Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN EVIDANCE BASED PRACTICE

EFEKTIVITAS SUCTION TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN


DAN HEMODINAMIK PASIEN DI RUANG GICU A
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar


Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Disusun oleh
Kelompok 4A :

Diah Ayu Lestari 4006220059 Refri Pandita 4006220014


Dwi Maryani 4006220004 Hana Nurul F 4006220026
Insan Rahmanul B 4006220035 Yulyani Asri A 4006220022
Nurul Aeni O 4006220042

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kekhadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Evidence Based Practice ini tepat pada
waktunya. Harapan kami semoga laporan ini bisa membantu menembah pengetahuan dan
pemehaman khususnya pada kami dan orang lain tentunya terutama terkait dengan topik EBP yang
berjudul “Pengaruh tindakan suction untuk mencegah obstruksi jalan nafas di Ruang GICU A
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung” Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini. Supaya
laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesarbesarnya. Kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada pembimbing akademik serta pembimbing klinik di ruang
GICU 1A yang terlibat mendukung dalam penulisan laporan ini. Demikian, semoga laporan ini
dapat bermanfaat.

Bandung, 30 Desember 2022

Kelompok 4A

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 7
C. Tujuan .................................................................................................................................. 7
D. Manfaat ................................................................................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................................... 8
A. Ventilasi Mekanik ................................................................................................................ 8
1. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator ...................................................................... 8
2. Indikasi Ventilasi Mekanik .............................................................................................. 8
3. Tujuan Ventilasi Mekanik ................................................................................................ 8
4. Jenis-jenis Ventilasi Mekanik .......................................................................................... 9
5. Mode-mode Ventilasi Mekanik ...................................................................................... 11
6. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik ............................... 13
7. Komplikasi Ventilasi mekanik ....................................................................................... 14
a. Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain: ................................................. 14
8. Penyapihan Ventilasi Mekanik....................................................................................... 16
B. SUCTION .......................................................................................................................... 17
1. Definisi Suction .............................................................................................................. 17
2. Ukuran Tekanan Suction ................................................................................................ 18
3. Metode Suction .............................................................................................................. 19
4. Indikasi ........................................................................................................................... 20
5. Efek Suction ................................................................................................................... 20
6. Tujuan............................................................................................................................. 21
7. Efek suction .................................................................................................................... 21
8. Kanul suction.................................................................................................................. 22

3
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................. 23
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 37
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 37
B. Saran .................................................................................................................................. 38

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan


pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat,rawat jalan dan rawat inap (Dep.Kes RI,
2016). Ruang intensif merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit dimana pasien yang
di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit kritis dan membutuhkan pelayanan
kesehatan secara intensif. Kementerian Kesehatan RI (2010). Menyebutkan Intensive Care
Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf dan perlengkapan
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien pasien yang menderita
penyakit, cedera, penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU
menyediakan kemampuan, sarana, dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut.
Prevalensi penggunaan ICU di dunia tidak diketahui secara pasti. Namun data yang
ditunjukkan lebih mengarah kepada data mortalitas yang terjadi di ruang ICU. Di Amerika
sekitar 20% pasien (1 dari 5 atau setara 500.000 orang pertahun) meninggal di ICU, sedangkan
angka kematian di ICU di seluruh dunia sekitar 25% (Curtis , 2008). Indikasi pasien yang
dirawat di ICU adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive
care, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan
berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi
dan pasien sakit kritis/gawat yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera
untuk mencegah timbulnya dekopensasi fisiologis. Kementerian Kesehatan RI (2010)
menyebutkan Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang
meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti: Airway (fungsi jalan napas).
Breating (fungsi pernapasan). Circulation (fungsi sirkulasi). Brain (fungsi otak) dan fungsi
organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif. Asuhan keperawatan yang
holistik sangat dibutuhkan dalam perawatan pasien tak terkecuali pasien yang dirawat intensif
care unit, dimana perawat membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan situasi kritis
dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutuhkan pada situasi keperawatan lain.

5
Dalam asuhan keperawatan tersebut, mencakup perubahan kesehatan fisik, psikis dan
sosial, termasuk intervensi dimana perawat mampu berinisiatif secara mandiri untuk
mencegah, mengurangi, atau mengatasi masalah. Salah satu intervensi yang dilakukan oleh
perawat di ruang intensif dalam keadaan kritis adalah pelaksanaan hisap lendir saluran
pernafasan (suction) terutama pada pasien yang terpasang alat bantu nafas atau ventilator.
Pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif dan menggunakan ventilator rmekanik
mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot. Kondisi ini mengakibatkan pasien
tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri. Endotracheal Suction (ETS) merupakan
suatu prosedur tindakan yang bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap bersih yaitu
dengan memasukkan kateter suction ke pipa endotrakeal pasien kemudian sekret paru pasien
dibuang dengan menggunakan tekanan negatif (Knox.,2015). Sebagai salah satu tindakan
invasif yang sering dilakukan pada pasien dengan ETT untuk mempertahankan kebersihan
jalan napas dari retensi sekret, tindakan suction perlu mendapatkan perhatian sehingga
prosedur dapat diberikan dengan meminimalkan efek samping salah satunya dengan
mengontrol kedalaman kateter suction saat melakukan penghisapan sekret.
Suction merupakan prosedur pengisapan sekret yang dilakukan dengan cara memasukan
selang kateter suction melalui hidung, mulut, atau selang ETT. Endotrakeal Suction (ETS)
merupakan prosedur penting dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi
mekanik. Pada tindakan suction yang dilakukan melalui selang ini lebih membutuhkan
keterampilan dan ketepatan tinggi karena ada beberapaprinsip penting dalam tindakan
penghisapan lendir ini diantaranya hiperoksigenisasi 100% selama 30 detik – 1 menit yang
diberikan kepada pasien sebelum dilakukan tindakan suction endotracheal.
Apabila prinsip penting ini tidak diperhatikan akan dapat mengakibatkan terjadinya
hipoksemia. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah untuk mempertahankan patensi jalan napas,
memudahkan penghilangan sekret jalan napas, dan merangsang batuk dalam (Mackway et al,
2017). Penggunaan Normal Saline Inhalation (NSI) pada proses suctioning adalah suatu
tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui
nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa
bagian atas bersamaan dengan cairan NSI. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,
mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru, akan tetapi
praktik ini masih dipertimbangkan dalam pelaksanaanya. Prosedur ini dikontraindikasikan

6
pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai
akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus,
perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2015).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam EBP ini adalah " Apakah terdapat efektivitas tindakan suction
terhadap perubahan saturasi oksigen?”

C. Tujuan

Tujuan penulisan EBP ini adalah untuk mengatahui apakah tindakan suction efektif
terhadap peningkatan saturasi oksigen dan hemodinamik.

D. Manfaat

Manfaat dari EBP ini adalah untuk mengetahui tingkat keefektifan tindakan suction
dalam peningkatan saturasi O2 dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien di ruangan
General Intensive Care Unit A berdasarkan literature review yang didapat.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ventilasi Mekanik

1. Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator

Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk memfasilitasi


transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk tujuan meningkatkan
pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010). Ventilator merupakan alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

2. Indikasi Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden, Stacy,
Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen noninvasif
gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang adekuat. Keputusan
untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan pasien memenuhi
kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis
mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat yang dapat diterima yang
menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal tersebut merupakan indikasi yang
umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay & Burns, 2006).

3. Tujuan Ventilasi Mekanik

Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat
untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan
transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan
CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas
kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume paru-paru
(inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu fungsional), dan mengurangi kerja
pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut,
mengurangi distress pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot

8
pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen,
mengurangi tekanan intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough,
2010).

4. Jenis-jenis Ventilasi Mekanik

a. Ventilator tekanan negatif


Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru besi”.
Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif didapat untuk
memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-pendek intermiten
(VTNI) telah digunakan pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) untuk
memperbaiki gagal nafas hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi diafragma
(Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini kebanyakan digunakan pada gagal nafas kronik
yang berhubungan dengan kondisi neuromuskular seperti poliomielitis, muscular
dystrophy, amyotrophic lateral sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008).
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar.
Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke dalam
paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini sama dengan ventilasi spontan.
Ventilator tekanan negatif mudah digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang
seperti rumah kura-kura, bentuk kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke
generator tekanan negatif. Rongga toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali
inspirasi yang disusun secara manual dengan “trigger”. Ventilator tekanan negatif
menguntungkan karena ia bekerja seperti pernafasan normal. Namun, alat ini digunakan
terbatas karena keterbatasannya pada posisi dan gerakan seperti juga rumah kura-kura
(Hudak & Gallo, 2010).
b. Ventilator tekanan positif
1) Pressure-Cycled.
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila tekanan
praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Ignatavicius & Workman,
2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi

9
tertutup dan ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau
tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran, volume udara yang diberikan
berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain) volume
udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak & Gallo,
2010). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi, kecepatan, dan volume
tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit yang adekuat dan untuk
mendeteksi berbagai perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang
status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun
pada pasien komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat
digunakan sebagai alat penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).
2) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada waktu
praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi
(jumlah nafas per menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak &
Gallo, 2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan yang
menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang murni jarang digunakan
pada pasien dewasa. Ventilator tersebut digunakan pada bayi baru lahir dan infant
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
3) Volume-Cycled.
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat ini
(Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip dasar
ventilator ini adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien,
inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien
pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume adalah perubahan pada
komplain paru pasien, memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume
udara yang dihantarkan oleh ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan
berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan
nafas bervariasi (Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).

10
5. Mode-mode Ventilasi Mekanik

a) Control mode ventilation


Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi jumlah
dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns, 2006). Pada mode control,
ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume
yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali
inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau
mengalami paralisis dengan blocking agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan
(Chulay & Burns, 2006). Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan
apnea, intoksikasi obat-obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat,
frail chest, paralisa karena obat- obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
b) Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT yang
telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien
tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010).
Kesulitannya buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi apnea
model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).
c) Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode yang dapat
mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk inspirasi maka
ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control mode) dan mempreset kepada
volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti bernafas
selama terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua pernafasan-apakah dipicu
oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak
& Gallo, 2010).

11
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi (karena
menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk dukungan ventilasi
jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan
ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara klinis banyak
digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).
d) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien bernafas
spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori intermiten.
Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak seperti pada mode
assist control, berapapun pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak &
Gallo, 2010).
e) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru.
Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi. Akan tetapi, ada
ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang disebabkan oleh
pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
f) Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan PSV. PSV bisa
digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk
mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV digunakan
untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino,
2007).

12
g) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi pada pasien
dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan pertukaran gas dan
menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada jalan nafas
di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada akhir ekspirasi
(Marino, 2007). PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi alveolus yang
kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru
(Morton & Fontaine, 2009).

h) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)


Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus respirasi
dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode pernafasan spontan
digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan memperbaiki
oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini
juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden, Stacy, Lough, 2010).

6. Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik

Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator (Smith-
Temple & Johnson, 2011):
a. Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang diberikan
selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan sampai15
ml/kg
b. Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10 kali
dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
c. Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase
oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%. Pengaturan
awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50% sampai 65%.
Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan
toksisitas oksigen.

13
d. PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap
terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal biasanya
adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti
sindrom gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan
pada pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis
gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-
akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator.

7. Komplikasi Ventilasi mekanik

a. Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:

1) Komplikasi jalan nafas


Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang
ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat
menyebabkan infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah
intubasi dapat diminimalkan dengan mengamankan selang, mempertahankan
manset mengembang, dan melakukan suksion oral dan selang kontinyu secara
adekuat (Hudak & Gallo, 2010).
2) Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan
sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan.
Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi,
maka ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010).
3) Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator

14
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang,
tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4) Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit
(Hudak & Gallo, 2010).
5) Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi
gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan
urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada
(Hudak & Gallo, 2010).
6) Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran
hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang
respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,
hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah
besar dapat mengalami edema luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak &
Gallo, 2010).
7) Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam
hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan

15
intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen,
Pradl, Takala, 2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan
bahwa ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen
untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang
ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus
dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun
mereka tidak memiliki faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi
dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS)
berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement ventilator yang
optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan
esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif,
dan PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-
paru; sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat;
melakukan open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi &
Vargas, 2012).

8. Penyapihan Ventilasi Mekanik

Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering menimbulkan


kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan psikologis. Hal ini
memerlukan kerja sama dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007).
Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan ventilasi mekanik dan
mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya setelah proses-proses dasar
yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah tercapai
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga tahapan.
Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3) oksigen. Penyapihan
dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini mungkin, konsisten dengan keselamatan
pasien. Penting artinya bahwa keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang
mekanis. Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis pasien diperlukan dalam
membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

16
Managemen pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan kewaspadaan
konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah tidak
diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator. Secara umum,
oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan jumlah oksigen yang dihirup berada pada
tingkat non-toksik, dan pasien harus memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan
vasopressor yang minimal atau tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap
lingkungan sekitarnya ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang
reversibel (misal: sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).

B. SUCTION

1. Definisi Suction

Suction sering digunakan untuk mempertahankan jalan napas paten pada pasien
dengan ETT atau tabung trakeostomi. Suction adalah prosedur steril yang dipakai hanya
ketika pasien membutuhkannya dan bukan dilakukan sesuai jadwal rutin. Indikasi untuk
penghisapan termasuk adanya ronki kasar di atas trakea pada auskultasi, batuk, sekresi
terlihat di saluran napas, pola gergaji pada loop aliran-volume pada monitor ventilator,
peningkatan tekanan puncak saluran napas pada ventilator, penurunan saturasi oksigenasi,
dan gangguan pernapasan akut. komplikasi yang terkait dengan penghisapan termasuk
hipoksemia, atelektasis, bronkospasme, disritmia, peningkatan tekanan intrakranial, dan
trauma saluran napas (Linda et al, 2017).
Suction adalah tindakan atau proses mengisap pada saluran napas dilakukan pada
pasien dengan kelebihan produksi sputum di mana pasien tidak mampu melakukannya
sendiri. Pengisapan sering dilakukan pada pasien kritis yang dirawat dalam perawatan
intensif, terutama pada pasien dengan tabung endotrakeal (ETT) masuk ke dalam
percabangan bronkus saluran udara (Hudak &Gallo, 2010).

17
2. Ukuran Tekanan Suction

Ukuran tekanan suction yang direkomendasikan Kozier (2012) :


Usia Suction
Dewasa 80-120 mmHg
Anak-anak 80-100 mmHg
Ukuran tekanan suction ada yang menggunakan kilopascal (kPa) dan menggunakan
cmHg. Rumus konversi dari satuan mmHg kesatuan kPa adalah sebagai berikut : 1 mmHg =
0,133 kPa, dan rumus konversi satuan mmHg ke cmHg : 1 mmHg = 0,1 cmHg.
Terdapat variasi dalam penggunaan tekanan negatif pada suctioning baik pada
beberapa literatur ataupun beberapa penelitian. Kozier, Berman, dan Snyder (2011)
m e r e k o m e n d a s i k a n penggunaan tekanan suction pada pasien dewasa antara 100
mmHg-120 mmHg. Berman et al, (2009), merekomendasikan tekanan negatif suction pada
pasien dewasa sebesar 100 mmHg – 120 mmHg. Hahn (2010), menganjurkan penggunaan
tekanan suction pada pasien dewasa sebesar 70 mmHg – 150 mmHg. Mestecky dan
Woodward (2011), menganjurkan tekanan suction antara 100-150 mmHg. Jika sekret kental
jangan mencoba meningkatkan tekanan suction tetapi sekret yang kental dapat dimobilisasi
dengan menggunakan humidifikasi dan tindakan nebulizer.
Tekanan 100 mmHg merupakan tekanan negatif minimal yang dianjurkan untuk
melakukan suction tetapi tekanan suction dapat diatur berdasarkan jumlah sekret yang
terdapat pada jalan nafas, bila tekanan 100 m m H g belum dapat memobilisasi sekret maka
tekanan dapat ditingkatkan menjadi 120 mmHg, tekanan dapat memaksimalkan hingga 150
mmHg karena bila lebih dari tekanan tersebut dapat menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia (Potter & Perry, 2010 ; Hahn, 2010). Terdapat perbedaan yang bermakna nilai
saturasi oksigen setelah suction dengan tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg.
Penggunaan tekanan suction 100 mmHg terbukti menyebabkan penurunan saturasi oskigen
yang paling minimal bila dibandingkan dengan tekanan 120 mmHg dan 150 mmHg (Hendy,
et al (2015).
American Association for Respiratory Care (2010), menganjurkan untuk selalu
melakukan pengaturan tekanan sebelum suctioning dilakukan d e n g a n cara menutup ujung
selang yang menghubungkan kateter suction dengan tempat penampung mukus kemudian
tekanan yang dianjurkan (100 mmHg–150 mmHg) diatur dengan memutar pengatur tekanan

18
(vacum regulator) yang terdapat pada alat suction control. Penggunaan tekanan suction
yang berlebihan (> 150 mmHg) dapat menyebabkan penurunan saturasioksigen, trauma pada
jalan nafas hingga menyebabkan kolaps alveoli.

3. Metode Suction

Ada beberapa metode suction menurut Linda, et al (2017),diantaranya y a i t u :


a) Suction protokol
Banyak protokol mengenai penghisapan telah dikembangkan. Beberapa penelitian
telah terbukti bermanfaat dalam membatasi komplikasi penghisapan. Diantaranya yaitu
hipoksemia dapat diminimalisir dengan hiperoksigenasi pasiendengan oksigen 100%
selama 30 hingga 60 detik sebelum pengisapan dan setidaknya 60 detik setelah
penghisapan. Atelektasis dapat dihindari dengan menggunakan kateter hisap dengan
diameter eksternal kurang dari satu dari diameter internal ETT.
Menggunakan tekanan 120 mmHg atau kurang dari hisap menurunkan
kemungkinan hipoksemia, atelektasis, dan trauma saluran napas, dan detak jantung.
Proses penerapan pengisapan intermiten (bukan terus menerus) telah terbukti tidak
bermanfaat. Penghisapan dengan terus-menerus membantu mengeluarkansekresi belum
terbukti bermanfaat, dan ini dapat berkontribusi pada pengembangan hipoksemia serta
kolonisasi saluran napas bawah yang menghasilkan VAP.
b) Sistem hisap trakhea tertutup
Satu cara lain untuk melakukan penghisapan pasien pada ventilator adalah sistem
hisap trakea tertutup (CTSS). Alat ini terdiridari kateter isap di lapisi plastik yang menempel
langsung ke tabung ventilator. CTSS memungkinkan pasien untuk disedot sambil tetap
menggunakan ventilator. Keuntungan dari CTTS termasuk pemeliharaan oksigenasi dan
PEEP selama penyedotan, pengurangan komplikasi terkait hipoksemia, CTSS mudah
digunakan, hanya membutuhkan satu orang untuk melakukan prosedur.
Kekhawatiran terkait dengan CTSS termasuk autocontamination, penghapusan
sekresi yang tidak memadai, dan peningkatan risiko ekstubasi yang tidak disengaja
akibat dari berat ekstra sistem pada ventilator. Autocontamination telah terbukti tidak
menjadi masalah jika kateter dibersihkan dengan benar setelah setiap penggunaan.
Penghapusan sekresi yang tidak memadai mungkin tidak menjadi masalah, dan

19
penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Meskipun
rekomendasi untuk mengubah kateter bervariasi, satu studi menunjukkan bahwa kateter
dapat diubah pada dasar yang dibutuhkan tanpa meningkatkan kejadian VAP. Satu studi
menemukan bahwa penyedotan dengan CTSS menyebabkan aspirasi cairan yang sangat
besar di sekitar manset tabung trakea sebagai akibat dari penurunan tekanan saluran
napas yang signifikan.
c) Suction hisap trachea terbuka (open suction)
Metode hisap terbuka dengan melapaskan pasien dari ventilator dan memasukkan
kateter suction kedalam saluran napas buatan (Linda et al, 2017). Pasien yang
menggunakan ventilator mekanik mendapatkan sedatif, analgetik, yang kuat dan
relaksan otot. Pasien yang terpasang Endotracheal Tube pasti akan dilakukan tindakan
hisap lendir atau suction. Teknik open suction system (OSS) merupakan suatu metode
yang mengharuskan pasien untuk melepaskan ventilator sehingga pasien tidak mampu
menerima oksigenasi selama suction (Jongerden, 2007). Dimana teknik open suction
pada pasien yang terpasang ventilator ketika sambungan antara ETT dengan selang Y
pada pasien ventilator terputus, menyebabkan tekanan jalan nafas menurun mendekati
tekanan atmosfir sebelum suctioning berlangsung sehingga tidak terdapat perbedaan
tekanan jalan nafas pada pasien yang terpasang ventilator dan tidak terpasang ventilator
bila menggunakan teknik open suction (Almgren et al, 2003).

4. Indikasi

Indikasi dilakukannya suction ETT pada pasien adalah bila terjadi gurgling (suara
nafas seperti orang berkumur), cemas, susah/kurang tidur, snoring (seperti orang mengorok),
penurunan tingkat kesadaran, perubahan warna kulit, penurunan saturasi oksigen, penurunan
pulse rate (nadi), irama nadi tidak teratur, respiration rate menurun dan gangguan patensi
jalan nafas (Kozier & Erb, 2012).

5. Efek Suction

Menurut Willkins & Williams L, (2004) efek yang dapat terjadi dari suction yaitu
hipoksemia, dispnea, kecemasan, aritmia jantung, trauma trakhea, trauma bronkus,
hipertensi, hipotensi, perdarahan, peningkatan intra karanial.

20
Efek samping suction menurut penelitian Maggiore (2001) :
a. Penurunan saturasi oksigen : berkurang gingga 5%
b. Cairan perdarahan : terdapat darah dalam sekret suction
c. Hipertensi : peningkatan tekanan darah sistolik hingga 200 mmHg
d. Dapat terjadi hipotensi : penurunan tekanan darah diastolik hingga 80 mmHg
e. Takikardi : meningkatkan detak jantung hingga 150 detak/menit
f. Bradikardia : detak jantung hingga 50 detak/menit
g. Aritmia : irama denyut jantung tidak teratur
Dalam Saskatoon Health Regional Authority (2010) mengatakan bahwa komplikasi
yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah
hipoksemia/hipoksia.

6. Tujuan

Tujuan dilakukannya suction yaitu untuk membersihkan saluran nafas dan


menghilangkan sekret, untuk mempertahankan patensi jalan nafas, mengambil sekret
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium, untuk mencegah terjadinya infeksi dari
akumulasi cairansekret yang sudah menumpuk (Kozier & Erb, 2012).
Menurut Zahrah & Arki (2018) suction bertujuan untuk membebaskan jalan napas,
mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum, pasien yang
terpasang ETT memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda
asing, sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction).

7. Efek suction

Tindakan suction dapat menyebabkan hipoksia yang dapat terjadi karena sumber
oksigen diputuskan dari pasien atau oksigen dikeluarkan dari saluran udara pasien ketika
hisapan dilakukan. Atelectasis diperkirakan terjadi ketika kateter hisap lebih besar dari
setengah diameter ETT. Tekanan negatif yang berlebihan terjadi ketika pengisapan
diterapkan, mendorong kerusakan saluran udara bagian distal. Bronkospasme adalah hasil
stimulasi saluran udara dengan kateter hisap. Disritmia jantung, terutama bradikardia,
dikaitkan dengan stimulasi vagal. Trauma saluran napas terjadi dengan impaksi kateter
di saluran napas dan tekanan negatif yang berlebihan diterapkan pada kateter (Linda et

21
al, 2017).

