. Artinya sama
pemberian hiperoksigenasi 1
menit dengan 2 menit.
Pengaruh Suction Peneliti : Dewi Suction Dan Intensive care unit (ICU)
Dan Posisi Semi Silfiah, Hariza Posisi Semi merupakan bagian pelayanan
Fowler Terhadap Pertiwi, Fowler dengan staf khusus dan
Perubahan Widanarti Terhadap perlengkapan khusus ditunjukan
Saturasi Oksigen Setyaningsih perubahan untuk pasien yang menderita
Pada Pasien Yang saturasi penyakit, cedera atau penyulit-
Tahun : 2020 penyulit yang mengancam
Terpasang oksigen
nyawa. Tindakan suction sering
Endotracheal pada pasien dilakukan pada pasien ICU,
Tube yang tujuannya adalah meningkatkan
terpasang saturasi oksigen pasien. Menurut
Endotrachea Wilkinson dalam NANDA
l Tube (2012), masalah keperawatan
yang paling sering ditemui di
ruang ICU adalah masalah pada
sistem pernafasan. intervensi
3 keperawatan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas akibat
penumpukan sputum, darah atau
cairan adalah lakukan
penghisapan lendir atau tehnik
suctioning.
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan peningkatan saturasi
oksigen dari 92,72% menjadi
98,44%. Menurut peneliti, hasil
tersebut memberikan bukti
bahwa tindakan suction dan
posisi semi fowler dapat
meningkatkan saturasi oksigen
pada responden. Berdasarkan
24
penurunan nilai standar deviasi
pada keseluruhan responden
juga memberikan gambaran
bahwa sebaran responden
menunjukan perubahan saturasi
oksigen yang cukup signifikan.
Perubahan nilai standar deviasi
tersebut adalah dari 2,453
menjadi 1,105. Hasil standar
deviasi tersebut memberikan
gambaran yang cukup jelas
bahwa nilai standar deviasi
berjalan mendekati nilai 0 (nol),
sehingga persebaran data dari
satu responden ke responden lain
menjadi semakin dekat (nilainya
tidak berjauhan) atau memiliki
nilai cukup homogen. Angka
tersebut menunjukkan bahwa
pemberian tindakan suction dan
posisi semi fowler memberikan
pengaruh yang cukup signifikan.
Hasil tersebut juga dibuktikan
dengan uji hipotesis dengan
menggunakan uji Paired sample
T test didapatkan p value: 0,000
(<0,05), yang berarti terdapat
perbedaan saturasi oksigen
sebelum dan setelah tindakan
suction dan posisi semi fowler.
25
ETT memiliki respon tubuh
yang kurang baik untuk
mengeluarkan benda asing,
sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir
(suction).
Lakukan preoksigenasi dengan
O2 100% selama 30 detik
sampai 3 menit untuk mencegah
terjadinya hipoksemia, dan
jangan pernah melakukan
suction lebih dari 10-15 detik
karena dalam melakukan
penghisapan akan menutup jalan
nafas sementara, dan ulangi
prosedur bila diperlukan
(maksimal 3 x suction dalam 1
waktu).
26
metodepengumpulan data
sekunder dengan menelusuri dan
mencari referensi teori yang
berhubungan dengankasus atau
permasalahan yang ditemukan
pada responden yang dijadikan
sebagai sampel.
Berdasarkan 13 artikel yang
telah direview terkait dengan
tindakan suction terhadap
saturasi oksigen pada pasien
yang terpasang ventilator dengan
Endotracheal Tube (ETT),
Metode suction terdiri dari dua
yaitu metode suction terbuka dan
tertutup. Metode suction terbuka
melepas hubungan selang
endotrakeal dan selang sirkuit
ventilator kemudian menghisap
lendir dengan menggunakan
katetersuction yang akan
mengakibatkan pemutusan
suplai oksigen ke paru- paru
sekaligus akan menghisap udara
yang ada di dalam paru-paru.
Hal ini berdampak pada
penurunanjumlah oksigen yang
akan berdifusi dari alveoli ke
kapiler paru sehingga akan
terlihat adanya perubahannilai
saturasi oksigen. Hal ini
didukung dengan hasilpenelitian
yang dilakukan oleh (Zukhriet
al., 2018) bahwa nilai saturasi
oksigen sebelum tindakan
penghisapan lendir terbuka
adalah minimal 91% dan
maksimal 100% dan setelah
penghisapan lendir terbuka
minimal 88% dan maksimal
100%. Selisih saturasi sebelum
dan sesudah penghisapan lendir
27
terbuka minimal 0% dan
maksimal 7%. Sementara
keuntungan dari metode suction
tertutup ini adalah
mempertahankan tekanan
ventilasi positif, suplai oksigen,
dan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP).
Analisis Peneliti : Ari Analisis Suction adalah tindakan untuk
Perubahan Hana perubahan menjaga kepatenan jalan nafas
Saturasi Oksigen Kristiani,Suksi saturasi akibat dari penumpukan sekret
Dan Frekuensi Riani,Mamat oksigen dan yang berlebih, namun tindakan
Pernafasan Pada Supriyono frekuensi suction selain memiliki manfaat
Pasien Dengan permfasan juga memiliki dampak salah
Tahun : 2020
Ventilator Yang pada pasien satunya perubahan saturasi
Dilakukan dengan oksigen dan frekuensi
Suction Diruang ventilator pernafasan.
Icu Rs Mardi yang
Hasil penelitian menunjukan ada
Rahayu Kudus dilakukan
perubahan yang signifikan nilai
suction di
saturasi oksigen sebelum dan
ruangan
sesudah dilakukan suction
ICU
dengan nilai p-value 0,001 (<
0,05).Hal ini didukung dengan
hasil penelitian Septimar dan
6 Novita (2018) menyatakan
bahwa nilai rerata saturasi
oksigen sebelum dilakukan
suction dan sesudah dilakukan
suction pasien kritis di ruang
ICU mengalami perubahan yang
signifikan dengan p-value
0,0001. Perubahan nilai saturasi
oksigen terjadi karena adanya
tindakan suction pada selang
endotrakheal.
Metode suction yang digunakan
dalam penelitian ini ialah open
suction. Perubahan nilai
frekuensi pernafasan sebelum
dan sesudah dilakukan tindkaan
suction menunjukkan bahwa
28
tidak ada perbedaan yang
signifikan nilai frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah
dilakukan suction dengan p-
value 0,170 (> 0,05)Hal ini
didukung dengan hasil penelitian
Permatasari, Agustin, dan
Rahmawati (2017, ¶17)
menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan rerata nilai frekuensi
pernafasan pasien kritis yang
dilakukan tindakan suction
endotracheal tube sebelum dan
sesudah diberikan
hiperoksigenasi dengan p-value
0,173.Pada penelitian yang
dilakukan peneliti didapatkan
hasil bahwa tidak terdapat
perubahan yang signifikan nilai
frekuensi pernafasan sebelum
dan sesudah dilakukan suction,
hal ini terjadi karena sebelum
dilakukan suction di berikan
hiperoksigenasi terlebih dahulu
sehingga nilai frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah
dilakukan suction cenderung
stabil.
Pengaruh Depth Peneliti : DEPTH Endotracheal Suction (ETS)
Suction Dan Marta Tania SUCTION merupakan suatu prosedur
Shallow Suction Gabriel Ching dan tindakan yang bertujuan untuk
Terhadap Cing, SHALLOW menjaga jalan napas pasien tetap
Perubahan SUCTION bersih yaitu dengan
Tahun : 2017
Hemodinamik memasukkan kateter suction ke
7 Pada Pasien pipa endotrakeal pasien
Dengan kemudian sekret paru pasien
Endotracheal dibuang dengan menggunakan
Tube Di Ruang tekanan negatif (Restrepo et al.,
Icu Rsud Ulin 2010). Sebagai salah satu
Banjarmasin tindakan invasif yang sering
dilakukan pada pasien dengan
ETT untuk mempertahankan
29
kebersihan jalan napas dari
retensi sekret, tindakan suction
perlu mendapatkan perhatian
sehingga prosedur dapat
diberikan dengan meminimalkan
efek samping salah satunya
dengan mengontrol kedalaman
kateter suction saat melakukan
penghisapan sekret.
Secara umum pasien yang
terpasang ETT memiliki respon
tubuh yang kurang baik untuk
mengeluarkan benda asing,
sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir
(suction) Lakukan preoksigenasi
dengan O2 100% selama 30
detik sampai 3 menit untuk
mencegah terjadinya
hipoksemia, dan jangan pernah
melakukan suction lebih dari 10-
15 detik karena dalam
melakukan penghisapan akan
menutup jalan nafas sementara,
dan ulangi prosedur bila
diperlukan (maksimal 3 x
suction dalam 1 waktu). Apabila
tindakan suction tidak dilakukan
pada pasien dengan gangguan
bersihan jalan napas maka
pasien tersebut akan mengalami
kekurangan suplai O2
(hipoksemia), Cara yang mudah
untuk mengetahui hipoksemia
adalah dengan pemantauan
kadar saturasi oksigen (SpO2)
yang dapat mengukur seberapa
banyak prosentase O2 yang
mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar
saturasi oksigen adalah dengan
menggunakan alat oksimetri
30
nadi (pulse oxymetri), dengan
pemantauan kadar saturasi
oksigen yang benar dan tepat
saat pelaksanaan tindakan
penghisapan lendir.
B. Pembahasan
Intensive care unit (ICU) merupakan suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
dibawah direktur pelayanan dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus
ditunjukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
(Kemenkes RI, 2011).
Jumlah pasien kritis yang terpasang ventilator menempati dua per tiga dari seluruh
pasien ICU di Indonesia.Kondisi kritis dengan terpasang ventilator akan menimbulkan
masalah fisik, psikososial dan spiritual. Tenaga kesehatan terutama perawat perlu memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien ICU yang terpasang ventilator secara menyeluruh
(Bastian, 2016).
Peralatan standar di intensif care unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk usaha
bernafas melalui endotrakeal tube (ETT) atau trakheostomi Ventilator merupakan alat bantu
pernafasan yang digunakan untuk pasien yang mengalami gagal nafas atau tidak mampu
bernafas secara mandiri. Ventilator akan membantu memberikan oksigen segar dengan
tekanan tertentu ke dalam paru-paru pasien untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien
yang terganggu. salah satu indikasi klinis pemasangan ventilasi mekanik adalah gagal nafas
(Musliha, 2010).
Gagal Nafas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya pernafasan
yang pendek secara berat dan tiba-tiba yang biasanya timbul dalam waktu 12-48 jam setelah
adanya faktor pencetus, seperti trauma, sepsis dan aspirasi (masuknya hasil sekresi lambung
atau benda asing ke dalam paru-paru)kerena menurunnya kadar oksigen dalam darah oksigen
untuk masuk kedalam darah dengan secukupnya.Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan
gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT).
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk
31
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif.
Sekret merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru, bronkhus, dan trakhea melalui
mulut. Produksi sekret yang berlebih dimana dapat menghambat aliran udara dari hidung
masuk ke paru-paru. Peningkatan produksi sekret ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam
mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan jalan
nafas maka diagnosakeperawatan yang muncul ketidakefektifanbersihan jalan nafas
(Herdman, 2012). Sekret yang terprodusi tersebut harus di suction untuk mempertaankan jalan
nafas pasien.
Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan
menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut kedalam pharyng
atau trachea. Penghisapan lendir digunakan bila pasien tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan.Tindakan penghisapan lendir perlu dilakukan pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran karena kurang responsif atau yang memerlukan
pembuangan sekret oral. Dengan dilakukan tindakan suction diharapkan saturasi oksigen
pasien dalam batas normal (>95 %).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal
Tube adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan
selang kateter suction melalui hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk
membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Tindakan
suction merupakan intervensi kolaboratif yang berfungsi untuk mencegah obstruksi jalan
nafas yang disebabkan oleh sekresi kering dan perlengketan mukosa. Suction endotracheal
(ETT) dapat menyebabkan beberapa masalah pada pasien kritis bila dilakukan dengan
prosedur tidak benar, diantaranya penurunan saturasi oksigen, disritmia jantung, hipotensi,
bahkan menyebabkan tekanan intrakranial.
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada ETT, sangatlah perlu adanya
pemantauan saturasi oksigen, karena saat tindakan suction bukan hanya sekret yang terhisap,
tetapi oksigen juga terhisap. Selain itu saturasi oksigen pada tindakan suction dipengaruhi oleh
banyaknya hiperoksigenasi yang diberikan, tekanan suction yang sesuai usia, dan besar
diameter kanule.
32
Upaya untuk mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan suction adalah
dengan melakukan hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction. Hiperoksigenasi adalah
pemberian oksigen konsentrasi tinggi (100%) yang bertujuan untuk menghindari hipoksemi
akibat suction (Kozier & Erb, 2012). Teknik yang terbaik didalam menghindari hipoksemia
yang diakibatkan tindakan suction adalah dengan hiperoksigenasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Teti Hayati,dkk (2019) hasilnya terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah pemberian
hiperoksigenasi pada kedua kelompok. Berdasarkan hasil analisis menunjukan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi I (dengan pemberian hiperoksigenasi 1
menit) dan kelompok intervensi II (dengan pemberian hiperoksigenasi 2 menit). Menurut
penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012) di ICU menunjukkan bahwa hiperoksigenasi
yang dilakukan satu menit selama suction menyebabkan perbaikan dan pencegahan hipoksia
yang disebabkan prosedur suction.
Selain tindakan hiperoksigenasi yang mempengaruhi saturasi oksigen, tekanan pada
tindakan suction juga mempengaruhi saturasi oksigen. Berdasarkan literatur terdapat variasi
dalam penggunaan tekanan negatif pada suctioning. Rekomendasi tekanan negatif yang
digunakan untuk pasien dewasa adalah 100-150 mmHg dengan durasi 7-15 detik dan ukuran
kateter suction 12 Fr dan 14 Fr. dan ada yang menyebutkan 200 mmHg. Tekanan 100 mmHg
merupakan tekanan negatif minimal yang dianjurkan untuk melakukan suction tetapi tekanan
suction diatur berdasarkan jumlah sekret yang terdapat pada jalan nafas, bila tekanan 100
mmHg belum dapat memobilisasi sekret maka tekanan dapat ditingkatkan sampai maksimal
150 mmHg. Tekanan yang melebihi 150 mmHg dapat menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia.
Pendapat lain menyebutkan penggunaan tekanan tekanan negatif 200 mmHg pada
suction terbuka risikonya lebih rendah terhadap penurunan nilai saturasi oksigen arteri dan
HR, dibandingkan tekanan negatif 100 mmHg. Penggunaan suction dapat mempengaruhi
status hemodinamika pada psien kritis yang terpasang ETT. Terutama berkaitan dengan
pernafasan, mengingat hipoksemia dapat terjadi, otak tidak mendapatkan suplay oksigen 4-6
menit dapat menyebabkan kematian permanen pada otak. Bahwa semakin tinggi tekanan
negatif (25kPa) suction efektif dalam membersihkan secret dan penurunan saturasi oksigen
yang lebih rendah dibandingkan tekanan yang lebih rendah (20 kPa).
33
Tindakan suction ada dua jenis, yaitu open suction dan close suction. Menurut
penelitian Mazhari (2010) menemukan bahwa metode hisap terbuka lebih meningkatkan
denyut jantung segera setelah penyedotan tabung trakea dibandingkan dengan metode tertutup
dan saturasi oksigen darah arteri segera setelah metode hisap terbuka memiliki penurunan
yang signifikan.
Open suction memiliki beberapa kelebihan yaitu berdasarkan penelitian Jung (2014)
penggunaan single use open suction mampu meminimalkan kepadatan kolonisasi. Penelitian
Irene (2014) juga membuktikan kelebihan Open suction yaitu mampu menghilangkan sekret
lebih banyak, meningkatkan SaO2 dan biaya operasional yang lebih murah.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Debora (2012) yaitu membandingkan
Perbedaan Jumlah Bakteri pada Sistem Closed Suction dan Sistem Open, Terdapat penurunan
jumlah bakteri trakhea pada kelompok closed suction system dengan pembilasan
chlorhexidine 2% secara bermakna. Terdapat juga penurunan jumlah bakteri trakhea pada
kelompok open suction system dengan pembilasan chlorhexidine 2% secara bermakna
penurunan jumlah bakteria trakhea pada kelompok closed suction system didapatkan tidak
bermakna bila dibandingkan dengan open suction system.
Selain itu, penggunaan tekanan tekanan negatif 200 mmHg pada suction terbuka
risikonya lebih rendah terhadap penurunan nilai saturasi oksigen arteri dan HR, dibandingkan
tekanan negatif 100 mmHg. Penggunaan suction dapat mempengaruhi status hemodinamika
pada psien kritis yang terpasang ETT. Terutama berkaitan dengan pernafasan, mengingat
hipoksemia dapat terjadi, otak tidak mendapatkan suplay oksigen 4-6 menit dapat
menyebabkan kematian permanen pada otak. Akibat dari tindakan suction selain desaturasi
oksigen, perubahan hemodinamik pasien juga dapat terjadi akibat dari tindakan yang suction
sebagai stressor terhadap pasien (Abbasinia M, 2014). Salah satu alat yang digunakan untuk
memantau kondisi hipoksemia adalah pulse oksimetri. Perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memonitor keadaan hemodinamika.
Monitoring hemodinamika merupakan suatu pengkajian fisiologis yang penting dalam
perawatan pasien – pasien kritis.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan kadar saturasi oksigen dan
hemodinamika setelah dilakukan suction. Hal tersebut dikarenakan terbebasnya jalan napas
34
terhadap akumulasi sekret menjadikan perpindahan oksigen dari atmosfer ke dalam paru-paru
menjadi efektif.