8. Kanul suction

1) Jenis

Jenis kanul suction yang ada dipasaran dapat dibedakan menjadi open suction dan
close suction. Open suction merupakan kanul konvensional, dalam penggunaannya harus
membuka sambungan antara ventilator dengan ETT pada pasien, sedangkan close suction
merupakan kanul dengan sistem tertutup yang selaluterhubung dengan sirkuit ventilator
dan penggunaannya tidak perlu membuka konektor sehingga aliran udara yang masuk
tidak terinterupsi. (Kozier&Erb, 2012)

2) Ukuran suction catheter kit/selang kateter

Berikut ini adalah ukuran suction catheter kit (Kozier&Erb, 2012) :


a. Dewasa : 12-18 Fr
b. Anak usia sekolah 6-12 tahun : 8-10 Fr
c. Anak usia balita : 6-8 Fr
Lynn (2011) merekomendasikan ukuran kanul suction dengan kriteria usia
sebagai berikut :
a. Anak usia 2-5 tahun : 6-8 Fr
b. Usia sekolah 6-12 tahun : 8-10 Fr
c. Remaja-dewasa : 10-16 Fr

22
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tabel Jurnal
Peneliti &
No Judul Intervensi Hasil Penelitian
Tahun
Pengaruh Variasi Peneliti: Sri Tekanan Penelitian ini menunjukkan
Tekanan Negatif Suparti negatif bahwa tekanan 25 kPa
Suction suction memberikan efek signifikan
Tahun: 2019
Endotracheal menurunkan SpO2 lebih besar
Tube (ETT) dibandingkan tekanan 20 kPa,
Terhadap Nilai namun dalam menghilangkan
Saturasi Oksigen sekret secara keseluruhan
(SpO2) tekanan 25 kPa lebih efektif
1 dibandingkan 20 kPa.
Tekanan negatif 25 kPa lebih
efektif dalam mengeluarkan
sekresi sekret pada jalan nafas
dan memungkinkan peningkatan
saturasi oksigen setelah tindakan
suction pada pasien dengan
ventilator dibandingkan dengan
tekanan 20 kPa.
Perbandingan Peneliti:Teti Pemberian Hiperoksigenasi harus dilakukan
Pemberian Hayati, Busjra hiperoksige pada setiap tindakan suctioning
Hiperoksigenasi M Nur, Fitrian nasi satu dengan cara meningkatkan aliran
Satu Menit Dab Rayasari, Yani menit DAB oksigen 100 % melalui ventilator
Dua Menit Pada Sofiani & dua menit mekanik. Hiperoksigenasi
Proses Suction Diana Irawati pada proses merupakan tehnik yang terbaik
Terhadap Saturasi suction harus dilakukan untuk
Tahun: 2019
2 Oksigen Pasien meningkatkan nilai saturasi
Terpasang oksigen pada setiap prosedur
Ventilato suction.
Terdapat perbedaan yang
bermakna terhadap nilai saturasi
oksigen sebelum dan sesudah
pemberian hiperoksigenasipada
kedua kelompok. Berdasarkan

23
hasil analisis menunjukan tidak
ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok intervensi I
(dengan pemberian
hiperoksigenasi 1 menit) dan
kelompok intervensi II (dengan
pemberian hiperoksigenasi 2
menit). dengan p value 0,418
dengan r 0,210. Artinya sama
pemberian hiperoksigenasi 1
menit dengan 2 menit.
Pengaruh Suction Peneliti : Dewi Suction Dan Intensive care unit (ICU)
Dan Posisi Semi Silfiah, Hariza Posisi Semi merupakan bagian pelayanan
Fowler Terhadap Pertiwi, Fowler dengan staf khusus dan
Perubahan Widanarti Terhadap perlengkapan khusus ditunjukan
Saturasi Oksigen Setyaningsih perubahan untuk pasien yang menderita
Pada Pasien Yang saturasi penyakit, cedera atau penyulit-
Tahun : 2020 penyulit yang mengancam
Terpasang oksigen
nyawa. Tindakan suction sering
Endotracheal pada pasien dilakukan pada pasien ICU,
Tube yang tujuannya adalah meningkatkan
terpasang saturasi oksigen pasien. Menurut
Endotrachea Wilkinson dalam NANDA
l Tube (2012), masalah keperawatan
yang paling sering ditemui di
ruang ICU adalah masalah pada
sistem pernafasan. intervensi
3 keperawatan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas akibat
penumpukan sputum, darah atau
cairan adalah lakukan
penghisapan lendir atau tehnik
suctioning.
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan peningkatan saturasi
oksigen dari 92,72% menjadi
98,44%. Menurut peneliti, hasil
tersebut memberikan bukti
bahwa tindakan suction dan
posisi semi fowler dapat
meningkatkan saturasi oksigen
pada responden. Berdasarkan

24
penurunan nilai standar deviasi
pada keseluruhan responden
juga memberikan gambaran
bahwa sebaran responden
menunjukan perubahan saturasi
oksigen yang cukup signifikan.
Perubahan nilai standar deviasi
tersebut adalah dari 2,453
menjadi 1,105. Hasil standar
deviasi tersebut memberikan
gambaran yang cukup jelas
bahwa nilai standar deviasi
berjalan mendekati nilai 0 (nol),
sehingga persebaran data dari
satu responden ke responden lain
menjadi semakin dekat (nilainya
tidak berjauhan) atau memiliki
nilai cukup homogen. Angka
tersebut menunjukkan bahwa
pemberian tindakan suction dan
posisi semi fowler memberikan
pengaruh yang cukup signifikan.
Hasil tersebut juga dibuktikan
dengan uji hipotesis dengan
menggunakan uji Paired sample
T test didapatkan p value: 0,000
(<0,05), yang berarti terdapat
perbedaan saturasi oksigen
sebelum dan setelah tindakan
suction dan posisi semi fowler.

Hubungan Peneliti : Tindakan Penanganan untuk obstruksi


Intensitas Widia Astuti suction pada jalan napas akibat akumulasi
Tindakan Suction AW, Fajar pasien sekresi pada Endotrakeal Tube
Dengan Adhie Sulistyo terpasang pada pasien kritis adalah dengan
Perubahan Kadar ventilator di melakukan tindakan
Tahun : 2019 penghisapan lendir (suction)
Saturasi Oksigen ICU
4 dengan memasukkan selang
Pada Pasien Yang
kateter suction melalui hidung/
Terpasang mulut/ Endotrakeal Tube (ETT)
Ventilator Di yang bertujuan untuk
Ruang Icu Rsud membebaskan jalan napas,
Kota Bogor mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru. Secara
umum pasien yang terpasang

25
ETT memiliki respon tubuh
yang kurang baik untuk
mengeluarkan benda asing,
sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir
(suction).
Lakukan preoksigenasi dengan
O2 100% selama 30 detik
sampai 3 menit untuk mencegah
terjadinya hipoksemia, dan
jangan pernah melakukan
suction lebih dari 10-15 detik
karena dalam melakukan
penghisapan akan menutup jalan
nafas sementara, dan ulangi
prosedur bila diperlukan
(maksimal 3 x suction dalam 1
waktu).

Tindakan Suction Peneliti : Suction Saturasi oksigen adalah


Terhadap Saturasi Heriansyah,Alf terhadap persentase hemoglobin terhadap
Oksigen Pada i Syahar saturasi oksigen di arteri. Penurunan
Pasien Terpasang Yakub,Rauf oksigen saturasi oksigen dapat dijelaskan
Ventilator Dengan Harmiady,Juna pada pasien oleh gangguan jalan napas
Endotracheal idi,Yulianto terpasang seperti hipoksia dan obstruksi
Tube (Ett) ventilator jalan napas. Pasien yang
Tahun : 2022
dengan terpasang ventilator dengan
Endotrachea Endotracheal Tube(ETT) di
l tube Intensive Care Unit (ICU)
membutuhkan tindakan suction
5 untuk membersihkan dan
mempertahankan kepatenan
jalan napas. Penelitian ini
bertujuan untuk
menggambarkan hasil penelitian
dengan tindakan suction
terhadap saturasi oksigen pada
pasien terpasang ventilator
dengan ETT.
Penelitian ini menggunakan
metode studi literatur. Studi
literatur merupakan salah satu

26
metodepengumpulan data
sekunder dengan menelusuri dan
mencari referensi teori yang
berhubungan dengankasus atau
permasalahan yang ditemukan
pada responden yang dijadikan
sebagai sampel.
Berdasarkan 13 artikel yang
telah direview terkait dengan
tindakan suction terhadap
saturasi oksigen pada pasien
yang terpasang ventilator dengan
Endotracheal Tube (ETT),
Metode suction terdiri dari dua
yaitu metode suction terbuka dan
tertutup. Metode suction terbuka
melepas hubungan selang
endotrakeal dan selang sirkuit
ventilator kemudian menghisap
lendir dengan menggunakan
katetersuction yang akan
mengakibatkan pemutusan
suplai oksigen ke paru- paru
sekaligus akan menghisap udara
yang ada di dalam paru-paru.
Hal ini berdampak pada
penurunanjumlah oksigen yang
akan berdifusi dari alveoli ke
kapiler paru sehingga akan
terlihat adanya perubahannilai
saturasi oksigen. Hal ini
didukung dengan hasilpenelitian
yang dilakukan oleh (Zukhriet
al., 2018) bahwa nilai saturasi
oksigen sebelum tindakan
penghisapan lendir terbuka
adalah minimal 91% dan
maksimal 100% dan setelah
penghisapan lendir terbuka
minimal 88% dan maksimal
100%. Selisih saturasi sebelum
dan sesudah penghisapan lendir

27
terbuka minimal 0% dan
maksimal 7%. Sementara
keuntungan dari metode suction
tertutup ini adalah
mempertahankan tekanan
ventilasi positif, suplai oksigen,
dan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP).
Analisis Peneliti : Ari Analisis Suction adalah tindakan untuk
Perubahan Hana perubahan menjaga kepatenan jalan nafas
Saturasi Oksigen Kristiani,Suksi saturasi akibat dari penumpukan sekret
Dan Frekuensi Riani,Mamat oksigen dan yang berlebih, namun tindakan
Pernafasan Pada Supriyono frekuensi suction selain memiliki manfaat
Pasien Dengan permfasan juga memiliki dampak salah
Tahun : 2020
Ventilator Yang pada pasien satunya perubahan saturasi
Dilakukan dengan oksigen dan frekuensi
Suction Diruang ventilator pernafasan.
Icu Rs Mardi yang
Hasil penelitian menunjukan ada
Rahayu Kudus dilakukan
perubahan yang signifikan nilai
suction di
saturasi oksigen sebelum dan
ruangan
sesudah dilakukan suction
ICU
dengan nilai p-value 0,001 (<
0,05).Hal ini didukung dengan
hasil penelitian Septimar dan
6 Novita (2018) menyatakan
bahwa nilai rerata saturasi
oksigen sebelum dilakukan
suction dan sesudah dilakukan
suction pasien kritis di ruang
ICU mengalami perubahan yang
signifikan dengan p-value
0,0001. Perubahan nilai saturasi
oksigen terjadi karena adanya
tindakan suction pada selang
endotrakheal.
Metode suction yang digunakan
dalam penelitian ini ialah open
suction. Perubahan nilai
frekuensi pernafasan sebelum
dan sesudah dilakukan tindkaan
suction menunjukkan bahwa

28
tidak ada perbedaan yang
signifikan nilai frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah
dilakukan suction dengan p-
value 0,170 (> 0,05)Hal ini
didukung dengan hasil penelitian
Permatasari, Agustin, dan
Rahmawati (2017, ¶17)
menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan rerata nilai frekuensi
pernafasan pasien kritis yang
dilakukan tindakan suction
endotracheal tube sebelum dan
sesudah diberikan
hiperoksigenasi dengan p-value
0,173.Pada penelitian yang
dilakukan peneliti didapatkan
hasil bahwa tidak terdapat
perubahan yang signifikan nilai
frekuensi pernafasan sebelum
dan sesudah dilakukan suction,
hal ini terjadi karena sebelum
dilakukan suction di berikan
hiperoksigenasi terlebih dahulu
sehingga nilai frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah
dilakukan suction cenderung
stabil.
Pengaruh Depth Peneliti : DEPTH Endotracheal Suction (ETS)
Suction Dan Marta Tania SUCTION merupakan suatu prosedur
Shallow Suction Gabriel Ching dan tindakan yang bertujuan untuk
Terhadap Cing, SHALLOW menjaga jalan napas pasien tetap
Perubahan SUCTION bersih yaitu dengan
Tahun : 2017
Hemodinamik memasukkan kateter suction ke
7 Pada Pasien pipa endotrakeal pasien
Dengan kemudian sekret paru pasien
Endotracheal dibuang dengan menggunakan
Tube Di Ruang tekanan negatif (Restrepo et al.,
Icu Rsud Ulin 2010). Sebagai salah satu
Banjarmasin tindakan invasif yang sering
dilakukan pada pasien dengan
ETT untuk mempertahankan

29
kebersihan jalan napas dari
retensi sekret, tindakan suction
perlu mendapatkan perhatian
sehingga prosedur dapat
diberikan dengan meminimalkan
efek samping salah satunya
dengan mengontrol kedalaman
kateter suction saat melakukan
penghisapan sekret.
Secara umum pasien yang
terpasang ETT memiliki respon
tubuh yang kurang baik untuk
mengeluarkan benda asing,
sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir
(suction) Lakukan preoksigenasi
dengan O2 100% selama 30
detik sampai 3 menit untuk
mencegah terjadinya
hipoksemia, dan jangan pernah
melakukan suction lebih dari 10-
15 detik karena dalam
melakukan penghisapan akan
menutup jalan nafas sementara,
dan ulangi prosedur bila
diperlukan (maksimal 3 x
suction dalam 1 waktu). Apabila
tindakan suction tidak dilakukan
pada pasien dengan gangguan
bersihan jalan napas maka
pasien tersebut akan mengalami
kekurangan suplai O2
(hipoksemia), Cara yang mudah
untuk mengetahui hipoksemia
adalah dengan pemantauan
kadar saturasi oksigen (SpO2)
yang dapat mengukur seberapa
banyak prosentase O2 yang
mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar
saturasi oksigen adalah dengan
menggunakan alat oksimetri

30
nadi (pulse oxymetri), dengan
pemantauan kadar saturasi
oksigen yang benar dan tepat
saat pelaksanaan tindakan
penghisapan lendir.

B. Pembahasan
Intensive care unit (ICU) merupakan suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
dibawah direktur pelayanan dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus
ditunjukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
(Kemenkes RI, 2011).
Jumlah pasien kritis yang terpasang ventilator menempati dua per tiga dari seluruh
pasien ICU di Indonesia.Kondisi kritis dengan terpasang ventilator akan menimbulkan
masalah fisik, psikososial dan spiritual. Tenaga kesehatan terutama perawat perlu memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien ICU yang terpasang ventilator secara menyeluruh
(Bastian, 2016).
Peralatan standar di intensif care unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk usaha
bernafas melalui endotrakeal tube (ETT) atau trakheostomi Ventilator merupakan alat bantu
pernafasan yang digunakan untuk pasien yang mengalami gagal nafas atau tidak mampu
bernafas secara mandiri. Ventilator akan membantu memberikan oksigen segar dengan
tekanan tertentu ke dalam paru-paru pasien untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien
yang terganggu. salah satu indikasi klinis pemasangan ventilasi mekanik adalah gagal nafas
(Musliha, 2010).
Gagal Nafas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya pernafasan
yang pendek secara berat dan tiba-tiba yang biasanya timbul dalam waktu 12-48 jam setelah
adanya faktor pencetus, seperti trauma, sepsis dan aspirasi (masuknya hasil sekresi lambung
atau benda asing ke dalam paru-paru)kerena menurunnya kadar oksigen dalam darah oksigen
untuk masuk kedalam darah dengan secukupnya.Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan
gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT).
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk

31
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif.
Sekret merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru, bronkhus, dan trakhea melalui
mulut. Produksi sekret yang berlebih dimana dapat menghambat aliran udara dari hidung
masuk ke paru-paru. Peningkatan produksi sekret ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam
mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan jalan
nafas maka diagnosakeperawatan yang muncul ketidakefektifanbersihan jalan nafas
(Herdman, 2012). Sekret yang terprodusi tersebut harus di suction untuk mempertaankan jalan
nafas pasien.
Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan
menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut kedalam pharyng
atau trachea. Penghisapan lendir digunakan bila pasien tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan.Tindakan penghisapan lendir perlu dilakukan pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran karena kurang responsif atau yang memerlukan
pembuangan sekret oral. Dengan dilakukan tindakan suction diharapkan saturasi oksigen
pasien dalam batas normal (>95 %).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal
Tube adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan
selang kateter suction melalui hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk
membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Tindakan
suction merupakan intervensi kolaboratif yang berfungsi untuk mencegah obstruksi jalan
nafas yang disebabkan oleh sekresi kering dan perlengketan mukosa. Suction endotracheal
(ETT) dapat menyebabkan beberapa masalah pada pasien kritis bila dilakukan dengan
prosedur tidak benar, diantaranya penurunan saturasi oksigen, disritmia jantung, hipotensi,
bahkan menyebabkan tekanan intrakranial.
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada ETT, sangatlah perlu adanya
pemantauan saturasi oksigen, karena saat tindakan suction bukan hanya sekret yang terhisap,
tetapi oksigen juga terhisap. Selain itu saturasi oksigen pada tindakan suction dipengaruhi oleh
banyaknya hiperoksigenasi yang diberikan, tekanan suction yang sesuai usia, dan besar
diameter kanule.

32
Upaya untuk mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan suction adalah
dengan melakukan hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction. Hiperoksigenasi adalah
pemberian oksigen konsentrasi tinggi (100%) yang bertujuan untuk menghindari hipoksemi
akibat suction (Kozier & Erb, 2012). Teknik yang terbaik didalam menghindari hipoksemia
yang diakibatkan tindakan suction adalah dengan hiperoksigenasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Teti Hayati,dkk (2019) hasilnya terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah pemberian
hiperoksigenasi pada kedua kelompok. Berdasarkan hasil analisis menunjukan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi I (dengan pemberian hiperoksigenasi 1
menit) dan kelompok intervensi II (dengan pemberian hiperoksigenasi 2 menit). Menurut
penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012) di ICU menunjukkan bahwa hiperoksigenasi
yang dilakukan satu menit selama suction menyebabkan perbaikan dan pencegahan hipoksia
yang disebabkan prosedur suction.
Selain tindakan hiperoksigenasi yang mempengaruhi saturasi oksigen, tekanan pada
tindakan suction juga mempengaruhi saturasi oksigen. Berdasarkan literatur terdapat variasi
dalam penggunaan tekanan negatif pada suctioning. Rekomendasi tekanan negatif yang
digunakan untuk pasien dewasa adalah 100-150 mmHg dengan durasi 7-15 detik dan ukuran
kateter suction 12 Fr dan 14 Fr. dan ada yang menyebutkan 200 mmHg. Tekanan 100 mmHg
merupakan tekanan negatif minimal yang dianjurkan untuk melakukan suction tetapi tekanan
suction diatur berdasarkan jumlah sekret yang terdapat pada jalan nafas, bila tekanan 100
mmHg belum dapat memobilisasi sekret maka tekanan dapat ditingkatkan sampai maksimal
150 mmHg. Tekanan yang melebihi 150 mmHg dapat menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia.
Pendapat lain menyebutkan penggunaan tekanan tekanan negatif 200 mmHg pada
suction terbuka risikonya lebih rendah terhadap penurunan nilai saturasi oksigen arteri dan
HR, dibandingkan tekanan negatif 100 mmHg. Penggunaan suction dapat mempengaruhi
status hemodinamika pada psien kritis yang terpasang ETT. Terutama berkaitan dengan
pernafasan, mengingat hipoksemia dapat terjadi, otak tidak mendapatkan suplay oksigen 4-6
menit dapat menyebabkan kematian permanen pada otak. Bahwa semakin tinggi tekanan
negatif (25kPa) suction efektif dalam membersihkan secret dan penurunan saturasi oksigen
yang lebih rendah dibandingkan tekanan yang lebih rendah (20 kPa).

33
Tindakan suction ada dua jenis, yaitu open suction dan close suction. Menurut
penelitian Mazhari (2010) menemukan bahwa metode hisap terbuka lebih meningkatkan
denyut jantung segera setelah penyedotan tabung trakea dibandingkan dengan metode tertutup
dan saturasi oksigen darah arteri segera setelah metode hisap terbuka memiliki penurunan
yang signifikan.
Open suction memiliki beberapa kelebihan yaitu berdasarkan penelitian Jung (2014)
penggunaan single use open suction mampu meminimalkan kepadatan kolonisasi. Penelitian
Irene (2014) juga membuktikan kelebihan Open suction yaitu mampu menghilangkan sekret
lebih banyak, meningkatkan SaO2 dan biaya operasional yang lebih murah.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Debora (2012) yaitu membandingkan
Perbedaan Jumlah Bakteri pada Sistem Closed Suction dan Sistem Open, Terdapat penurunan
jumlah bakteri trakhea pada kelompok closed suction system dengan pembilasan
chlorhexidine 2% secara bermakna. Terdapat juga penurunan jumlah bakteri trakhea pada
kelompok open suction system dengan pembilasan chlorhexidine 2% secara bermakna
penurunan jumlah bakteria trakhea pada kelompok closed suction system didapatkan tidak
bermakna bila dibandingkan dengan open suction system.
Selain itu, penggunaan tekanan tekanan negatif 200 mmHg pada suction terbuka
risikonya lebih rendah terhadap penurunan nilai saturasi oksigen arteri dan HR, dibandingkan
tekanan negatif 100 mmHg. Penggunaan suction dapat mempengaruhi status hemodinamika
pada psien kritis yang terpasang ETT. Terutama berkaitan dengan pernafasan, mengingat
hipoksemia dapat terjadi, otak tidak mendapatkan suplay oksigen 4-6 menit dapat
menyebabkan kematian permanen pada otak. Akibat dari tindakan suction selain desaturasi
oksigen, perubahan hemodinamik pasien juga dapat terjadi akibat dari tindakan yang suction
sebagai stressor terhadap pasien (Abbasinia M, 2014). Salah satu alat yang digunakan untuk
memantau kondisi hipoksemia adalah pulse oksimetri. Perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memonitor keadaan hemodinamika.
Monitoring hemodinamika merupakan suatu pengkajian fisiologis yang penting dalam
perawatan pasien – pasien kritis.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan kadar saturasi oksigen dan
hemodinamika setelah dilakukan suction. Hal tersebut dikarenakan terbebasnya jalan napas

34
terhadap akumulasi sekret menjadikan perpindahan oksigen dari atmosfer ke dalam paru-paru
menjadi efektif.
Selain metode dan tekanan suction, tindakan suction juga perlu mendapatkan perhatian
sehingga prosedur dapat diberikan dengan meminimalkan efek samping salah satunya dengan
mengontrol kedalaman kateter suction saat melakukan penghisapan sekret. Ada dua jenis
tindakan suction yang bisa dilakukan, yaitu shallow suction dan depth suction. American
Assosiation For Respiratory Care (AARC, 2010) menyebutkan bahwa shallow suction lebih
direkomendasikan untuk meminimalkan resiko invasif pada pasien. Namun, pada penelitian
yang dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah tindakan suction pada kelompok yang
dilakukan dengan metode deep suction lebih sedikit karena metode deep suction mampu
membersihkan sekret lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT suction yang diterima
pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow suction.
Endotracheal depth suction, yaitu penghisapan sekret dilakukan melewati batas ujung
pipa endotrakeal dan shallow suction yaitu penghisapan sekret sampai pada batas ETT. Akibat
dari tindakan suction selain desaturasi oksigen, perubahan hemodinamik pasien juga dapat
terjadi akibat dari tindakan yang suction sebagai stressor terhadap pasien. Mosby (1998, dalam
Jevon dan Ewens 2009) menyatakan bahwa perubahan hemodinamik merupakan komponen
utama pada perawatan intensif.
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan
karakteristik fisiologis vaskular perifer Li Xiaofang et al. (2010) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa saturasi pasien menurun secara signifikan setelah dilakuan suction untuk
aspirasi sputum dengan tehnik shallow maupaun depth suction, namun terdapat perbedaan
yang signifikan secara statistik pada hal denyut nadi dan MAP setelah dilakukan suction.
Maggiore, SM et al. (2013) resiko kerusakan mukosa akibat depth suction dapat dikontrol
dengan baik, sehingga dapat membersikan lebih banyak sekret. Irajpour et al. (2014) dalam
penelitiannya menyatakan terdapat peningkatan jumlah denyut jantung dan nilai rata – rata
tekanan darah pada pasien setelah dilakukan penghisapan lendir dengan metode depth suction
daripada dengan menggunakaan metode shallow suction.
Menurut penelitian yang dilakukan Marta Tania Gabriel Ching Cing (2017),
didapatkan temuan bahwa tidak ada pengaruh intervensi suction yang dilakukan dengan tehnik
Depth Suction maupun Shallow Suction terhadap perubahan tekanan darah responden, baik

35
itu pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qioni, Z., et al (2009) dan Wei, XJ et al (2006)
melakukan penilaian tekanan darah 1 menit sebelun dan 5 menit setelah dilakukan Depth
Suction dan Shallow Suction didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada tekanan darah yang dilakukan sebelum dan sesudah Depth Suction dan Shallow Suction.
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Irajpour (2014) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara tekanan darah yang dilakukan dengan tehnik
Depth Suction maupun Shallow Suction.
Analisa penelitian pengaruh Depth Suction dan Shallow Suction terhadap perubahan
Saturasi Oksigen menunjukkan hasil bahwa tidak ada pengaruh antara tindakan Depth Suction
dan Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi Oksigen. Hasil penelitian lain yang
mendukung hasil penelitian ini bahwa terdapat perubahan nilai saturasi pada pada pasien yang
dilakukan dengan tehnik depth suction dan shallow suction, namun perbedaan nilai saturasi
pada kedua kelompok tersebut tidak signifikan. (Celik, E .2000 dalam Favretto, DO. 2012;
Abbasinia. 2014). Namun, Hasil penelitian berbeda disampaikan pada hasil penelitian
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan saturasi yang signifikan pada pasien yang dilakukan
tindakan depth suction dan shallow suction (Wei, XJ et al .2006; Irajpour,2014).
Prosedur suction bukan tindakan yang rutin, prosedur ini dilakukan jika pasien
memiliki indikasi untuk dilakukan suction, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan hemodinamik yang signifikan pada kedua tehnik kedalaman kateter suction. Kedua
tehnik ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien. Pada pasien dengan sekret
produktif dan riwayat penyakit paru yang mengharuskan pasien dilakukan suction, prosedur
depth suction dapat dilakukan, karena mengingat keefektifan jangkaun kateter suction yang
masuk, diharapkan lebih banyak sekret yang terhisap sehingga tindakan suction tidak
dilakukan berulang – ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction dapat dilakukan
apabila pasien memiliki resiko trauma pada trakea akibat penyisipan yang cepat dan tekanan
negatif selama prosedur suction yang tinggi.

36
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas
dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut
kedalam pharyng atau trachea. Tindakan suction sangat mempengaruhi saturasi oksigen
dan status hemodinamik pasien. Untuk mencegah penurunan saturasi oksigen dan status
hemodinamik pasien, diperlukan beberapa teknik atau metode suction.

Kesimpulan dan hasil Evidence Based Practice yang telah kelompok kami cari dan
analisis yaitu:

1. Tekanan negatif 25 kPa pada tindakan suction lebih efektif dalam mengeluarkan
sekresi sekret pada jalan nafas dan memungkinkan peningkatan saturasi oksigen
setelah tindakan suction pada pasien dengan ventilator dibandingkan dengan tekanan
20 kPa.
2. Tindakan suction bukan hanya sekret yang terhisap, tetapi oksigen juga terhisap.
Upaya untuk mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan suction adalah
dengan melakukan hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang dilakukan satu menit selama suction
menyebabkan perbaikan dan pencegahan hipoksia yang disebabkan prosedur suction.
3. Tindakan suction tidak boleh dilakukan lebih dari 10-15 detik karena dalam
melakukan penghisapan akan menutup jalan nafas sementara & frekuensi suction
hanya bisa dilakukan maksimal 3 x suction dalam 1 waktu.
4. Depth suction dapat dilakukan pada pasien dengan sekret produktif dan riwayat
penyakit paru yang mengharuskan pasien dilakukan suction, karena mengingat
keefektifan jangkaun kateter suction yang masuk, diharapkan lebih banyak sekret
yang terhisap sehingga tindakan suction tidak dilakukan berulang – ulang.
5. Shallow suction dapat dilakukan pada pasien yang memiliki resiko trauma pada
trakea akibat penyisipan yang cepat dan tekanan negatif selama prosedur suction
yang tinggi.