Selain metode dan tekanan suction, tindakan suction juga perlu mendapatkan perhatian
sehingga prosedur dapat diberikan dengan meminimalkan efek samping salah satunya dengan
mengontrol kedalaman kateter suction saat melakukan penghisapan sekret. Ada dua jenis
tindakan suction yang bisa dilakukan, yaitu shallow suction dan depth suction. American
Assosiation For Respiratory Care (AARC, 2010) menyebutkan bahwa shallow suction lebih
direkomendasikan untuk meminimalkan resiko invasif pada pasien. Namun, pada penelitian
yang dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah tindakan suction pada kelompok yang
dilakukan dengan metode deep suction lebih sedikit karena metode deep suction mampu
membersihkan sekret lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT suction yang diterima
pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow suction.
Endotracheal depth suction, yaitu penghisapan sekret dilakukan melewati batas ujung
pipa endotrakeal dan shallow suction yaitu penghisapan sekret sampai pada batas ETT. Akibat
dari tindakan suction selain desaturasi oksigen, perubahan hemodinamik pasien juga dapat
terjadi akibat dari tindakan yang suction sebagai stressor terhadap pasien. Mosby (1998, dalam
Jevon dan Ewens 2009) menyatakan bahwa perubahan hemodinamik merupakan komponen
utama pada perawatan intensif.
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan
karakteristik fisiologis vaskular perifer Li Xiaofang et al. (2010) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa saturasi pasien menurun secara signifikan setelah dilakuan suction untuk
aspirasi sputum dengan tehnik shallow maupaun depth suction, namun terdapat perbedaan
yang signifikan secara statistik pada hal denyut nadi dan MAP setelah dilakukan suction.
Maggiore, SM et al. (2013) resiko kerusakan mukosa akibat depth suction dapat dikontrol
dengan baik, sehingga dapat membersikan lebih banyak sekret. Irajpour et al. (2014) dalam
penelitiannya menyatakan terdapat peningkatan jumlah denyut jantung dan nilai rata – rata
tekanan darah pada pasien setelah dilakukan penghisapan lendir dengan metode depth suction
daripada dengan menggunakaan metode shallow suction.
Menurut penelitian yang dilakukan Marta Tania Gabriel Ching Cing (2017),
didapatkan temuan bahwa tidak ada pengaruh intervensi suction yang dilakukan dengan tehnik
Depth Suction maupun Shallow Suction terhadap perubahan tekanan darah responden, baik
35
itu pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qioni, Z., et al (2009) dan Wei, XJ et al (2006)
melakukan penilaian tekanan darah 1 menit sebelun dan 5 menit setelah dilakukan Depth
Suction dan Shallow Suction didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada tekanan darah yang dilakukan sebelum dan sesudah Depth Suction dan Shallow Suction.
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Irajpour (2014) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara tekanan darah yang dilakukan dengan tehnik
Depth Suction maupun Shallow Suction.
Analisa penelitian pengaruh Depth Suction dan Shallow Suction terhadap perubahan
Saturasi Oksigen menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh antara tindakan Depth Suction
dan Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi Oksigen. Hasil penelitian lain yang
mendukung hasil penelitian ini bahwa terdapat perubahan nilai saturasi pada pada pasien yang
dilakukan dengan tehnik depth suction dan shallow suction, namun perbedaan nilai saturasi
pada kedua kelompok tersebut tidak signifikan. (Celik, E .2000 dalam Favretto, DO. 2012;
Abbasinia. 2014). Namun, Hasil penelitian berbeda disampaikan pada hasil penelitian
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan saturasi yang signifikan pada pasien yang dilakukan
tindakan depth suction dan shallow suction (Wei, XJ et al .2006; Irajpour,2014).
Prosedur suction bukan tindakan yang rutin, prosedur ini dilakukan jika pasien
memiliki indikasi untuk dilakukan suction, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan hemodinamik yang signifikan pada kedua tehnik kedalaman kateter suction. Kedua
tehnik ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien. Pada pasien dengan sekret
produktif dan riwayat penyakit paru yang mengharuskan pasien dilakukan suction, prosedur
depth suction dapat dilakukan, karena mengingat keefektifan jangkaun kateter suction yang
masuk, diharapkan lebih banyak sekret yang terhisap sehingga tindakan suction tidak
dilakukan berulang – ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction dapat dilakukan
apabila pasien memiliki resiko trauma pada trakea akibat penyisipan yang cepat dan tekanan
negatif selama prosedur suction yang tinggi.
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut
kedalam pharyng atau trachea. Tindakan suction sangat mempengaruhi saturasi oksigen
dan status hemodinamik pasien. Untuk mencegah penurunan saturasi oksigen dan status
hemodinamik pasien, diperlukan beberapa teknik atau metode suction.
Kesimpulan dan hasil Evidence Based Practice yang telah kelompok kami cari dan
analisis yaitu:
1. Tekanan negatif 25 kPa pada tindakan suction lebih efektif dalam mengeluarkan
sekresi sekret pada jalan nafas dan memungkinkan peningkatan saturasi oksigen
setelah tindakan suction pada pasien dengan ventilator dibandingkan dengan tekanan
20 kPa.
2. Tindakan suction bukan hanya sekret yang terhisap, tetapi oksigen juga terhisap.
Upaya untuk mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan suction adalah
dengan melakukan hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang dilakukan satu menit selama suction
menyebabkan perbaikan dan pencegahan hipoksia yang disebabkan prosedur suction.
3. Tindakan suction tidak boleh dilakukan lebih dari 10-15 detik karena dalam
melakukan penghisapan akan menutup jalan nafas sementara & frekuensi suction
hanya bisa dilakukan maksimal 3 x suction dalam 1 waktu.
4. Depth suction dapat dilakukan pada pasien dengan sekret produktif dan riwayat
penyakit paru yang mengharuskan pasien dilakukan suction, karena mengingat
keefektifan jangkaun kateter suction yang masuk, diharapkan lebih banyak sekret
yang terhisap sehingga tindakan suction tidak dilakukan berulang – ulang.
5. Shallow suction dapat dilakukan pada pasien yang memiliki resiko trauma pada
trakea akibat penyisipan yang cepat dan tekanan negatif selama prosedur suction
yang tinggi.
37
B. Saran
Semoga Evidence based practice ini dapat menjadi salah satu acuan bagi perawat
ruang GICU dalam melakukan suction untuk lebih memperhatikan nilai saturasi oksigen
dan pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction. Selain itu hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan kepada
mahasiswa lain juga dan khususnya profesi keperawatan dalam mengelola pasien kritis di
ruang GICU dalam melakukan tindakan suction.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasinia, M., Irajpour, A., Babaii, A., Shamali, M., Vahdatnezhad, J. (2014). Comparation
The Effect Of Shallow Suction And Deep Suctioning On Respiratory Rate, Arterial
Blood Oxygen Saturation And Number Suctioning In Patients Hospitalizes In The
Intensive Care Unit: A Randomized Controlled Trial. J Caring Sci.
American Association for Respiratory Care. (2010). Endotracheal Suctioning of
Mechanically Ventilated Patients With Artificial Airways 2010. AARC Clinical
Practice Guidelines. Melalui http://www.apicwv.org/docs/1.pdf
American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.
Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of
America, The McGraw-Hill Companies.
Cing, M. T. G. C. (2017). PENGARUH DEPTH SUCTION dan SHALLOW SUCTION
TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK PADA PASIEN DENGAN
ENDOTRACHEAL TUBE DI RUANG ICU RSUD ULIN
BANJARMASIN. DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN
KEPERAWATAN, 8(1), 103-117
Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New York,
Springer.
Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.
38
Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical
Care. Philadelphia, Elsevier Saunder.
Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.
Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory Support
and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical Care Nurse,
31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.
Hendy, L., Tri, W.M., & Anastasia, A. (2015). Analisis Dampak Penggunaan Varia
Herdman, T. (2012). NANDA Internasional Nursing Diagnoses: Definitions &
Clasisification 2012-2014 (1st ed.). Balcwell Publishing.
Heriansyah, H., Yakub, A. S., Harmiady, R., Junaidi, J., & Yulianto, M. (2022).
TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN
TERPASANG VENTILATOR DENGAN ETT. Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar, 13(2), 146-154.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Hudak, C.M., & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik , vol. 2.
Terjemahan Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin, & Monica Ester. Jakarta:
PT. EGC
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking
for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.
Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.J. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: PT. EGC
Kristiani, A. H., Riani, S., & Supriyono, M. (2020). ANALISIS PERUBAHAN SATURASI
OKSIGEN DAN FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN
VENTILATOR YANG DILAKUKAN SUCTION DIRUANG ICU RS MARDI
RAHAYU KUDUS. Jurnal Perawat Indonesia, 4(3), 504-514.
LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. United Stated, Pearson Prentice Hall.
Linda, D. U., Kathleen, M., Stacy., & Marry, E. L. (2017). Critical Care Nursing (E-Book:
39
Diagnosis and Management). Kanada: Elsevier Health Sciences
Maggiore, S.M. et al.(2013). Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning
During Mechanical Ventilation by Changing Practice. Continuing Respiratory Care
Education, Vol 58, 1588-1597.
Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference Definitions
and Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and The Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final Publications, How Did
We Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 44-59.
Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.Missouri,
Elsevier Saunder.
Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Philadelphia,
Lippincott William & Wilkin. Volume 1.Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Pilbeam, S.P. (1998). Mechanical Ventilation: Physiological and Clinical Application.
Philadelphia, Mosby, Inc.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Buku 3. Edisi 7.
Terjemahan Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan
Sari Kurnianingsih. Jakarta: Salemba Medika
Sari, R. F. (2019). Pengaruh Open Suction Terhadap Tidal Volume Pada Pasien Yang
Menggunakan Ventilator Di Ruang ICU RSUD dr. Soedarso Pontianak. Jurnal
ProNers, 4(1).
Saskatoon Health Regional Authority (SHRA). 2005, June. Suctioning Afrtificial Airways
in Adults. Paper presented at the RN and LPN Learning Package, Saskatoon, SK
Schumacher and Chernecky (2010). Critical Care & Emergency Nursing. US, Elsevier.
Silfiah, D., Pertiwi, H., & Setyaningsih, W. (2020). PENGARUH SUCTION DAN POSISI
SEMI FOWLER TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN YANG TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE. Binawan Student
Journal, 2(3), 347-352.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
40
Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical Care Nursing.
Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby
Elsevier.
Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical Analysis of Recent
Literature. Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 33-43.
Willkins& Williams, L.(2004). Buku saku diagnosis keperawatan edisi 7 (Eny Meiliya &
Monica Ester, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Woodward, S., & Mestecky, A.M. (2011). Neuroscience Nursing Evidance-Based Practice.
United Kingdom: Wiley-Blackwell
Zahrah, M. S, Rosiana, A. N,. (2018). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir (Suction)
terhadap Perubahan Kadar Saturasi Oksigen pada Pasien kritis di ICU. Jurnal
kesehatan masyarakat, 7 (1), 10-14.
41
LAMPIRAN
42
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
ABSTRAK
Latar Belakang: Endotracheal Suction (ETS) bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap bersih dengan
menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., 2010) dan merupakan prosedur rutin untuk pasien yang dirawat di
ICU. AARC (2010) menyebutkan bahwa shallow suction lebih direkomendasikan untuk meminimalkan resiko
invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah tindakan suction
pada kelompok yang dilakukan dengan metode deep suction lebih sedikit karena mampu membersihkan sekret lebih
banyak, sehingga frekwensi tindakan ETS yang diterima pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow
suction. Tujuan: penelitian ini buntuk mengetahui pengaruh depth suction dan shallow suction terhadap perubahan
hemodinamik.
Metode: Penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian quasi eksperiment desain per-post test terhadap 20
responden yang kumpulkan dengan consecutive sampling. Data dianalisis menggunakan dependent test dan
independen T test.
Hasil: Tidak terdapat perubahan hemodinamik pada depth suction. Namun, terdapat perubahan tekanan darah
sistolik dan MAP (p < 0,05) pada shallow suction. Tidak menunjukkan perubahan hemodinamik yng bermakna pada
kedua kelompok.
Simpulan: tehnik Depth dan shallow suction tidak mempengaruhi perubahan nilai hemodinamik pasien dengan
ETT. Saran: tindakan depth suction dapat dilakukan pada pasien dengan ETT karena tidak merubah hemodinamik.
43
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan sekret dilakukan melewati batas ujung pipa
relaksan otot. Kondisi ini mengakibatkan pasien tidak endotrakeal dan shallow suction yaitu penghisapan
mampu mengeluarkan sekret secara mandiri. Hal ini sekret sampai pada batas ETT. Akibat dari tindakan
perlu mendapatkan perhatian karena beresiko suction selain desaturasi oksigen, perubahan
terjadinya pneumonia. Kejadian pneumonia hemodinamik pasien juga dapat terjadi akibat dari
nasokomial di ICU (Intensif Care Unit) lebih banyak tindakan yang suction sebagai stressor terhadap
menyebabkan mortalitas sebesar 33-50% Dick, A et Mosby (1998, dalam Jevon dan Ewens 2009)
al (2012). menyatakan bahwa perubahan hemodinamik
Endotracheal Suction (ETS) merupakan suatu merupakan komponen utama pada perawatan
prosedur tindakan yang bertujuan untuk menjaga intensif. Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek
jalan napas pasien tetap bersih yaitu dengan fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik
pasien kemudian sekret paru pasien dibuang dengan Li Xiaofang et al. (2010) dalam penelitiannya
menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., menyebutkan bahwa saturasi pasien menurun secara
2010). Sebagai salah satu tindakan invasif yang signifikan setelah dilakuan suction untuk aspirasi
sering dilakukan pada pasien dengan ETT untuk sputum dengan tehnik shallow maupaun depth
mempertahankan kebersihan jalan napas dari retensi suction, namun terdapat perbedaan yang signifikan
sekret, tindakan suction perlu mendapatkan perhatian secara statistik pada hal denyut nadi dan MAP setelah
sehingga prosedur dapat diberikan dengan dilakukan suction. Maggiore, SM et al. (2013) resiko
meminimalkan efek samping salah satunya dengan kerusakan mukosa akibat depth suction dapat
mengontrol kedalaman kateter suction saat dikontrol dengan baik, sehingga dapat membersikan
melakukan penghisapan sekret. lebih banyak sekret.
American Assosiation For Respiratory Care Irajpour et al. (2014) dalam penelitiannya
(AARC, 2010) menyebutkan bahwa shallow suction menyatakan terdapat peningkatan jumlah denyut
lebih direkomendasikan untuk meminimalkan resiko jantung dan nilai rata – rata tekanan darah pada pasien
invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang setelah dilakukan penghisapan lendir dengan metode
dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah depth suction daripada dengan menggunakaan
tindakan suction pada kelompok yang dilakukan metode shallow suction. Penelitian yang dilakukan
dengan metode deep suction lebih sedikit karena Van de Leur et al. (2003 dalam Irajpour, 2014) dalam
metode deep suction mampu membersihkan sekret penelitiannya bahwa pada shallow suction secara
lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT signifikan meningkatkan peningkatan tekanan darah
sistolik pasien.
44
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
Penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia et al Peneliti bekerja sama dengan perawat ruangan,
(2014) tentang perbandingan efek shallow dan depth kemudian melakukan identifikasi pasien yang
endotracheal suction pada jumlah pernapasan, terindikasi untuk dilakukan tindakan suction seperti
saturasi oksigen darah arteri dan jumlah suction akumulasi sekret, bunyi ronchi pada auskultasi
didapatkan hasil bahwa kedua tehnik tersebut pernapasan. Pemilihan responden untuk masuk ke
menghasilkan pengaruh yang sama pada RR dan dalam kelompok diakukan secara acak. Responden
SpO2. Wijaya et al,. (2015) dalam penelitiannya dilakukan pemeriksaan hemodinamik non invasif
menyebutkan bahwa setelah dilakukan tindakan (tekanan darah, frekwensi denyut nadi, MAP dan
suction pada pasien terpasang ETT saturasi oksigen SpO2) 2 (dua) menit sebelum melakukan tindakan
pasien menurun antara 4 – 10 %. suction. Kemudian diberikan preoksigenisasi 100%
selama 2 (dua) menit sebelum dan 2 (dua) menit
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin
setelah dilakukan intervensi. Intervensi dilakukan
Banjarmasin merupakan rumah sakit rujukan untuk
berupa depth endotracheal suction yaitu dengan
dari rumah sakit daerah yang ada di Kalimantan
penyisipan kateter suction melewati panjang ETT
Selatan dan Kalimantan Tengah. Berdasarkan data
sejauh 1 cm atau memberikan intervensi berupa
pasien ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin bulan
shallow endotracheal suction yaitu penyisipan
Maret sampai dengan Agustus 2016, jumlah pasien di
kateter suction sepanjang ukuran ETT pada
ICU sebanyak 624 orang, dan sekitar 40% dari
responden yang telah ditentukan, 1 (satu) kali suction
jumlah pasien tersebut terpasang pipa endotrakeal
dilakukan selama kurang dari atau sama dengan 10
dan dan dilakukan endotracheal suction sebagai
detik. Setelah intervensi suction dilakukan, peneliti
salah satu kebutuhan penting. Penelitian ini ntuk
mendengarkan suara napas pasien, jika sekresi jalan
mengetahui pengaruh antara depth suction dan
napas masih belum bersih, tindakan suction
shallow suction terhadap perubahan hemodinamik
dilakukan kembali hingga jalan napas bersih,
pada pasien dengan endotracheal tube di ruang ICU
maksimal 3 (tiga) kali. kemudian melakukan
RSUD Ulin Banjarmasin.
pengukuran hemodinamik non invasif (tekanan
darah, frekwensi denyut nadi, MAP dan SpO2) 2
METODE PENELITIAN
menit setelah intervensi.
45
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan medis responden pada penelitian ini adalah ICH
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan
sebesar 50% dan post op kraniotomi sebesar 50%.
Diagnosa Medik.
Tabel 4. Pengaruh depth suction dan shallow peningkatan (mean 88,7- mean 95,0) dengan p value
suction terhadap perubahan (0,004 < 0,05). Berarti terdapat perubahan yang
hemodinamik.
P signifikan pada tekanan darah sistolik dan MAP pada
Variabel Mean
Value sebelum dan setelah dilakukan shallow suction.
Tekanan darah sistolik Sedangkan pada tekanan diastole terdapat
- Depth Suction 139,9 0,434
132,3 peningkatan (mean 73,5 – mean 76,5), pada
- Shallow Suction
Tekanan darah frekwensi denyut jantung terdapat peningkatan
diastolik 78,7 0,597 (mean 98,8 - mean 101,8) kemudian pada saturasi
- Depth Suction 76,5
- Shallow Suction oksigen menurun (mean 98,3 – mean 98,2). Untuk
MAP hasi statistik pada tekanan darah diastolik, frekwensi
- Depth Suction 98,7 0,518 denyut jantung dan saturasi oksigen didapatkan
- Shallow Suction 95
statistik p > 0,05 bahwa tidak terdapat perbedaan
Frekwensi denyut
jantung 99,8 0,671 pada sebelum dan setelah dilakukan shallow suction.
- Depth Suction 101,8
- Shallow Suction
Saturasi Oksigen Pada Tabel 4 Pengaruh depth suction dan
- Depth Suction 98,7 0,360 shallow suction terhadap perubahan hemodinamik.
- Shallow Suction 98,2
tekanan darah sistolik pada depth suction adalah
Pada Tabel 2 untuk pengukuran mean 139,90 sedangkan nilai rata – rata tekanan
hemodinamik sebelum dan setelah dilakukan sistolik pada shallow suction adalah 132,30. Dari
depth suction. Hasil tekanan darah menunjukkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,434 >
bahwa nilai rata – rata tekanan darah sistolik α (0,05), nilai rata- rata tekanan darah diastolik pada
meningkat (mean 138,3 – mean 139,9), terdapat depth suction adalah mean 78,7 sedangkan nilai rata
penurunan tekanan darah diastolik (mean 81,4 – – rata tekanan diastolik pada shallow suction adalah
mean 76,5. MAP pada depth suction adalah mean 98,7
sedangkan nilai rata – rata tekanan MAP pada
78,7), peningkatan frekwensi denyut jantung (mean
98,6 - mean 99,8), kemudian pada nilai MAP terjadi shallow suction adalah 95. Dari hasil uji statistik
penurunan (mean 101,1- mean 98,7), sedangkan nilai didapatkan nilai p sebesar 0,518 > α (0,05). Saturasi
rata- rata saturasi yang tidak berubah antara sebelum
oksigen pasien dengan depth suction yaitu 98,7
dan sesudah tindakan depth suction (mean 98,7).
Untuk hasil uji statistik didapatkan p > 0,05 yang sedangkan pada pasien yang menggunakan shallow
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai suction sebesar 98,2. Hasil uji statistik didapatkan p
hemodinamik sebelum dan setelah diakukan depth
value 0,360 > α (0,05).
suction.
Tekanan darah merupakan salah satu peningkatan tekanan darah karena obat sedatif
parameter yang paling sering diukur pada praktik mengambil kendali untuk menurunkan efek simpatis.
klinis sebagai penentuan diagnostik maupun
Hasil analisis penelitian tidak ditemukan
penentuan terapi pada pasien. Hasil penelitian ini
perbedaan bermakna pada variabel frekwensi denyut
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
jantung sebelum dan setelah dilakukan tindakan
tekanan darah 2 menit sebelum dan 2 menit
depth suction. Hasil penelitian lain yang mendukung
setelah dilakukan depth suction. Pada hasil
hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa
penelitian terdapat penurunan tekanan darah
frekwensi denyut jantung mengalami peningkatan
diastolik, namun hasil statistik dapat disimpulkan
pada sebelum dan setelah dilakukan tindakan depth
bahawa tidak ada perbedaan tekanan darah
suction. Peningkatan frekwensi denyut jantung
distolik sebelum dan sesudah dilakukan depth
terjadi pada keadaan hipoksia selama suction, dan
suction (0,213
setelah dilakukan penghisapan sekret dengan
> α). hiperoksigenisasi, frekwensi denyut nadi kembali ke
Menurut literatur peningkatan tekanan darah nilai awal sebelum suction. (Ozden, D. 2014;
aorta dan sinus carotid akibat peningkatan Meskipun peningkatan frekwensi denyut
PaCO2, penurunan PaO2 dan saturasi oksigen nadi tidak berubah secara signifikan, namun
yang disebabkan hipoksia (Bourgout,2006 dalam peningkatan frekwensi denyut jantung ini dapat
Ozden, D & Gorlulu, R S., 2014). Peningkatan memberikan gambaran klinis mengenai kondisi
sistolik dan diastolik setelah depth suction jantung pasien dan tetap perlu dijadikan perhatian,
kembali ke nilai awal pada menit kelima setelah terutama untuk pasien yang memiliki penyakit
suction. Prosedur suction dilakukan sampai tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa efek
menyentuh karina kemudian dilakukan penarikan simpatis sebagai respon stress fisiologik pada
dengan gerakan memutar, namun peneliti pasien masih ada, namun segera diatasi diambil
melakukan preoksigenisasi selama 2 menit. alih oleh efek penggunaan obatobatan penenang
(Zolfaghari et al .2008; Abbaszadeh et al ., 2014). juga membuat vasodilatasi sistemik dan
Seluruh pasien yang menggunakan ventilasi menurunkan kardiak output sehingga tidak
mekanik yang dirawat di ruangan ICU dipengaruhi menimbulkan perubahan signifikan.
oleh efek sedatif. Adanya peran dari sedatif yang Hasil penelitian yang menghubungkan
diberikan kepada pasien bertujuan agar pasien perubahan nilai MAP sebelum dan sesudah
toleransi terhadap nyeri. Pada penelitian ini, tindakan depth suction didapatkan hasil bahwa
walaupun tidak signifikan terdapat perubahan nilai MAP mengalami penurunan yaitu mean
peningkatan pada tekanan darah. Hal ini 100,1 menjadi mean 98,7. Namun hasil statistik
menunjukkan walaupun pasien dalam keadaan tidak terdapat perubahan yang bermakna antara
sedatif, namun masih memunculkan respon terhadaf nilai MAP sebelum dan sesudah dilakukan Depth
prosedur, meskipun sedikit. Hal ini terjadi akibat efek
Suction (0,556).
vasodilatasi sehingga tidak menyebabkan
48
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Difusi oksigen terjadi pertama kali di tingkat
yang dilakukan Celik, E (2000 dalam Fabreto, antara alveolus dan darah lalu antara darah dan
DO. 2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat jaringan, karena gradien tekanan parsial. Untuk
perubahan MAP signifikan pada pasien yang menyalurkan oksigen yang dibutuhkan oleh
dilakukan dengan depth suction. Pernyataan jaringan maka memerlukan curah jantung yang
serupa ditemukan pada hasil penelitian yang adekuat dan hemoglobin. Perbedaan hasil nilai
dilakukan oleh Irajpour et al (2014) yang saturasi oksigen antara responden yang dilakukan
menyatakan bahwa MAP pasien pada tahap awal depth suction dengan penelitian lainnya karena
setelah suction meningkat dibandingkan dengan peneliti melakukan prosedur suction dengan
sebelum suction, kemudian pada 2 menit setelah memperhatikan seperti tindakan
suction kembali menurun. hiperoksigenisasi, durasi lamanya suction
dilakukan, besarnya tekanan yang diberikan dan
Penurunan MAP dipengatuhi oleh tekanan darah
tehnik tindakan suction.
sistolik dan diastolik, yang menginformasikan
keadaan jantung pada saat melakukan kontraksi (Kaapor,d.2012; Hafiah,Z. 2014; AARC.
jantung saat preload dan afterload. Walaupun MAP 2010).
mengalami penurunan, namun masih dalam rentang
normal, yang menginformasikan bahwa perfusi darah 2. Analisis Perubahan hemodinamik sebelum dan
ke organ – organ penting masih adekuat. setelah dilakukan shallow Suction
Nilai saturasi oksigen merupakan persentasi Hasil interpertasi statistik penelitian ini
hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
arteri. Hasil analisis pada penelitian ini menyebutkan terhadap tekanan darah sistolik antara sebelum
bahwa tidak terdapat perbedaan perubahan saturasi suction dan sesudah dilakukan shallow suction
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan depth (0,000 < α). Hasil penelitian ini sejalan dengan
Suction. Pada prosedur depth suction peneliti hasil penelitian yang dilakukan oleh Van de Leur,
melakukan pengukuran panjang kateter yang harus et al (2003 dalam Irajpour. 2014) yang
dimasukkan agar tidak menyentuh karina sehingga menyatakan bahwa shallow suction menyebabkan
mencegah rangsangan batuk. peningkatan signifikan paka tekanan darah.
Saturasi oksigen yang tidak berubah disebabkan
Peningkatan tekanan darah sistolik terjadi akibat
oleh mekanisme tubuh untuk mempertahankan
peningkatan afterload yang diakibatkan dari
keseimbangannya.
peningkatan tekanan intraabdomen yang
Dimana setiap intervensi yang dilakukan pada pasien menstimulasi untuk pengkatan stroke volume guna
menyebabkan pasien berespon terhadap stimulus menjamin curah jantung yang adekuat. Peningkatan
yang diberikan, tubuh berupaya untuk mengatasi tekanan darah diastolik diakibatkan oleh peningkatan
perubahan tersebut untuk mempertahankan fungsi tekanan intratorakal yang menyembabkan hambatan
faalnya, sistem otomatis oleh tubuh berhubungan dari fase pengisisan atrium (peningkatan tekanan
dengan persyarafan, proses kimiawi dan endokrin.
49
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
intraatrium), sehingga terjadi peningkatan preload. peningktan MAP agar perfusi cerebral tetap
(Guyton dan Hall, 2010) adekuat.
Pada Hasil penelitian pada tidak ada perubahan Nilai saturasi pada kelompok yang dilakukan
frekwensi denyut nadi pasien sebelum dan sesudah shalloe suction tidak menunjukkan perubaha yang
dilakukan shallow suction. Hasil ini didukung oleh signifikan, Perubahan saturasi oksigen tidak
Van de Leur, et al (2003 dalam Irajpour. 2014) signifikan pada shallow suction
menyatakan bahwa shallow suction menyebabkan (Ntoumenopoulos, G., et al 2013) karena kateter
peningkatan pada denyut jantung. Irajpour (2014) suction disisipkan sampai batas panjang
menyatakan pada hasil penelitiannya terdapat endotracheal tube. Shallow suction lebih
peningkatan signifikan pada kelompok yang direkomedasikan oleh AARC (2010) karena tidak
dilakukan shallow suction pada sesaat setelah menyentuh karina, sehingga reflek vagal pasien
suction. Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif, tidak terstimulasi dibanding depth suction.
perubahan pada denyut nadi walaupun secara statistik Namun, pada shallow suction perawat akan
tidak signifikan berdampak pada stabilitas pasien kesulitan mendapatkan respon batuk selama
dilakukan prosedur suction, kesiapan pasien untuk
Pada Interpertasi statistik yang mengukur
dilakukan ekstubasi. Khusunya pada pasien yang
terdapat perubahan yang bermakna pada nilai MAP
tidak dapat mengikuti perintah.
sebelum dan setelah dilakukan Shallow Suction.
Penelitian yang sejalan dengan hasil penelitian ini Seperti yang disampaikan oleh Gray et al (1991,
adalah penelitian yang dilakukan oleh Irajpour, dalam Zahran, EM., 2011) menyebutkan bahwa
(2014) menyebutkan dalam penelitiananya bahwa reflek batuk dapat dirangsang dengan
terdapat perubahan MAP dari sebelum suction menggunakan prosedur suction.
terhadap nilai sistolik 2 menit setelah shallow
3. Analisis pengaruh Depth Suction dan Shallow
suction. Kemudian, didukung oleh hasil penelitian
Suction terhadap perubahan hemodinamik.
yang dilakukan oleh Celik, Elbas (2000 dalam
Favretto, DO. 2012) menyebutkan bahwa terdapat Pada hasil analisis penelitian untuk variabel
perubahan nilai MAP yang signifikan antara sebelum pengaruh Depth Suction dan Shallow Suction
perhatian khusus, karena berimbas pada perfusi penelitian yang dilakukan oleh Qioni, Z., et al
cerebral. Peningkatan TIK harus diikuti (2009) dan Wei, XJ et al (2006) melakukan
penilaian tekanan darah 1 menit sebelun dan 5
50
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
menit setelah dilakukan Depth Suction dan meningkatkan frekwensi denyut jantung. Efek
Shallow Suction didapatkan hasil bahwa tidak ada utama stimulasi simpatis pada nodus SA.
perbedaan yang signifikan pada tekanan darah Norepineprin dikeluarkan untuk mengurangi
yang dilakukan sebelum dan sesudah Depth permeabilitas ion kalium sehingga timbul efek
Suction dan Shallow Suction. Penelitian ini depolarisasi. Peningkatan efek parasimpatis pada
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan nodus SA adalah mengurangi kecepatanjantung,
Irajpour (2014) yang menyatakan bahwa tidak asetilkolin meningkatkan permeabilitas nodus SA
terdapat perbedaan signifikan antara tekanan pada ion kalium dengan memperlambat
darah yang dilakukan dengan tehnik Depth penutupan ion kalium, akibatnya kecepatan
Suction maupun Shallow pembentukan potensial aksi berkurang.
(Sherwood, L. 2011).
Suction.
Tindakan invasif berupa suction memicu Pada kelompok depth suction, MAP lebih tinggi
aktivasi dari hipotalamus yang mengendalikan dibanding shallow suction, hal ini terjadi karena
dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem saraf stimulasi invasif dari prosedur suction dimana kateter
simpatis dan korteks adrenal. Namun dengan yang masuk ke endotracheal tube lebih dalam
pemberian oksisigenisasi dan adanya efek sedatif dibanding shallow suction. Walaupun secara statistik
pada tindakan invasif setelah tindakan mampu tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
membantu tubuh untuk mengatasi perubahan
Hasil penelitian berbeda tentang MAP yang
tersebut sehingga tekanan darah tidak mengalami
dilakukan oleh Celik, Elbas (2000 dalam Favretto,
fluktuasi yang signifikan kelompok Depth Suction
DO. 2012) menyatakan bahwa terdapat perubahan
dan Shallow Suction. Hal ini sejalan dengan
nilai MAP yang signifikan antara kedua kelompok
pernyataan Fatimah dan Setiawan (2009) kadar
yaitu Depth Suction dan Shallow Suction.
oksigen di dalam tubuh mengakibatkan respon
Pengukuran nilai MAP menjadi penting karena
vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan
menggambarkan kemampuan
tekanan vaskuler sehingga tekanan darah turun.
Hal ini berarti bahwa perubahan tekanan darah individu untuk memenuhi perfusi ke organorgan vital
berhubungan dengan kondisi hipoksemia pasien. seperti otak dan ginjal. Penilaian MAP bergantung
pada nilai tekanan darah pasien yaitu kemampuan
Perubahan frekwensi denyut jantung pada
jantung memompa darah.
penelitian ini tidak menunjukkan perubahan baik
pada depth suction maupun shallow suction. MAP juga berkaitan dengan tekanan intra
Penelitian yang mendukung hasil dilakukan oleh kranial dan tekanan perfusi cerebral, tekanan
Gillies, D., Spence, K (2011), Youngmee dan intrakranial merupakan tekanan di dalam rongga
Yoonghoon (2003 dalam Irajpour et al, 2014). kepala ,yang berfluktuasi secara ritmis. tekanan intra
Peningkatan frekwensi denyut jantung ini kranial dipertahankan melakui produksi dan absorbsi
disebabkan oleh kompensasi individu yang cairan cerebro spinal. Tekanan perfusi serebral
mengalami hipoksia selama suction dilakukan. merupakan tekanan aliran darah ke otak. Tekanan
Pada tahap ini, efek stimulasi simpatis jantung perfusi cerebral ditentukan oleh pengurangan MAP
51
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
dengan tekanan intra kranial. Hu, YL & Wang, HY,. menunjukkan bahwa tidak ada perubahan
(2012) dalam penelitiannya untuk menyelidiki hemodinamik yang signifikan pada kedua tehnik
dampak kedalaman suction endotracheal yang kedalaman kateter suction. Kedua tehnik ini dapat
berbeda terhadap tekanan intrakanial. dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien.