37
B. Saran

Semoga Evidence based practice ini dapat menjadi salah satu acuan bagi perawat
ruang GICU dalam melakukan suction untuk lebih memperhatikan nilai saturasi oksigen
dan pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction. Selain itu hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan kepada
mahasiswa lain juga dan khususnya profesi keperawatan dalam mengelola pasien kritis di
ruang GICU dalam melakukan tindakan suction.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasinia, M., Irajpour, A., Babaii, A., Shamali, M., Vahdatnezhad, J. (2014). Comparation
The Effect Of Shallow Suction And Deep Suctioning On Respiratory Rate, Arterial
Blood Oxygen Saturation And Number Suctioning In Patients Hospitalizes In The
Intensive Care Unit: A Randomized Controlled Trial. J Caring Sci.
American Association for Respiratory Care. (2010). Endotracheal Suctioning of
Mechanically Ventilated Patients With Artificial Airways 2010. AARC Clinical
Practice Guidelines. Melalui http://www.apicwv.org/docs/1.pdf
American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.
Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of
America, The McGraw-Hill Companies.
Cing, M. T. G. C. (2017). PENGARUH DEPTH SUCTION dan SHALLOW SUCTION
TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK PADA PASIEN DENGAN
ENDOTRACHEAL TUBE DI RUANG ICU RSUD ULIN
BANJARMASIN. DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN
KEPERAWATAN, 8(1), 103-117
Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New York,
Springer.
Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

38
Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical
Care. Philadelphia, Elsevier Saunder.
Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.
Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory Support
and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical Care Nurse,
31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.
Hendy, L., Tri, W.M., & Anastasia, A. (2015). Analisis Dampak Penggunaan Varia
Herdman, T. (2012). NANDA Internasional Nursing Diagnoses: Definitions &
Clasisification 2012-2014 (1st ed.). Balcwell Publishing.
Heriansyah, H., Yakub, A. S., Harmiady, R., Junaidi, J., & Yulianto, M. (2022).
TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN
TERPASANG VENTILATOR DENGAN ETT. Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar, 13(2), 146-154.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Hudak, C.M., & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik , vol. 2.
Terjemahan Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin, & Monica Ester. Jakarta:
PT. EGC
Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking
for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.
Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.J. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: PT. EGC
Kristiani, A. H., Riani, S., & Supriyono, M. (2020). ANALISIS PERUBAHAN SATURASI
OKSIGEN DAN FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN
VENTILATOR YANG DILAKUKAN SUCTION DIRUANG ICU RS MARDI
RAHAYU KUDUS. Jurnal Perawat Indonesia, 4(3), 504-514.
LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. United Stated, Pearson Prentice Hall.
Linda, D. U., Kathleen, M., Stacy., & Marry, E. L. (2017). Critical Care Nursing (E-Book:

39
Diagnosis and Management). Kanada: Elsevier Health Sciences
Maggiore, S.M. et al.(2013). Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning
During Mechanical Ventilation by Changing Practice. Continuing Respiratory Care
Education, Vol 58, 1588-1597.
Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference Definitions
and Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and The Abdominal
Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final Publications, How Did
We Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 44-59.
Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.Missouri,
Elsevier Saunder.
Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Philadelphia,
Lippincott William & Wilkin. Volume 1.Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Pilbeam, S.P. (1998). Mechanical Ventilation: Physiological and Clinical Application.
Philadelphia, Mosby, Inc.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Buku 3. Edisi 7.
Terjemahan Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan
Sari Kurnianingsih. Jakarta: Salemba Medika
Sari, R. F. (2019). Pengaruh Open Suction Terhadap Tidal Volume Pada Pasien Yang
Menggunakan Ventilator Di Ruang ICU RSUD dr. Soedarso Pontianak. Jurnal
ProNers, 4(1).
Saskatoon Health Regional Authority (SHRA). 2005, June. Suctioning Afrtificial Airways
in Adults. Paper presented at the RN and LPN Learning Package, Saskatoon, SK
Schumacher and Chernecky (2010). Critical Care & Emergency Nursing. US, Elsevier.
Silfiah, D., Pertiwi, H., & Setyaningsih, W. (2020). PENGARUH SUCTION DAN POSISI
SEMI FOWLER TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN YANG TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE. Binawan Student
Journal, 2(3), 347-352.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

40
Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical Care Nursing.
Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby
Elsevier.
Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical Analysis of Recent
Literature. Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 33-43.
Willkins& Williams, L.(2004). Buku saku diagnosis keperawatan edisi 7 (Eny Meiliya &
Monica Ester, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Woodward, S., & Mestecky, A.M. (2011). Neuroscience Nursing Evidance-Based Practice.
United Kingdom: Wiley-Blackwell
Zahrah, M. S, Rosiana, A. N,. (2018). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir (Suction)
terhadap Perubahan Kadar Saturasi Oksigen pada Pasien kritis di ICU. Jurnal
kesehatan masyarakat, 7 (1), 10-14.

41
LAMPIRAN

42
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

PENGARUH DEPTH SUCTION dan SHALLOW SUCTION TERHADAP PERUBAHAN


HEMODINAMIK PADA PASIEN DENGAN ENDOTRACHEAL TUBE
DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN

Marta Tania Gabriel Ching Cing*

STIKES YARSI Pontianak


*Korespondensi Penulis. Telepon: 089674853288, E-mail: martadenniach@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Endotracheal Suction (ETS) bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap bersih dengan
menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., 2010) dan merupakan prosedur rutin untuk pasien yang dirawat di
ICU. AARC (2010) menyebutkan bahwa shallow suction lebih direkomendasikan untuk meminimalkan resiko
invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah tindakan suction
pada kelompok yang dilakukan dengan metode deep suction lebih sedikit karena mampu membersihkan sekret lebih
banyak, sehingga frekwensi tindakan ETS yang diterima pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow
suction. Tujuan: penelitian ini buntuk mengetahui pengaruh depth suction dan shallow suction terhadap perubahan
hemodinamik.
Metode: Penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian quasi eksperiment desain per-post test terhadap 20
responden yang kumpulkan dengan consecutive sampling. Data dianalisis menggunakan dependent test dan
independen T test.
Hasil: Tidak terdapat perubahan hemodinamik pada depth suction. Namun, terdapat perubahan tekanan darah
sistolik dan MAP (p < 0,05) pada shallow suction. Tidak menunjukkan perubahan hemodinamik yng bermakna pada
kedua kelompok.
Simpulan: tehnik Depth dan shallow suction tidak mempengaruhi perubahan nilai hemodinamik pasien dengan
ETT. Saran: tindakan depth suction dapat dilakukan pada pasien dengan ETT karena tidak merubah hemodinamik.

Kata Kunci : Endotrakeal suction, hemodinamik, keperawatan intensif.

43
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

suction yang diterima pasien setiap harinya lebih


PENDAHULUAN
sedikit dibanding shallow suction.
Pasien yang dirawat di ruang perawatan
intensif dan menggunakan ventilator rmekanik Endotracheal depth suction, yaitu penghisapan

mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan sekret dilakukan melewati batas ujung pipa

relaksan otot. Kondisi ini mengakibatkan pasien tidak endotrakeal dan shallow suction yaitu penghisapan

mampu mengeluarkan sekret secara mandiri. Hal ini sekret sampai pada batas ETT. Akibat dari tindakan

perlu mendapatkan perhatian karena beresiko suction selain desaturasi oksigen, perubahan

terjadinya pneumonia. Kejadian pneumonia hemodinamik pasien juga dapat terjadi akibat dari

nasokomial di ICU (Intensif Care Unit) lebih banyak tindakan yang suction sebagai stressor terhadap

dijumpai hampir 25% dari semua infeksi dan pasien.

menyebabkan mortalitas sebesar 33-50% Dick, A et Mosby (1998, dalam Jevon dan Ewens 2009)
al (2012). menyatakan bahwa perubahan hemodinamik

Endotracheal Suction (ETS) merupakan suatu merupakan komponen utama pada perawatan

prosedur tindakan yang bertujuan untuk menjaga intensif. Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek

jalan napas pasien tetap bersih yaitu dengan fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik

memasukkan kateter suction ke pipa endotrakeal fisiologis vaskular perifer

pasien kemudian sekret paru pasien dibuang dengan Li Xiaofang et al. (2010) dalam penelitiannya
menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., menyebutkan bahwa saturasi pasien menurun secara
2010). Sebagai salah satu tindakan invasif yang signifikan setelah dilakuan suction untuk aspirasi
sering dilakukan pada pasien dengan ETT untuk sputum dengan tehnik shallow maupaun depth
mempertahankan kebersihan jalan napas dari retensi suction, namun terdapat perbedaan yang signifikan
sekret, tindakan suction perlu mendapatkan perhatian secara statistik pada hal denyut nadi dan MAP setelah
sehingga prosedur dapat diberikan dengan dilakukan suction. Maggiore, SM et al. (2013) resiko
meminimalkan efek samping salah satunya dengan kerusakan mukosa akibat depth suction dapat
mengontrol kedalaman kateter suction saat dikontrol dengan baik, sehingga dapat membersikan
melakukan penghisapan sekret. lebih banyak sekret.

American Assosiation For Respiratory Care Irajpour et al. (2014) dalam penelitiannya
(AARC, 2010) menyebutkan bahwa shallow suction menyatakan terdapat peningkatan jumlah denyut
lebih direkomendasikan untuk meminimalkan resiko jantung dan nilai rata – rata tekanan darah pada pasien
invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang setelah dilakukan penghisapan lendir dengan metode
dilakukan oleh Abbasinia, et al. (2014), jumlah depth suction daripada dengan menggunakaan
tindakan suction pada kelompok yang dilakukan metode shallow suction. Penelitian yang dilakukan
dengan metode deep suction lebih sedikit karena Van de Leur et al. (2003 dalam Irajpour, 2014) dalam
metode deep suction mampu membersihkan sekret penelitiannya bahwa pada shallow suction secara
lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT signifikan meningkatkan peningkatan tekanan darah
sistolik pasien.

44
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia et al Peneliti bekerja sama dengan perawat ruangan,
(2014) tentang perbandingan efek shallow dan depth kemudian melakukan identifikasi pasien yang
endotracheal suction pada jumlah pernapasan, terindikasi untuk dilakukan tindakan suction seperti
saturasi oksigen darah arteri dan jumlah suction akumulasi sekret, bunyi ronchi pada auskultasi
didapatkan hasil bahwa kedua tehnik tersebut pernapasan. Pemilihan responden untuk masuk ke
menghasilkan pengaruh yang sama pada RR dan dalam kelompok diakukan secara acak. Responden
SpO2. Wijaya et al,. (2015) dalam penelitiannya dilakukan pemeriksaan hemodinamik non invasif
menyebutkan bahwa setelah dilakukan tindakan (tekanan darah, frekwensi denyut nadi, MAP dan
suction pada pasien terpasang ETT saturasi oksigen SpO2) 2 (dua) menit sebelum melakukan tindakan
pasien menurun antara 4 – 10 %. suction. Kemudian diberikan preoksigenisasi 100%
selama 2 (dua) menit sebelum dan 2 (dua) menit
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin
setelah dilakukan intervensi. Intervensi dilakukan
Banjarmasin merupakan rumah sakit rujukan untuk
berupa depth endotracheal suction yaitu dengan
dari rumah sakit daerah yang ada di Kalimantan
penyisipan kateter suction melewati panjang ETT
Selatan dan Kalimantan Tengah. Berdasarkan data
sejauh 1 cm atau memberikan intervensi berupa
pasien ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin bulan
shallow endotracheal suction yaitu penyisipan
Maret sampai dengan Agustus 2016, jumlah pasien di
kateter suction sepanjang ukuran ETT pada
ICU sebanyak 624 orang, dan sekitar 40% dari
responden yang telah ditentukan, 1 (satu) kali suction
jumlah pasien tersebut terpasang pipa endotrakeal
dilakukan selama kurang dari atau sama dengan 10
dan dan dilakukan endotracheal suction sebagai
detik. Setelah intervensi suction dilakukan, peneliti
salah satu kebutuhan penting. Penelitian ini ntuk
mendengarkan suara napas pasien, jika sekresi jalan
mengetahui pengaruh antara depth suction dan
napas masih belum bersih, tindakan suction
shallow suction terhadap perubahan hemodinamik
dilakukan kembali hingga jalan napas bersih,
pada pasien dengan endotracheal tube di ruang ICU
maksimal 3 (tiga) kali. kemudian melakukan
RSUD Ulin Banjarmasin.
pengukuran hemodinamik non invasif (tekanan
darah, frekwensi denyut nadi, MAP dan SpO2) 2
METODE PENELITIAN
menit setelah intervensi.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi


eksperimen. Sampel dalam penelitian dalam
HASIL
penelitian ini ialah pasien yang terpasang
endotracheal tube dan dilakukan suction dengan
Telah dilakukan penelitian terhadap 20 responden
sistem terbuka. Pemilihan sampel dilakukan dengan
yang menggunakan endotracheal tube diruang ICU
consecutive sampling. Jumlah sampel sebesar 10
RSUD Ulin Banjarmasin yang memenuhi kriteria
responden untuk tiap kelompok dan total sampel
inklusi dan eksklusi selama bulan Desember 2016.
adalah 20 responden. Data diolah dengan program
SPSS for windows seri 20. Uji statistik menggunakan A. Analisis Univariat.
uji t dengan derajat kemaknaan p < 0,05.

45
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan medis responden pada penelitian ini adalah ICH
Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan
sebesar 50% dan post op kraniotomi sebesar 50%.
Diagnosa Medik.

Karakteristik Jumlah Persentas B. Analisis Bivariat


e (%) Tabel 2. Hemodinamik Sebelum Dan
1. Usia Setelah Depth Suction
a. 17– 25 7 35 5 Variabel Mean P Value
tahun 1 15 Tekanan darah sistolik
b. 26– 35 3 20
4 25 - Sebelum Suction 138,3 0,664
tahun 139,9
c. 36- 45 5 - Sesudah Suction
tahun Tekanan darah diastolik
d. 46-55 - Sebelum Suction 81,4 0,213
tah un - Sesudah Suction 78,7
e. > 65 MAP
tahun - Sebelum Suction 100,1 0,569
2. Jenis Kelamin - Sesudah Suction 98,78
a. Pria 17 85 Frekwensi denyut
b. Wanita 3 15 jantung 98,6 0,669
3. Diagnosa - Sebelum Suction 99,8
medik 10 50 - Sesudah Suction
a. ICH 10 50 Saturasi Oksigen
b. Kraniotomi - Sebelum Suction 98,7 1,000
- Sesudah Suction 98,7
Distribusi responden berdasarkan usia, jenis Tabel 3. Hemodinamik Sebelum dan Setelah
kelamin dan diagnosis medik. Sesuai dengan Shallow Suction.
standar pembagian usia terbaru menurut Depkes Variabel Mean P Value
RI (2009) responden usia 17 sampai dengan 25
Tekanan darah sistolik
tahun masuk dalam kelompok masa remaja akhir, - Sebelum Suction 120,7 0,000
- Sesudah Suction 132,3
usia 26 sampai dengan 35 tahun termasuk
Tekanan darah diastolik
kelompok dewasa awal, usia 36 sampai dengan 45
- Sebelum Suction 73,5 0,068
tahun termasuk kelompok masa dewasa akhir, 46 - Sesudah Suction 76,5
sampai dengan 55 tahun kelompok lansia awal, MAP
- Sebelum Suction 88,7 0,004
sedangkan usia > 65 tahun disebut masa manula 95
- Sesudah Suction
atas. Frekwensi denyut
jantung 98,8
Responden yang memenuhi kriteria inklusi 0,345
- Sebelum Suction 101,8
pada penelitian ini sebanyak 20 responden. - Sesudah Suction
Komposisi usia dari responden yaitu responden Saturasi Oksigen
- Sebelum Suction 98,3 0,884
yang berusia antara 17 sampai dengan 25 tahun - Sesudah Suction 98,2
sebanyak 35%. Sedangkan untuk jenis kelamin
responden yang dirawat menggunakan ETT di
ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin terbanyak
berjenis kelamin laki – laki sebesar 85%, diagnosa
46
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Tabel 4. Pengaruh depth suction dan shallow peningkatan (mean 88,7- mean 95,0) dengan p value
suction terhadap perubahan (0,004 < 0,05). Berarti terdapat perubahan yang
hemodinamik.
P signifikan pada tekanan darah sistolik dan MAP pada
Variabel Mean
Value sebelum dan setelah dilakukan shallow suction.
Tekanan darah sistolik Sedangkan pada tekanan diastole terdapat
- Depth Suction 139,9 0,434
132,3 peningkatan (mean 73,5 – mean 76,5), pada
- Shallow Suction
Tekanan darah frekwensi denyut jantung terdapat peningkatan
diastolik 78,7 0,597 (mean 98,8 - mean 101,8) kemudian pada saturasi
- Depth Suction 76,5
- Shallow Suction oksigen menurun (mean 98,3 – mean 98,2). Untuk
MAP hasi statistik pada tekanan darah diastolik, frekwensi
- Depth Suction 98,7 0,518 denyut jantung dan saturasi oksigen didapatkan
- Shallow Suction 95
statistik p > 0,05 bahwa tidak terdapat perbedaan
Frekwensi denyut
jantung 99,8 0,671 pada sebelum dan setelah dilakukan shallow suction.
- Depth Suction 101,8
- Shallow Suction
Saturasi Oksigen Pada Tabel 4 Pengaruh depth suction dan
- Depth Suction 98,7 0,360 shallow suction terhadap perubahan hemodinamik.
- Shallow Suction 98,2
tekanan darah sistolik pada depth suction adalah
Pada Tabel 2 untuk pengukuran mean 139,90 sedangkan nilai rata – rata tekanan
hemodinamik sebelum dan setelah dilakukan sistolik pada shallow suction adalah 132,30. Dari
depth suction. Hasil tekanan darah menunjukkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,434 >
bahwa nilai rata – rata tekanan darah sistolik α (0,05), nilai rata- rata tekanan darah diastolik pada
meningkat (mean 138,3 – mean 139,9), terdapat depth suction adalah mean 78,7 sedangkan nilai rata
penurunan tekanan darah diastolik (mean 81,4 – – rata tekanan diastolik pada shallow suction adalah
mean 76,5. MAP pada depth suction adalah mean 98,7
sedangkan nilai rata – rata tekanan MAP pada
78,7), peningkatan frekwensi denyut jantung (mean
98,6 - mean 99,8), kemudian pada nilai MAP terjadi shallow suction adalah 95. Dari hasil uji statistik
penurunan (mean 101,1- mean 98,7), sedangkan nilai didapatkan nilai p sebesar 0,518 > α (0,05). Saturasi
rata- rata saturasi yang tidak berubah antara sebelum
oksigen pasien dengan depth suction yaitu 98,7
dan sesudah tindakan depth suction (mean 98,7).
Untuk hasil uji statistik didapatkan p > 0,05 yang sedangkan pada pasien yang menggunakan shallow
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai suction sebesar 98,2. Hasil uji statistik didapatkan p
hemodinamik sebelum dan setelah diakukan depth
value 0,360 > α (0,05).
suction.

Pada Tabel 3 Pengukuran


PEMBAHASAN
hemodinamik sebelum dan setelah dilakukan shallow
suction. Tekanan darah sistolik terdapat peningkatan
1. Analisis Perubahan hemodinamik sebelum dan
(mean 120,70 – mean 132,30) (0,000 < 0,05) dan
setelah dilakukan depth suction.
MAP pada shallow suction menunjukkan adanya
47
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Tekanan darah merupakan salah satu peningkatan tekanan darah karena obat sedatif
parameter yang paling sering diukur pada praktik mengambil kendali untuk menurunkan efek simpatis.
klinis sebagai penentuan diagnostik maupun
Hasil analisis penelitian tidak ditemukan
penentuan terapi pada pasien. Hasil penelitian ini
perbedaan bermakna pada variabel frekwensi denyut
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
jantung sebelum dan setelah dilakukan tindakan
tekanan darah 2 menit sebelum dan 2 menit
depth suction. Hasil penelitian lain yang mendukung
setelah dilakukan depth suction. Pada hasil
hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa
penelitian terdapat penurunan tekanan darah
frekwensi denyut jantung mengalami peningkatan
diastolik, namun hasil statistik dapat disimpulkan
pada sebelum dan setelah dilakukan tindakan depth
bahawa tidak ada perbedaan tekanan darah
suction. Peningkatan frekwensi denyut jantung
distolik sebelum dan sesudah dilakukan depth
terjadi pada keadaan hipoksia selama suction, dan
suction (0,213
setelah dilakukan penghisapan sekret dengan
> α). hiperoksigenisasi, frekwensi denyut nadi kembali ke

Menurut literatur peningkatan tekanan darah nilai awal sebelum suction. (Ozden, D. 2014;

disebabkan oleh stimulasi kemoreseptor pada Irajpour, 2014).

aorta dan sinus carotid akibat peningkatan Meskipun peningkatan frekwensi denyut
PaCO2, penurunan PaO2 dan saturasi oksigen nadi tidak berubah secara signifikan, namun
yang disebabkan hipoksia (Bourgout,2006 dalam peningkatan frekwensi denyut jantung ini dapat
Ozden, D & Gorlulu, R S., 2014). Peningkatan memberikan gambaran klinis mengenai kondisi
sistolik dan diastolik setelah depth suction jantung pasien dan tetap perlu dijadikan perhatian,
kembali ke nilai awal pada menit kelima setelah terutama untuk pasien yang memiliki penyakit
suction. Prosedur suction dilakukan sampai tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa efek
menyentuh karina kemudian dilakukan penarikan simpatis sebagai respon stress fisiologik pada
dengan gerakan memutar, namun peneliti pasien masih ada, namun segera diatasi diambil
melakukan preoksigenisasi selama 2 menit. alih oleh efek penggunaan obatobatan penenang
(Zolfaghari et al .2008; Abbaszadeh et al ., 2014). juga membuat vasodilatasi sistemik dan
Seluruh pasien yang menggunakan ventilasi menurunkan kardiak output sehingga tidak
mekanik yang dirawat di ruangan ICU dipengaruhi menimbulkan perubahan signifikan.
oleh efek sedatif. Adanya peran dari sedatif yang Hasil penelitian yang menghubungkan
diberikan kepada pasien bertujuan agar pasien perubahan nilai MAP sebelum dan sesudah
toleransi terhadap nyeri. Pada penelitian ini, tindakan depth suction didapatkan hasil bahwa
walaupun tidak signifikan terdapat perubahan nilai MAP mengalami penurunan yaitu mean
peningkatan pada tekanan darah. Hal ini 100,1 menjadi mean 98,7. Namun hasil statistik
menunjukkan walaupun pasien dalam keadaan tidak terdapat perubahan yang bermakna antara
sedatif, namun masih memunculkan respon terhadaf nilai MAP sebelum dan sesudah dilakukan Depth
prosedur, meskipun sedikit. Hal ini terjadi akibat efek
Suction (0,556).
vasodilatasi sehingga tidak menyebabkan
48
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Difusi oksigen terjadi pertama kali di tingkat
yang dilakukan Celik, E (2000 dalam Fabreto, antara alveolus dan darah lalu antara darah dan
DO. 2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat jaringan, karena gradien tekanan parsial. Untuk
perubahan MAP signifikan pada pasien yang menyalurkan oksigen yang dibutuhkan oleh
dilakukan dengan depth suction. Pernyataan jaringan maka memerlukan curah jantung yang
serupa ditemukan pada hasil penelitian yang adekuat dan hemoglobin. Perbedaan hasil nilai
dilakukan oleh Irajpour et al (2014) yang saturasi oksigen antara responden yang dilakukan
menyatakan bahwa MAP pasien pada tahap awal depth suction dengan penelitian lainnya karena
setelah suction meningkat dibandingkan dengan peneliti melakukan prosedur suction dengan
sebelum suction, kemudian pada 2 menit setelah memperhatikan seperti tindakan
suction kembali menurun. hiperoksigenisasi, durasi lamanya suction
dilakukan, besarnya tekanan yang diberikan dan
Penurunan MAP dipengatuhi oleh tekanan darah
tehnik tindakan suction.
sistolik dan diastolik, yang menginformasikan
keadaan jantung pada saat melakukan kontraksi (Kaapor,d.2012; Hafiah,Z. 2014; AARC.
jantung saat preload dan afterload. Walaupun MAP 2010).
mengalami penurunan, namun masih dalam rentang
normal, yang menginformasikan bahwa perfusi darah 2. Analisis Perubahan hemodinamik sebelum dan
ke organ – organ penting masih adekuat. setelah dilakukan shallow Suction
Nilai saturasi oksigen merupakan persentasi Hasil interpertasi statistik penelitian ini
hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
arteri. Hasil analisis pada penelitian ini menyebutkan terhadap tekanan darah sistolik antara sebelum
bahwa tidak terdapat perbedaan perubahan saturasi suction dan sesudah dilakukan shallow suction
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan depth (0,000 < α). Hasil penelitian ini sejalan dengan
Suction. Pada prosedur depth suction peneliti hasil penelitian yang dilakukan oleh Van de Leur,
melakukan pengukuran panjang kateter yang harus et al (2003 dalam Irajpour. 2014) yang
dimasukkan agar tidak menyentuh karina sehingga menyatakan bahwa shallow suction menyebabkan
mencegah rangsangan batuk. peningkatan signifikan paka tekanan darah.
Saturasi oksigen yang tidak berubah disebabkan
Peningkatan tekanan darah sistolik terjadi akibat
oleh mekanisme tubuh untuk mempertahankan
peningkatan afterload yang diakibatkan dari
keseimbangannya.
peningkatan tekanan intraabdomen yang
Dimana setiap intervensi yang dilakukan pada pasien menstimulasi untuk pengkatan stroke volume guna
menyebabkan pasien berespon terhadap stimulus menjamin curah jantung yang adekuat. Peningkatan
yang diberikan, tubuh berupaya untuk mengatasi tekanan darah diastolik diakibatkan oleh peningkatan
perubahan tersebut untuk mempertahankan fungsi tekanan intratorakal yang menyembabkan hambatan
faalnya, sistem otomatis oleh tubuh berhubungan dari fase pengisisan atrium (peningkatan tekanan
dengan persyarafan, proses kimiawi dan endokrin.