Pada pasien dengan sekret produktif dan riwayat
Analisa penelitian pengaruh Depth Suction
penyakit paru yang mengharuskan pasien
dan Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi
dilakukan suction, prosedur depth suction dapat
Oksigen menunjukkan hasil bahwa tidak ada
dilakukan, karena mengingat keefektifan
pengaruh antara tindakan Depth Suction dan
jangkaun kateter suction yang masuk, diharapkan
Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi
lebih banyak sekret yang terhisap sehingga
Oksigen.
tindakan suction tidak dilakukan berulang –
Hasil penelitian lain yang mendukung hasil ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction
penelitian ini bahwa terdapat perubahan nilai dapat dilakukan apabila pasien memiliki resiko
saturasi pada pada pasien yang dilakukan dengan trauma pada trakea akibat penyisipan yang cepat
tehnik depth suction dan shallow suction, namun dan tekanan negatif selama prosedur suction yang
perbedaan nilai saturasi pada kedua kelompok tinggi.
tersebut tidak signifikan. (Celik, E .2000 dalam
Favretto, DO. 2012; Abbasinia. 2014). Namun,
Hasil penelitian berbeda disampaikan pada hasil UCAPAN TERIMA KASIH
penelitian menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan saturasi yang signifikan pada pasien Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima
yang dilakukan tindakan depth suction dan kasih kepada RS Ulin Banjarmasin atas ijin dan
shallow suction (Wei, XJ et al .2006; tempat pelaksanaan penelitian, serta dosen
Irajpour,2014). pembimbing atas arahan penelitian serta dukungan
dari seluruh pihak yang telah membantu dalam
Kedua pernyataan berbeda ini disebabkan
penelitian ini.
oleh perbedaan pada objek penelitian. Saturasi
oksigen juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta
DAFTAR PUSTAKA
pada pasien. Pasien yang sebelumnya sudah
mengalami gangguan pernapasan kronis distribusi AARC. (2010). Endotracheal Suctioning Of
Mechanically Ventilated Patients With
oksigen ke jaringan perifer sudah terlebih dahulu
Artificial Airways.
mengalami kepayahan. Selain itu, faktor yang Http;//Rchournal.Com/Cpgs/Pdf/06.10
mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah .0758. ( Diakses 1 September 2016).
Lucchini A, Zanella, A., Bellani, G. (2011). Tracheal Nugrahanti, S, S., Ghofir, A.,
Secretion Management In The Yudiyanta.(2011). Rerata Tekanan Arteri
Mechanically Ventilated Patient: Lebih Dari 145 Mmhg Saat Masuk Rumah
Comparison Of Standard Assessment And Sakit Sebagai Prediktor Prognosis
AnAcoustic Secretion Detector.
54
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
Kematian 7 Hari Pada Pasien Stroke Sherwood,L. (2011). Fisiologi Manusia:Dari Sel Ke
Hemoragic. Journal Of Medicine. Sistem. EGC :Jakarta
Nursalam. (2008). Pedoman skripsi, thesis dan Sugiono. (2009). Metodelogi Penelitian
instrumen penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R &
keperawatan D. Bandung: Alfabeta
edisi II. Jakarta : Salemba Medika Sujatmi, S (2010). Efektifiktas Lama Waktu Suction
10-15 Detik Terhadap Kadar
Sarurasi Oksigen (O2) Perifer Pada Pasien
Ogedegbe & Pickering.(2010). Principles And Stroke Di Ruang ICU Kebumen. Jurnal
Techniques Of Blood Pressure Stikes
Measurement. Cardiol Clin, 28(4): Muhammadiyah Gombong
571–586.
55
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …
Qiaoni, Z., Cheng, Q., Wang, Z. (2009). Comparative Artificial Airway Suction Depth For ICU
Study On The Effect Of Two Types Of Patients With
Mechanical Ventilation. Journal Of Nurse Training.
http;//en.ckni.com.cn/Article_en?CJF
DTOTAL-FSJX200911002.htm.
56
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Korespondensi: dewi.silfiah@gmail.com
Abstrak
Intensive care unit (ICU) merupakan bagian pelayanan dengan staf khusus dan perlengkapan
khusus ditunjukan untuk pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa. Tindakan suction sering dilakukan pada pasien ICU, tujuannya adalah
meningkatkan saturasi oksigen pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suction dan posisi semi fowler terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
terpasang endotracheal tube di ICU Rumah Sakit OMNI Alam Sutera. Desain penelitian ini
adalah kuantitatif dengan eksperimen dengan pre dan post test, sampel penelitian adalah
seluruh pasien di ruang ICU Rumah Sakit OMNI Alam Sutera pada periode 01 Desember 2019
s.d. 30 Januari 2020 sebanyak 32 orang. Alat penelitian adalah lembar observasi saturasi
oksigen. Analisa data berupa analisa univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan rata-
rata (mean) saturasi oksigen sebelum tindakan sebesar 92,72%, rata-rata (mean) saturasi
oksigen setelah tindakan sebesar 98,44%. Ada pengaruh suction dan posisi semi fowler
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien yang terpasang endotracheal tube di ICU
Rumah Sakit Omni Alam Sutra, dengan nilai p: 0,000 (<0,05). Perawat dapat melakukan
tindakan suction dan pemberian posisi semi fowler pada pasien dengan masalah penyerta
pada system pernafasan, khususnya pasien dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 57
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Abstract
The intensive care unit (ICU) is a service unit with special staff and special equipment
designated for patients suffering from life-threatening illnesses, injuries or complications.
Suction action is often performed in ICU patients, the goal is to increase the patient's oxygen
saturation. This study aims to determine the effect of suction and semi-fowler position on
changes in oxygen saturation in patients with endotracheal tubes attached to the ICU of OMNI
Alam Sutera Hospital. The research design was quantitative with pre and post test
experiments, the sample of the study was all 32 patients in the ICU room at OMNI Alam Sutera
Hospital from December, 1st 2019 to January, 30th 2020. The research tool was the oxygen
saturation observation sheet. Data analysis was in the form of univariate and bivariate
analysis. The results showed that the average (mean) oxygen saturation before the treatment
was 92.72%, the average (mean) oxygen saturation after the action was 98.44%. There was
an effect of suction and semi-fowler position on changes in oxygen saturation in patients with
endotracheal tubes attached to the ICU at Omni Alam Sutra Hospital, with p value: 0.000
(<0.05). The nurse can perform suction and semi fowler position to increase oxygen saturation
in patients with airway problems.
Keywords: Oxygen saturation, suction, semi fowler
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 58
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
meningkat setiap periodenya, pada tahun 1995 Rumah Sakit Martapura, didapatkan bahwa
sebanyak 41,7% kematian disebabkan penyakit posisi semi fowler dapat memberikan kestabilan
tidak menular, tahun 2001 sebanyak 49,9%, dan pada pernafasan pasien, nilai p: 0,000 (<0,05).
tahun 2007 sebanyak 59,5%. (Kemenkes RI,
2008). Menurut Wilkinson dalam NANDA Pada penelitian ini dilakukan tindakan
(2012), masalah keperawatan yang paling sering suction pada pasien yang terpasang endotracheal
ditemui di ruang ICU adalah masalah pada tube, setelah dilakukan suction peneliti
sistem pernafasan. Bahkan masalah pada memberikan posisi semi fowler pada pasien.
pernafasan menjadi pencetus terjadinya Dengan harapan pernafasan pasien membaik,
kematian pada pasien. Salah satu yang paling sehingga dapat meningkatkan saturasi pasien.
sering terjadi pada pasien adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Menurut BAHAN dan METODE
Wilkinson dalam NANDA (2012),
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah Desain penelitian menggunakan eksperimen
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi dengan pre dan post test pada satu kelompok
atau obstruksi dari saluran napas untuk
intervensi dengan menggunakan 32 responden,
mempertahankan bersihan jalan. Penyebab
terjadinya masalah ini sangat bervariasi, seperti: diambil dengan total sampling. Penelitian
adalah sputum, darah, benda asing, dan juga dilaksanakan pada 01 Desember 2019 s.d. 30
penyempitan bronkus pada pasien asma bronkial. Januari 2020, alat penelitian: lembar observasi
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 59
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
intervensi suction. Analisis data yang digunakan Tabel 3. Gambaran distribusi frekuensi
adalah analisis univariate dengan penghitungan saturasi oksigen setelah dilakukan
nilai ratarata, dan analisis data menggunakan tindakan suction dan posisi semi fowler
paired sample T test..
Saturasi O2 Max 100%
Sebelum 92,72
Setelah 98,44
Total sampel 32
SD 2,453
Total sampel 32
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 60
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Berdasarkan tabel 3. Didapatkan saturasi oksigen berjalan mendekati nilai 0 (nol), sehingga
tertinggi adalah 100%, saturasi terendah adalah persebaran data dari satu responden ke
96%, rata-rata saturasi oksigen sebelum tindakan responden lain menjadi semakin dekat
adalah 98,44%. (nilainya tidak berjauhan) atau memiliki
nilai cukup homogen. Angka tersebut
Tabel 4. Pengaruh suction dan posisi semi menunjukkan bahwa pemberian tindakan
fowler terhadap perubahan saturasi suction dan posisi semi fowler
oksigen pada pasien memberikan pengaruh yang cukup
signifikan. Hasil tersebut juga dibuktikan
Tindakan Frekuensi Persentase Mean Perbedaan P
dengan uji hipotesis dengan
mean value menggunakan uji Paired sample T test
Sebelum 32 100% 92,72 didapatkan p value: 0,000 (<0,05), yang
berarti terdapat perbedaan saturasi
5,719 0,000
oksigen sebelum dan setelah tindakan
Sesudah 32 100% 98,44 suction dan posisi semi fowler.
Berdasarkan tabel 4. Didapatkan bahwa
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
rata-rata saturasi oksigen sebelum dilakukan
Septimar & Novita (2018) tentang pengaruh
suction dan posisi semi fowler adalah 92,72%,
tindakan penghisapan lendir (suction) terhadap
setelah dilakukan suction dan posisi semi fowler
perubahan kadar saturasi oksigen pada pasien
adalah 98,44%. Perbedaan ratarata saturasi
kritis di ICU.
sebelum dan setelah suction dan posisi semi
fowler adalah 5,719%. Setelah dilakukan uji Didapatkan hasil terdapat pengaruh tindakan
hipotesis dengan menggunakan uji Paired penghisapan lendir terhadap perubahan kadar
sample T test didapatkan p value: 0,000 (<0,05). saturasi oksigen pada pasien, dengan nilai
p:0,000 (<0,05). Rata-rata saturasi oksigen pasien
PEMBAHASAN sebelum dan setelah dilakukan suction
meningkat dari 95,78% menjadi 97,25%.
Pengaruh suction dan posisi semi fowler Menurut Septimar &
terhadap perubahan saturasi oksigen pada
pasien Novita, tindakan suction sangat efektif untuk
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan membersihkan jalan nafas dengan tujuan
peningkatan saturasi oksigen dari 92,72% meningkatkan saturasi oksigen pasien.
menjadi 98,44%. Menurut peneliti, hasil Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
tersebut memberikan bukti bahwa tindakan Nizar & Haryati (2015) tentang pengaruh suction
suction dan posisi semi fowler dapat terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien
meningkatkan saturasi oksigen pada responden. koma di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Berdasarkan penurunan nilai standar deviasi Didapatkan hasil terdapat pengaruh suction
pada keseluruhan responden juga memberikan terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien,
gambaran bahwa sebaran responden dengan nilai p: 0,000 (<0,05). Rata-rata saturasi
menunjukan perubahan saturasi oksigen yang oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
cukup signifikan. Perubahan nilai standar deviasi meningkat dari 89,86% menjadi 91,65%.
tersebut adalah dari 2,453 menjadi 1,105. Hasil Menurut Nizar & Haryati, tindakan suction dapat
standar deviasi tersebut memberikan gambaran meningkatkan saturasi oksigen.
yang cukup jelas bahwa nilai standar deviasi
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 61
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saturasi oksigen pada pasien-pasien tersebut
sebelumnya adalah perlakukan tindakan semi fowler dapat terkontrol.
pada penelitian ini tidak didapatkan pada penelitian
sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya hanya Diklat Rumah Sakit Omni Alam Sutra
dilakukan pemberian tindakan suction, namun tidak
dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler. Hasil Bagian Diklat Rumah Sakit Omni Alam Sutra
pemberian posisi semi fowler mampu meningkatkan hendaknya membuat standar deteksi dini
saturasi oksigen pada pasien. pasien tentang masalah penyerta yang dialami
pasien yang dirawat di ICU, sehingga standar
Keterbatasan sampel dalam penelitian yaitu tersebut dapat digunakan perawat dalam
sampel yang digunakan kurang besar, untuk peneliti melakukan asuhan keperawatan yang
selanjutnya dapat menggunakan sampel dengan dilakukan seperti frekuensi pelaksanaan
kelompok Kontrol. Dengan tujuan bahwa hasil tindakan suction terhadap pasien, dan
pengambilan saturasi oksigen dapat dibandingkan sebagainya.
dengan kelompok control yang tidak dilakukan
tindakan suction. Sehingga cakupan hasil penelitian
ini dapat lebih luas dan terhindar dari bias (kesalahan
intepretasi hasil). Peneliti selanjutnya
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 62
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
10. DAFTAR PUSTAKA oksigen pada pasien koma di ruang ICU RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
Brunner & Suddart. (2016). Keperawatan medikal Notoatmodjo, S, (2012). Metodologi
bedah. Edisi 12. JakartaEGC Penelitian Kesehatan .
Jakarta: Rineka Cipta
Curtis J R. (2008). Caring for Patients With Critical Rosjidi & Harum. (2011). Pelayanan ICU Rumah
Illness and Their Families: the Value of the sakit. Jakarta:
Integrated Clinical Team. Jurnal Keperawatan Salemba Medika
Dahlan, S. (2005). Besar Sampel dalam Septimar & Novita (2018) tentang pengaruh
tindakan penghisapan lendir
Penelitian Kedokteran Dan
(suction) terhadap perubahan kadar
Kesehatan. Jakarta: Arkans saturasi oksigen pada pasien kritis di
Dahlan, S. (2008). Statistik untuk ICU.
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Smeltzer & Beare. (2012). Buku ajar
Medika
keperawatan medikal bedah brunner &
Depkes RI. (2009). Pedoman Perawatan
suddart Edisi 8. Jakarta: EGC
ICU Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI
Standar prosedur operasional
Elly. (2010). Pengantar kegawatdaruratan di intensive tindakan Endotracheal tube
care unit. Jakarta: Salemba medika Rumah Sakit Omni tahun 2016
Standar prosedur operasional
Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Pengantar Konsep Dasar tindakan suctioning Rumah Sakit
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Omni tahun
Medika.
2014
Kemenkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Depkes RI Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan
pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R
Kemenkes RI. (2011). Pedoman & D. Bandung: Alfabeta
Penyelenggaraan Pelayanan HCU dan ICU
Tarwoto, Wartonah. (2012). Kebutuhan Dasar
di Rumah Sakit
manusia dan Proses Keperawatan.
Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2009). Buku Ajar Jakarta: Salemba Medika.
Fondamental Keperawata: Konsep,
Wilkinson. (2012). NANDA
Proses & Praktik, Volume: 1, Edisi: 7.
Diagnosa keperawatan: definisi
Jakarta: EGC
dan klasifikasi.
Latief. (2007). Petunjuk Praktis
Jakarta: EGC
Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 63
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 64
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
ratakan perbulannya adalah 189-190 pasien yang terpasang ETT mempunyai respon tubuh yang
dirawat di ICU. Yang mengalami kejadian gagal napas sangat lemah untuk batuk, dengan demikian
sebanyak 67-68 pasien/bulan dan pasien yang tindakan suction sangat diperlukan (Nurachmah
meninggal sebanyak 29-30 pasien/bulan (ICU RSPAD & Sudarsono, 2010).
Gatot Soebroto, 2018).
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu ruangan untuk ETT, sangatlah perlu adanya pemantauan
merawat pasien dirumah sakit yang mempunyai staf saturasi oksigen, karena saat tindakan suction
dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk bukan hanya sekret yang terhisap, tetapi oksigen
pengelolahan pasien yang mengalami komplikasi yang juga terhisap. Selain itu saturasi oksigen pada
mengancam jiwa, penyakit, atau trauma. Perlengkapan tindakan suction dipengaruhi oleh banyaknya
peralatan di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai hiperoksigenasi yang diberikan, tekanan suction
standar meliputi alat untuk membantu usaha bernafas yang sesuai usia, dan besar diameter kanule. Bila
melalui Endotrakeal Tube (ETT) yang tersambung hal tersebut tidak atau kurang diperhatikan maka
dengan ventilasi mekanik. Indikasi dari pemasangan akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dari
alat ventilasi mekanik salah satunya adalah gagal nafas suction pada pasien yang terpasang ventilasi
(Musliha, 2010). Dikatakan gagal napas bilamana mekanik adalah terjadinya hipoksia yang ditandai
pertukaran oksigen atau O2 terhadap karbondioksida dengan penurunan saturasi oksigen atau
atau CO2 didalam organ paru – paru tidak dapat desaturasi (Kozier & Erb, 2012). Menurut Wiyoto
memelihara laju O2 dan CO2 didalam sel-sel tubuh (2010) apabila suplai oksigen dalam waktu 4
manusia. Sehingga peningkatan tekanan CO2 lebih menit tidak terpenuhi untuk suplai keotak maka
besar dari 45 mmHg atau hiperkapnia dan tekanan O1 otak terjadi kerusakan yang permanen, karena
2 arteri kurang dari 50 mmHg atau hipoksemia. itu perlu dilakukan hiperoksigenasi sebelum
dilakukan suction. Upaya untuk
Endotracheal Tube (ETT) merupakan konektor yang
mempertahankan saturasi oksigen setelah
digunakan untuk ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik
dilakukan suction adalah dengan melakukan
yang digunakan adalah ventilasi mekanik invasif. ETT
hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction.
yang telah terpasang memerlukan perhatian khusus
dalam menjaga kebersihan dari akumulasi sekret, Hiperoksigenasi adalah pemberian oksigen
sehingga patensi jalan nafas menjadi tetap terjaga. konsentrasi tinggi (100%) yang bertujuan untuk
Untuk menjaga kepatenan jalan nafas akibat menghindari hipoksemi akibat suction (Kozier &
penumpukan sekresi tersebut, tindakan yang dilakukan Erb, 2012). Teknik yang terbaik didalam
adalah penghisapan lendir (suctioning). Melakukan menghindari hipoksemia yang diakibatkan
tindakan suction yaitu dengan cara selang kateter tindakan suction adalah dengan hiperoksigenasi.
suction dimasukkan melalui hidung, mulut pada ETT Dengan demikian pada semua prosedur suction,
(Nurachmah & Sudarsono, 2010). Tindakan suction tindakan hiperoksigenasi harus dilaksanakan
dilakukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret (Kozier & Erb, 2012). Penelitian yang dilakukan
atau sputum dan juga untuk menghindari dari infeksi G.M. Superdana dan Sumara tahun 2015 diruang
jalan nafas (Price & Wilson, 2012). ICU Rumah Sakit Husada Utama Surabaya yang
berjudul efektifitas hiperoksigenasi pada proses
Selain untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas,
suctioning terhadap saturasi oksigen pasien
tindakan suction sangat diperlukan, karena pada pasien
dengan ventilator mekanik, menyimpulkan
terpasang ventilasi mekanik terjadi kontaminasi
hiperoksigenasi efektif pada proses suctioning
mikroba dijalan nafas dan berkembangnya Ventilator
terhadap saturasi oksigen pasien dengan
Assosiated Pnemonia (VAP) (Kozier & Erb, 2012).
ventilator mekanik, dengan P< 0,005.
Terjadinya VAP dikarenakan secara umum pasien yang
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 65
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012) di ICU Apabila suplai oksigen dalam waktu 4 menit tidak
menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang dilakukan terpenuhi untuk suplai keotak maka otak terjadi
satu menit selama suction menyebabkan perbaikan kerusakan yang permanen dan sangat
dan pencegahan hipoksia yang disebabkan prosedur mengancam jiwa. Oleh karena itu perawat perlu
suction. Menurut Hudak & Gallo (2013) mengatakan melakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan
komplikasi dari pemberian oksigen adalah : membrane tindakan suction. Pemberian hiper oksigenasi di
mukosa menjadi kering, epistaksis, atau infeksi pada ruang ICU RSPAD pada SOP pemberian
lubang hidung. Bila dalam waktu lama dapat hiperoksigenasi pre suction diberikan 2 menit,
menyebabkan toksisitas yang tinggi (dapat dilihat pada pengisapan suction selama 15 detik. Oleh karena
kasus cedera paru akut atau sindrom pada gawat nafas itulah, rumusan masalah yang dapat diangkat
akut), atelectasis absorbtif. adalah bagaimana perbandingan pemberian
hiperoksigenasi satu menit dan dua menit pada
Hasil wawancara dengan penanggung jawab diklat ICU
proses suctioning terhadap saturasi oksigen
RSPAD menyampaikan pada Standar Operating
pasien dengan ventilasi mekanik di Intensive Care
Prosedure (SOP) suctioning di ICU RSPAD pemberian
Unit RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
hiperoksigenasi pre suction sebanyak 2 menit dan
hiperoksigenasi diberikan lagi 2 menit bila
saturasioksigen post suction <95%. Untuk tindakan
suction dilakukan selama 15 detik. Hal ini tidak tepat
karena pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan METODE PENELITIAN
2 menit pada prosedur suction. Untuk tindakan suction
harusnya dilakukan maksimal 10 detik, karena bila Penelitian ini adalah desain penelitian kuantitatif
lebih dari 10 detik beresiko terjadi hipoksia (Kozier & dengan menggunakan metode quasi eksperimen,
Erb, 2012). Pemberian hiperoksigenasi menurut menggunakan tehnik consecutive sampling
peneliti yang efisien dan tidak terjadi hipoksia adalah menggunakan rancangan pre test dan post test
hiperoksigenasi diberikan 30 detik pre suction, suction dimana kelompok A disebut kelompok intervensi
10 detik hiperoksigenasi 30 detik. Berdasarkan data- I yang memperoleh hiperoksigenasi 1 menit,
data tersebut peneliti ingin melihat perbandingan sedangkan kelompok B disebut sebagai
pemberian hiperoksigenasi satu menit dan dua menit kelompok intervensi II dengan pemberian
pada tindakan suctioning terhadap saturasi oksigen hiperoksigenasi sesuai yang dilakukan diruang
pasien dengan ventilasi mekanik di Intensive Care Unit ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
Jumlah sampel untuk setiap kelompok intervensi
Dalam Saskatoon Health regional Authority (2010) sebanyak 17 sampel. Jadi seluruh jumlah sampel
mengatakan bahwa komplikasi yang muncul dari pada penelitian ini adalah sebanyak 34 orang
tindakan penghisapan sekret salah satunya adalah responden. Tempat penelitian dilakukan di
hipoksemia atau hipoksia. Penelitian yang dilakukan diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad,
oleh Wijaya (2015) berjudul Perubahan Saturasi dilaksanakan pada tanggal 16 Mei sampai dengan
Oksigen Pada Pasien Kritis Yang Dilakukan Tindakan 02 Juli 2018.
Suction Endotracheal Tube di ICU RSUD DR. Moewardi
Surakarta dengan kesimpulan tindakan suction pada
pasien yang terpasang endotracheal tube dapat
menyebabkan penurunan saturasi oksigen antara 4-10
%.
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 66
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 67
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 68
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 69
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Selisish 1,50-2,15
Variabel NP Post P
intervensi I value
Intervensi II Pre Normal Tidak
Sebelum 17 96,97-98,33 0,009 Normal
Setelah 17 98,18-99,00
Intervensi Normal 2 (66,7%) 1 0,125
I Tidak 6 (42,9%) (33,3%)
Selisih 0,38-1,50
Normal 8
(57,1%)
Intervensi Normal 8 0 1,000
Berdasarkan tabel 3 perbandingan pemberian
II Tidak (50,0%) (0,0%)
hiperoksigenasi sebelum dan setelah hiperoksigenasi 1
Normal 0 9
menit pada kelompok intervensi I. Terdapat 17 (0,0%) (50,0%)
responden dengan hasil peningkatan saturasi oksigen
setelah diberikan hiperoksigenasi. Terlihat median Berdasarkan tabel 4 menunjukan nadi perifer
saturasi oksigen kelompok intervensi I sebelum pada kelompok intervensi I, sebelum
pemberian hiperoksigenasi yaitu 97 dengan mi-mak hiperoksigenasi terdapat 3 orang nadi perifer
95-100 dan setelah diberikan hiperoksigenasi 1 menit normal, 14 orang nadi perifer tidak normal.
median 99 dengan min-mak 98-100. Selisih saturasi Setelah dilakukan pemberian hiperoksigenasi 1
oksigen pada kelompok intervensi yaitu dengan menit nadi perifer responden normal sebanyak 8
median 2 min-mak 1-3. Hasil uji statistik diperoleh p orang dan tidak normal 9 orang. Hasil uji statistik
value 0,000* yang artinya terdapat berbedaan yang diperoleh p value 0,125 yang artinya tidak ada
bermakna peningkatan nilai saturasi oksigen sebelum perbedaan yang bermakna antara nadi perifer
dan sesudah diberikan hiperoksigenasi 1 menit pada sebelum dan setelah pemberian hiperoksigenasi
kelompok intervensi I. Sedangkan kelompok intervensi 1 menit pada kelompok intervensi I. Sedangkan
II dengan pemberian hiperoksigenasi terdapat 2 pada kelompok intervensi II sebulum dilakukan
responden dengan penurunan saturasi oksigen, 1 intervensi sebanyak 8 orang nadi perifer normal
responden dengan saturasi oksigen tetap dan 14 dan 9 orang nadi perifer tidak normal, setelah
responden dengan peningkatan saturasi oksigen. dilakukan pemberian hiperoksigenasi nadi perifer
Terlihat median saturasi oksigen sebelum dilakukan normal sebanyak 8 orang dan tidak normal 9
intervensi 97 dengan min-mak 95-100 dan setelah orang. Hasil uji statistik diperoleh p value 1,000
dilakukan intervensi sebesar 99 dengan min-maks 95- yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna
100. Selisih saturasi oksigen pada kelompok intervensi antara nadi perifer sebelum dan setelah
II yaitu dengan median 1 min-mak -2-2. Hasil uji pemberian hiperoksigenasi pada kelompok
statistic didapatkan nilai p = 0,009* (<0,05 ) yang intervensi II.
berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara
saturasi oksigen sebelum dan setelah diberikan
hiperoksigenasi I pada kelompok intervensi II. Tabel. 5
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Sesudah Hiperok
Kontrol (n = 34)
Tabel. 4
Perbedaan Nadi Perifer Sebelum dan Sesudah hiperoksigenasi
Setelah Pemberian Hiperoksigenasi intervensi I
pada Proses Suction pada Kelompok Sesudah Hiperoksigenasi r = 0,210 inervensi II p=
Intervensi I dan Intervensi II (n=34) n = 34
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 70
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan tidak ada perbedaan berbeda yaitu pada kelompok intervensi I
yang bermakna antara kelompok intervensi I (dengan sebagian besar responden dengan jenis kelamin
pemberian hipeorksigenasi 1 menit) dan kelompok laki-laki 12 orang (70,6%) dari 17 responden.
intervensi II (dengan pemberian hiperoksigenasi 2 Pada kelompok intervensi II sebagian besar
menit) dengan p value 0,418 dengan r 0,21. responden dengan jenis kelamin perempuan 9
orang (52,9%) dari 17 responden. Menurut Kozier
PEMBAHASAN Karakteristik Responden & Erb (2012) teori jenis kelamin dikaitkan dengan
kondisi pembuluh darah. Factor resiko
Hasil penelitian usia menunjukkan bahwa sebagian berkurangnya suplai oksigen yang disebabkan
besar responden pada kedua kelompok intervensi I dan oleh perokok yang banyak dilakukan oleh jenis
II adalah responden dengan usia > 51 tahun sejumlah kelamin laki-laki. Akibat rokok dapat
24 responden dari 34 responden. Pada kelompok menyebabkan penyakit jantung coroner akibat
intervensi I sejumlah 12 orang (70,6%) dan kelompok dari arteresklerosis.
intervensi II 12 orang (70,6%). Hasil penelitian berdasarkan pekerjaan
Menurut Kozier & Erb (2012) Faktor-faktor yang menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi I
mempengaruhi fungsi pernafasan adalah usia; maupun kelompok intervensi II didapatkan
perubahan yang terjadi karena penuaan pasien yang dilakukan tindakan suction pada
mempengaruhi sistim pernafasan seringkali akibat pasien terpasang ventilator mayoritas pekerjaan
adanya infeksi, emosional atau stress fisik, tindakan responden adalah wiraswasta sebanyak 21 orang
pembedahan, tindakan anesthesia, atau karena dari 34 responden. kelompok intervensi I
prosedur lainnya. Perubahan karena penuaan sebanyak 10 orang (58,8%) dan kelompok
menyebabkan dinding dada dan juga jalan nafas intervensi IIsebanyak 11 orang ( 64,7 %).
menjadi kaku dan kurang elastic, jumlah pertukaran Responden dari penelitian ini banyak
udara menjadi menurun, reflek batuk dan kerja silia terdiagnosis karena pneumonia. Pekerjaan
menjadi lebih berkurang, membrane pada mukosa responden terbanyak adalah wiraswasta, hal ini
menjadi lebih kering dan juga lebih rapuh, terjadi berkaitan dengan nutrisi yang kurang sehingga
penurunan kekuatan otot dan daya tahan tubuh, menyebabkan terjadinya penurunan imunitas
bilamana terjadi osteoporosis maka keadekuatan (Hudak & Gallo, 2013). Hasil penelitian nilai HB
ekspansi pada paru dapat menurun, terjadi penurunan menunjukkan bahwa sebagian besar responden
efisiensi sistim imunitas, dan karena penyakit refluks pada kedua kelompok dengan kategori anemia
gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia atau sejumlah 30 orang dari 34 responden dengan
akibat penuaan dan meningkatkan kejadian aspirasi intervensi I 14 orang (82,4%) dan kelompok
dimana aspirasi lambung seringkali menyebabkan intervensi II 16 orang (94,1%).
bronkopasme dengan menimbulkan respons imflamasi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat Setelah difusi dan ventilasi dari proses
menyimpulkan bahwa usia sangat mempengaruhi pernafasan melibatkan transport gas pernafasan,
fungsi paru, ini dikerenakan dengan meningkatya usia yaitu oksigen perlu di antar dari paru-paru ke
kapasitas dinding paru dan juga jalan nafas menjadi jaringan, dan begitu pula dengan karbondioksida
kaku dan kurang elastis, membrane mukosa menjadi harus diantar dari jaringan tubuh kembali
kering dan rapuh. keparu-paru. Normalnya oksigen kisaran 97 %
berikatan dengan hemoglobin didalam sel darah
Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin merah dan dibawa menuju kejaringan sebagai
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi I oksihemoglobin. Berbagai faktor yang
maupun kelompok intervensi II didapatkan hasil yang mempengaruhi kecepatan transport oksigen dari
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 71
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
paru kejaringan adalah curah jantung, jumlah eritrosit diperoleh p value 0,000* dan 0,009 yang artinya
dan hematokrit darah, serta olahraga dan latihan terdapat perbedaan yang bermakna terhadap
(Kozier & Erb, 2012). Setiap kondisi patologis yang nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
mengurangi curah jantung seperti misalnya kerusakan pemberian hiperoksigenasipada kedua
otot jantung, kehilangan darah, atau pengumpulan kelompok. Berdasarkan hasil analisis pada tabel
darah dipembuluh darah perifer dapat mengurangi 5.7 menunjukan tidak ada perbedaan yang
jumlah oksigen yang dihantarkan kejaringan. Pada pria bermakna antara kelompok intervensi I (dengan
jumlah eritrosit yang beredar normalnya kisaran 5 juta pemberian hiperoksigenasi 1 menit) dan
permili meter kubik darah, hematokrit berkisar 40 kelompok intervensi II (dengan pemberian
sampai dengan 54 %. Sedangkan pada wanita berkisar hiperoksigenasi 2 menit). dengan p value 0,418
4,5 juta permili meter kubik darah, hematokrit berkisar dengan r 0,210. Artinya sama pemberian
37 sampai dengan 48 %. Bila hematokrit ada hiperoksigenasi 1 menit dengan 2 menit.
peningkatan yang berlebihan maka akan terjadi
Penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012)
vikositas pada darah, mengurangi curah jantung dan
di ICU menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang
secara otomatis mengurangi transport oksigen (Kozier
dilakukan satu menit selama suction
& Erb, 2012).
menyebabkan perbaikan dan pencegahan
Hasil penelitian nadi perifer menunjukkan bahwa hipoksia yang disebabkan prosedur suction.
sebelum intervensi sebagian besar responden pada Menurut Hudak & Gallo (2013) mengatakan
kedua kelompok dengan nilai nadi perifer tidak normal komplikasi dari pemberian oksigen adalah :
(<60 dan >100 x/menit) sebanyak 23 orang dari 34 membrane mukosa menjadi kering, epistaksis,
responden. Responden dengan nadi perifer tidak atau infeksi pada lubang hidung. Bila dalam
normal (<60 dan >100 x/menit) pada kelompok waktu lama dapat menyebabkan toksisitas yang
intervensi I 14 orang (82,4%). Pada kelompok tinggi (dapat dilihat pada kasus cedera paru akut
intervensi II nadi perifer tidak normal (<60 dan >100 atau sindrom pada gawat nafas akut), atelectasis
x/menit) 9 orang (52,9%). Sedangkan setelah intervensi absorbtif.
nadi perifer tidak normal (<60 dan >100 x/menit)
Menurut Hudak & Gallo (2013) pemberian
sebanyak 18 orang (2 kelompok) dari 34 responden.
hiperoksigenasi yang berlebihan mempunyai
Responden dengan nadi perifer tidak normal (<60 dan
efek samping. Bila dalam waktu lama dapat
>100 x/menit) pada kelompok intervensi I 9 orang
menyebabkan toksisitas yang tinggi (dapat dilihat
(52,9%) kelompok intervensi II nadi perifer tidak
pada kasus cedera paru akut atau sindrom pada
normal (<60 dan >100 x/menit) 9 orang (52,9%).
gawat nafas akut), atelectasis absorbtif. Selain itu
dapat terjadi narcosis karbondioksida dengan
manifestasi perubahan status mental, konfusi,
Evaluasi Spo2 pada Kelompok Intervensi I dan sakit kepala, dan somnolen. Pemberian
Intervensi II hiperoksigenasi maksimal diberikan selama 2
menit pada tindakan suction.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sejumlah 17 orang Saturasi oksigen adalah nilai rasio jumlah O2
respoden terjadi peningkatan nilai saturasi oksigen terikat pada hemoglobin pada kemampuan
setelah hiperoksigenasi 1 menit pada kelompok seluruh hemoglobin dapat berikatan dengan O2
intervensi I. Sedangkan pada kelompok intervensi II (Hudak & Gallo, 2013). nilai dari saturasi oksigen
terdapat 14 orang peningkatan saturasi oksigen, 2 normalnya berkisar 95 sampai dengan 100 %
orang penurunan saturuasi oksigen dan 1 orang tetap (walaupun pengukuran yang lebih rendah
pada pemberian Hiperoksigenasi. Hasil uji staitistik mungkin normal pada beberapa pasien, misalnya
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 72
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
pada pasien PPOK (Fox, 2002). Saturasi oksigen dapat Hiperoksigenasi harus dilakukan pada setiap
diukur dengan metode invasive maupun non invasive. tindakan suctioning dengan cara meningkatkan
Pengukuran dengan metode invasive menggunakan aliran oksigen 100 % melalui ventilator mekanik.
analisa gas darah. Adapun pengukuran metode non Hiperoksigenasi merupakan tehnik yang terbaik
invasive menggunakan oksimetri nadi (Kozier & Erb, harus dilakukan untuk meningkatkan nilai
2012). saturasi oksigen pada setiap prosedur suction
(Kozier & Erb, 2012).