49
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

intraatrium), sehingga terjadi peningkatan preload. peningktan MAP agar perfusi cerebral tetap
(Guyton dan Hall, 2010) adekuat.

Pada Hasil penelitian pada tidak ada perubahan Nilai saturasi pada kelompok yang dilakukan
frekwensi denyut nadi pasien sebelum dan sesudah shalloe suction tidak menunjukkan perubaha yang
dilakukan shallow suction. Hasil ini didukung oleh signifikan, Perubahan saturasi oksigen tidak
Van de Leur, et al (2003 dalam Irajpour. 2014) signifikan pada shallow suction
menyatakan bahwa shallow suction menyebabkan (Ntoumenopoulos, G., et al 2013) karena kateter
peningkatan pada denyut jantung. Irajpour (2014) suction disisipkan sampai batas panjang
menyatakan pada hasil penelitiannya terdapat endotracheal tube. Shallow suction lebih
peningkatan signifikan pada kelompok yang direkomedasikan oleh AARC (2010) karena tidak
dilakukan shallow suction pada sesaat setelah menyentuh karina, sehingga reflek vagal pasien
suction. Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif, tidak terstimulasi dibanding depth suction.
perubahan pada denyut nadi walaupun secara statistik Namun, pada shallow suction perawat akan
tidak signifikan berdampak pada stabilitas pasien kesulitan mendapatkan respon batuk selama
dilakukan prosedur suction, kesiapan pasien untuk
Pada Interpertasi statistik yang mengukur
dilakukan ekstubasi. Khusunya pada pasien yang
terdapat perubahan yang bermakna pada nilai MAP
tidak dapat mengikuti perintah.
sebelum dan setelah dilakukan Shallow Suction.
Penelitian yang sejalan dengan hasil penelitian ini Seperti yang disampaikan oleh Gray et al (1991,
adalah penelitian yang dilakukan oleh Irajpour, dalam Zahran, EM., 2011) menyebutkan bahwa
(2014) menyebutkan dalam penelitiananya bahwa reflek batuk dapat dirangsang dengan
terdapat perubahan MAP dari sebelum suction menggunakan prosedur suction.
terhadap nilai sistolik 2 menit setelah shallow
3. Analisis pengaruh Depth Suction dan Shallow
suction. Kemudian, didukung oleh hasil penelitian
Suction terhadap perubahan hemodinamik.
yang dilakukan oleh Celik, Elbas (2000 dalam
Favretto, DO. 2012) menyebutkan bahwa terdapat Pada hasil analisis penelitian untuk variabel

perubahan nilai MAP yang signifikan antara sebelum pengaruh Depth Suction dan Shallow Suction

dan sesudah shallow suction. terhadap perubahan tekanan darah didapatkan


temuan bahwa tidak ada pengaruh intervensi
Peningkatan tekanan darah sistolik dan
suction yang dilakukan dengan tehnik Depth
diastolik mengakibatkan meningkatnya tekanan
Suction maupun Shallow Suction terhadap
arteri rata-rata (MAP) (Guyton &Hall, 2010).
perubahan tekanan darah responden, baik itu pada
Terutama untuk responden penelitian pada
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah
penelitian ini dengan komposisi 50% pasien ICH
diastolik.
dan 50% pasien Post kraniotomi pemantauan
peningkatan tekanan intra kranial memerlukan Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

perhatian khusus, karena berimbas pada perfusi penelitian yang dilakukan oleh Qioni, Z., et al

cerebral. Peningkatan TIK harus diikuti (2009) dan Wei, XJ et al (2006) melakukan
penilaian tekanan darah 1 menit sebelun dan 5
50
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

menit setelah dilakukan Depth Suction dan meningkatkan frekwensi denyut jantung. Efek
Shallow Suction didapatkan hasil bahwa tidak ada utama stimulasi simpatis pada nodus SA.
perbedaan yang signifikan pada tekanan darah Norepineprin dikeluarkan untuk mengurangi
yang dilakukan sebelum dan sesudah Depth permeabilitas ion kalium sehingga timbul efek
Suction dan Shallow Suction. Penelitian ini depolarisasi. Peningkatan efek parasimpatis pada
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan nodus SA adalah mengurangi kecepatanjantung,
Irajpour (2014) yang menyatakan bahwa tidak asetilkolin meningkatkan permeabilitas nodus SA
terdapat perbedaan signifikan antara tekanan pada ion kalium dengan memperlambat
darah yang dilakukan dengan tehnik Depth penutupan ion kalium, akibatnya kecepatan
Suction maupun Shallow pembentukan potensial aksi berkurang.
(Sherwood, L. 2011).
Suction.
Tindakan invasif berupa suction memicu Pada kelompok depth suction, MAP lebih tinggi
aktivasi dari hipotalamus yang mengendalikan dibanding shallow suction, hal ini terjadi karena
dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem saraf stimulasi invasif dari prosedur suction dimana kateter
simpatis dan korteks adrenal. Namun dengan yang masuk ke endotracheal tube lebih dalam
pemberian oksisigenisasi dan adanya efek sedatif dibanding shallow suction. Walaupun secara statistik
pada tindakan invasif setelah tindakan mampu tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
membantu tubuh untuk mengatasi perubahan
Hasil penelitian berbeda tentang MAP yang
tersebut sehingga tekanan darah tidak mengalami
dilakukan oleh Celik, Elbas (2000 dalam Favretto,
fluktuasi yang signifikan kelompok Depth Suction
DO. 2012) menyatakan bahwa terdapat perubahan
dan Shallow Suction. Hal ini sejalan dengan
nilai MAP yang signifikan antara kedua kelompok
pernyataan Fatimah dan Setiawan (2009) kadar
yaitu Depth Suction dan Shallow Suction.
oksigen di dalam tubuh mengakibatkan respon
Pengukuran nilai MAP menjadi penting karena
vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan
menggambarkan kemampuan
tekanan vaskuler sehingga tekanan darah turun.
Hal ini berarti bahwa perubahan tekanan darah individu untuk memenuhi perfusi ke organorgan vital

berhubungan dengan kondisi hipoksemia pasien. seperti otak dan ginjal. Penilaian MAP bergantung
pada nilai tekanan darah pasien yaitu kemampuan
Perubahan frekwensi denyut jantung pada
jantung memompa darah.
penelitian ini tidak menunjukkan perubahan baik
pada depth suction maupun shallow suction. MAP juga berkaitan dengan tekanan intra

Penelitian yang mendukung hasil dilakukan oleh kranial dan tekanan perfusi cerebral, tekanan

Gillies, D., Spence, K (2011), Youngmee dan intrakranial merupakan tekanan di dalam rongga

Yoonghoon (2003 dalam Irajpour et al, 2014). kepala ,yang berfluktuasi secara ritmis. tekanan intra

Peningkatan frekwensi denyut jantung ini kranial dipertahankan melakui produksi dan absorbsi

disebabkan oleh kompensasi individu yang cairan cerebro spinal. Tekanan perfusi serebral

mengalami hipoksia selama suction dilakukan. merupakan tekanan aliran darah ke otak. Tekanan

Pada tahap ini, efek stimulasi simpatis jantung perfusi cerebral ditentukan oleh pengurangan MAP

51
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

dengan tekanan intra kranial. Hu, YL & Wang, HY,. menunjukkan bahwa tidak ada perubahan
(2012) dalam penelitiannya untuk menyelidiki hemodinamik yang signifikan pada kedua tehnik
dampak kedalaman suction endotracheal yang kedalaman kateter suction. Kedua tehnik ini dapat
berbeda terhadap tekanan intrakanial. dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasien.
Pada pasien dengan sekret produktif dan riwayat
Analisa penelitian pengaruh Depth Suction
penyakit paru yang mengharuskan pasien
dan Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi
dilakukan suction, prosedur depth suction dapat
Oksigen menunjukkan hasil bahwa tidak ada
dilakukan, karena mengingat keefektifan
pengaruh antara tindakan Depth Suction dan
jangkaun kateter suction yang masuk, diharapkan
Shallow Suction terhadap perubahan Saturasi
lebih banyak sekret yang terhisap sehingga
Oksigen.
tindakan suction tidak dilakukan berulang –
Hasil penelitian lain yang mendukung hasil ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction
penelitian ini bahwa terdapat perubahan nilai dapat dilakukan apabila pasien memiliki resiko
saturasi pada pada pasien yang dilakukan dengan trauma pada trakea akibat penyisipan yang cepat
tehnik depth suction dan shallow suction, namun dan tekanan negatif selama prosedur suction yang
perbedaan nilai saturasi pada kedua kelompok tinggi.
tersebut tidak signifikan. (Celik, E .2000 dalam
Favretto, DO. 2012; Abbasinia. 2014). Namun,
Hasil penelitian berbeda disampaikan pada hasil UCAPAN TERIMA KASIH
penelitian menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan saturasi yang signifikan pada pasien Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima
yang dilakukan tindakan depth suction dan kasih kepada RS Ulin Banjarmasin atas ijin dan
shallow suction (Wei, XJ et al .2006; tempat pelaksanaan penelitian, serta dosen
Irajpour,2014). pembimbing atas arahan penelitian serta dukungan
dari seluruh pihak yang telah membantu dalam
Kedua pernyataan berbeda ini disebabkan
penelitian ini.
oleh perbedaan pada objek penelitian. Saturasi
oksigen juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta
DAFTAR PUSTAKA
pada pasien. Pasien yang sebelumnya sudah
mengalami gangguan pernapasan kronis distribusi AARC. (2010). Endotracheal Suctioning Of
Mechanically Ventilated Patients With
oksigen ke jaringan perifer sudah terlebih dahulu
Artificial Airways.
mengalami kepayahan. Selain itu, faktor yang Http;//Rchournal.Com/Cpgs/Pdf/06.10
mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah .0758. ( Diakses 1 September 2016).

oksigen yang masuk ke paru, kecepatan difusi,


Abbasinia, M., Irajpour, A., Babaii, A., Shamali, M.,
kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen.
Vahdatnezhad, J.
Prosedur suction bukan tindakan yang rutin, (2014). Comparation The Effect Of
prosedur ini dilakukan jika pasien memiliki Shallow Suction And Deep Endotracheal
Tube Suctioning On Respiratory Rate, Arterial Blood
indikasi untuk dilakukan suction, hasil penelitian Oxygen Saturation And Number
52
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Suctioning In Patients Hospitalizes In


The Intensive Care Unit: A Randomized Guyton & Hall .(2010). Medical Physiology The 12
Controlled Trial. J Th Edition. Elsevier Health Science.
Caring Sci.

Guyton, A C. (2012). Fisiologi Manusia Dan


Abbaszadeh A, Enayati H, Borhani F, Rafiei H, Mekanisme Penyakit Edisi III. Jakarta
Khodadadi Hoseini BM. Applying The : EGC
Instruction Of Pain Control And Sedation
Of The Patients Hospitalized In Intensive
Care Unit. Iran J CritCare Nurs. Heavey, E.(2014). Statistik
2014;6(4):243–50. Keperawatan Pendekatan Praktik.
Jakarta: EGC
Agency for Clinical Innovation. (2014). Suctiong An
Adult ICU Patient With An Artificial Hastono, S, P. (2008). Analisis Data. FKM-UI.
Airway; A Clinical Jakarta
Practice Guidlines.
Http:/www.aci.health.nsw.gov.au/_dat
a/assets/pdf_file/0010/239554/ACI14_ Hu, Y, L & Wang, H, Y.(2012). Impact Of
Endotracheal Suctioning Depth On
Suction_2-2.pdf. (diakses 12 The Intracranial Pressure In Patient With
Severe Traumatic Brain Injuries Receiving
November 2016) Mechanical Ventilation.
http://en.cnki.com.cn/article_en/CJFD
TOTAL-ZHHL201201017.htm
Dick, A., Liu, H., Dwazinger, J., Perencevich,
E.(2012). Long Term Survival And Health Hudak & Gallo. (2010).Keperawatan Kritis Edisi
Care Utilization Outcomes 6.Jakarta:ECG
Atribute To Sepsis and Pneumonia. BMC. Huzaifah, Z. (2014). Perbedaan Nilai Darurasi
Health Care Service. Oksigen ( Spo2) Berdasarkan Lama Waktu
EBSCO.12.432 Suction Kurang Dari 10 Detik Dan Lebih
Dari 10 Detik Pada Pasien Dengan
Favreto,D,O., Silviera, R,C., Canini, S,R., et al. Endotrakeal Tube Di Ruang ICU RSUD
(2012). Endotracheal Suction In Intubated Ulin Banjarmasin. Tesis. Universitas
Critically Ill Adult Patients Undergoing Muhammadiyah
Mechanical Ventilation:A Banjarmasin.
Systematic System. Pubmed
Irajpour, A., Abbasinia, M., Hoseini, A., Kashefi, P.
Galbiati, G & Paola, C.(2015). Effects Of Open And (2014). Effect Of Shallow
Closed Endotracheal Suctioning On
Intracranial Pressure And Deep Endotracheal Tube
Suctioning On Cardiovascular Indices In
And
Patient In Intesive Care Unit. Iran J Nurs
Cerebral Perfusion Pressure In Adult
Midwifery Res.
Patients With Severe Brain Injury: A
Literature Review. Pubmed. Https:
//Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/ Pubmed/ Jevon And Ewens. (2009). Pemantauan Pasien
25951310. Diakses tanggal 14 Januari 2017 Kritis( Edisi 2). Jakarta: Erlangga.
Ganong. (2008). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran.Jakarta : EGC Kapoor, D., Dachan,S., Singh, M., Singh, J. (2012).
Gillies, D., Spence, K. (2011). Deep Versus Shallow Endotracheal Suctioning In Adult :
Suction Of Endotracheal Tube In Evidence Based Approach And Current
Ventiladed Neonates And Practice Guiedlines In
Young Infant. Cochrane Database Syst Rev. Critical Care Setting. Journal Od Medical
College Chandirgarh.
53
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Respir Care 2011; 56:596-603.


Keukha, A., Askari, Hasan., Abbazadeh, Abbas.,
Enayatie., Hasa., Mahdie, Bibi., Hosini,
Khodadadi., Borhani, Fariba. (2014). Maggiore, S, M., lellouche, F., Pignataro, C.,
Compating The Effect Of Standard And Richard, J, C, M., Girou, E., Maitre,
Routine Methods On Vital Signs, Arterial B., Lemairre, F., Buisson, CB., Brochard, L
Blood Oxygen Saturation and Pain Level . (2013). Decreasing The Advrse Effects Of
Of Patients Hospitalized Atthe Intensive Endotracheal Suctioning During
Care Mechanical Ventilation By Changing
Unit. Iran J Crit Care Nurse Practice.
Respiratory Care
Lesmana,H., Murni, T, W., Anna, A. (2015). Analisis
Dampak Penggunaan Varian Tekanan Mayuni,I, G, A. (2013). Pelatihan senam Lansia
Suction Terhadap Pasien menurunkan Tekanan Darah Lansia di
Cedera Kepala Berat. banjar Tuka dalung. Tesis.
Jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/art
Universitas Udayana
icle/download/114/105

Mohammadpour, A., Amini, S., Shakeri, MT.,


Lewis. (2011). Medical Surgical Nursing Assesment Mirzaei, S. (2015). Comparing The
And Management Of
Clinical Problem Volume 2 8thedition. Effect Ofopen And Closed
Elsevier : Mosby Endotracheal Suctioning On Pain And
Oxygenation In Post CABG Patients Under
Mechanical. Iran J
Lidgren, R, M. (2007). Open and Closed NursingMidwifery resp.
Endotracheal Suctioning Experimental
and Human Studies. Institutes of
Clinical Sciences. Mohrman D, Jane H. Cardiovascular physiology.
Departemen of Anaesthesiology and Sixth edition. USA:
Intensive Care. Goteborg University,
Sweden McGraw-
Hill Companies, Inc; 2006. p.185-203
Lim, Y, S., Kang, D, H., Jang T, H. (2012). The
Cardiovascular Effect Of
Midazolam Co Induction To Propofol For Muller Jc. (2012). Hemodynamic Monitoring In The
Induction In Agend Patient. Intensive Care Unit.
Korean J Anesthesiol.
Nileshwar, A. (2014). Instant Access Anestesiology.
www.Kalbemed.co Jakarta : Binarupa Aksara.

Li, X, F et al. ( 2010) Impact Of Different


Endotracheal Suctioning Negatif Ntoumenopoulos, G. (2013). Endotracheal
Pressure On Hemodynamics Suctioning May Or May Not Have An
And Oxygenation In Patient With Impact,But It Does Depend On What
Acute You Measure. School Of
Respiratory Distress Syndrome.
Physiotherapy Australian Chatolic
Journal Nursing Science
University. Australia

Lucchini A, Zanella, A., Bellani, G. (2011). Tracheal Nugrahanti, S, S., Ghofir, A.,
Secretion Management In The Yudiyanta.(2011). Rerata Tekanan Arteri
Mechanically Ventilated Patient: Lebih Dari 145 Mmhg Saat Masuk Rumah
Comparison Of Standard Assessment And Sakit Sebagai Prediktor Prognosis
AnAcoustic Secretion Detector.
54
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Kematian 7 Hari Pada Pasien Stroke Sherwood,L. (2011). Fisiologi Manusia:Dari Sel Ke
Hemoragic. Journal Of Medicine. Sistem. EGC :Jakarta

Nursalam. (2008). Pedoman skripsi, thesis dan Sugiono. (2009). Metodelogi Penelitian
instrumen penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R &
keperawatan D. Bandung: Alfabeta
edisi II. Jakarta : Salemba Medika Sujatmi, S (2010). Efektifiktas Lama Waktu Suction
10-15 Detik Terhadap Kadar
Sarurasi Oksigen (O2) Perifer Pada Pasien
Ogedegbe & Pickering.(2010). Principles And Stroke Di Ruang ICU Kebumen. Jurnal
Techniques Of Blood Pressure Stikes
Measurement. Cardiol Clin, 28(4): Muhammadiyah Gombong
571–586.

Sumarno., Hidajat,M., Rini., I, S. (2010). Glasgow


Overend, Tj., Andreson, C,M., Brooks, D., Cicutto, Coma Scale, Tekanan Darah, Dan Kadar
L., et al. (2009). Updating The Evidance Hematologi Sebagai Prediktor Kematian
Base For Suctioning Adult Patient; Pada Pasien Cedera Kepala. Jurnal Ilmia
A Systematic Kesehatan Vol. 12.
Review.Can Respir J.
Ekournal.stikesmuhgombong.ac.id

Ozden, D., dan Gorgulu SR. (2014). Effect of Open


and Closed Suction System on The Stone, K, S., Bell, S, D.,Preusser B, A. The Effect
Haemodynamic Parameters in Cardiac Of Repeated
Surgery Patien. Pubmed gov Journal. Endotracheal Suctioning On
Arterial Blood
Pinsky, Mr & Paven D. (2007). Functional Pressure. Pubmed
Hemodynamic Monitoring. Epub Nov
22 Tavagar, H., Javadi, M., Sobhanian, S., Jahromi, F,F.
(2016). The Effect Of The Duration Of Pre-
Oxygenation Before Endotracheal
Suction On Hemodynamic
Restrepo R,D., Brown, J,M, Hughes, J,M,. (2010). Symtoms. Global
Aarc Clinical Practice Journal of Health ScienceVol.9 No. 2 2017.
Guidlines Endotracheal Suctioning Of Canadian Center of Science and Education.
Mechanically Ventilad Patients With
Artificial. Respir Care
Trueman,M., McCall, E., Kent, B., Dicinson, A.
(2008). Suctioning Children With An
Shamali,M., Babaii, A., Abbasinia, M et al. Artificial Airway In A Healthcare Setting, A
(2013) Minimally Invasive Systematic Review. JBI Library.
Endotracheal Tube Suctioning and
Suction-Related Pain, Airway Clearance Ugras, G,A., Aksoy, G. (2012). The Effect Of Open
and Airway Trauma in Patients with And Closed Endotracheal
Intubation: A Randomized Controlled Suctioning On Intracranial Pressure And
Trial. Nursing and midwifery studies. http: Cerebral Perfusion Pressure; A Crossover,
//nmsjournal.kaums.ac.ir/37253.abstra Single Blind Clinical Trial.
J Neurosci Nurs.
ct?page=article&article _id=35909

Urden L, D., Stacy, K,M., Lough, M, E. (2012)


Sherwood,L,N. (2010). Human Physiology; From
Cells To System. 7thed. Priorities In Critical Care Nursing Sixth
Canada:Yolanda Cossio Edition. Elsevier Science.

55
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Marta Tania Gabriel Ching Cing Pengaruh Depth …

Qiaoni, Z., Cheng, Q., Wang, Z. (2009). Comparative Artificial Airway Suction Depth For ICU
Study On The Effect Of Two Types Of Patients With
Mechanical Ventilation. Journal Of Nurse Training.
http;//en.ckni.com.cn/Article_en?CJF
DTOTAL-FSJX200911002.htm.

Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi


Keperawatan. Jakarta ; EGC

Wei, X, J., Wang, L, H., Zheng, Y, X. (2006). Study


on Depth of Suction of
Endotracheal Tubes in Ventilated Patient
with COPD. Nursing Journal of Cjinesse
People’s Liberation Army.
Http;//en.cnki.com.cn/Article_en/CJF
DTOTAL-JFHL200604005.htm.
Diakses 14 Januuari 2007.
White G, C. (2012) Basic Clinical Lab Competencies
For Respiratory Care; An Integrated
Approach. New York:
Delmar Cengage Learning

Wijaya, R, R. (2015). Perubahan Saturasi Oksigen


Pada Pasien Kritis Yang Dilakukan
Suction Endotrakeal Tube Di ICU RSUD
DR. MOEWARDI
Surakarta.
digilib.stikeskusumahusada.ac.id/dow
nload.php?id=1362

Zahran, E, M., Rezik, AA. (2011). Tracheal


Suctioning Versus Without Saline
Instilation. Journal American of Science.
http;//www.americanscience.org
Zannin, E., Pellegrino, R., Di Toro A., Antonelli, A.,
Bernardi L. (2015).
Parasympathetic Stimuli On Bronchial

And Cardiovascular Syste, In Human.


Pubmed.Http://www.ncbi.nlm.nih.gov
/pubmed/26046774. Diakses 2 januari
2017.

Zolfaghari M, Nikbakht Nasrabadi A, Rozveh A,


Haghani H. (2008) Effect of Open and
Closed System Endotracheal Suction on
Vital Sign of ICU Patient.
Journal of Hayat.

56
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

PENGARUH SUCTION DAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP


PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN YANG
TERPASANG ENDOTRACHEAL TUBE

Dewi Silfiah1, Hariza Pertiwi2, Widanarti Setyaningsih3


1,2,3
Program Studi Keperawatan, Universitas Binawan

Korespondensi: dewi.silfiah@gmail.com

Abstrak
Intensive care unit (ICU) merupakan bagian pelayanan dengan staf khusus dan perlengkapan
khusus ditunjukan untuk pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa. Tindakan suction sering dilakukan pada pasien ICU, tujuannya adalah
meningkatkan saturasi oksigen pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suction dan posisi semi fowler terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
terpasang endotracheal tube di ICU Rumah Sakit OMNI Alam Sutera. Desain penelitian ini
adalah kuantitatif dengan eksperimen dengan pre dan post test, sampel penelitian adalah
seluruh pasien di ruang ICU Rumah Sakit OMNI Alam Sutera pada periode 01 Desember 2019
s.d. 30 Januari 2020 sebanyak 32 orang. Alat penelitian adalah lembar observasi saturasi
oksigen. Analisa data berupa analisa univariat dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan rata-
rata (mean) saturasi oksigen sebelum tindakan sebesar 92,72%, rata-rata (mean) saturasi
oksigen setelah tindakan sebesar 98,44%. Ada pengaruh suction dan posisi semi fowler
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien yang terpasang endotracheal tube di ICU
Rumah Sakit Omni Alam Sutra, dengan nilai p: 0,000 (<0,05). Perawat dapat melakukan
tindakan suction dan pemberian posisi semi fowler pada pasien dengan masalah penyerta
pada system pernafasan, khususnya pasien dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.

Kata Kunci : Saturasi oksigen, suction, semi fowler.

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 57
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan Student
Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

THE EFFECT OF SUCTION AND SEMI FOWLER POSITION

TOWARDS CHANGES OF OXYGEN SATURATION IN


PATIENTS ASSEMBLED WITH ENDOTRACHEAL TUBE

Abstract
The intensive care unit (ICU) is a service unit with special staff and special equipment
designated for patients suffering from life-threatening illnesses, injuries or complications.
Suction action is often performed in ICU patients, the goal is to increase the patient's oxygen
saturation. This study aims to determine the effect of suction and semi-fowler position on
changes in oxygen saturation in patients with endotracheal tubes attached to the ICU of OMNI
Alam Sutera Hospital. The research design was quantitative with pre and post test
experiments, the sample of the study was all 32 patients in the ICU room at OMNI Alam Sutera
Hospital from December, 1st 2019 to January, 30th 2020. The research tool was the oxygen
saturation observation sheet. Data analysis was in the form of univariate and bivariate
analysis. The results showed that the average (mean) oxygen saturation before the treatment
was 92.72%, the average (mean) oxygen saturation after the action was 98.44%. There was
an effect of suction and semi-fowler position on changes in oxygen saturation in patients with
endotracheal tubes attached to the ICU at Omni Alam Sutra Hospital, with p value: 0.000
(<0.05). The nurse can perform suction and semi fowler position to increase oxygen saturation
in patients with airway problems.
Keywords: Oxygen saturation, suction, semi fowler

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 58
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

Menurut NIC NOC (2012), intervensi


PENDAHULUAN
keperawatan yang dapat dilakukan untuk
Intensive care unit (ICU) merupakan suatu mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan
bagian dari Rumah Sakit yang mandiri dibawah jalan nafas akibat penumpukan sputum, darah
direktur pelayanan dengan staf yang khusus dan atau cairan adalah lakukan penghisapan lendir
perlengkapan yang khusus ditunjukan untuk atau tehnik suctioning.
observasi, perawatan dan terapi pasien- Menurut penelitian Septimar & Novita
pasien yang menderita penyakit, cedera atau (2018) tentang pengaruh tindakan penghisapan
penyulit-penyulit yang mengancam nyawa lendir (suction) terhadap perubahan kadar
atau potensial mengancam nyawa
saturasi oksigen pada pasien kritis di ICU,
(Kemenkes RI, 2011). Angka kematian di
terdapat pengaruh tindakan penghisapan lendir
ruang ICU cukup tinggi. Berdasarkan data yang
ada di Amerika Serikat, sekitar satu dari lima terhadap perubahan kadar saturasi oksigen pada
pasien yang meninggal terjadi di ICU dimana pasien, dengan nilai p:0,000 (<0,05). Ratarata
lebih dari 500.000 kematian terjadi tiap tahun saturasi oksigen pasien sebelum dilakukan
(Curtis, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan suction adalah 95,78%, sedangkan rata-rata
oleh Adamski et al. (2015) didapatkan angka saturasi oksigen pasien setelah dilakukan suction
kematian di ICU terendah terdapat di Australia adalah 97,25%.
dan Selandia Baru (9%) dan Scandinavia
(9,1%), angka kematian yang lebih tinggi Menurut Brunner & Suddart (2016) posisi
secara signifikan dilaporkan di Italia (16,9%) dan semi fowler dapat meningkatkan kestabilan
Arab Saudi (20%). Angka kematian paling tinggi frekuensi pernafasan pada pasien. Kondisi ini
di dapat meningkatkan saturasi oksigen pada
Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak pasien. Pada jurnal penelitian Maria, dkk (2019)
menular yang berakhir dengan dirawat di ICU. tentang efektivitas pemberian posisi semi fowler
Kematian karena penyakit tidak menular terus pada kestabilan pernafasan pada pasien asma di
Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 348

meningkat setiap periodenya, pada tahun 1995 Rumah Sakit Martapura, didapatkan bahwa
sebanyak 41,7% kematian disebabkan penyakit posisi semi fowler dapat memberikan kestabilan
tidak menular, tahun 2001 sebanyak 49,9%, dan pada pernafasan pasien, nilai p: 0,000 (<0,05).
tahun 2007 sebanyak 59,5%. (Kemenkes RI,
2008). Menurut Wilkinson dalam NANDA Pada penelitian ini dilakukan tindakan
(2012), masalah keperawatan yang paling sering suction pada pasien yang terpasang endotracheal
ditemui di ruang ICU adalah masalah pada tube, setelah dilakukan suction peneliti
sistem pernafasan. Bahkan masalah pada memberikan posisi semi fowler pada pasien.
pernafasan menjadi pencetus terjadinya Dengan harapan pernafasan pasien membaik,
kematian pada pasien. Salah satu yang paling sehingga dapat meningkatkan saturasi pasien.
sering terjadi pada pasien adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Menurut BAHAN dan METODE
Wilkinson dalam NANDA (2012),
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah Desain penelitian menggunakan eksperimen
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi dengan pre dan post test pada satu kelompok
atau obstruksi dari saluran napas untuk
intervensi dengan menggunakan 32 responden,
mempertahankan bersihan jalan. Penyebab
terjadinya masalah ini sangat bervariasi, seperti: diambil dengan total sampling. Penelitian
adalah sputum, darah, benda asing, dan juga dilaksanakan pada 01 Desember 2019 s.d. 30
penyempitan bronkus pada pasien asma bronkial. Januari 2020, alat penelitian: lembar observasi

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 59
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

intervensi suction. Analisis data yang digunakan Tabel 3. Gambaran distribusi frekuensi
adalah analisis univariate dengan penghitungan saturasi oksigen setelah dilakukan
nilai ratarata, dan analisis data menggunakan tindakan suction dan posisi semi fowler
paired sample T test..
Saturasi O2 Max 100%

Saturasi O2 Min 96%


HASIL Tabel 1. Gambaran distribusi
frekuensi saturasi oksigen sebelum dan Mean Sat. O2 98,44%
setelah dilakukan tindakan suction dan SD 1,105
posisi semi fowler
Total sampel 32
Rata-rata
Tindakan
saturasi (%)

Sebelum 92,72

Setelah 98,44

Total sampel 32

Berdasarkan tabel 1. Didapatkan bahwa rata-


rata saturasi oksigen sebelum dilakukan suction
dan posisi semi fowler adalah 92,72%, setelah
dilakukan suction dan posisi semi fowler adalah
98,44%.

Tabel 2. Gambaran distribusi frekuensi


saturasi oksigen sebelum dilakukan
tindakan suction dan posisi semi fowler

Saturasi O2 Max 96%

Saturasi O2 Min 87%

Mean Sat. O2 92,72%

SD 2,453

Total sampel 32

Berdasarkan tabel 2. Didapatkan saturasi oksigen


tertinggi adalah 96%, saturasi terendah adalah
87%, rata-rata saturasi oksigen sebelum tindakan
adalah 92,72%.

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 60
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

Berdasarkan tabel 3. Didapatkan saturasi oksigen berjalan mendekati nilai 0 (nol), sehingga
tertinggi adalah 100%, saturasi terendah adalah persebaran data dari satu responden ke
96%, rata-rata saturasi oksigen sebelum tindakan responden lain menjadi semakin dekat
adalah 98,44%. (nilainya tidak berjauhan) atau memiliki
nilai cukup homogen. Angka tersebut
Tabel 4. Pengaruh suction dan posisi semi menunjukkan bahwa pemberian tindakan
fowler terhadap perubahan saturasi suction dan posisi semi fowler
oksigen pada pasien memberikan pengaruh yang cukup
signifikan. Hasil tersebut juga dibuktikan
Tindakan Frekuensi Persentase Mean Perbedaan P
dengan uji hipotesis dengan
mean value menggunakan uji Paired sample T test
Sebelum 32 100% 92,72 didapatkan p value: 0,000 (<0,05), yang
berarti terdapat perbedaan saturasi
5,719 0,000
oksigen sebelum dan setelah tindakan
Sesudah 32 100% 98,44 suction dan posisi semi fowler.
Berdasarkan tabel 4. Didapatkan bahwa
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
rata-rata saturasi oksigen sebelum dilakukan
Septimar & Novita (2018) tentang pengaruh
suction dan posisi semi fowler adalah 92,72%,
tindakan penghisapan lendir (suction) terhadap
setelah dilakukan suction dan posisi semi fowler
perubahan kadar saturasi oksigen pada pasien
adalah 98,44%. Perbedaan ratarata saturasi
kritis di ICU.
sebelum dan setelah suction dan posisi semi
fowler adalah 5,719%. Setelah dilakukan uji Didapatkan hasil terdapat pengaruh tindakan
hipotesis dengan menggunakan uji Paired penghisapan lendir terhadap perubahan kadar
sample T test didapatkan p value: 0,000 (<0,05). saturasi oksigen pada pasien, dengan nilai
p:0,000 (<0,05). Rata-rata saturasi oksigen pasien
PEMBAHASAN sebelum dan setelah dilakukan suction
meningkat dari 95,78% menjadi 97,25%.
Pengaruh suction dan posisi semi fowler Menurut Septimar &
terhadap perubahan saturasi oksigen pada
pasien Novita, tindakan suction sangat efektif untuk
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan membersihkan jalan nafas dengan tujuan
peningkatan saturasi oksigen dari 92,72% meningkatkan saturasi oksigen pasien.
menjadi 98,44%. Menurut peneliti, hasil Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
tersebut memberikan bukti bahwa tindakan Nizar & Haryati (2015) tentang pengaruh suction
suction dan posisi semi fowler dapat terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien
meningkatkan saturasi oksigen pada responden. koma di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Berdasarkan penurunan nilai standar deviasi Didapatkan hasil terdapat pengaruh suction
pada keseluruhan responden juga memberikan terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien,
gambaran bahwa sebaran responden dengan nilai p: 0,000 (<0,05). Rata-rata saturasi
menunjukan perubahan saturasi oksigen yang oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
cukup signifikan. Perubahan nilai standar deviasi meningkat dari 89,86% menjadi 91,65%.
tersebut adalah dari 2,453 menjadi 1,105. Hasil Menurut Nizar & Haryati, tindakan suction dapat
standar deviasi tersebut memberikan gambaran meningkatkan saturasi oksigen.
yang cukup jelas bahwa nilai standar deviasi

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 61
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saturasi oksigen pada pasien-pasien tersebut
sebelumnya adalah perlakukan tindakan semi fowler dapat terkontrol.
pada penelitian ini tidak didapatkan pada penelitian
sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya hanya Diklat Rumah Sakit Omni Alam Sutra
dilakukan pemberian tindakan suction, namun tidak
dilakukan tindakan pemberian posisi semi fowler. Hasil Bagian Diklat Rumah Sakit Omni Alam Sutra
pemberian posisi semi fowler mampu meningkatkan hendaknya membuat standar deteksi dini
saturasi oksigen pada pasien. pasien tentang masalah penyerta yang dialami
pasien yang dirawat di ICU, sehingga standar
Keterbatasan sampel dalam penelitian yaitu tersebut dapat digunakan perawat dalam
sampel yang digunakan kurang besar, untuk peneliti melakukan asuhan keperawatan yang
selanjutnya dapat menggunakan sampel dengan dilakukan seperti frekuensi pelaksanaan
kelompok Kontrol. Dengan tujuan bahwa hasil tindakan suction terhadap pasien, dan
pengambilan saturasi oksigen dapat dibandingkan sebagainya.
dengan kelompok control yang tidak dilakukan
tindakan suction. Sehingga cakupan hasil penelitian
ini dapat lebih luas dan terhindar dari bias (kesalahan
intepretasi hasil). Peneliti selanjutnya

Pada penelitian selanjutnya hendaknya


mengembangkan variabel yang lebih luas lagi
9. SIMPULAN dan SARAN Simpulan tentang kecemasan yang berhubungan dengan
tindakan suction pada pasien. Sehingga hasil
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah penelitian tentang fenomena yang lebih luas
dilakukan, peneliti menarik kesimpulan: dapat diketahui.
1. Nilai rata-rata (mean) saturasi oksigen sebelum
tindakan suction dan posisi semi fowler sebesar
92,72%, dengan nilai standar deviasi sebesar UCAPAN TERIMAKASIH
2,453.
2. Nilai rata-rata (mean) saturasi oksigen setelah Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
tindakan suction dan posisi semi fowler sebesar
98,44%, dengan nilai standar deviasi sebesar 1. Bapak Drs. Sofyan Hawadi, MA selaku
1,105. Rektor Universitas Binawan.
3. Ada pengaruh suction dan posisi semi fowler 2. Bapak Dr. Aan Sutandi, S.Kep, Ns, MN
terhadap perubahan saturasi oksigen pada selaku Ketua Program Studi
pasien yang terpasang endotracheal tube di ICU Keperawatan.
Rumah Sakit Omni Alam Sutra, dengan nilai p: 3. Ibu Ns. Handayani, M.Kep.Sp.Mat selaku
0,000 (<0,05). Saran Koordinator Mata Ajar
Introduction of Nursing Research.
Perawat 4. Ibu Ns. Harizza Pertiwi, S.Kep,. MN selaku
pembimbing proposal penelitian.
Perawat dapat melakukan tindakan suction dan
5. Ibu Ns. Widanarti Setyaningsih, S.Kp.,
posisi semi fowler dengan frekuensi lebih sering
MN selaku pembimbing II
terhadap pasien dengan masalah penyerta pada
dalam penyusunan skripsi penelitian
system pernafasan seperti PPOK. Dengan harapan

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 62
Volume 2, Nomor 3, Desember 2020 p-ISSN 2656-5285 Binawan
Student Journal (BSJ) e-ISSN 2715-1824

10. DAFTAR PUSTAKA oksigen pada pasien koma di ruang ICU RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
Brunner & Suddart. (2016). Keperawatan medikal Notoatmodjo, S, (2012). Metodologi
bedah. Edisi 12. JakartaEGC Penelitian Kesehatan .
Jakarta: Rineka Cipta
Curtis J R. (2008). Caring for Patients With Critical Rosjidi & Harum. (2011). Pelayanan ICU Rumah
Illness and Their Families: the Value of the sakit. Jakarta:
Integrated Clinical Team. Jurnal Keperawatan Salemba Medika
Dahlan, S. (2005). Besar Sampel dalam Septimar & Novita (2018) tentang pengaruh
tindakan penghisapan lendir
Penelitian Kedokteran Dan
(suction) terhadap perubahan kadar
Kesehatan. Jakarta: Arkans saturasi oksigen pada pasien kritis di
Dahlan, S. (2008). Statistik untuk ICU.
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Smeltzer & Beare. (2012). Buku ajar
Medika
keperawatan medikal bedah brunner &
Depkes RI. (2009). Pedoman Perawatan
suddart Edisi 8. Jakarta: EGC
ICU Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI
Standar prosedur operasional
Elly. (2010). Pengantar kegawatdaruratan di intensive tindakan Endotracheal tube
care unit. Jakarta: Salemba medika Rumah Sakit Omni tahun 2016
Standar prosedur operasional
Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Pengantar Konsep Dasar tindakan suctioning Rumah Sakit
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Omni tahun
Medika.
2014
Kemenkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Depkes RI Sugiyono. (2012). Metode penelitian pendidikan
pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R
Kemenkes RI. (2011). Pedoman & D. Bandung: Alfabeta
Penyelenggaraan Pelayanan HCU dan ICU
Tarwoto, Wartonah. (2012). Kebutuhan Dasar
di Rumah Sakit
manusia dan Proses Keperawatan.
Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2009). Buku Ajar Jakarta: Salemba Medika.
Fondamental Keperawata: Konsep,
Wilkinson. (2012). NANDA
Proses & Praktik, Volume: 1, Edisi: 7.
Diagnosa keperawatan: definisi
Jakarta: EGC
dan klasifikasi.
Latief. (2007). Petunjuk Praktis
Jakarta: EGC
Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI

Lynn, D. (2011). AACN procedure manual for critical


care 6th edition. St Louis Missouri: Elsevier
saunders.

Nizar & Haryati (2015) tentang pengaruh suction


terhadap kadar saturasi

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 63
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Journal of Telenursing (JOTING) Volume 1, Nomor 1,


Juni 2019 e-ISSN : 2684-8988 p-ISSN : 2684-8996 This study aims to identify the effect of 1 minute
hyperoxygenation on the suctioning process on
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.493 oxygen saturation of patients with mechanical
ventilators. Quasi experimental research design
pre-post test with control group design. The
results showed oxygen I saturation before median
PERBANDINGAN hyperoxygenation 97 min 95-99, after median
hyperoxygenation 99 min 98-100 with p value
PEMBERIAN HIPEROKSIGENASI SATU 0.05. While in the intervention group II before
MENIT DAB DUA MENIT PADA PROSES median hyperoxygenation 97 min 95-100, after
SUCTION TERHADAP SATURASI median hyperoxygenation 99 min 95-100, with p
OKSIGEN value 0.05. In conclusions there were significant
differences in oxygen saturation before and after
1 minute hyperoxygenation administration.
PASIEN TERPASANG VENTILATOR
Keywords: Hyperoxygenation, Suction Process,
Teti Hayati¹, Busjra M Nur², Fitrian Rayasari³, Yani Oxygen Saturation, Ventilator
Sofiani4, Diana Irawati5
Akademi Perawat RSPAD Gatot soebroto¹
Universitas Muhammadiyah PENDAHULUAN
2,3,4,5
Jakarta
tetihayati102@gmail.com1 Insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) pada The AmericanEuropean Consensus
ABSTRAK on ARDS tahun 2010 menemukan antara 12,6-
28,0 kasus/100.000 penduduk/tahun serta
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya dilaporkan sekitar 40% terjadi kematian akibat
pengaruh pemberian hiperoksigenasi 1 menit pada gagal napas. Insidensi gagal napas akut pada
proses suctioning terhadap saturasi oksigen pasien dewasa dari hasil studi di negara Jerman dan
dengan ventilator mekanik. Desain penelitian quasi Swedia melaporkan bahwa 77,6-88,6
eksperimen pre-post test dengan control group design. kasus/100.000 penduduk/tahun. Data dari
Hasil penelitian menunjukkan saturasi oksigen Kementerian Kesehatan RI, 2012 yang terfatal
intervensi I sebelum hiperoksigenasi median 97 min- menyebabkan kematian berdasarkan data
mak 95-99, setelah dilakukan hiperoksigenasi median peringkat 10
99 min-mak 98-100 dengan p value 0,05. Sedangkan
pada kelompok intervensi II sebelum hiperoksigenasi Penyakit Tidak Menular (PTM) pada tahun 2010,
median 97 min-mak 95-100, setelah hiperoksigenasi Case Fatality Rate (CFR) angka kejadian gagal
median 99 min-mak 95-100, dengan p value 0,05. napas pada pasien rawat inap dirumah sakit yaitu
Simpulan, terdapat perbedaan saturasi oksigen yang sebesar 20,98 % menempati peringkat kedua.
signifikan sebelum dan setelah pemberian
Berdasarkan data dari buku registrasi pasien di
hiperoksigenasi 1 menit.
ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad dari bulan
Kata Kunci : Hiperoksigenasi, Proses Suction, Saturasi Januari sampai dengan bulan Desember 2017
Oksigen, Ventilator banyaknya pasien di ruang ICU berjumlah 2.277
pasien dan sebanyak 807 pasien (35,44 %)
mengalami kejadian gagal napas. Bila dirata-
ABSTRACT

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 64
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

ratakan perbulannya adalah 189-190 pasien yang terpasang ETT mempunyai respon tubuh yang
dirawat di ICU. Yang mengalami kejadian gagal napas sangat lemah untuk batuk, dengan demikian
sebanyak 67-68 pasien/bulan dan pasien yang tindakan suction sangat diperlukan (Nurachmah
meninggal sebanyak 29-30 pasien/bulan (ICU RSPAD & Sudarsono, 2010).
Gatot Soebroto, 2018).
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu ruangan untuk ETT, sangatlah perlu adanya pemantauan
merawat pasien dirumah sakit yang mempunyai staf saturasi oksigen, karena saat tindakan suction
dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk bukan hanya sekret yang terhisap, tetapi oksigen
pengelolahan pasien yang mengalami komplikasi yang juga terhisap. Selain itu saturasi oksigen pada
mengancam jiwa, penyakit, atau trauma. Perlengkapan tindakan suction dipengaruhi oleh banyaknya
peralatan di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai hiperoksigenasi yang diberikan, tekanan suction
standar meliputi alat untuk membantu usaha bernafas yang sesuai usia, dan besar diameter kanule. Bila
melalui Endotrakeal Tube (ETT) yang tersambung hal tersebut tidak atau kurang diperhatikan maka
dengan ventilasi mekanik. Indikasi dari pemasangan akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dari
alat ventilasi mekanik salah satunya adalah gagal nafas suction pada pasien yang terpasang ventilasi
(Musliha, 2010). Dikatakan gagal napas bilamana mekanik adalah terjadinya hipoksia yang ditandai
pertukaran oksigen atau O2 terhadap karbondioksida dengan penurunan saturasi oksigen atau
atau CO2 didalam organ paru – paru tidak dapat desaturasi (Kozier & Erb, 2012). Menurut Wiyoto
memelihara laju O2 dan CO2 didalam sel-sel tubuh (2010) apabila suplai oksigen dalam waktu 4
manusia. Sehingga peningkatan tekanan CO2 lebih menit tidak terpenuhi untuk suplai keotak maka
besar dari 45 mmHg atau hiperkapnia dan tekanan O1 otak terjadi kerusakan yang permanen, karena
2 arteri kurang dari 50 mmHg atau hipoksemia. itu perlu dilakukan hiperoksigenasi sebelum
dilakukan suction. Upaya untuk
Endotracheal Tube (ETT) merupakan konektor yang
mempertahankan saturasi oksigen setelah
digunakan untuk ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik
dilakukan suction adalah dengan melakukan
yang digunakan adalah ventilasi mekanik invasif. ETT
hiperoksigenasi pada setiap tindakan suction.
yang telah terpasang memerlukan perhatian khusus
dalam menjaga kebersihan dari akumulasi sekret, Hiperoksigenasi adalah pemberian oksigen
sehingga patensi jalan nafas menjadi tetap terjaga. konsentrasi tinggi (100%) yang bertujuan untuk
Untuk menjaga kepatenan jalan nafas akibat menghindari hipoksemi akibat suction (Kozier &
penumpukan sekresi tersebut, tindakan yang dilakukan Erb, 2012). Teknik yang terbaik didalam
adalah penghisapan lendir (suctioning). Melakukan menghindari hipoksemia yang diakibatkan
tindakan suction yaitu dengan cara selang kateter tindakan suction adalah dengan hiperoksigenasi.
suction dimasukkan melalui hidung, mulut pada ETT Dengan demikian pada semua prosedur suction,
(Nurachmah & Sudarsono, 2010). Tindakan suction tindakan hiperoksigenasi harus dilaksanakan
dilakukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret (Kozier & Erb, 2012). Penelitian yang dilakukan
atau sputum dan juga untuk menghindari dari infeksi G.M. Superdana dan Sumara tahun 2015 diruang
jalan nafas (Price & Wilson, 2012). ICU Rumah Sakit Husada Utama Surabaya yang
berjudul efektifitas hiperoksigenasi pada proses
Selain untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas,
suctioning terhadap saturasi oksigen pasien
tindakan suction sangat diperlukan, karena pada pasien
dengan ventilator mekanik, menyimpulkan
terpasang ventilasi mekanik terjadi kontaminasi
hiperoksigenasi efektif pada proses suctioning
mikroba dijalan nafas dan berkembangnya Ventilator
terhadap saturasi oksigen pasien dengan
Assosiated Pnemonia (VAP) (Kozier & Erb, 2012).
ventilator mekanik, dengan P< 0,005.
Terjadinya VAP dikarenakan secara umum pasien yang

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 65
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012) di ICU Apabila suplai oksigen dalam waktu 4 menit tidak
menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang dilakukan terpenuhi untuk suplai keotak maka otak terjadi
satu menit selama suction menyebabkan perbaikan kerusakan yang permanen dan sangat
dan pencegahan hipoksia yang disebabkan prosedur mengancam jiwa. Oleh karena itu perawat perlu
suction. Menurut Hudak & Gallo (2013) mengatakan melakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan
komplikasi dari pemberian oksigen adalah : membrane tindakan suction. Pemberian hiper oksigenasi di
mukosa menjadi kering, epistaksis, atau infeksi pada ruang ICU RSPAD pada SOP pemberian
lubang hidung. Bila dalam waktu lama dapat hiperoksigenasi pre suction diberikan 2 menit,
menyebabkan toksisitas yang tinggi (dapat dilihat pada pengisapan suction selama 15 detik. Oleh karena
kasus cedera paru akut atau sindrom pada gawat nafas itulah, rumusan masalah yang dapat diangkat
akut), atelectasis absorbtif. adalah bagaimana perbandingan pemberian
hiperoksigenasi satu menit dan dua menit pada
Hasil wawancara dengan penanggung jawab diklat ICU
proses suctioning terhadap saturasi oksigen
RSPAD menyampaikan pada Standar Operating
pasien dengan ventilasi mekanik di Intensive Care
Prosedure (SOP) suctioning di ICU RSPAD pemberian
Unit RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
hiperoksigenasi pre suction sebanyak 2 menit dan
hiperoksigenasi diberikan lagi 2 menit bila
saturasioksigen post suction <95%. Untuk tindakan
suction dilakukan selama 15 detik. Hal ini tidak tepat
karena pemberian hiperoksigenasi maksimal diberikan METODE PENELITIAN
2 menit pada prosedur suction. Untuk tindakan suction
harusnya dilakukan maksimal 10 detik, karena bila Penelitian ini adalah desain penelitian kuantitatif
lebih dari 10 detik beresiko terjadi hipoksia (Kozier & dengan menggunakan metode quasi eksperimen,
Erb, 2012). Pemberian hiperoksigenasi menurut menggunakan tehnik consecutive sampling
peneliti yang efisien dan tidak terjadi hipoksia adalah menggunakan rancangan pre test dan post test
hiperoksigenasi diberikan 30 detik pre suction, suction dimana kelompok A disebut kelompok intervensi
10 detik hiperoksigenasi 30 detik. Berdasarkan data- I yang memperoleh hiperoksigenasi 1 menit,
data tersebut peneliti ingin melihat perbandingan sedangkan kelompok B disebut sebagai
pemberian hiperoksigenasi satu menit dan dua menit kelompok intervensi II dengan pemberian
pada tindakan suctioning terhadap saturasi oksigen hiperoksigenasi sesuai yang dilakukan diruang
pasien dengan ventilasi mekanik di Intensive Care Unit ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
RSPAD Gatot Soebroto Puskesad.
Jumlah sampel untuk setiap kelompok intervensi
Dalam Saskatoon Health regional Authority (2010) sebanyak 17 sampel. Jadi seluruh jumlah sampel
mengatakan bahwa komplikasi yang muncul dari pada penelitian ini adalah sebanyak 34 orang
tindakan penghisapan sekret salah satunya adalah responden. Tempat penelitian dilakukan di
hipoksemia atau hipoksia. Penelitian yang dilakukan diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad,
oleh Wijaya (2015) berjudul Perubahan Saturasi dilaksanakan pada tanggal 16 Mei sampai dengan
Oksigen Pada Pasien Kritis Yang Dilakukan Tindakan 02 Juli 2018.
Suction Endotracheal Tube di ICU RSUD DR. Moewardi
Surakarta dengan kesimpulan tindakan suction pada
pasien yang terpasang endotracheal tube dapat
menyebabkan penurunan saturasi oksigen antara 4-10
%.