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada ETT,
sangatlah perlu adanya pemantauan saturasi oksigen,
karena saat tindakan suction bukan hanya sekret yang
terhisap, tetapi oksigen juga terhisap. Selain itu SIMPULAN
saturasi oksigen pada tindakan suction dipengaruhi
oleh banyaknya hiperoksigenasi yang diberikan, Hasil penelitian karaktristik responden dalam
tekanan suction yang sesuai usia, dan besar diameter penelitian ini berdasarkan usia terbanyak pada
kanule. Bila hal tersebut tidak atau kurang diperhatikan usia >51 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan
maka akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dari wiraswasta hasil penelitian nilai Hb didapatkan
suction pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik bahwa sebagian besar respoden mempunyai nilai
adalah terjadinya hipoksia yang ditandai dengan Hb dibawa normal. Hasil nadi perifer tidak ada
penurunan saturasi oksigen atau desaturasi (Kozier & perbedaan nilai nadi perifer sebelum dan
Erb, 2012). Menurut Wiyoto (2010) apabila suplai sesudah intervensi pada masing-masing
oksigen dalam waktu 4 menit tidak terpenuhi untuk kelompok. Terdapat perbedaan yang bermakna
suplai keotak maka otak terjadi kerusakan yang terhadap nilai saturasi oksigen sebelum dan
permanen, karena itu perlu dilakukan hiperoksigenasi setelah intervensi hiper oksigenasipada kedua
sebelum dilakukan suction. Upaya untuk kelompok. Tidak terdapat perbedaan yang
mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan bermakna nilai saturasi oksigen sesudah
suction adalah dengan melakukan hiperoksigenasi intervensi hiperoksigenasi pada kedua kelompok.
pada setiap tindakan suction.
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 73
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79
meberikan informasi dalam penyusunan rencana 1 (Ed.6). (M. Ester, editor) (Asih,
asuhaan keperawatan yang lebih baik lagi. Penerjemah). Jakarta: EGC
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 74
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN TERPASANG
VENTILATOR DENGAN ENDOTRACHEAL TUBE (ETT)
Suction on Oxygen Saturation in Patients Installed with Ventilator With Endotracheal Tube (ETT)
Oxygen saturation is the percentage of hemoglobin to oxygen in the arteries. Decreased oxygen saturation can be explained by airway
compromise such as hypoxia and airway obstruction. Patients who are on a ventilator with an Endotracheal Tube (ETT) in the
Intensive Care Unit (ICU) require suction to clear and maintain a patent airway. This study aims to describe the results of
research with suction action on oxygen saturation in patients on ventilators with ETT. The method used is a literature reviewusing
three databases, namely Google Scholar, Researchgate and Science Direct from 2018-2022 based on keywords. The articles
were then screened based on the inclusion and exclusion criteria, so that thirteen articles were found that matched. Based on the
results of research from thirteen articles, it was found that there were differences in oxygen saturation values before and after
suction was performed on patients who were on a ventilator with an Endotracheal Tube (ETT). The conclusion from this literatu re
review shows that there is a change in the value of oxygen saturation before and after suction action.
ABSTRAK
Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin terhadap oksigen di arteri. Penurunan saturasi oksigen dapat dijelaskan
olehgangguan jalan napas seperti hipoksia dan obstruksi jalan napas. Pasien yang terpasang ventilator dengan Endotracheal
Tube (ETT) di Intensive Care Unit (ICU) membutuhkan tindakan suction untuk membersihkan dan mempertahankan
kepatenan jalan napas. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hasil penelitian dengan tindakan suction terhadap
saturasi oksigen pada pasien terpasang ventilator dengan ETT. Adapun metode yang digunakan adalah literature review
dengan menggunakan tiga database yaitu Google Scholar, Researchgate dan Science Direct sejak tahun 2018-2022
berdasarkan kata kunci. Artikel kemudian di screening berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi maka didapatkan tiga belas
artikel yang sesuai. Berdasarkan hasil penelitian dari tiga belas artikel didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai saturasi
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang ventilator dengan Endotracheal Tube
(ETT). Kesimpulan dari literatur review ini menunjukkan bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan suction.
Kata kunci : Pipa Endotrakeal, Saturasi Oksigen, Suction, Ventilator
Saturasi oksigen berkurang karena oksigen ikut
PENDAHULUAN terhirup sekaligus disekresikan selama tindakan suction
(Hayati et al., 2019). Tindakan suction sangat diperlukan
Saturasi oksigen adalah persentasehemoglobin terhadap pada pasien terpasang ventilasi mekanik dengan pipa
oksigen di arteri. Penurunan saturasi oksigen dapat endotrakeal (ETT) untuk membersihkan jalan napas
dijelaskan oleh gangguan jalan napas seperti hipoksia dan dari sekresi atau sputum dan juga untuk
obstruksi jalan napas. Batas normal saturasi oksigen menghindariterjadinya kontaminasi mikroba di jalan
adalah 95% hingga 100% (Sari & Ikbal, 2019). napas dan berkembangnya Ventilator Assosiated
146
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Pneumonia (VAP) dikarenakan pada umumnya pasien meninggal karena penyakit kritis. Di negara-negara
yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) mempunyai Asia, terdapat 1.285 pasien yang dipasang ventilasi
respon tubuh yang sangat lemah untuk batuk dan mekanik dengan Endotracheal Tube (ETT) di 16 ICU
mengeluarkan benda asing seperti sekresi (AW & rumah sakit, salah satunya di Indonesia (WHO,
Sulistyo 2019). Data yang dilaporkan oleh World 2016).Sedangkan data dari survei yang didapatkan salah
Health Organization (WHO), terdapat pasien kritis satu penelitian yang dilakukan di ruang ICU RSUD DR.
di Unit Perawatan Intensif (ICU), yang prevalensi setiap Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tahun 2019. Pasien
tahunnya meningkat, tertulis 9,8 hingga 24,6% per dengan terpasang ventilasi mekanik dengan
100.000 penduduk. Serta sebanyak 1,1 hingga 7,4 Endotracheal Tube (ETT) sebanyak 241 pasien (Hafid,
juta orang 2019).
Komplikasi dari pemasangan ventilasimekanik dengan
pipa endotrakeal (ETT) yaitu ancaman terjadinya
gagal napas dikarenakan terjadi obstruksi di jalan
napas. Gagal napas ialah suatu keadaan yang sering
ditemukan pada pasien kritis yang masih menjadi
penyebab angka kematian tertinggi (AW, Sulistyo
2019).
Yuliani Syahran (2019) dalam penelitiannya
mendapatkan data dari 13 responden yang terpasang ETT
dan dilakukan suctioning menemukan hasil dimana
sebelum dilakukan suction diperoleh hasil kadar
saturasi oksigen responden rata-rata 97,77% dan
sesudah dilakukan suction diperoleh hasil kadar saturasi
oksigen responden rata-rata 96,51%. Penelitian yang
dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr.
147
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
R. D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi data
yang terpasang ETT dan terdapat lendir. Sesudah tersebut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
dilakukan tindakan suctionmengalami penurunan peneliti terdahulu. Dalam penelitian ini, penulis
saturasi oksigen. Tindakan suction ETT dapat menggunakan database Google Scholar, Researchgate,
memberikan efek samping antaralain terjadi penurunan dan Science Direct.
kadar saturasi oksigen > 5%. Pasien dengan gagal
napas sering ditemui di Unit Perawatan Intensif Desain, tempat dan waktu
(ICU) ialah suatu ruangan untuk merawat pasien di
rumah sakit yang mempunyai staf dan perlengkapan Jenis penelitianini bersifat deskriptif.
khusus dan ditujukan untuk pengelolaan pasien yang Penelitian ini dimulai pada bulan Maret-Mei 2022.
mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, penyakit
atau trauma. Peralatan di Unit Perawatan Intensif (ICU) Jumlah dan cara pengambilan subjek
memiliki standar meliputi alat untuk membantu usaha
bernapas melalui pipa endotrakeal (ETT) yang
Subjek dalam penelitian ini menggunakan tiga belas
terhubungdengan ventilator (Hayati et al., 2019).
artikel dengan pencarian literatur di tingkat nasional
Berkenaan dengan pernapasan, perlu diketahui bahwa maupun internasional yang diperoleh dengan
hipoksia dan hipoksemia dapat terjadi sehingga otak menggunakan 3 database dan didapatkan 807 jurnal
dibiarkan tanpa suplai oksigen 4-6 menit yang dapat dengan rentan tahun mulai 2018 – 2022 dengan
menyebabkan kematian otak permanen (Suparti, 2019). menggunakan kata kunci Bahasa Indonesia dan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, pentingnya Bahasa Inggris serta Boolean Operator yang
memperhatikan penurunan saturasi oksigen akibat digunakan untuk memperluas dan menspeksifikkan
tindakan suction yang dilakukan kepada pasien yang dalam pencarian artikel atau jurnal, dengan judul
terpasang ventilasi mekanik dengan pipa endotrakeal penelitian adalah “Tindakan Suction Terhadap Saturasi
(ETT) agar kasus gagal napas yang mengancam jiwa Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilator dengan
dapat dicegah. Maka dari hal ini, penulis tertarik untuk ETT” sehingga didapatkan kata kunci yang digunakan
melakukan penelitian mengenai “Tindakan suction “Suction ”AND” Saturasi Oksigen ”OR’’ Ventilator”
terhadap saturasi oksigen pada pasien terpasang dan “Suction ”AND” Saturasi Oksigen ”AND’’ Pipa
ventilator dengan ETT”. Endotrakeal”.
METODE
HASIL
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Studi
literatur merupakan salah satu metodepengumpulan Berdasarkan dari hasil pencarian dari tiga database
data sekunder dengan menelusuri dan mencari yaitu Google Schoolar (n=9), Researchgate(n=3) dan
referensi teori yang berhubungan dengankasus atau Science Direct (n=1) yang menggunakan kata kunci
permasalahan yang ditemukan pada responden yang yang telah ditentukan, Penulis menemukan sebanyak
dijadikan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah 13 artikel berdasarkankelayakan terhadap kriteria inklusi
data sekunder yangditemukan dan eksklusi yang dapat dipergunakan dalam studi
literatur. Di bawah ini adalah hasil penelitian dari
beberapa jurnal tentang topik tersebut
148
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
s
e
Teti Hayati, Perbandingan Desain: Penelitian ini Hasil penelitian: menunjukkan Google
1 2019 V
Busjra M Pemberian saturasi oksigen intervensi I
Nur, Fitrian o Hiperoksigenasi Satu menggunakan desain quasi sebelumhiperoksigenasi median Scholar
Rayasari, Menit DAB Dua Menit eksperimen pre-post test 97 min-mak
l
Yani Pada Proses Suction 95-99, setelah
Sofiani, . Terhadap Saturasi dengancontrol group design
Diana OksigenPasien Sampel: Jumlah sampel dilakukan
1
Irawati TerpasangVentilator untuk setiap kelompok hiperoksigenasi median 99min-
N intervensi sebanyak 17 mak
sampel. Jadi seluruh
o jumlahsampel pada 98-100 dengan p
. penelitian ini value 0,05. Sedangkan pada
adalah sebanyak34 orang kelompok intervensiII sebelum
1 responden. hiperoksigenasi median 97 min-
mak
Variabel:
95-100, setelah
Jenis kelamin,
umur,pengukurankad hiperoksigenasi median 99min-
ar saturasi oksigen mak
Instrumen: 95-100, dengan p
Menggunakan lembar
observasi value 0,05.
Analisis: Analisis data
dilakukan secara
univariatdan bivariat
149
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Widia Hubungan Intensitas Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : Google
2 2019 V
Astuti AW Tindakan Suction menyimpulkan
& Fajar o Dengan Perubahan menggunakanmetode cross bahwa ada Scholar
Adhie KadarSaturasi Oksigen sectional cross sectional hubungan intensitas
l
Sulistyo Pada Pasien Sampel: Penelitian ini tindakan suction
. Yang Terpasang dengan perubahan
dengan jumlah 42
1 Ventilator DiRuang ICU responden kadar saturasi
Variabel: Jenis kelamin, oksigen
1 RSUD Kota Bogor
umur, pendidikan, pada pasien yang
pekerjaan, perubahan kadar terpasang
N
saturasi oksigen sebelum ventilator,dengan
o dan setelah dilakukan nilaiP Value =
. tindakan suction 0,01(P value <α
Instrumen:
2
Pengumpulan data
diperoleh melalui lembar
observasi yang dibantu oleh
5 perawat yang bertugas
Analisis: Penelitian ini
menggunakan data primer yang
diolah secara univariat
dan bivariat
(ChiSquare)
Ari Hana Analisis Perubahan Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : Google
3 Kristiani, 2020 V Saturasi OksigenDan menunjukkan terdapat Scholar
Suksi o Frekuensi Pernafasan menggunakan pre- perubahan yang bermakna
Riani, PadaPasien Dengan eksperimentdengan untuk nilai saturasi oksigen
l
Mamat Ventilator Yang sebelum dan sesudah
Supriyo no . Dilakukan Suction pendekatan onegroup preand dilakukan tindakan suction
4 Diruang ICU RS Mardi post test dengan nilai p-value0,001 (<
Rahayu Kudus Sampel: Jumlah sampel35 0,05), namun tidak terdapat
N responden perubahan yang bermakna
Variabel: Perubahan kadar pada nilai frekuensi
o
saturasi oksigen sebelum dan pernafasan sebelum dan
. sesudah dilakukan tindakan sesudah dilakukan tindakan
suction Instrumen: suction dengan p-value 0,170
3
Menggunakan lembar (> 0,05).
observasi
Analisis: Analisis yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis
univariat dan
bivariat
Hammad,M. Perubahan Kadar Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : terdapat hasil Google
4 2020 V
Saturasi Oksigen Pada menggunakan desain penelitian temuan perubahan kadar Scholar
Ichwan
o Pasien Dewasa Yang kuantitatif denganjenis penelitian saturasi oksigen pada pasien
Rijani,
Dilakukan Tindakan komparatif dewasa yang dilakukan
Marwan l
Suction Endotrakeal tindakan suction
syah Sampel:
. TubeDi endotracheal tube di ruang
1 Ruang ICU RSUD Ulin Sampel berjumlah25 responden ICU RSUD
Ulin Banjarmasin.
Banjarmasin yang diambil dengan cara Simple
N
RandomSampling
o
. Variabel:
Jenis kelamin, umur,pendidikan,
2 perubahan saturasi oksigen saat
tindakan suction endotracheal
tube Instrumen: Lembar
observasiyang diisi sebelum dan
sesudah pasien mendapat tindakan
suction endotracheal tubedi
ruang ICU RSUD Ulin
Banjarmasin.
Analisis: Analisis
menggunakan analisis
Univariat dan bivariat
menggunakan ujiPaired
Sample TTest
150
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Saifudin Pengaruh Isap Desain: Penelitian Hasil penelitian: Googl e
5 2018 V
Zukhri, Lendir (Suction) menunjukkan adanya
Fitri o Sistem Terbuka menggunakan desain quasi perbedaan pengaruh isap lendir Scholar
Suciana Terhadap experiment dengan pre selang endotrakeal sistem
l
, Agus Saturasi Oksigen terbuka menggunakan SOP
Herianto . Pada Pasien testand post test non isap lendir secara umum
1 Terpasang equivalent dengan isap lendir selang
Ventilator control group dan consecutive endotrakeal sistem terbuka
3 menggunakan prosedur isap
sampling Sampel:
Jumlah sampel 10 lender metode Credland
N
respondendengan terhadap saturasi perifer
o menggunakan metodeCredland oksigen pasien yang terpasang
ventilator.
.
Variabel:
2 Jenis kelamin,
6 umur,pendidikan,pekerjaan,
reratasaturasi perifer oksigen
sebelumdan sesudah hisap lendir
Instrumen: Instrumen
menggunakan instrumen
fisiologisberupa alat
oksimetrinadi
Analisis: Analisis statistik untuk
mengetahuiperbedaan saturasi
perifer oksigenmasing- masing
kelompokmenggunakan uji
wilcoxon
151
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148,
Zahrah p-issn : 2087-0035 Pengaruh Tindakan Desain: Penelitian Hasil Penelitian : diketahui Google
7 2018 V
Maulidia Penghisapan Lendir menggunakan desain bahwa nilai p value sebesar Scholar
Septimar & o (Suction) Terhadap penelitianpra pasca test (one 0,000 (< 0,05), maka dapat
Arki Perubahan Kadar group pra –post test disimpulkan bahwa Ho
l
Rosina Saturasi Oksigen Pada design) ditolak, yang berarti terdapat
Novita . Pasien KritisDi ICU Sampel: Teknik sampel dengan pengaruh antara tindakan
7 tekniktotal sampling,jumlah suction dengan kadar
sampel sebanyak 40 responden saturasi oksigen pasien yang
N Variabel: Perubahan kadar dirawatdi ruang ICU RS
saturasi oksigen sebelum dan An-Nisa Tangerang.
o
sesudah dilakukan suction
. Instrumen: Menggunakan
1 lembar observasi Analisis:
Analisis data menggunakan analisis
univariatdan bivariat dengan
menggunakan uji beda rata-rata
sampel
berpasangan
152
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
S Tekanan Negatif menggunakan experimen menunjukkan terdapat S
N
Suction Endotracheal pengaruhvariasi tekanan
u o Tube (ETT) Terhadap semu(quasi experiment), negatif 25 dan 25 kPa c
p Nilai Saturasi Oksigen dengan desain two group pre terhadap nilai saturasi h
.
(SpO2) oksigen pada analisis
a 2 test-post test masing-masing kelompok o
rt Sampel: dengan perbedaan nilai l
mean yang signifikan p
i Jumlah sampel 37responden a
value 0,001<0,05,
diambildengan teknik
tetapitidak terdapat r
consecutive sampling
perbedaan signifikan
Variabel: Umur, jenis kelamin,
diantaradua kelompok
kadar
dengan p value
saturasi oksigenpre danpost
0,284>0,05.
suction dengan tekanan 20
dan
25 kPa
Instrumen: Menggunakan
lembar observasi Analisis:
Teknik analisis data dalam
penelitian dilakukan
menggunakan uji paired t- test
dan independent t-test
Tati Murni Pengaruh Ukuran Desain: Penelitian menggunakan Hasil Penelitian : terdapat Google
9 2019 V
Karokaro Endotracheal Tube perbedaan yang signifikan Scholar
& Lia o (ETT) Suction Terhadap desain penelitian kuantitatif dimana sebelum dan sesudah
Hasrawi Tingkat Saturasi Pada dengandesain Quasi Experiment dilakukan tindakan suction,
l
Pasien Gagal Di ICU kadar saturasi oksigen
. Rumah Sakit dengan one grouppre test-post (p<0,000)yang
2 test Sampel: Teknik artinya ada pengaruh
Tindakan penghisapan
N pengumpulan data lendirsebelum dan
dilakukandengan teknik sesudah dilakukan
o
tindakan kadar saturasiO2
. accidental
(p<0,005), jadi Ha
sampling dengan jumlah diterima.
1 sampel 22responden Variabel:
Perubahan kadar saturasi oksigen
sebelum dan sesudah dilakukan
suction
Instrumen: Menggunakan
lembar observasi Analisis:
Analisis data dalam penelitian
dilakukan menggunakan
ujiWilxocon
test
Yuliani Pengaruh Tindakan Desain: Penelitian Hasil penelitian : terdapat Resear c
1 2019 V
Syahran, SuctionETT Terhadap perbedaansignifikan antara hgate.n
0 Siti o Kadar Saturasi Oksigen menggunakan desain pre kadar saturasi oksigen pada et
Romad Pada Pasien Gagal Nafas eksperimental onegroup pre saat sebelumdan
l
oni, sesudahdiberikan tindakan
Imardiani . test- post test suction pada pasien dengan
Sampel: Jumlah sampel ETT, dengan nilai t
1
sebanyak 13 responden hitung3,949
2 dengan teknik consecutive > t tabel = 2,179 dan nilai
sampling pvalue =0,002.
N
o Variabel: Perubahan kadar
. saturasi oksigen Instrumen:
Menggunakan lembar observasi
2
Analisis: Teknik analisis
datadilakukan menggunakan
paired t test
153
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148,
Rebbi p-issn : 2087-0035 Pengaruh Tindakan Hasil penelitian : terdapat Resear c
1 2019 V Desain: Penelitian
Permata SuctionTerhadap rata-rata saturasi oksigen hgate.n
1 Sari & Revi o Perubahan Saturasi menggunakan Quasi sebelum tindakan suction et
Neini Ikbal OksigenPada Pasien Eksperiment dengan pada kelompok intervensi
l
Penurunan Kesadaran Di adalah 99,48 dengan
. Ruangan ICU Rumah rancangan two group pre Standar Deviasi 0,330
1 Sakit test- post test design saturasi oksigen yang
rendah 99
N Sampel: Jumlah sampel dan tertinggi 100.
o dalam penelitiansebanyak 30
1 menggunakan teknik
purposivesamplin
g
Variabel: Jenis
kelamin,
154
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
umur, rerata
saturasi oksigenpada pasien
penurunan kesadaran sebelum
tindakan suction Instrumen:
Intrumen dalam penelitian yang
digunakan adalahsaturasi oksigen,
suction, stop watch, pulpen,
notebook, lembaran observasi
yang dikumpulkandengan metode
observasi Analisis: Analisis pada
penelitian ini dilakukan
secara univariatdan
bivariat
155
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
PEMBAHASAN oksigen pasien sebelum suction yaitu 86,90% dan nilai
maksimum 95%, jika dibandingkan nilai saturasi oksigen
Berdasarkan 13 artikel yang telah direview terkait setelah suction dengan nilai rata-rata saturasi oksigen
dengan tindakan suction terhadap saturasi oksigen pasien 95,85% dan nilai maksimum 100%. Perubahan
pada pasien yang terpasang ventilator dengan kadar saturasi oksigen terjadi karena adanya tindakan
Endotracheal Tube (ETT), maka hasil penelitian- penghisapan lendir pada pipa endotrakeal karena pada
penelitian dari beberapa artikel/jurnal akan dijelaskan proses penghisapan bukan hanya lendir yang terhisap
dalam pembahasan berikut yang kemudian akan namun juga akan menghisap suplai oksigen yang ada
disimpulkan berdasarkan analisis dari peneliti dengan disaluran pernapasan. Hal ini sesuai dengan teori
menggunakan Pola FTO (Fakta, Teori dan Opini). bahwa perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan
Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin yang sesudah dilakukan tindakan suction yang dilakukan
terikat pada oksigen di arteri, saturasi normal adalah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) secara umum.
antara 95-100%. Pada tekanan parsial oksigen rendah, Dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh (Sari &
sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi dalam hal Ikbal, 2019) pada 30 sampel didapatkan hasil penelitian
proses distribusi darah beroksigen dari arteri ke bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen sebelum
jaringan tubuh, saturasi oksigen normal adalah 95- 98,60% dan sesudah 94,77%.
100%. Frekuensi perubahan kadar saturasi oksigen Perubahan nilai saturasi oksigen terjadi pada pasien
pada pasien yang dipasang ventilasi endotrakeal tube terpasang ventilator dengan ETT yang memiliki respon
(ETT) di ICU diketahui dari sekitar 40 responden, 35 tubuh yang sangat lemah terhadap batuk dengan
(83,3%) diantaranya mengalami perubahan kadar ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau terjadi
SaO2 dalam batas normal (AW & Sulistyo, 2019). obstruksi jalan napas sehingga tindakan suction sangat
Hal yang sama dikemukakan oleh Kristiani et al. diperlukan dan pada saat yang bersamaan akan terjadi
(2020) bahwa penelitian ini menunjukkan perbedaan komplikasi seperti hipoksemia atau hipoksia.
antara Tindakan suction atau penghisapan lendir dapat dilakukan
untuk melepaskan jalan napas dan memperkecil jalan
saturasi oksigen sebelum dan sesudah aspirasi dan napas, untuk mengobati akumulasi sekresi dan mencegah
saturasi oksigen dengan p- value 0,001 (<0,05). Hal infeksi paru-paru. Tubuh pasien dengan intubasi pipa
ini didukung oleh hasil penelitian lain yang endotrakeal (ETT) umumnya tidak merespon dengan baik
menunjukkan bahwa rata-rata saturasi oksigen untuk mengeluarkan benda asing, sehingga diperlukan
sebelum dan sesudah suction pada pasien dengan penghisapan lendir. Hal ini didukung dengan hasil
kondisi kritis di ICU mengalami perubahan yang penelitian yang dilakukan oleh (Wulan & Huda, 2022)
signifikan pada p-value 0,0001 (Septimar & Novita, menemukan bahwa rata-rata tingkat saturasi oksigen
2018). setelah penghisapan lendir adalah 94,19%. Nilai
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Ikbal saturasi oksigen terendah adalah 81% dan tingkat saturasi
(2019) menunjukkan bahwa rerata saturasi oksigen oksigen tertinggi adalah 99%. Hasil ini menunjukkan
sebelum tindakan penghisapan lendir pada kelompok bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen rata-rata
intervensi adalah 99,48 dengan standar deviasi 0,330, dalam kisaran normal ≥ 95%.
saturasi oksigen terendah 99% dan tertinggi 100%. Metode suction terdiri dari dua yaitu metode suction
Sedangkan rerata saturasi oksigen sesudah tindakan terbuka dan tertutup. Metode suction terbuka melepas
penghisapan lendir pada kelompok intervensi adalah hubungan selang endotrakeal dan selang sirkuit ventilator
94,02 dengan standar deviasi 0,489, saturasi oksigen kemudian menghisap lendir dengan menggunakan kateter
terendah 92% dan tertinggi 95%. Penelitian yang suction yang akan mengakibatkan pemutusan suplai
dilakukan oleh Karokaro dan Hasrawi (2019) tentang oksigen ke paru- paru sekaligus akan menghisap udara
pengaruh tindakan suction terhadap pasien terpasang yang ada di dalam paru-paru. Hal ini berdampak pada
ventilator dengan ETT pada tingkat saturasi oksigen penurunanjumlah oksigen yang akan berdifusi dari
menggunakan 20 sampel yang dirawat di ruang ICU. alveoli ke kapiler paru sehingga akan terlihat adanya
Pada hasil penelitian tersebut terdapat perbedaan nilai perubahan nilai saturasi oksigen. Hal ini didukung
saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zukhriet
tindakan penghisapan lendir. Nilai rata- rata saturasi al., 2018) bahwa nilai saturasi oksigen sebelum tindakan
156
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
penghisapan lendir terbuka adalah minimal 91% dan 7-15 detik dengan ukuran kateter
maksimal 100% dan setelah penghisapan lendir
terbuka minimal 88% dan maksimal 100%. Selisih
saturasi sebelum dan sesudah penghisapan lendir
terbuka minimal 0% dan maksimal 7%. Sementara
keuntungan dari metode suction tertutup ini adalah
mempertahankan tekanan ventilasi positif, suplai
oksigen, dan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP).
Kanula dengan sistem tertutup selalu terhubung dengan
ventilator. Jadi pada saat digunakan tidak perlu
membuka konektor, sehingga aliran udara yang masuk
tidak terganggu. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Widodo et al., 2020)
bahwa rata-rata saturasi oksigen sebelum menggunakan
tindakan suction tertutup adalah 98,53% dan saturasi
oksigen setelah menggunakan tindakan suction
tertutup adalah 97,73%, terjadi penurunan sebesar
0,80%. Pasien yang terpasang ventilator dengan
Endotracheal Tube (ETT) pasti dilakukan tindakan
penghisapan lendir, guna untuk membersihkan sekret
untuk mencegah obstruksi jalan napas. Indikasi
dilakukan suction ialah adanya penumpukan sekret,
kontraindikasi tidak dilakukan suction jika nilaiPEEP >
10 cm H2O. Waktu dalam 1 kali suction tidakboleh > 10
detik, karena jika lebih dari 10 detik maka akan
beresiko terjadinya hipoksemia. Hipoksemia adalah
kondisi kekurangan oksigen dalam sel dan jaringan
tubuh sehingga fungsi normalnya mengalami gangguan.
Adapun cara untuk menghindari terjadinya
hipoksemia dari prosedur penghisapan lendir maka
sangat diperlukan tindakan hiperoksigenasi.
Hiperoksigenasi harus dilakukan pada setiap tindakan
penghisapan lendir dengan cara meningkatkan aliran
oksigen 100% melalui ventilator mekanik.
Hiperoksigenasi sendiri menjadi teknik terbaik yang
harus dilakukan untuk meningkatkan nilai saturasi
oksigen pada setiap prosedur suction (Kozier & Erb,
2012). Penghisapan lendir ETT didiagnosis sebagai
penyakit pernapasan, termasuk salah satunya pada
pasien yang mengalami gagal napas karena yang kita
ketahui bahwasanya penyakit gagal napas merupakan
tahap terakhir penyakit pernapasan kronis. Oleh
karena itu, pasien dengan penyakit pernapasan sangat
rentan terhadap penurunan saturasi oksigen yang
signifikan selama penghisapan lendir. Tindakan
suction perlu dilakukan dengan memperhatikan
bahwa terdapat variasi dalampenggunaan tekanan
negatif. Rekomendasi tekanan negatif yang digunakan
pasien dewasa adalah 100- 150 mmHg dengan durasi
157
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
suction 12F dan 14F. Mengkombinasikan dengan tekanan tindakan suction dibandingkan sebelum dilakukan
negatif suction 20 kPa dan 25 kPa. Hal ini didukung tindakan suction. Mengacu dari hal tersebut maka
oleh penelitian yang dilakukan (Sri Suparti, 2019) penting untuk melakukan tindakan hiperoksigenasi
mengemukakan bahwa melakukan tindakan suction sebelum melakukan tindakan suction dengan cara
dengan membandingkan tekanan negatif bahwa meningkatkan aliran oksigen 100% melalui ventilator
dibandingkan tekanan negatif 20 kPa dan 25 kPa ternyata mekanik, diikuti dengan tekanan negatif 25 kPa yang
tekanan negatif 25 kPa lebih efektif dalam lebih efektif mengeluarkan sekret serta lebih maksimal
mengeluarkan sekresi pada jalan napas. Perubahan nilai namun bisa menurunkan nilai saturasi oksigen
saturasi oksigen terjadi pada pasien terpasang ventilator dibandingkan menggunakan tekanan negatif 20 kPa.
dengan ETT yang tidak dapat mempertahankan KESIMPULAN
kepatenan jalan napas yang adekuat sehingga dilakukan
tindakanpenghisapan lendir untuk melepaskan jalan Berdasarkan hasil penelitian studi literatur dan
napas. pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Didapatkan terjadi penurunan nilai saturasi oksigen gambaran nilai saturasi oksigen pada pasien terpasang
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction. Namun ventilator dengan Endotracheal Tube (ETT) yang
mengingat tindakan penghisapan lendir ini bisa diberikan tindakan suction didapatkan ada perubahan
berbahaya, maka dalam 1 kali suction tidak boleh > 10 nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
detik, karena jika lebih dari 10 detik maka akan tindakan penghisapan lendir.
beresiko terjadinya hipoksemia. Bagi tenaga kesehatan SARAN
yang akan melakukan tindakan tersebut khususnya
perawat melakukan tindakan sesuai SOP yang benar dan Untuk mencapai kesempurnaan dan tercapainya
keterampilan yang baik sangat diperlukan kewaspadaan luaran dalam penelitian ini, disarankan untuk peneliti
dan kepatuhan sejak dini. Karena tanpa hal-hal tersebut selanjutnya perlu melakukan penelitian lebih lanjut
akan berdampak buruk bagi pasien yang dirawat. agar dapat menemukan faktor yang berhubungan
Lakukan tindakan penghisapan lendir dengan tetap terhadap perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan
memperhatikan usia pasien, metode suction, ukuran sesudah dilakukan tindakan suction terhadap pasien
kateter, tekanan negatif suction dan teknik yang terpasang ventilator dengan ETT.
hiperoksigenasi untuk mencegah terjadinya hipoksemia
atau hipoksia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Berdasarkan hasil literature review yang dilakukan
penulis dengan 13 jurnal yang terkait, maka dapat
Terima kasih penulis ucapkankepada pihak yang telah
disimpulkan bahwa terjadi penurunan nilai saturasi
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, atas dukungan
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dan kerjasamanya hingga penelitian ini terselesaikan
suction. Dengan rata-rata nilai saturasi oksigen lebih
dengan tepat waktu.
tinggi sesudah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
AW, W. A., & Sulistyo, F. A. (2019). Hubungan Intensitas Tindakan Suction Dengan Perubahan Kadar Saturasi
Oksigen Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator Di Ruang Icu RSUD Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya, 11(2),
134–142.
Eggen, I. B., Brønstad, G., Langeland, H., Klepstad, P., & Nordseth, T. (2022). Short-term effects of endotracheal
suctioning in post-cardiac arrest patients: A prospective observational cohort study. Resuscitation Plus,
10. https://doi.org/10.1016/J.RESPLU.2022.100221
158
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Hafid, M. N. (2019). Gambaran tindakan pencegahan risiko kejadian dekubitus mukosa oral pada
penggunaan endotracheal tube di ruangan intensive care unit RSUP.DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar.Skripsi
Hammad, H., Rijani, M. I., & Marwansyah, M. (2020). Perubahan Kadar Saturasi Oksigen pada Pasien Dewasa yang
Dilakukan Tindakan Suction Endotrakeal Tube di Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin. Bima Nursing
Journal, 1(1), 82. https://doi.org/10.32807/bnj.v1i2.466
Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Perbandingan Pemberian Hiperoksigenasi Satu
Menit DAB Dua Menit pada Proses Suction terhadap Saturasi Oksigen Pasien Terpasang Ventilator. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(1), 67–79. https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.493
Kristiani, A. H., Riani, S., & Supriyono, M. (2020). Analisis Perubahan Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Pernafasan Pada
Pasien Dengan Ventilator Yang Dilakukan Suction Diruang Icu Rs Mardi Rahayu Kudus. Jurnal Perawat
Indonesia, 4(3), 504. https://doi.org/10.32584/jpi.v4i3.811
159
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Murni Karokaro, T., Hasrawi, L., Keperawatan dan Fisioterapi Program Studi Keperawatan, F. S., Sudirman No, J.,
Pakam, L., & Deli Serdang SUMUT, K. (2019). PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR
(SUCTION) ENDOTRACHEAL TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI O2 PADA PASIEN
GAGAL NAPAS DI.
Ejournal.Medistra.Ac.Id, 2(1). https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.301
Sari, R. P., & Ikbal, R. N. (2019). Tindakan Suction dan Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien Penurunan
Kesadaran Diruangan ICU Rumah Sakit. Jik- Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), 85.
https://doi.org/10.33757/jik.v3i2.223
Septimar, Z. M., & Novita, A. R. (2018). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir (Suction) terhadap Perubahan Kadar
Saturasi Oksigen pada Pasien kritis di ICU. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01), 10–14.
https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.47
Suparti, S. (2019). Pengaruh Variasi Tekanan Negatif Suction Endotracheal Tube (ETT) Terhadap Nilai Saturasi Oksigen
(SpO2).
Herb-Medicine Journal, 2(2), 8. https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.4914
Syahran, Y., Romadoni, S., & Imardiani, I. (2019). Pengaruh Tindakan Suction ETT Terhadap Kadar Saturasi Oksigen
Pada Pasien Gagal Nafas di Ruang ICU dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih Tahun 2017. Jurnal
Berita Ilmu Keperawatan, 12(2), 84–90. https://doi.org/10.23917/bik.v12i2.4551
Widodo, S., Daya, D., Armiyati, Y., Mustofa, A., Machmudah, M., & Poddar, S. (2020). Techniques closed suction
influence on oxygen saturation in patients using mechanical ventilation in intensive care unit room. Malaysian
Journal of Medicine and Health Sciences, 16(September), 102–105.