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 66
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Alat Pengumpulan Data Pengukuran Saturasi Hiperoksigenasi Intervensi I


Oksigen
Tindakan hiperoksigenasi pada intervensi I
Untuk hasil pengukuran saturasi Oksigen akan menggunakan modus Syncronized Intermitten
dicantumkan pada lembar observasi (Formulir Mandatory Ventilator (IMV/SIMV) dengan
Observasi). Saturasi Oksigen merupakan suatu alat suctionsystem terbuka, caranya adalah:
yang berfungsi untuk mengetahui kadar oksigen di sebelumnya mengidentifikasi nilai saturasi
dalam darah, dapat diukur menggunakan oksimetri oksigen, hiperoksigenasi dengan cara
nadi. Cara kerja oksimetri nadi dengan melakukan meningkatkan aliran oksigen 100% pada
pengukuran diferensial berdasarkan metode observasi kompresor dengan menekan tombol ventilator.
spektofotometri yang menggunakan hukum beer- Hiperoksigenasi pre suction diberikan 30 detik,
Lambert. Probe oksimetri terdiri dari dua diode dilakukan suction 10 detik, kemudian kembali ke
pemancar cahaya light emitting Diode (LED) satu pemberian ventilator semula, diberikan
merah dan yang lainnya infra merah yang hiperoksigenasi kembali 30 detik (jeda antara
mentransmisikan cahaya melalui kuku jari, vena, darah suction lamanya 2 menit). Saturasi oksigen
arteri melalui foto detektor yang diletakkan didepan diidentifikasi sebelum hiperoksidenasi dan
LED. LED pada foto detektor melewati bagian tubuh setelah hiperoksigenasi 1 menit. Alat ventilator
pasien mengirimkan cahaya infra merah sehingga ini dikalibrasi setiap tahun sekali, namun bila ada
dapat menembus jaringan tubuh, kemudian sinyal error akan langsung diperbaiki. Kalibrasi terakhir
singkat saturasi oksigen akan dideteksi oleh dilakukan bulan Maret tahun 2018 dengan lebel
fotoreceptor sehingga prosentase saturasi oksigen dan dikalibrasi Maret 2018 digantung pada mesin
denyut nadi dapat ditampilkan. ventilator.
Alat oksimetri nadi yang digunakan adalah alat
oksimetri nadi yang sudah tersambung pada alat
monitor dimasing-masing tempat tidur pasien Intervensi II
dipasang pada ibu jari kanan tetapi bila tidak
memungkinkan dipasang pada pada ibu jari kiri. Tindakan hiperoksigenasi pada intervensi II
Pengukuran saturasi oksigen dilakukan sebelum menggunakan modus Syncronized Intermitten
hiperoksigenasi dan setelah 1menit hiperoksigenasi. Mandatory Ventilator (IMV/SIMV) dengan
Alat oksimetri nadi ini dikalibrasi satu tahun sekali, suctionsystem terbuka, caranya adalah:
namun bila ada kerusakan atau error akan langsung sebelumnya mengidentifikasi nilai saturasi
diperbaiki. Kalibrasi terakhir dilakukan bulan Maret oksigen, hiperoksigenasi dengan cara
tahun 2018. Oksimetri Nadi digunakan untuk meningkatkan aliran oksigen 100% pada
mengukur kadar saturasi oksigen, hasil pengukuran kompresor dengan menekan tombol ventilator.
dibaca pada layar monitor alat dengan waktu 3 detik. Hiperoksigenasipre suction diberikan 2 menit,
Hasil ukur dinyatakan dalam %, data dideskripsikand dilakukan suction 15 detik, kemudian kembali ke
alam bentuk numerik yang dinyatakan dengan pemberian ventilator semula, saturasi oksigen
penghitungan nilai mean, nilai median, dan simpangan diidentifikasi. Alat ventilator ini dikalibrasi setiap
baku, serta nilai minimal dan maksimal dan 95% tahun sekali, namun bila ada error akan langsung
confident interval mean. diperbaiki. Kalibrasi terakhir dilakukan bulan
Maret tahun 2018 dengan lebel dikalibrasi Maret
2018 digantung pada mesin ventilator.

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 67
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Alat Suction sebelumnya mengidentifikasi nilai saturasi


oksigen, selanjutnya melakukan hiperoksigenasi
Alat suction yang digunakan adalah alat suction yang dengan cara meningkatkan aliran oksigen 100%
sudah menempel pada dinding tempat tidur pasien pada kompresor dengan menekan tombol
menggunakan sistem terbuka. Perawat melepas ventilator. Hiperoksigenasi pre suction diberikan
ventilator dan melakukan suction memasang kembali 2 menit, dilakukan suction 15 detik, selanjutnya
ventilator dan membuang kateter penghisap. Pada melihat ke nilai saturasi oksigen.
pelaksanaan suction, harus selalu diingat untuk
memperhatikan besarnya ukuran dan tekanan saction
sesuai usia. Alat suction ini dikalibrasi setiap tahun
sekali, namun bila ada error akan langsung diperbaiki.
Kalibrasi terakhir dilakukan bulan Maret tahun 2018
dengan lebel dikalibrasi Maret 2018 digantung pada
mesin ventilator.
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat
Karakteristik Responden

Prosedur Pengumpulan Data


Tabel. 1
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik
dilakukan menggunakan cara dengan melakukan Responden pada Pasien Terpasang Ventilator (n =
pemeriksaan saturasi oksigen terhadap responden. 34)
Caranya dengan membagi responden menjadi
kelompok intervensi I dan kelompok Intervensi II. Variabel Intervensi I
n %
Kedua kelompok dilakukan pemeriksaan awal yaitu Usia
pemeriksaan saturasi oksigen. Kelompok intervensi I 18-50 tahun 5 29,4
tahap selanjutnya dilakukan intervensi dengan >51 tahun 12 70,6
tindakan penelitian menggunakan modus Syncronized Jenis Kelamin
Intermitten Mandatory Ventilator (IMV/SIMV) dengan Laki 12 70,6
suction system terbuka, caranya adalah: sebelumnya Perempuan 5 29,4
mengidentifikasi nilai saturasi oksigen, selanjutnya Pekerjaan Wiraswasta
melakukan hiperoksigenasi dengan cara meningkatkan 10 58,8
aliran oksigen 100 % pada kompresor dengan menekan ABRI/PNS 5 29,4
tombol ventilator. Hiperoksigenasi pre suction Purnawirawan/pensiun 2 11,8
diberikan 30 detik, kemudian dilakukan suction 10 Kadar Hb
detik, kembali ke pemberian ventilator semula, Normal 3 17,6
selanjutnya hiperoksigenasi kembali 30 detik (jeda Anemia 14 82,4
antara suction lamanya 2 menit). Saturasi oksigen Nadi Perifer Pre Normal 3 17,6
diidentifikasi sebelum hiperoksidenasi, dan setelah
Tidak Normal 14 82,4
hiperoksigenasi 1 menit. Nadi Perifer Post Suction Normal
Sedangkan pada kelompok intervensi II mencatat nilai 8 47,1
saturasi oksigen setelah tindakan suction yang Tidak Normal 9 52,9
dilakukan sesuai kebiasaan ruangan tersebut, yaitu

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 68
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa usia


terbanyak pada kelompok intervensi I yaitu usia >51 Tabel. 2
tahun sejumlah 12 orang (70,6%) dan usia 18-50 tahun Rata – Rata Nilai Saturasi Oksigen
sejumlah 5 orang (29,4%). Sedangkan pada kelompok Sebelum dan Setelah Pemberian
intervensi II usia terbanyak pada rentang >51 tahun Hiperoksigenasi pada Kelompok
Intervensi I dan Intervensi II
sejumlah 12 orang (70,6%) dan usia 18-50 tahun
(n=34)
sejumlah 5 orang (29,4%). Hal ini dapat disimpulkan
bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini
Kelompok Mean SD Min-M
adalah responden dengan usia >51 tahun. Sedangkan
Intervensi I
menurut jenis kelamin terbanyak pada kelompok Sebelum 97,06 0,97 95-99
intervensi I yaitu laki-laki sejumlah 12 orang (70,6%)
Setelah 98,88 0,78 98-100
dan perempuan sejumlah 5 orang (29,4%). Sedangkan
Intervensi II
pada kelompok intervensi II jenis kelamin lakilaki
Sebelum 97,65 1,32 95-100
sejumlah 8 orang (47,1%) dan perempuan sejumlah 9
Setelah 98,59 0,79 97-100
orang (52,9%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
responden terbanyak dalam penelitian ini adalah
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa rata-
responden dengan jenis kelamin laki-laki. Pekerjaan
rata saturasi oksigen pada kelompok intervensi I
terbanyak pada kelompok intervensi I yaitu wiraswasta
sebelum hiperoksigenasi yaitu 97,06 dengan
sejumlah 10 orang (58,8%) Sedangkan pada kelompok
standar deviasi 0,97 dan setelah pemberian
II pekerjaan terbanyak yaitu wiraswasta sejumlah 11
hiperoksigenasi 1 menit rata-rata saturasi
orang (64,7%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
oksigen 98,88 dengan standar deviasi 0,78.
responden terbanyak dalam penelitian ini adalah
Sedangkan pada kelompok intervensi II rata-rata
responden dengan jenis kelamin laki-laki.
saturasi oksigen sebelum hiperoksigenasi yaitu
Kategori anemia pada kelompok intervensi I sejumlah 97,65 dengan standar deviasi 1,32 dan setelah
14 orang (82,4%) dan kategori tidak anemia sejumlah 3 pemberian hiperoksigenasi rata-rata saturasi
orang (17,6%). Sedangkan pada kelompok intervensi II oksigen yaitu 98,59 dengan standar deviasi 0,79.
kategori anemia sejumlah 16 orang (94,1%) dan Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
kategori tidak anemia sejumlah 1 orang (5,9%). Hal ini peningkatan saturasi oksigen sebelum dan
menyimpulkan bahwa responden terbanyak dalam setelah pemberian hiperoksigenasi pada proses
penelitian ini adalah responden dengan kategori suction pada kelompok intervensi I dan intervensi
anemia. Nadi perifer responden tidak normal sebelum II.
intervensi I sejumlah 14 orang (82,4%) dan nadi perifer
normal sejumlah 3 orang (17,6%). Setelah intervensi
nadi perifer responden tidak normal 9 orang (52,9%)
dan nadi perifer normal sejumlah 8 orang (47,1%). Analisis Bivariat
Sedangkan pada kelompok intervensi II nadi perifer
responden tidak normal sejumlah 9 orang (52,9%) dan Tabel. 3
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen dengan Pemberian Hip
nadi perifer responden normal 8 orang (47,1%).
Kelompok Intervensi dan Kontrol (n=34)
Setelah dilakukan ontervensi nadi perifer responden
tidak mengalami perubahan dari sebelumnya. Hal ini
Variabel n CI
dapat di simpulkan nadi perifer responden pada
Intervensi I
kelompok intervensi I mengalami perubahan kearah
Sebelum 17 96,5
normal. Sedangkan pada kelompok intervensi II
Setelah 17 98,4
sebelum dan sesudah tidak mengalami perubahan.

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 69
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Selisish 1,50-2,15
Variabel NP Post P
intervensi I value
Intervensi II Pre Normal Tidak
Sebelum 17 96,97-98,33 0,009 Normal
Setelah 17 98,18-99,00
Intervensi Normal 2 (66,7%) 1 0,125
I Tidak 6 (42,9%) (33,3%)
Selisih 0,38-1,50
Normal 8
(57,1%)
Intervensi Normal 8 0 1,000
Berdasarkan tabel 3 perbandingan pemberian
II Tidak (50,0%) (0,0%)
hiperoksigenasi sebelum dan setelah hiperoksigenasi 1
Normal 0 9
menit pada kelompok intervensi I. Terdapat 17 (0,0%) (50,0%)
responden dengan hasil peningkatan saturasi oksigen
setelah diberikan hiperoksigenasi. Terlihat median Berdasarkan tabel 4 menunjukan nadi perifer
saturasi oksigen kelompok intervensi I sebelum pada kelompok intervensi I, sebelum
pemberian hiperoksigenasi yaitu 97 dengan mi-mak hiperoksigenasi terdapat 3 orang nadi perifer
95-100 dan setelah diberikan hiperoksigenasi 1 menit normal, 14 orang nadi perifer tidak normal.
median 99 dengan min-mak 98-100. Selisih saturasi Setelah dilakukan pemberian hiperoksigenasi 1
oksigen pada kelompok intervensi yaitu dengan menit nadi perifer responden normal sebanyak 8
median 2 min-mak 1-3. Hasil uji statistik diperoleh p orang dan tidak normal 9 orang. Hasil uji statistik
value 0,000* yang artinya terdapat berbedaan yang diperoleh p value 0,125 yang artinya tidak ada
bermakna peningkatan nilai saturasi oksigen sebelum perbedaan yang bermakna antara nadi perifer
dan sesudah diberikan hiperoksigenasi 1 menit pada sebelum dan setelah pemberian hiperoksigenasi
kelompok intervensi I. Sedangkan kelompok intervensi 1 menit pada kelompok intervensi I. Sedangkan
II dengan pemberian hiperoksigenasi terdapat 2 pada kelompok intervensi II sebulum dilakukan
responden dengan penurunan saturasi oksigen, 1 intervensi sebanyak 8 orang nadi perifer normal
responden dengan saturasi oksigen tetap dan 14 dan 9 orang nadi perifer tidak normal, setelah
responden dengan peningkatan saturasi oksigen. dilakukan pemberian hiperoksigenasi nadi perifer
Terlihat median saturasi oksigen sebelum dilakukan normal sebanyak 8 orang dan tidak normal 9
intervensi 97 dengan min-mak 95-100 dan setelah orang. Hasil uji statistik diperoleh p value 1,000
dilakukan intervensi sebesar 99 dengan min-maks 95- yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna
100. Selisih saturasi oksigen pada kelompok intervensi antara nadi perifer sebelum dan setelah
II yaitu dengan median 1 min-mak -2-2. Hasil uji pemberian hiperoksigenasi pada kelompok
statistic didapatkan nilai p = 0,009* (<0,05 ) yang intervensi II.
berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara
saturasi oksigen sebelum dan setelah diberikan
hiperoksigenasi I pada kelompok intervensi II. Tabel. 5
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Sesudah Hiperok
Kontrol (n = 34)
Tabel. 4
Perbedaan Nadi Perifer Sebelum dan Sesudah hiperoksigenasi
Setelah Pemberian Hiperoksigenasi intervensi I
pada Proses Suction pada Kelompok Sesudah Hiperoksigenasi r = 0,210 inervensi II p=
Intervensi I dan Intervensi II (n=34) n = 34

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 70
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan tidak ada perbedaan berbeda yaitu pada kelompok intervensi I
yang bermakna antara kelompok intervensi I (dengan sebagian besar responden dengan jenis kelamin
pemberian hipeorksigenasi 1 menit) dan kelompok laki-laki 12 orang (70,6%) dari 17 responden.
intervensi II (dengan pemberian hiperoksigenasi 2 Pada kelompok intervensi II sebagian besar
menit) dengan p value 0,418 dengan r 0,21. responden dengan jenis kelamin perempuan 9
orang (52,9%) dari 17 responden. Menurut Kozier
PEMBAHASAN Karakteristik Responden & Erb (2012) teori jenis kelamin dikaitkan dengan
kondisi pembuluh darah. Factor resiko
Hasil penelitian usia menunjukkan bahwa sebagian berkurangnya suplai oksigen yang disebabkan
besar responden pada kedua kelompok intervensi I dan oleh perokok yang banyak dilakukan oleh jenis
II adalah responden dengan usia > 51 tahun sejumlah kelamin laki-laki. Akibat rokok dapat
24 responden dari 34 responden. Pada kelompok menyebabkan penyakit jantung coroner akibat
intervensi I sejumlah 12 orang (70,6%) dan kelompok dari arteresklerosis.
intervensi II 12 orang (70,6%). Hasil penelitian berdasarkan pekerjaan
Menurut Kozier & Erb (2012) Faktor-faktor yang menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi I
mempengaruhi fungsi pernafasan adalah usia; maupun kelompok intervensi II didapatkan
perubahan yang terjadi karena penuaan pasien yang dilakukan tindakan suction pada
mempengaruhi sistim pernafasan seringkali akibat pasien terpasang ventilator mayoritas pekerjaan
adanya infeksi, emosional atau stress fisik, tindakan responden adalah wiraswasta sebanyak 21 orang
pembedahan, tindakan anesthesia, atau karena dari 34 responden. kelompok intervensi I
prosedur lainnya. Perubahan karena penuaan sebanyak 10 orang (58,8%) dan kelompok
menyebabkan dinding dada dan juga jalan nafas intervensi IIsebanyak 11 orang ( 64,7 %).
menjadi kaku dan kurang elastic, jumlah pertukaran Responden dari penelitian ini banyak
udara menjadi menurun, reflek batuk dan kerja silia terdiagnosis karena pneumonia. Pekerjaan
menjadi lebih berkurang, membrane pada mukosa responden terbanyak adalah wiraswasta, hal ini
menjadi lebih kering dan juga lebih rapuh, terjadi berkaitan dengan nutrisi yang kurang sehingga
penurunan kekuatan otot dan daya tahan tubuh, menyebabkan terjadinya penurunan imunitas
bilamana terjadi osteoporosis maka keadekuatan (Hudak & Gallo, 2013). Hasil penelitian nilai HB
ekspansi pada paru dapat menurun, terjadi penurunan menunjukkan bahwa sebagian besar responden
efisiensi sistim imunitas, dan karena penyakit refluks pada kedua kelompok dengan kategori anemia
gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia atau sejumlah 30 orang dari 34 responden dengan
akibat penuaan dan meningkatkan kejadian aspirasi intervensi I 14 orang (82,4%) dan kelompok
dimana aspirasi lambung seringkali menyebabkan intervensi II 16 orang (94,1%).
bronkopasme dengan menimbulkan respons imflamasi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat Setelah difusi dan ventilasi dari proses
menyimpulkan bahwa usia sangat mempengaruhi pernafasan melibatkan transport gas pernafasan,
fungsi paru, ini dikerenakan dengan meningkatya usia yaitu oksigen perlu di antar dari paru-paru ke
kapasitas dinding paru dan juga jalan nafas menjadi jaringan, dan begitu pula dengan karbondioksida
kaku dan kurang elastis, membrane mukosa menjadi harus diantar dari jaringan tubuh kembali
kering dan rapuh. keparu-paru. Normalnya oksigen kisaran 97 %
berikatan dengan hemoglobin didalam sel darah
Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin merah dan dibawa menuju kejaringan sebagai
menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi I oksihemoglobin. Berbagai faktor yang
maupun kelompok intervensi II didapatkan hasil yang mempengaruhi kecepatan transport oksigen dari

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 71
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

paru kejaringan adalah curah jantung, jumlah eritrosit diperoleh p value 0,000* dan 0,009 yang artinya
dan hematokrit darah, serta olahraga dan latihan terdapat perbedaan yang bermakna terhadap
(Kozier & Erb, 2012). Setiap kondisi patologis yang nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
mengurangi curah jantung seperti misalnya kerusakan pemberian hiperoksigenasipada kedua
otot jantung, kehilangan darah, atau pengumpulan kelompok. Berdasarkan hasil analisis pada tabel
darah dipembuluh darah perifer dapat mengurangi 5.7 menunjukan tidak ada perbedaan yang
jumlah oksigen yang dihantarkan kejaringan. Pada pria bermakna antara kelompok intervensi I (dengan
jumlah eritrosit yang beredar normalnya kisaran 5 juta pemberian hiperoksigenasi 1 menit) dan
permili meter kubik darah, hematokrit berkisar 40 kelompok intervensi II (dengan pemberian
sampai dengan 54 %. Sedangkan pada wanita berkisar hiperoksigenasi 2 menit). dengan p value 0,418
4,5 juta permili meter kubik darah, hematokrit berkisar dengan r 0,210. Artinya sama pemberian
37 sampai dengan 48 %. Bila hematokrit ada hiperoksigenasi 1 menit dengan 2 menit.
peningkatan yang berlebihan maka akan terjadi
Penelitian yang dilakukan Moraveji et al., (2012)
vikositas pada darah, mengurangi curah jantung dan
di ICU menunjukkan bahwa hiperoksigenasi yang
secara otomatis mengurangi transport oksigen (Kozier
dilakukan satu menit selama suction
& Erb, 2012).
menyebabkan perbaikan dan pencegahan
Hasil penelitian nadi perifer menunjukkan bahwa hipoksia yang disebabkan prosedur suction.
sebelum intervensi sebagian besar responden pada Menurut Hudak & Gallo (2013) mengatakan
kedua kelompok dengan nilai nadi perifer tidak normal komplikasi dari pemberian oksigen adalah :
(<60 dan >100 x/menit) sebanyak 23 orang dari 34 membrane mukosa menjadi kering, epistaksis,
responden. Responden dengan nadi perifer tidak atau infeksi pada lubang hidung. Bila dalam
normal (<60 dan >100 x/menit) pada kelompok waktu lama dapat menyebabkan toksisitas yang
intervensi I 14 orang (82,4%). Pada kelompok tinggi (dapat dilihat pada kasus cedera paru akut
intervensi II nadi perifer tidak normal (<60 dan >100 atau sindrom pada gawat nafas akut), atelectasis
x/menit) 9 orang (52,9%). Sedangkan setelah intervensi absorbtif.
nadi perifer tidak normal (<60 dan >100 x/menit)
Menurut Hudak & Gallo (2013) pemberian
sebanyak 18 orang (2 kelompok) dari 34 responden.
hiperoksigenasi yang berlebihan mempunyai
Responden dengan nadi perifer tidak normal (<60 dan
efek samping. Bila dalam waktu lama dapat
>100 x/menit) pada kelompok intervensi I 9 orang
menyebabkan toksisitas yang tinggi (dapat dilihat
(52,9%) kelompok intervensi II nadi perifer tidak
pada kasus cedera paru akut atau sindrom pada
normal (<60 dan >100 x/menit) 9 orang (52,9%).
gawat nafas akut), atelectasis absorbtif. Selain itu
dapat terjadi narcosis karbondioksida dengan
manifestasi perubahan status mental, konfusi,
Evaluasi Spo2 pada Kelompok Intervensi I dan sakit kepala, dan somnolen. Pemberian
Intervensi II hiperoksigenasi maksimal diberikan selama 2
menit pada tindakan suction.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sejumlah 17 orang Saturasi oksigen adalah nilai rasio jumlah O2
respoden terjadi peningkatan nilai saturasi oksigen terikat pada hemoglobin pada kemampuan
setelah hiperoksigenasi 1 menit pada kelompok seluruh hemoglobin dapat berikatan dengan O2
intervensi I. Sedangkan pada kelompok intervensi II (Hudak & Gallo, 2013). nilai dari saturasi oksigen
terdapat 14 orang peningkatan saturasi oksigen, 2 normalnya berkisar 95 sampai dengan 100 %
orang penurunan saturuasi oksigen dan 1 orang tetap (walaupun pengukuran yang lebih rendah
pada pemberian Hiperoksigenasi. Hasil uji staitistik mungkin normal pada beberapa pasien, misalnya

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 72
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

pada pasien PPOK (Fox, 2002). Saturasi oksigen dapat Hiperoksigenasi harus dilakukan pada setiap
diukur dengan metode invasive maupun non invasive. tindakan suctioning dengan cara meningkatkan
Pengukuran dengan metode invasive menggunakan aliran oksigen 100 % melalui ventilator mekanik.
analisa gas darah. Adapun pengukuran metode non Hiperoksigenasi merupakan tehnik yang terbaik
invasive menggunakan oksimetri nadi (Kozier & Erb, harus dilakukan untuk meningkatkan nilai
2012). saturasi oksigen pada setiap prosedur suction
(Kozier & Erb, 2012).
Pada saat akan melakukan tindakan suction pada ETT,
sangatlah perlu adanya pemantauan saturasi oksigen,
karena saat tindakan suction bukan hanya sekret yang
terhisap, tetapi oksigen juga terhisap. Selain itu SIMPULAN
saturasi oksigen pada tindakan suction dipengaruhi
oleh banyaknya hiperoksigenasi yang diberikan, Hasil penelitian karaktristik responden dalam
tekanan suction yang sesuai usia, dan besar diameter penelitian ini berdasarkan usia terbanyak pada
kanule. Bila hal tersebut tidak atau kurang diperhatikan usia >51 tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan
maka akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dari wiraswasta hasil penelitian nilai Hb didapatkan
suction pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik bahwa sebagian besar respoden mempunyai nilai
adalah terjadinya hipoksia yang ditandai dengan Hb dibawa normal. Hasil nadi perifer tidak ada
penurunan saturasi oksigen atau desaturasi (Kozier & perbedaan nilai nadi perifer sebelum dan
Erb, 2012). Menurut Wiyoto (2010) apabila suplai sesudah intervensi pada masing-masing
oksigen dalam waktu 4 menit tidak terpenuhi untuk kelompok. Terdapat perbedaan yang bermakna
suplai keotak maka otak terjadi kerusakan yang terhadap nilai saturasi oksigen sebelum dan
permanen, karena itu perlu dilakukan hiperoksigenasi setelah intervensi hiper oksigenasipada kedua
sebelum dilakukan suction. Upaya untuk kelompok. Tidak terdapat perbedaan yang
mempertahankan saturasi oksigen setelah dilakukan bermakna nilai saturasi oksigen sesudah
suction adalah dengan melakukan hiperoksigenasi intervensi hiperoksigenasi pada kedua kelompok.
pada setiap tindakan suction.

Untuk menghindari terjadinya hipoksemi dari prosedur


suctioning sangat perlu dilakukan tindakan
SARAN Bagi Pelayanan Keperawatan
hiperoksigenasi. Hiperoksigenasi harus dilakukan pada
setiap tindakan suctioning dengan cara meningkatkan
Pemberian hiperoksigenasi 1 menit
aliran oksigen 100 % melalui ventilator mekanik.
maupun 2 menit pada proses suction dapat
Hiperoksigenasi merupakan tehnik yang terbaik harus
dijadikan salah satu intervensi keperawatan
dilakukan untuk meningkatkan nilai saturasi oksigen
mandiri untuk meningkatkan nilai saturasi
pada setiap prosedur suction (Kozier & Erb, 2012).
oksigen pada pasien dengan gangguan bersihan
Pada tindakan suction terjadi komplikasi yang dapat jalan nafas yang terpasang ventilator terutama di
timbul diantaranya salah terjadinya hipoksemia atau intensive care unit RSPAD Gatot Soebroto
hipoksia. Pada proses dilakukan penghisapan tidak PUSKESAD. Namun yang lebih efisien adalah
hanya sekret yang terhisap, tetapi O2 juga terhisap dan pemberian hiperoksigenasi 1 menit. Berdasarkan
menyebabkan kejadian hipoksemia yang terjadi sesaat hasil penelitian ini diharapkan perawat dapat
dengan tanda penurunan nilai saturasi oksigen atau meningkatkan pengetahuan terkait pemberian
SpO2 (Saskatoon health Regional Authority, 2010) hiperoksigenasi Bagi manager keperawatan
Dalam hal ini diperlukan tindakan hiperoksigenasi diharapakan dapat mempertimbangkan dan
sebelum tindakan suction (Brunner & Suddarth, 2012).

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 73
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (1) 67-79

meberikan informasi dalam penyusunan rencana 1 (Ed.6). (M. Ester, editor) (Asih,
asuhaan keperawatan yang lebih baik lagi. Penerjemah). Jakarta: EGC

ICU RSPAD. (2018). Laporan Tahunan ICU Tahun


2017 RSPAD Gatot Puskesad
Bagi Pendidikan Keperawatan Kementerian Kesehatan RI. (2012). 10 Penyakit
Tidak Menular yang Menyebabkan
Kematian Tahun 2010. Jakarta
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.
sumber bagi perkembangan ilmu pengetahuan
(2012). Fundamental of Nursing: Concept,
keperawatan khususnya yang terkait dengan
Process, and Practice. Editor Edisi Bahasa
pemberian hiperoksigenasi pada proses suction. Hasil
Indonesia: Widiarti, W.
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kajian ilmu
bagi para pendidik dan mahasiswa sehingga dapat Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
menambah wawasan. Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7. Vol.
1. Jakarta: EGC
Moraveji, M., Nezhad, S., & Bazargan, M. (2012).
Effect of Hyperoxygenation for One
Bagi Penelitian Selanjutnya Minute on ABGs during Endotracheal
Suctioning in ICU in Zanjan Vali- E-Asr
Penelitian ini bersifat aplikatif, diharapkan Hospital. Life Science Journal, 10(9)
dapat dikembangkan lagi untuk memperkaya ilmu
Musliha, M. (2010). Keperawatan Gawat
keperawatan terutama untuk intervensi keperawatan
Darurat. Jakarta: NuMed
yang berkaitan dengan pemberian hiperoksignasi
dengan lebih mengontrol factor counfounding dan juga Nurachmah, E., & Sudarsono, R. S. (2010). Buku
membedakan waktu pemberian hiperoksigenasi. Saku Prosedur Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Price, S. A., & Wilson, L.,M. (2012). Patofisologi-


DAFTAR PUSTAKA Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
(edisi 6). alih bahasa Nike Esti
American Association for Respiratory Care. (2010). Wahyuningsih. Jakarta: EGC
Endotracheal Suctioning of Mechanically Saskatoon Health Region Authority (SHRA).
Ventilated Patients with Artificial Airways 2010, (2010), June. Suctioning Artificial
(Online),(http:// rcjournal.com/cpgs/pdf., Airways in Adults. Paper Presented at the
diakses tanggal 12 Maret 2018) RN and LPN Learning Package,
Saskatoon, SK
Brunner, B., & Suddarth, S. (2012). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Wijaya, W. (2015). Perubahan Saturasi Oksigen
Jakarta: EGC pada Pasien Kritis yang Dilakukan
Tindakan Suction Endotracheal Tube di ICU
Depkes RI. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Wiyoto, W. (2010). Hubungan Tingkat
Fox, N. (2002). Pulse Oximetry. Nursing Times, 98, 65- Pengetahuan Perawat tentang Prosedur
67 dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU
Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2013). Keperawatan Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang.
Kritis: Pendekatan Holistik Volume diakses tanggal 13 Mar 201

Pengaruh Suction dan Posisi Semi Fowler terhadap Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien yang 74
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN TERPASANG
VENTILATOR DENGAN ENDOTRACHEAL TUBE (ETT)

Suction on Oxygen Saturation in Patients Installed with Ventilator With Endotracheal Tube (ETT)

Heriansyah1, Alfi Syahar Yakub2, Rauf Harmiady3, Junaidi4, Yulianto5


1,2,3,4,5) Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

*)email Korespondensi: alfi@poltekkes-mks.ac.id/081242793115


ABSTRACT

Oxygen saturation is the percentage of hemoglobin to oxygen in the arteries. Decreased oxygen saturation can be explained by airway
compromise such as hypoxia and airway obstruction. Patients who are on a ventilator with an Endotracheal Tube (ETT) in the
Intensive Care Unit (ICU) require suction to clear and maintain a patent airway. This study aims to describe the results of
research with suction action on oxygen saturation in patients on ventilators with ETT. The method used is a literature reviewusing
three databases, namely Google Scholar, Researchgate and Science Direct from 2018-2022 based on keywords. The articles
were then screened based on the inclusion and exclusion criteria, so that thirteen articles were found that matched. Based on the
results of research from thirteen articles, it was found that there were differences in oxygen saturation values before and after
suction was performed on patients who were on a ventilator with an Endotracheal Tube (ETT). The conclusion from this literatu re
review shows that there is a change in the value of oxygen saturation before and after suction action.

Keywords: Endotracheal Tube, Oxygen Saturation, Suction, Ventilator

ABSTRAK

Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin terhadap oksigen di arteri. Penurunan saturasi oksigen dapat dijelaskan
olehgangguan jalan napas seperti hipoksia dan obstruksi jalan napas. Pasien yang terpasang ventilator dengan Endotracheal
Tube (ETT) di Intensive Care Unit (ICU) membutuhkan tindakan suction untuk membersihkan dan mempertahankan
kepatenan jalan napas. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hasil penelitian dengan tindakan suction terhadap
saturasi oksigen pada pasien terpasang ventilator dengan ETT. Adapun metode yang digunakan adalah literature review
dengan menggunakan tiga database yaitu Google Scholar, Researchgate dan Science Direct sejak tahun 2018-2022
berdasarkan kata kunci. Artikel kemudian di screening berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi maka didapatkan tiga belas
artikel yang sesuai. Berdasarkan hasil penelitian dari tiga belas artikel didapatkan bahwa terdapat perbedaan nilai saturasi
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang ventilator dengan Endotracheal Tube
(ETT). Kesimpulan dari literatur review ini menunjukkan bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan suction.
Kata kunci : Pipa Endotrakeal, Saturasi Oksigen, Suction, Ventilator
Saturasi oksigen berkurang karena oksigen ikut
PENDAHULUAN terhirup sekaligus disekresikan selama tindakan suction
(Hayati et al., 2019). Tindakan suction sangat diperlukan
Saturasi oksigen adalah persentasehemoglobin terhadap pada pasien terpasang ventilasi mekanik dengan pipa
oksigen di arteri. Penurunan saturasi oksigen dapat endotrakeal (ETT) untuk membersihkan jalan napas
dijelaskan oleh gangguan jalan napas seperti hipoksia dan dari sekresi atau sputum dan juga untuk
obstruksi jalan napas. Batas normal saturasi oksigen menghindariterjadinya kontaminasi mikroba di jalan
adalah 95% hingga 100% (Sari & Ikbal, 2019). napas dan berkembangnya Ventilator Assosiated
146
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Pneumonia (VAP) dikarenakan pada umumnya pasien meninggal karena penyakit kritis. Di negara-negara
yang terpasang Endotracheal Tube (ETT) mempunyai Asia, terdapat 1.285 pasien yang dipasang ventilasi
respon tubuh yang sangat lemah untuk batuk dan mekanik dengan Endotracheal Tube (ETT) di 16 ICU
mengeluarkan benda asing seperti sekresi (AW & rumah sakit, salah satunya di Indonesia (WHO,
Sulistyo 2019). Data yang dilaporkan oleh World 2016).Sedangkan data dari survei yang didapatkan salah
Health Organization (WHO), terdapat pasien kritis satu penelitian yang dilakukan di ruang ICU RSUD DR.
di Unit Perawatan Intensif (ICU), yang prevalensi setiap Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tahun 2019. Pasien
tahunnya meningkat, tertulis 9,8 hingga 24,6% per dengan terpasang ventilasi mekanik dengan
100.000 penduduk. Serta sebanyak 1,1 hingga 7,4 Endotracheal Tube (ETT) sebanyak 241 pasien (Hafid,
juta orang 2019).
Komplikasi dari pemasangan ventilasimekanik dengan
pipa endotrakeal (ETT) yaitu ancaman terjadinya
gagal napas dikarenakan terjadi obstruksi di jalan
napas. Gagal napas ialah suatu keadaan yang sering
ditemukan pada pasien kritis yang masih menjadi
penyebab angka kematian tertinggi (AW, Sulistyo
2019).
Yuliani Syahran (2019) dalam penelitiannya
mendapatkan data dari 13 responden yang terpasang ETT
dan dilakukan suctioning menemukan hasil dimana
sebelum dilakukan suction diperoleh hasil kadar
saturasi oksigen responden rata-rata 97,77% dan
sesudah dilakukan suction diperoleh hasil kadar saturasi
oksigen responden rata-rata 96,51%. Penelitian yang
dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr.

147
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
R. D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi data
yang terpasang ETT dan terdapat lendir. Sesudah tersebut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
dilakukan tindakan suctionmengalami penurunan peneliti terdahulu. Dalam penelitian ini, penulis
saturasi oksigen. Tindakan suction ETT dapat menggunakan database Google Scholar, Researchgate,
memberikan efek samping antaralain terjadi penurunan dan Science Direct.
kadar saturasi oksigen > 5%. Pasien dengan gagal
napas sering ditemui di Unit Perawatan Intensif Desain, tempat dan waktu
(ICU) ialah suatu ruangan untuk merawat pasien di
rumah sakit yang mempunyai staf dan perlengkapan Jenis penelitianini bersifat deskriptif.
khusus dan ditujukan untuk pengelolaan pasien yang Penelitian ini dimulai pada bulan Maret-Mei 2022.
mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, penyakit
atau trauma. Peralatan di Unit Perawatan Intensif (ICU) Jumlah dan cara pengambilan subjek
memiliki standar meliputi alat untuk membantu usaha
bernapas melalui pipa endotrakeal (ETT) yang
Subjek dalam penelitian ini menggunakan tiga belas
terhubungdengan ventilator (Hayati et al., 2019).
artikel dengan pencarian literatur di tingkat nasional
Berkenaan dengan pernapasan, perlu diketahui bahwa maupun internasional yang diperoleh dengan
hipoksia dan hipoksemia dapat terjadi sehingga otak menggunakan 3 database dan didapatkan 807 jurnal
dibiarkan tanpa suplai oksigen 4-6 menit yang dapat dengan rentan tahun mulai 2018 – 2022 dengan
menyebabkan kematian otak permanen (Suparti, 2019). menggunakan kata kunci Bahasa Indonesia dan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, pentingnya Bahasa Inggris serta Boolean Operator yang
memperhatikan penurunan saturasi oksigen akibat digunakan untuk memperluas dan menspeksifikkan
tindakan suction yang dilakukan kepada pasien yang dalam pencarian artikel atau jurnal, dengan judul
terpasang ventilasi mekanik dengan pipa endotrakeal penelitian adalah “Tindakan Suction Terhadap Saturasi
(ETT) agar kasus gagal napas yang mengancam jiwa Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilator dengan
dapat dicegah. Maka dari hal ini, penulis tertarik untuk ETT” sehingga didapatkan kata kunci yang digunakan
melakukan penelitian mengenai “Tindakan suction “Suction ”AND” Saturasi Oksigen ”OR’’ Ventilator”
terhadap saturasi oksigen pada pasien terpasang dan “Suction ”AND” Saturasi Oksigen ”AND’’ Pipa
ventilator dengan ETT”. Endotrakeal”.
METODE
HASIL
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Studi
literatur merupakan salah satu metodepengumpulan Berdasarkan dari hasil pencarian dari tiga database
data sekunder dengan menelusuri dan mencari yaitu Google Schoolar (n=9), Researchgate(n=3) dan
referensi teori yang berhubungan dengankasus atau Science Direct (n=1) yang menggunakan kata kunci
permasalahan yang ditemukan pada responden yang yang telah ditentukan, Penulis menemukan sebanyak
dijadikan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah 13 artikel berdasarkankelayakan terhadap kriteria inklusi
data sekunder yangditemukan dan eksklusi yang dapat dipergunakan dalam studi
literatur. Di bawah ini adalah hasil penelitian dari
beberapa jurnal tentang topik tersebut

Tabel 3.1 Hasil Pencarian Literatur


Metode (Desain,
No A Tahun V Judul Sampel, Variabel, Hasil D
u o Instrumen, Penelitian a
Analisis)
t l t
h u a
o m b
r e a

148
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
s
e

Teti Hayati, Perbandingan Desain: Penelitian ini Hasil penelitian: menunjukkan Google
1 2019 V
Busjra M Pemberian saturasi oksigen intervensi I
Nur, Fitrian o Hiperoksigenasi Satu menggunakan desain quasi sebelumhiperoksigenasi median Scholar
Rayasari, Menit DAB Dua Menit eksperimen pre-post test 97 min-mak
l
Yani Pada Proses Suction 95-99, setelah
Sofiani, . Terhadap Saturasi dengancontrol group design
Diana OksigenPasien Sampel: Jumlah sampel dilakukan
1
Irawati TerpasangVentilator untuk setiap kelompok hiperoksigenasi median 99min-
N intervensi sebanyak 17 mak
sampel. Jadi seluruh
o jumlahsampel pada 98-100 dengan p
. penelitian ini value 0,05. Sedangkan pada
adalah sebanyak34 orang kelompok intervensiII sebelum
1 responden. hiperoksigenasi median 97 min-
mak
Variabel:
95-100, setelah
Jenis kelamin,
umur,pengukurankad hiperoksigenasi median 99min-
ar saturasi oksigen mak
Instrumen: 95-100, dengan p
Menggunakan lembar
observasi value 0,05.
Analisis: Analisis data
dilakukan secara
univariatdan bivariat

149
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Widia Hubungan Intensitas Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : Google
2 2019 V
Astuti AW Tindakan Suction menyimpulkan
& Fajar o Dengan Perubahan menggunakanmetode cross bahwa ada Scholar
Adhie KadarSaturasi Oksigen sectional cross sectional hubungan intensitas
l
Sulistyo Pada Pasien Sampel: Penelitian ini tindakan suction
. Yang Terpasang dengan perubahan
dengan jumlah 42
1 Ventilator DiRuang ICU responden kadar saturasi
Variabel: Jenis kelamin, oksigen
1 RSUD Kota Bogor
umur, pendidikan, pada pasien yang
pekerjaan, perubahan kadar terpasang
N
saturasi oksigen sebelum ventilator,dengan
o dan setelah dilakukan nilaiP Value =
. tindakan suction 0,01(P value <α
Instrumen:
2
Pengumpulan data
diperoleh melalui lembar
observasi yang dibantu oleh
5 perawat yang bertugas
Analisis: Penelitian ini
menggunakan data primer yang
diolah secara univariat
dan bivariat
(ChiSquare)
Ari Hana Analisis Perubahan Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : Google
3 Kristiani, 2020 V Saturasi OksigenDan menunjukkan terdapat Scholar
Suksi o Frekuensi Pernafasan menggunakan pre- perubahan yang bermakna
Riani, PadaPasien Dengan eksperimentdengan untuk nilai saturasi oksigen
l
Mamat Ventilator Yang sebelum dan sesudah
Supriyo no . Dilakukan Suction pendekatan onegroup preand dilakukan tindakan suction
4 Diruang ICU RS Mardi post test dengan nilai p-value0,001 (<
Rahayu Kudus Sampel: Jumlah sampel35 0,05), namun tidak terdapat
N responden perubahan yang bermakna
Variabel: Perubahan kadar pada nilai frekuensi
o
saturasi oksigen sebelum dan pernafasan sebelum dan
. sesudah dilakukan tindakan sesudah dilakukan tindakan
suction Instrumen: suction dengan p-value 0,170
3
Menggunakan lembar (> 0,05).
observasi
Analisis: Analisis yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis
univariat dan
bivariat
Hammad,M. Perubahan Kadar Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : terdapat hasil Google
4 2020 V
Saturasi Oksigen Pada menggunakan desain penelitian temuan perubahan kadar Scholar
Ichwan
o Pasien Dewasa Yang kuantitatif denganjenis penelitian saturasi oksigen pada pasien
Rijani,
Dilakukan Tindakan komparatif dewasa yang dilakukan
Marwan l
Suction Endotrakeal tindakan suction
syah Sampel:
. TubeDi endotracheal tube di ruang
1 Ruang ICU RSUD Ulin Sampel berjumlah25 responden ICU RSUD
Ulin Banjarmasin.
Banjarmasin yang diambil dengan cara Simple
N
RandomSampling
o
. Variabel:
Jenis kelamin, umur,pendidikan,
2 perubahan saturasi oksigen saat
tindakan suction endotracheal
tube Instrumen: Lembar
observasiyang diisi sebelum dan
sesudah pasien mendapat tindakan
suction endotracheal tubedi
ruang ICU RSUD Ulin
Banjarmasin.
Analisis: Analisis
menggunakan analisis
Univariat dan bivariat
menggunakan ujiPaired
Sample TTest

150
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Saifudin Pengaruh Isap Desain: Penelitian Hasil penelitian: Googl e
5 2018 V
Zukhri, Lendir (Suction) menunjukkan adanya
Fitri o Sistem Terbuka menggunakan desain quasi perbedaan pengaruh isap lendir Scholar
Suciana Terhadap experiment dengan pre selang endotrakeal sistem
l
, Agus Saturasi Oksigen terbuka menggunakan SOP
Herianto . Pada Pasien testand post test non isap lendir secara umum
1 Terpasang equivalent dengan isap lendir selang
Ventilator control group dan consecutive endotrakeal sistem terbuka
3 menggunakan prosedur isap
sampling Sampel:
Jumlah sampel 10 lender metode Credland
N
respondendengan terhadap saturasi perifer
o menggunakan metodeCredland oksigen pasien yang terpasang
ventilator.
.
Variabel:
2 Jenis kelamin,
6 umur,pendidikan,pekerjaan,
reratasaturasi perifer oksigen
sebelumdan sesudah hisap lendir
Instrumen: Instrumen
menggunakan instrumen
fisiologisberupa alat
oksimetrinadi
Analisis: Analisis statistik untuk
mengetahuiperbedaan saturasi
perifer oksigenmasing- masing
kelompokmenggunakan uji
wilcoxon

Emma Pengaruh Tindakan Desain: Penelitian Hasil penelitian : diperoleh Google


6 2022 V
Setiyo SuctionTerhadap rata-rata sebelum suction Scholar
Wulan & o Saturasi menggunakan jenis rancangan terdapat 93.38% setelah
Nanang Oksigen Pada Pasien pre experimental designs suction sebesar 94.19%.
l
Nurul Huda Yang Di Rawat Di
. RuangICU RSUD Raa dengan one group pre testand Didapatkan nilai mean rank
9 Soewondo Pati post test Sampel: Pengambilan 4,50% artinya nilai post test

N sampel dengan lebih tinggi dari nilai pre test


teknik Non-Probability
o dengannilai p value = 0.009
dengan Accidental dengan
. jumlahsample 16responden (α< 0,05).
Variabel:
1
Kadar saturasi oksigen
sebelumdan sesudah dilakukan
tindakan suction Instrumen:
Menggunakan Oksimetry
Pulsedan lembar observasi
Analisis: Analisis data dalam
penelitian
dilakukan menggunakan
ujiWilxocon Test

151
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148,
Zahrah p-issn : 2087-0035 Pengaruh Tindakan Desain: Penelitian Hasil Penelitian : diketahui Google
7 2018 V
Maulidia Penghisapan Lendir menggunakan desain bahwa nilai p value sebesar Scholar
Septimar & o (Suction) Terhadap penelitianpra pasca test (one 0,000 (< 0,05), maka dapat
Arki Perubahan Kadar group pra –post test disimpulkan bahwa Ho
l
Rosina Saturasi Oksigen Pada design) ditolak, yang berarti terdapat
Novita . Pasien KritisDi ICU Sampel: Teknik sampel dengan pengaruh antara tindakan
7 tekniktotal sampling,jumlah suction dengan kadar
sampel sebanyak 40 responden saturasi oksigen pasien yang
N Variabel: Perubahan kadar dirawatdi ruang ICU RS
saturasi oksigen sebelum dan An-Nisa Tangerang.
o
sesudah dilakukan suction
. Instrumen: Menggunakan
1 lembar observasi Analisis:
Analisis data menggunakan analisis
univariatdan bivariat dengan
menggunakan uji beda rata-rata
sampel
berpasangan

8 S 2019 V Pengaruh Variasi Desain: Penelitian Hasil Penelitian : G


o
ri l o
. o
2
g
l
e

152
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
S Tekanan Negatif menggunakan experimen menunjukkan terdapat S
N
Suction Endotracheal pengaruhvariasi tekanan
u o Tube (ETT) Terhadap semu(quasi experiment), negatif 25 dan 25 kPa c
p Nilai Saturasi Oksigen dengan desain two group pre terhadap nilai saturasi h
.
(SpO2) oksigen pada analisis
a 2 test-post test masing-masing kelompok o
rt Sampel: dengan perbedaan nilai l
mean yang signifikan p
i Jumlah sampel 37responden a
value 0,001<0,05,
diambildengan teknik
tetapitidak terdapat r
consecutive sampling
perbedaan signifikan
Variabel: Umur, jenis kelamin,
diantaradua kelompok
kadar
dengan p value
saturasi oksigenpre danpost
0,284>0,05.
suction dengan tekanan 20
dan
25 kPa
Instrumen: Menggunakan
lembar observasi Analisis:
Teknik analisis data dalam
penelitian dilakukan
menggunakan uji paired t- test
dan independent t-test
Tati Murni Pengaruh Ukuran Desain: Penelitian menggunakan Hasil Penelitian : terdapat Google
9 2019 V
Karokaro Endotracheal Tube perbedaan yang signifikan Scholar
& Lia o (ETT) Suction Terhadap desain penelitian kuantitatif dimana sebelum dan sesudah
Hasrawi Tingkat Saturasi Pada dengandesain Quasi Experiment dilakukan tindakan suction,
l
Pasien Gagal Di ICU kadar saturasi oksigen
. Rumah Sakit dengan one grouppre test-post (p<0,000)yang
2 test Sampel: Teknik artinya ada pengaruh
Tindakan penghisapan
N pengumpulan data lendirsebelum dan
dilakukandengan teknik sesudah dilakukan
o
tindakan kadar saturasiO2
. accidental
(p<0,005), jadi Ha
sampling dengan jumlah diterima.
1 sampel 22responden Variabel:
Perubahan kadar saturasi oksigen
sebelum dan sesudah dilakukan
suction
Instrumen: Menggunakan
lembar observasi Analisis:
Analisis data dalam penelitian
dilakukan menggunakan
ujiWilxocon
test
Yuliani Pengaruh Tindakan Desain: Penelitian Hasil penelitian : terdapat Resear c
1 2019 V
Syahran, SuctionETT Terhadap perbedaansignifikan antara hgate.n
0 Siti o Kadar Saturasi Oksigen menggunakan desain pre kadar saturasi oksigen pada et
Romad Pada Pasien Gagal Nafas eksperimental onegroup pre saat sebelumdan
l
oni, sesudahdiberikan tindakan
Imardiani . test- post test suction pada pasien dengan
Sampel: Jumlah sampel ETT, dengan nilai t
1
sebanyak 13 responden hitung3,949
2 dengan teknik consecutive > t tabel = 2,179 dan nilai
sampling pvalue =0,002.
N
o Variabel: Perubahan kadar
. saturasi oksigen Instrumen:
Menggunakan lembar observasi
2
Analisis: Teknik analisis
datadilakukan menggunakan
paired t test

153
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148,
Rebbi p-issn : 2087-0035 Pengaruh Tindakan Hasil penelitian : terdapat Resear c
1 2019 V Desain: Penelitian
Permata SuctionTerhadap rata-rata saturasi oksigen hgate.n
1 Sari & Revi o Perubahan Saturasi menggunakan Quasi sebelum tindakan suction et
Neini Ikbal OksigenPada Pasien Eksperiment dengan pada kelompok intervensi
l
Penurunan Kesadaran Di adalah 99,48 dengan
. Ruangan ICU Rumah rancangan two group pre Standar Deviasi 0,330
1 Sakit test- post test design saturasi oksigen yang
rendah 99
N Sampel: Jumlah sampel dan tertinggi 100.
o dalam penelitiansebanyak 30

. orang responden dengan

1 menggunakan teknik
purposivesamplin
g
Variabel: Jenis
kelamin,

154
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
umur, rerata
saturasi oksigenpada pasien
penurunan kesadaran sebelum
tindakan suction Instrumen:
Intrumen dalam penelitian yang
digunakan adalahsaturasi oksigen,
suction, stop watch, pulpen,
notebook, lembaran observasi
yang dikumpulkandengan metode
observasi Analisis: Analisis pada
penelitian ini dilakukan
secara univariatdan
bivariat