World Health Organization. (2016). Word Health Statistic 2015. USA: WHO
Wulan, E. S., & Huda, N. N. (2022). PENGARUH TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI Intensive care unit
(
ICU ) adalah layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara terkonsentrasi dan lengkap . Unit
ini di lengkapi staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yan. Jurnal Profesi Keperawatan,
9(1), 22–33.
Zukhri, S., Suciana, F., & Herianto, A. (2018). Pengaruh Isap Lendir (Suction) Sistem Terbuka Terhadap Saturasi
Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilator. Motorik, 13(26), 41–52.
160
Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X
Email: srisuparti@ump.ac.id
Abstra
ct
Critical patients who have an endotracheal tube (ETT) and mechanical ventilation installed in the
Intensive Care Unit (ICU) require suction action to clean and maintain the airway patency. Suction
ETT besides their benefits can also cause negative effects such as decreased oxygen saturation,
trauma, hypoxemia, bronchospasm, anxiety and even stimulate an increase in intravascular
pressure.The purpose of this study was to analyze the effect of variations in negative suction
pressure on the oxygen saturation values of patients who had ventilators attached to the ICU. The
type of research is quasi experiment, with the design of two group pretest-posttest, the total sample
is 37 taken by consecutive sampling technique. Inclusion criteria for adult patients ≥ 15 years,
attached ETT and ventilator. The exclusion criteria are patients only get suction once, in t-piece
conditions, diagnosis of pneumonia and incomplete observation. The independent variable is
negative suction pressure and the dependent variable is oxygen saturation. Data analysis used
paired t-test and independent t-test with significance level 5%. Research ethics were obtained from
the Ethics Committee of RSUD Hospital Prof. Dr. Margono Soekarjo with No: 420/004349 / I /
2019. The results showed that there were effects of variations in negative pressure 25 and 25 kPa
on the value of oxygen saturation in the analysis of each group with a significant difference in mean
values p value 0.001 <0.05, but there were no significant differences between the two groups with
Abstra
p value 0.284> 0,05. The conclusion of this study shows that a negative pressure of 25 kPa is more
k
effective in removing secretions on the airway and allows increasing oxygen saturation after
suctioning
Pasien kritisinyang
patients with ventilators
terpasang compared
endotracheal to a pressure
tube (ETT) of 20mekanik
dan ventilasi kPa. di Intensive Care Unit
(ICU) membutuhkan tindakan suction untuk membersihkan
Keywords: Endotracheal tube (ETT), SpO2, Suction pressure dan mempertahankan kepatenan jalan
nafas. Suction ETT selain manfaatnya juga bisa menyebabkan dampak negatif seperti penurunan
saturasi oksigen, trauma, hipoksemia, bronkospasme, kecemasan bahkan menstimulasi
peningkatan tekanan intravaskular. Tujuan penelitian ini adalah menganlisis pengaruh variasi
tekanan negatif suction terhadap nilai saturasi oksigen pasien yang terpasang ventilator di ICU.
Jenis penelitian adalah experimen semu (quasi experiment), dengana desain two group pretest-
postest, total sampel adalah 37 yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi
pasien dewasa ≥ 15 tahun, terpasang ETT dan ventilator. Adapun kriteria eksklusi adalah pasien
hanya mendapatkan suction 1 kali, dalam kondisi t-piece, diagnosis pneumonia dan observasi tidak
lengkap.Variabel bebas adalah tekanan negatif suction dan variabel dependent adalah saturasi
oksigen. Analisis data menggunakan uji paired t-test dan independent t-test dengan signifikasi 5%.
Etik penelitian diperoleh dari komite Etik RS RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan No:
420/004349/I/2019. Hasil penelitian menujukan terdapat pengaruh variasi tekanan negatif 25 dan
25 kPa terhadap nilai saturasi oksigen pada analisis masing-masing kelompok dengan perbedaan
nilai mean yang signifikan p value 0,001<0,05, tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan diantara
dua kelompok dengan p value 0,284>0,05. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan tekanan negatif
25 kPa lebih efektif dalam mengeluarkan sekresi sekret pada jalan nafas dan memungkinkan
penigkatan saturasi oksigen setelah tindakan suction pada pasien dengan ventilator dibandingkan
dengan tekanan 20 kPa.
Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 8
Kata Kunci: Tekanan suction, SpO2, Endotracheal tube (ETT)
Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X
menghilangkan sekret secara keseluruhan dan 20 menit setelah tindakan suction pada
tekanan 25 kPa lebih efektif dibandingkan 20 setiap kelompok.
kPa. Nilai saturasi oksigen sebelum dilakukan
suction (setelah tindakan hiperoksigenasi)
Tabel 3. Perbedaan saturasi oksigen antara pada tekanan 100 mmHg, tekanan 120 mmHg
tekanan
dan tekanan 150 mmHg terbanyak pada nilai
100 %, hal ini disebabkan adanya tindakan
20 kPa dan 25 kPa
hiperoksigenasi yang dilakukan selama 2
SaO2 df Mean SD T Sig. menit. Namun saturasi oksigen sebelum
20 Kpa 72 2,11 2,24 - 1,080 0,284 dilakukan suctioning (setelah tindakan
6 hiperoksigenasi) pada tekanan 100 mmHg,
25 KPa 2,68 2.27 tekanan 120 mmHg dan tekanan
4 150 mmHg tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna dengan nilai p= 0, 367. Hasil
penelitian ini kontras dengan penelitian
sebelumnya8 yang menemukan ada perbedaan
antara tekanan 140, 130 dan 110 ketika
dianalisis dengan kelompok berbeda (t
independent).
Meskipun demikian hasil penelitian ini
yang mendukung konsep sebelumnya8,9 bahwa
semakin tinggi tekanan negatif (25kPa) suction
efektif dalam membersihkan secret dan
penurunan saturasi oksigen yang lebih rendah
dibandingkan tekanan yang lebih rendah (20
kPa). Namun ketika dibandingkan selisih
pre-post test kedua kelompok nilai mean belum 3. Özden D, Görgülü RS. Effects of open and closed
mencapai nilai yang cukup signifikan. suction systems on the haemodynamic parameters
in cardiac surgery patients. Nursing in critical care.
2015 May;20(3):118-25.
4. Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. Fundamental
SIMPULAN Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta:
EGC. 2010.
Tekanan negatif 25 kPa lebih efektif dalam 5. Berman, A. Snyder, S. Kozier, B. & Erb, G. (2009).Buku
Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Edisi 5. Terjemahan
mengeluarkan sekresi sekret pada jalan nafas dan Eny meiliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, &
memungkinkan peningkatan saturasi oksigen Fruriolina Ariani. Jakarta: PT. EGC.
setelah tindakan suction pada pasien dengan 6. Hahn, M. (2010). 10 Consideration for
ventilator dibandingkan dengan tekanan 20 kPa. Endotracheal Suctioning. rtmagazine.com. Melalui
Meskipun dalam analisis beda kelompok tidak http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/19.
ditemukan adanya perbedaan penurunan saturasi Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
oksigen. 7. Liu XW, Jin Y, Ma T, Qu B, Liu Z. Differential effects of
endotracheal suctioning on gas exchanges
DISKUSI
15
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502
16
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502
bahwa ada perbedaan open suction yang pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan
dilakukan sesuai standar prosedur operasional tindakan suction. Perawat menyampaikan bahwa
(SOP) di ruang ICU dengan open suction metode prosedur suction meliputi 3A yaitu asionotik (tidak
Credland terhadap saturasi oksigen perifer pada ada tanda tanda sianosis dan penurunan saturasi
pasien yang terpasang ventilator dengan p-value oksigen), aseptik (melakukan tindakan dengan
0,014. prinsip aseptik yaitu dengan alat yang steril),
atraumatik (tindakan yang dilakukan tidak
Suction dapat menimbulkan perubahan
menimbulkan trauma atau cidera pada saluran
nilai saturasi oksigen dan perubahan frekuensi
pernafasan).
pernafasan, hal ini terjadi karena saat proses
suction oksigen di paru-paru ikut keluar bersama
dengan sekret. Perubahan frekuensi pernafasan Metode Penelitian
terjadi sebagai kompensasi dari berkurangnya Penelitian ini merupakan penelitian
oksigen yang masuk dalam paru karena proses kuantitatif dengan menggunakan rancangan
suction. Perubahan frekuensi pernafasan dapat penelitian pre-eksperimen dengan pendekatan
meningkat atau menurun setelah dilakukan one group pre and post test. Populasi dalam
tindakan suction (Nofiyanto, 2013, hlm.133). penelitian ini semua pasien yang terpasang
ventilator dan dilakukan tindakan suction, rata-
Hasil penelitian Nofiyanto (2013, hlm.130) rata perbulan 39 orang. Teknik pengambilan
menyatakan bahwa tindakan open suction dapat sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
merubah parameter kardiopulmonal secara kuota sampling. Jumlah sampel yang diperoleh
signifikan dengan adanya peningkatan heart rate dalam penelitian ini sebanyak 35 responden. Alat
(HR) sebesar 6,412, peningkatan respiratory rate pengumpul data dalam penelitian ini berupa
(RR) sebesar 4,971, penurunan SpO2 sebesar 1,68 lembar observasi, oxymeter pulse, dan bedside
dan peningkatan systolic blood pressure (SBP) monitor.
sebesar 5,71. Hasil penelitian Melastuti (2018,
hlm.18-19) menyatakan bahwa kondisi Berdasarkan hasil normalitas data diketahui
hemodinamika pasien yang dilakukan suction nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
relatif stabil dengan nilai rata-rata tekanan sistol dilakukan suction menggunakan shapiro-wilk
pasien yang dilakukan suction ialah 132,70 mmHg, didapatkan p-value 0,001 sehingga disimpulkan
tekanan diastol 78,30 mmHg, heart rate (HR) data tidak berdistribusi normal. Namun hasil
104,10 x/menit, respiratory rate (RR) 19,30 normalitas data dengan shapiro-wilk pada nilai
x/menit, suhu 360C, SpO2 91,7%, MAP 96,80 frekuensi sebelum dilakukan suction didapatkan
mmHg. p-value 0,090 dan nilai frekuensi pernafasan
sesudah dilakukan suction didapatkan p-value
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 0,217 sehingga disimpulkan data berdistribusi
ruang ICU RS Mardi Rahayu Kudus diketahui normal. Data nilai saturasi oksigen sebelum dan
bahwa pada tahun 2016 terdapat 375 pasien yang sesudah dilakukan suction tidak berdistribusi
terpasang ventilator, tahun 2017 sebanyak 384 normal maka uji statistik yang digunakan adalah
pasien, dan pada tahun 2018 sebanyak 475 uji wilcoxon sedangkan untuk nilai frekuensi
pasien yang terpasang ventilator. Hasil pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan
wawancara dengan 3 orang perawat menyatakan tindakan suction data berdistribusi normal maka
bahwa mode ventilator yang sering digunakan uji statistik yang digunakan ialah uji paired t-test.
ialah PSIMV. Semua pasien yang terpasang
ventilator pasti dilakukan suction. Indikasi
dilakukan suction ialah adanya penumpukan Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
sekret, kontraindikasi tidak dilakukan suction jika karakteristik responden berdasarkan usia
nilai PEEP > 10 cmH2O. Waktu dalam 1 kali suction mayoritas ialah pada lansia awal sebanyak 11
tidak boleh > 10 detik. Perawat sudah melakukan responden (31,4%).
observasi saturasi oksigen dan frekuensi
18
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (n=35)
19
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502
Tabel 2
Gambaran Klinis Responden (Mode Ventilator & Diagnosa Medis) (n=35)
Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil bahwa Sedangkan diagnosa medis mayoritas ialah
mode ventilator yang banyak digunakan ialah gangguan neurologi sebanyak 12 responden
mode PSIMV sebanyak 14 responden (40%), hal ini (34,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh
didukung oleh hasil penelitian Melastuti, penelitian Gunawan, Arifin dan Ismail (2015)
Wahyuningtyas dan Setyawati (2018, hlm.18) menyatakan bahwa sebanyak 31% responden
menyatakan bahwa sebanyak 100% dari penelitiannya masuk ke ruang ICU karena
respondennya menggunakan mode ventilator gangguan neurologi (post craniotomi). Gangguan
PSIMV. Mode ventilator PSIMV merupakan mode neurologi merupakan gangguan pada sistem saraf
ventilator yang diberikan kepada pasien yang maupun gangguan pada otak sehingga diperlukan
mempunyai usaha nafas spontan tetapi belum perawatan yang intensif (Saputra, 2013, hlm.72).
adekuat dan masih tergantung dengan aktivitas
pasien (Musliha, 2010, hlm.152).
20
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502
Perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction
Tabel 3
Perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindkaan suction (n=35)
21
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
Berdasarkan tabel 3 menunjukan ada perubahan Open suction merupakan salah satu cara
yang signifikan nilai saturasi oksigen sebelum dan suction dengan melepas hubungan selang
sesudah dilakukan suction dengan nilai p-value endotrakheal dan sirkuit ventilator dan kemudian
0,001 (< 0,05).
Perubahan nilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction
Tabel 4
Perubahan nilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindkaan suction (n=35)
Frekuensi
Mean SD t p-value
pernafasan
Sebelum suction
20,60 4,414
0,543 0,170
Sesudah suction
21,14 5,214
Hal ini didukung dengan hasil penelitian menghisap lendir dengan menggunakan kateter
Septimar dan Novita (2018) menyatakan bahwa suction (Dewi, 2017, hlm.102). Pelepasan selang
nilai rerata saturasi oksigen sebelum dilakukan endotrakheal dengan sirkuit ventilator pada saat
suction dan sesudah dilakukan suction pasien tindakan suction akan mengakibatkan pemutusan
kritis di ruang ICU mengalami perubahan yang suplai oksigen ke paru-paru dan sekaligus akan
signifikan dengan p-value 0,0001. Perubahan nilai menghisap udara yang ada didalam paru-paru, hal
saturasi oksigen terjadi karena adanya tindakan ini akan berdampak pada penurunan jumlah
suction pada selang endotrakheal. Metode oksigen yang akan berdifusi dari alveoli ke kapiler
suction yang digunakan dalam penelitian ini ialah paru sehingga akan terlihat adanya penurunan
open suction. nilai saturasi oksigen (Rab, 2010, hlm.638).
22
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah Berman, A., et al. (2009). Buku Ajar Praktik
satu acuan bagi perawat ruang ICU dalam Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC Brosche, T.A.M.
melakukan suction untuk lebih memperhatikan (2012). Buku Saku EKG. Jakarta: EGC
nilai saturasi oksigen dan pernafasan sebelum dan
Dewi et al,. (2018). Modul Pelatihan Keperawatan
sesudah dilakukan tindakan suction. Selain itu
Intensif Dasar Edisi Revisi. Bogor: IN
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah ilmu pengetahuan MEDIA
kepada mahasiswa khususnya profesi Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian
keperawatan dalam mengelola pasien kritis di Keperawatan (Pedoman
ruang ICU yang dilakukan tindakan suction. Untuk
peneliti selanjutnya dapat dijadikan referensi Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
dalam melakukan penelitian dengan variabel dan Penelitian). Jakarta: TIM
metode yang lainnya.
Dickman, A., & Schneider. (2016). The Syringe
driver continous subcutaneous
Daftar Pustaka infusions in paliative care 4th edition.
Agustin, Wahyu R., et al. (2019). Status United Kingdom: Oxford University Press
Hemodinamik Pasien Yang Terpasang Ely, A., et al. (2011). Penuntun Pratikum
Endotracheal Tube Dengan Pemberian Keterampilan Kritis II untuk
Pre Oksigenasi Sebelum Tindakan Suction Mahasiswa D-3 Keperawatan.
Di Ruang Intensive Care Unit, volume 1 Jakarta: Salemba Medika
Nomor 14.
Grap, Mary J, et al. (2010). Effect Of Level Of Lung
https://doi.org/10.30787/gaster.v17i1.
Injury On HR, MAP, And Sao2 Changes
336 diperoleh pada tanggal 5 Juli 2019 During Suctioning. Intensive And Critical
Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia Care Nursing,
(Oksigenasi): Konsep, Proses, dan Volume 10.
Praktik Keperawatan Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu https://researchgate.net/291971000
Ariani, A.P. (2014). Aplikasi Metodologi Penelitian diperoleh tanggal 28 Maret 2019
Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi. Gunawan, Vanesha S., Arifin, J., & Ismail, Akhmad.
Yogyakarta: Nuha Medika (2015). Jumlah Pasien Masuk Ruang
Baron, J.F., et al. (2012). Update in intensive care Perawatan Intensif Berdasrkan Kriteria
and emergency medicine II: Strategy in Prioritas Masuk
bedside hemodynamic monitoring. Berlin: Di RSUP DR Kariadi Periode
Spinger Scine Media JuliSeptember 2014, Volume 4 Nomor 4.
Bastian, Y. A. F. (2016). Pengalaman Pasien yang Jurnal Media Medika Muda.
Pernah Terpasang Ventilator (The https://ejournals1.undip.ac.id/index.php
Experience of Patients after using /medico diperoleh pada tanggal 5 Juni
Ventilator), Volume 4 Nomor 1. Jurnal 2019
Keperawatan Padjadjaran Hidayat, A. A. A. (2014). Metode Penelitian
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/j Kebidanan dan Teknik Analisa Data:
kp/article/view/141 diperoleh tanggal 25 Contoh Aplikasi Studi Kasus. Jakarta:
Desember 2018 Salemba Medika
23
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
24
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502