Sri Techniques Closed Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : Resear c


1 2020 Vol.16
Widodo, SuctionInfluence on menggunakandesain pra menunjukkan bahwa ada hgate.n
2 Daya, Oxygen Saturation In eksperimen pengaruh teknik suction et
Yunie Patients Using Sampel: Menggunakan teknik tertutup terhadap nilai saturasi
Armiyati Mechanical Ventilation In total sampling, jumlah sampel oksigen pada pasien dengan
, Intensive Care Unit sebanyak15 orang responden ventilasi mekanik (p-value
A Room Variabel: Jenis kelamin,umur, =0,010).
. saturasi
Mustofa, oksigen sebelumdan sesudah
Machmu dilakukan suction Instrumen:
dah, Pengumpulan data diperoleh
Sudipta melalui lembar observasi yang
Poddar diisi sebelum dan sesudah pasien
mendapat tindakan suction
Analisis: Analisis data
dilakukan menggunakan
univariat dan bivariat (Uji
Wilcoxon)

I Short-term Desain: Penelitian ini Hasil penelitian : S


1 d 2022 Vol.10 effectsof c
menggunakan pengaturan studi diperoleh untuk 36 pasien
3 u endotracheal suctioning dengan sub-studi yang yang dilibatkan dalam i
n inpost-cardiac arrest direncanakan dari penelitian ini, jumlah rata- e
n patients: Aprospective studi observasional rata prosedur ETS per n
Bansch observational cohort Prospektif pasien adalah 13 (kisaran 1- c
bach study e
Sampel: Jumlah sampelyang 33).
Eggen, digunakan dalam penelitian Desaturasi oksigen terjadi D
Gunhild berjumlah 50 orang pada 10,3% prosedur dan
Brønstad, i
responden Variabel: Jenis hipotensi berat pada 6,6%
Halvor kelamin,umur, saturasi prosedur. Dalam analisis r
Langela multivariat, dosis
oksigen sebelumdan sesudah e
nd,Pa˚l noradrenalin, sedasi ringan
Klepstad, dilakukan tindakansuction dan desaturasi oksigen c
Trond Instrumen: Menggunakan sebelum suction dikaitkan t
Nordseth lembar observasi Analisis: dengan adanya peningkatan
Analisis data dalam penelitian risiko desaturasi oksigen
dilakukan menggunakan analisis pada pasien.
univariat dan
analisis multivariat

155
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
PEMBAHASAN oksigen pasien sebelum suction yaitu 86,90% dan nilai
maksimum 95%, jika dibandingkan nilai saturasi oksigen
Berdasarkan 13 artikel yang telah direview terkait setelah suction dengan nilai rata-rata saturasi oksigen
dengan tindakan suction terhadap saturasi oksigen pasien 95,85% dan nilai maksimum 100%. Perubahan
pada pasien yang terpasang ventilator dengan kadar saturasi oksigen terjadi karena adanya tindakan
Endotracheal Tube (ETT), maka hasil penelitian- penghisapan lendir pada pipa endotrakeal karena pada
penelitian dari beberapa artikel/jurnal akan dijelaskan proses penghisapan bukan hanya lendir yang terhisap
dalam pembahasan berikut yang kemudian akan namun juga akan menghisap suplai oksigen yang ada
disimpulkan berdasarkan analisis dari peneliti dengan disaluran pernapasan. Hal ini sesuai dengan teori
menggunakan Pola FTO (Fakta, Teori dan Opini). bahwa perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan
Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin yang sesudah dilakukan tindakan suction yang dilakukan
terikat pada oksigen di arteri, saturasi normal adalah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) secara umum.
antara 95-100%. Pada tekanan parsial oksigen rendah, Dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh (Sari &
sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi dalam hal Ikbal, 2019) pada 30 sampel didapatkan hasil penelitian
proses distribusi darah beroksigen dari arteri ke bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen sebelum
jaringan tubuh, saturasi oksigen normal adalah 95- 98,60% dan sesudah 94,77%.
100%. Frekuensi perubahan kadar saturasi oksigen Perubahan nilai saturasi oksigen terjadi pada pasien
pada pasien yang dipasang ventilasi endotrakeal tube terpasang ventilator dengan ETT yang memiliki respon
(ETT) di ICU diketahui dari sekitar 40 responden, 35 tubuh yang sangat lemah terhadap batuk dengan
(83,3%) diantaranya mengalami perubahan kadar ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau terjadi
SaO2 dalam batas normal (AW & Sulistyo, 2019). obstruksi jalan napas sehingga tindakan suction sangat
Hal yang sama dikemukakan oleh Kristiani et al. diperlukan dan pada saat yang bersamaan akan terjadi
(2020) bahwa penelitian ini menunjukkan perbedaan komplikasi seperti hipoksemia atau hipoksia.
antara Tindakan suction atau penghisapan lendir dapat dilakukan
untuk melepaskan jalan napas dan memperkecil jalan
saturasi oksigen sebelum dan sesudah aspirasi dan napas, untuk mengobati akumulasi sekresi dan mencegah
saturasi oksigen dengan p- value 0,001 (<0,05). Hal infeksi paru-paru. Tubuh pasien dengan intubasi pipa
ini didukung oleh hasil penelitian lain yang endotrakeal (ETT) umumnya tidak merespon dengan baik
menunjukkan bahwa rata-rata saturasi oksigen untuk mengeluarkan benda asing, sehingga diperlukan
sebelum dan sesudah suction pada pasien dengan penghisapan lendir. Hal ini didukung dengan hasil
kondisi kritis di ICU mengalami perubahan yang penelitian yang dilakukan oleh (Wulan & Huda, 2022)
signifikan pada p-value 0,0001 (Septimar & Novita, menemukan bahwa rata-rata tingkat saturasi oksigen
2018). setelah penghisapan lendir adalah 94,19%. Nilai
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Ikbal saturasi oksigen terendah adalah 81% dan tingkat saturasi
(2019) menunjukkan bahwa rerata saturasi oksigen oksigen tertinggi adalah 99%. Hasil ini menunjukkan
sebelum tindakan penghisapan lendir pada kelompok bahwa ada perubahan nilai saturasi oksigen rata-rata
intervensi adalah 99,48 dengan standar deviasi 0,330, dalam kisaran normal ≥ 95%.
saturasi oksigen terendah 99% dan tertinggi 100%. Metode suction terdiri dari dua yaitu metode suction
Sedangkan rerata saturasi oksigen sesudah tindakan terbuka dan tertutup. Metode suction terbuka melepas
penghisapan lendir pada kelompok intervensi adalah hubungan selang endotrakeal dan selang sirkuit ventilator
94,02 dengan standar deviasi 0,489, saturasi oksigen kemudian menghisap lendir dengan menggunakan kateter
terendah 92% dan tertinggi 95%. Penelitian yang suction yang akan mengakibatkan pemutusan suplai
dilakukan oleh Karokaro dan Hasrawi (2019) tentang oksigen ke paru- paru sekaligus akan menghisap udara
pengaruh tindakan suction terhadap pasien terpasang yang ada di dalam paru-paru. Hal ini berdampak pada
ventilator dengan ETT pada tingkat saturasi oksigen penurunanjumlah oksigen yang akan berdifusi dari
menggunakan 20 sampel yang dirawat di ruang ICU. alveoli ke kapiler paru sehingga akan terlihat adanya
Pada hasil penelitian tersebut terdapat perbedaan nilai perubahan nilai saturasi oksigen. Hal ini didukung
saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zukhriet
tindakan penghisapan lendir. Nilai rata- rata saturasi al., 2018) bahwa nilai saturasi oksigen sebelum tindakan
156
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
penghisapan lendir terbuka adalah minimal 91% dan 7-15 detik dengan ukuran kateter
maksimal 100% dan setelah penghisapan lendir
terbuka minimal 88% dan maksimal 100%. Selisih
saturasi sebelum dan sesudah penghisapan lendir
terbuka minimal 0% dan maksimal 7%. Sementara
keuntungan dari metode suction tertutup ini adalah
mempertahankan tekanan ventilasi positif, suplai
oksigen, dan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP).
Kanula dengan sistem tertutup selalu terhubung dengan
ventilator. Jadi pada saat digunakan tidak perlu
membuka konektor, sehingga aliran udara yang masuk
tidak terganggu. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Widodo et al., 2020)
bahwa rata-rata saturasi oksigen sebelum menggunakan
tindakan suction tertutup adalah 98,53% dan saturasi
oksigen setelah menggunakan tindakan suction
tertutup adalah 97,73%, terjadi penurunan sebesar
0,80%. Pasien yang terpasang ventilator dengan
Endotracheal Tube (ETT) pasti dilakukan tindakan
penghisapan lendir, guna untuk membersihkan sekret
untuk mencegah obstruksi jalan napas. Indikasi
dilakukan suction ialah adanya penumpukan sekret,
kontraindikasi tidak dilakukan suction jika nilaiPEEP >
10 cm H2O. Waktu dalam 1 kali suction tidakboleh > 10
detik, karena jika lebih dari 10 detik maka akan
beresiko terjadinya hipoksemia. Hipoksemia adalah
kondisi kekurangan oksigen dalam sel dan jaringan
tubuh sehingga fungsi normalnya mengalami gangguan.
Adapun cara untuk menghindari terjadinya
hipoksemia dari prosedur penghisapan lendir maka
sangat diperlukan tindakan hiperoksigenasi.
Hiperoksigenasi harus dilakukan pada setiap tindakan
penghisapan lendir dengan cara meningkatkan aliran
oksigen 100% melalui ventilator mekanik.
Hiperoksigenasi sendiri menjadi teknik terbaik yang
harus dilakukan untuk meningkatkan nilai saturasi
oksigen pada setiap prosedur suction (Kozier & Erb,
2012). Penghisapan lendir ETT didiagnosis sebagai
penyakit pernapasan, termasuk salah satunya pada
pasien yang mengalami gagal napas karena yang kita
ketahui bahwasanya penyakit gagal napas merupakan
tahap terakhir penyakit pernapasan kronis. Oleh
karena itu, pasien dengan penyakit pernapasan sangat
rentan terhadap penurunan saturasi oksigen yang
signifikan selama penghisapan lendir. Tindakan
suction perlu dilakukan dengan memperhatikan
bahwa terdapat variasi dalampenggunaan tekanan
negatif. Rekomendasi tekanan negatif yang digunakan
pasien dewasa adalah 100- 150 mmHg dengan durasi
157
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
suction 12F dan 14F. Mengkombinasikan dengan tekanan tindakan suction dibandingkan sebelum dilakukan
negatif suction 20 kPa dan 25 kPa. Hal ini didukung tindakan suction. Mengacu dari hal tersebut maka
oleh penelitian yang dilakukan (Sri Suparti, 2019) penting untuk melakukan tindakan hiperoksigenasi
mengemukakan bahwa melakukan tindakan suction sebelum melakukan tindakan suction dengan cara
dengan membandingkan tekanan negatif bahwa meningkatkan aliran oksigen 100% melalui ventilator
dibandingkan tekanan negatif 20 kPa dan 25 kPa ternyata mekanik, diikuti dengan tekanan negatif 25 kPa yang
tekanan negatif 25 kPa lebih efektif dalam lebih efektif mengeluarkan sekret serta lebih maksimal
mengeluarkan sekresi pada jalan napas. Perubahan nilai namun bisa menurunkan nilai saturasi oksigen
saturasi oksigen terjadi pada pasien terpasang ventilator dibandingkan menggunakan tekanan negatif 20 kPa.
dengan ETT yang tidak dapat mempertahankan KESIMPULAN
kepatenan jalan napas yang adekuat sehingga dilakukan
tindakanpenghisapan lendir untuk melepaskan jalan Berdasarkan hasil penelitian studi literatur dan
napas. pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
Didapatkan terjadi penurunan nilai saturasi oksigen gambaran nilai saturasi oksigen pada pasien terpasang
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction. Namun ventilator dengan Endotracheal Tube (ETT) yang
mengingat tindakan penghisapan lendir ini bisa diberikan tindakan suction didapatkan ada perubahan
berbahaya, maka dalam 1 kali suction tidak boleh > 10 nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
detik, karena jika lebih dari 10 detik maka akan tindakan penghisapan lendir.
beresiko terjadinya hipoksemia. Bagi tenaga kesehatan SARAN
yang akan melakukan tindakan tersebut khususnya
perawat melakukan tindakan sesuai SOP yang benar dan Untuk mencapai kesempurnaan dan tercapainya
keterampilan yang baik sangat diperlukan kewaspadaan luaran dalam penelitian ini, disarankan untuk peneliti
dan kepatuhan sejak dini. Karena tanpa hal-hal tersebut selanjutnya perlu melakukan penelitian lebih lanjut
akan berdampak buruk bagi pasien yang dirawat. agar dapat menemukan faktor yang berhubungan
Lakukan tindakan penghisapan lendir dengan tetap terhadap perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan
memperhatikan usia pasien, metode suction, ukuran sesudah dilakukan tindakan suction terhadap pasien
kateter, tekanan negatif suction dan teknik yang terpasang ventilator dengan ETT.
hiperoksigenasi untuk mencegah terjadinya hipoksemia
atau hipoksia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Berdasarkan hasil literature review yang dilakukan
penulis dengan 13 jurnal yang terkait, maka dapat
Terima kasih penulis ucapkankepada pihak yang telah
disimpulkan bahwa terjadi penurunan nilai saturasi
ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, atas dukungan
oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dan kerjasamanya hingga penelitian ini terselesaikan
suction. Dengan rata-rata nilai saturasi oksigen lebih
dengan tepat waktu.
tinggi sesudah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

AW, W. A., & Sulistyo, F. A. (2019). Hubungan Intensitas Tindakan Suction Dengan Perubahan Kadar Saturasi
Oksigen Pada Pasien Yang Terpasang Ventilator Di Ruang Icu RSUD Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Wijaya, 11(2),
134–142.

Eggen, I. B., Brønstad, G., Langeland, H., Klepstad, P., & Nordseth, T. (2022). Short-term effects of endotracheal
suctioning in post-cardiac arrest patients: A prospective observational cohort study. Resuscitation Plus,
10. https://doi.org/10.1016/J.RESPLU.2022.100221

158
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Hafid, M. N. (2019). Gambaran tindakan pencegahan risiko kejadian dekubitus mukosa oral pada
penggunaan endotracheal tube di ruangan intensive care unit RSUP.DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar.Skripsi

Hammad, H., Rijani, M. I., & Marwansyah, M. (2020). Perubahan Kadar Saturasi Oksigen pada Pasien Dewasa yang
Dilakukan Tindakan Suction Endotrakeal Tube di Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin. Bima Nursing
Journal, 1(1), 82. https://doi.org/10.32807/bnj.v1i2.466

Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Perbandingan Pemberian Hiperoksigenasi Satu
Menit DAB Dua Menit pada Proses Suction terhadap Saturasi Oksigen Pasien Terpasang Ventilator. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(1), 67–79. https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.493

Kristiani, A. H., Riani, S., & Supriyono, M. (2020). Analisis Perubahan Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Pernafasan Pada
Pasien Dengan Ventilator Yang Dilakukan Suction Diruang Icu Rs Mardi Rahayu Kudus. Jurnal Perawat
Indonesia, 4(3), 504. https://doi.org/10.32584/jpi.v4i3.811

159
Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar
Vol. 13 No. 02 2022
e-issn : 2622-0148, p-issn : 2087-0035
Murni Karokaro, T., Hasrawi, L., Keperawatan dan Fisioterapi Program Studi Keperawatan, F. S., Sudirman No, J.,
Pakam, L., & Deli Serdang SUMUT, K. (2019). PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR
(SUCTION) ENDOTRACHEAL TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI O2 PADA PASIEN
GAGAL NAPAS DI.
Ejournal.Medistra.Ac.Id, 2(1). https://doi.org/10.35451/jkf.v2i1.301

Sari, R. P., & Ikbal, R. N. (2019). Tindakan Suction dan Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien Penurunan
Kesadaran Diruangan ICU Rumah Sakit. Jik- Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), 85.
https://doi.org/10.33757/jik.v3i2.223

Septimar, Z. M., & Novita, A. R. (2018). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir (Suction) terhadap Perubahan Kadar
Saturasi Oksigen pada Pasien kritis di ICU. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(01), 10–14.
https://doi.org/10.33221/jikm.v7i01.47

Suparti, S. (2019). Pengaruh Variasi Tekanan Negatif Suction Endotracheal Tube (ETT) Terhadap Nilai Saturasi Oksigen
(SpO2).
Herb-Medicine Journal, 2(2), 8. https://doi.org/10.30595/HMJ.V2I2.4914

Syahran, Y., Romadoni, S., & Imardiani, I. (2019). Pengaruh Tindakan Suction ETT Terhadap Kadar Saturasi Oksigen
Pada Pasien Gagal Nafas di Ruang ICU dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih Tahun 2017. Jurnal
Berita Ilmu Keperawatan, 12(2), 84–90. https://doi.org/10.23917/bik.v12i2.4551

Widodo, S., Daya, D., Armiyati, Y., Mustofa, A., Machmudah, M., & Poddar, S. (2020). Techniques closed suction
influence on oxygen saturation in patients using mechanical ventilation in intensive care unit room. Malaysian
Journal of Medicine and Health Sciences, 16(September), 102–105.
World Health Organization. (2016). Word Health Statistic 2015. USA: WHO

Wulan, E. S., & Huda, N. N. (2022). PENGARUH TINDAKAN SUCTION TERHADAP SATURASI Intensive care unit
(
ICU ) adalah layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara terkonsentrasi dan lengkap . Unit
ini di lengkapi staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yan. Jurnal Profesi Keperawatan,
9(1), 22–33.

Zukhri, S., Suciana, F., & Herianto, A. (2018). Pengaruh Isap Lendir (Suction) Sistem Terbuka Terhadap Saturasi
Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilator. Motorik, 13(26), 41–52.

160
Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

Pengaruh Variasi Tekanan Negatif Suction Endotracheal Tube (ETT) TerhadapNilai


Saturasi Oksigen (SpO2)
Sri Suparti
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Email: srisuparti@ump.ac.id

Abstra
ct

Critical patients who have an endotracheal tube (ETT) and mechanical ventilation installed in the
Intensive Care Unit (ICU) require suction action to clean and maintain the airway patency. Suction
ETT besides their benefits can also cause negative effects such as decreased oxygen saturation,
trauma, hypoxemia, bronchospasm, anxiety and even stimulate an increase in intravascular
pressure.The purpose of this study was to analyze the effect of variations in negative suction
pressure on the oxygen saturation values of patients who had ventilators attached to the ICU. The
type of research is quasi experiment, with the design of two group pretest-posttest, the total sample
is 37 taken by consecutive sampling technique. Inclusion criteria for adult patients ≥ 15 years,
attached ETT and ventilator. The exclusion criteria are patients only get suction once, in t-piece
conditions, diagnosis of pneumonia and incomplete observation. The independent variable is
negative suction pressure and the dependent variable is oxygen saturation. Data analysis used
paired t-test and independent t-test with significance level 5%. Research ethics were obtained from
the Ethics Committee of RSUD Hospital Prof. Dr. Margono Soekarjo with No: 420/004349 / I /
2019. The results showed that there were effects of variations in negative pressure 25 and 25 kPa
on the value of oxygen saturation in the analysis of each group with a significant difference in mean
values p value 0.001 <0.05, but there were no significant differences between the two groups with
Abstra
p value 0.284> 0,05. The conclusion of this study shows that a negative pressure of 25 kPa is more
k
effective in removing secretions on the airway and allows increasing oxygen saturation after
suctioning
Pasien kritisinyang
patients with ventilators
terpasang compared
endotracheal to a pressure
tube (ETT) of 20mekanik
dan ventilasi kPa. di Intensive Care Unit
(ICU) membutuhkan tindakan suction untuk membersihkan
Keywords: Endotracheal tube (ETT), SpO2, Suction pressure dan mempertahankan kepatenan jalan
nafas. Suction ETT selain manfaatnya juga bisa menyebabkan dampak negatif seperti penurunan
saturasi oksigen, trauma, hipoksemia, bronkospasme, kecemasan bahkan menstimulasi
peningkatan tekanan intravaskular. Tujuan penelitian ini adalah menganlisis pengaruh variasi
tekanan negatif suction terhadap nilai saturasi oksigen pasien yang terpasang ventilator di ICU.
Jenis penelitian adalah experimen semu (quasi experiment), dengana desain two group pretest-
postest, total sampel adalah 37 yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi
pasien dewasa ≥ 15 tahun, terpasang ETT dan ventilator. Adapun kriteria eksklusi adalah pasien
hanya mendapatkan suction 1 kali, dalam kondisi t-piece, diagnosis pneumonia dan observasi tidak
lengkap.Variabel bebas adalah tekanan negatif suction dan variabel dependent adalah saturasi
oksigen. Analisis data menggunakan uji paired t-test dan independent t-test dengan signifikasi 5%.
Etik penelitian diperoleh dari komite Etik RS RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan No:
420/004349/I/2019. Hasil penelitian menujukan terdapat pengaruh variasi tekanan negatif 25 dan
25 kPa terhadap nilai saturasi oksigen pada analisis masing-masing kelompok dengan perbedaan
nilai mean yang signifikan p value 0,001<0,05, tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan diantara
dua kelompok dengan p value 0,284>0,05. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan tekanan negatif
25 kPa lebih efektif dalam mengeluarkan sekresi sekret pada jalan nafas dan memungkinkan
penigkatan saturasi oksigen setelah tindakan suction pada pasien dengan ventilator dibandingkan
dengan tekanan 20 kPa.
Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 8
Kata Kunci: Tekanan suction, SpO2, Endotracheal tube (ETT)
Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

PENDAHULUAN penurunan saturasi oksigen, trauma, hipoksemia,


bronkospasme dan kecemasan13. Pendapat lain9
Pasien kritis adalah pasien yang berpotensial menyebutkan penggunaan tekanan tekanan negatif
terancam jiwaanya terutama masalah kesehatan. 200 mmHg pada suction terbuka risikonya lebih
Semakin kritis kondisinya, menjadi sangat rentan, rendah terhadap penurunan nilai
tidak stabil dan kompleks, juga membutuhkan
asuhan perawatan yang intensif. Pasien yang
mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami gangguan jalan nafas, gangguan
pernafasan dan gangguan sirkulasi. Perawat
mendignosis dengan masalah bersihan jalan nafas
tidak efektif yang merupakan ketidakmampuan
untuk mengeluarkan sekresi serta penyempitan
jalan nafas oleh sekret atau obstruksi untuk
mempertahankan jalan nafas1.
Tindakan suction merupakan intervensi
kolaboratif yang berfungsi untuk mencegah
obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh
sekresi kering dan perlengketan mukosa. Suction
endotracheal (ETT) dapat menyebabkan beberapa
masalah pada pasien kritis bila dilakukan dengan
prosedur tidak benar, diantaranya penurunan
saturasi oksigen, disritmia jantung, hipotensi,
bahkan menyebabkan tekanan intrakranial2.
Terdapat dua metode suction yaitu suction
terbuka dan tertutup, keduanya sama-sama aman
dan bisa digunakan, walaupun suction tertutup
lebih direkomendasikan3. Namun di indonesia
yang sangat umum adalah suction terbuka.
Berdasarkan literatur terdapat variasi dalam
penggunaan tekanan negatif pada suctioning.
Rekomendasi tekanan negatif yang digunakan
untuk pasien dewasa adalah 100-150 mmHg
dengan durasi 7-15 detik dan ukuran kateter
suction 12 Fr dan 14 Fr. 4-8 dan ada yang
menyebutkan 200 mmHg9. Tekanan 100 mmHg
merupakan tekanan negatif minimal yang
dianjurkan untuk melakukan suction tetapi
tekanan suction diatur berdasarkan jumlah sekret
yang terdapat pada jalan nafas, bila tekanan 100
mmHg belum dapat memobilisasi sekret maka
tekanan dapat ditingkatkan sampai maksimal 150
mmHg. Tekanan yang melebihi 150 mmHg dapat
menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia10,11,8
Tekanan yang lebih tinggi dapat
mengeluarkan sekret maksimal dan meningkatkan
saturasi oksigen12,8 namun disatu sisi dengan
tekanan yang tinggi memungkinkan terjadi

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 9


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

Monitoring hemodinamika merupakan suatu adalah two group pretest-postest. Populasi


pengkajian fisiologis yang penting dalam penelitian adalah semua pasien diruang ICU yang
perawatan pasien – pasien kritis. Hasil penelitian terpasang ventilator, teknik pengambilan sampel
menyebutkan mayoritas perawat ICU (69,9%) menggunakan consecutive sampling. Total
tahu indikasi prosedur, (77,7%) tahu tindakan sampel yang diambil adalah 37 pasien dengan
yang harus diambil jika terjadi perubahan kriteria inklusi pasien dewasa ≥ 15 tahun,
mendadak pada monitor EKG14. terpasang ETT dan ventilator. Adapun kriteria
Penggunaan tekanan negatif, ukuran dan eksklusi adalah pasien hanya mendapatkan
durasi suction yang sesuai dapat meminimalkan suction 1 kali, dalam kondisi t- piece, diagnosis
komplikasi. Berbagai penelitian terkait pengaruh pneumonia, observasi tidak lengkap.Variabel
tindakan suctioning sebelumnya telah membahas bebas adalah tekanan negatif suction dan variabel
jenis tekanan negatif yang bervariatif dari 100, dependent adalah saturasi oksigen.
120, 150, 200 mmHg dan lama suction 10-15 Hasil pengukuran dilihat dari data nilai
detik dengan hasil sudut pandang yang berbeda. saturasi oksigen pre dan post masing masing
Kebaruan penelitian ini adalah peneliti akan kelompok yang dicatat dalam lembar observasi.
mengkombinasikan tekanan negatif suction 20 Nilai saturasi oksigen pada analisis dilihat dari
kPa durasi 7 detik dan tekanan 25 kPa durasi 10 nilai meaan. Data peneletian terdistribusi normal
detik, dan peneliti akan mengevaluasi atau dan dianalisa dengan menggunakan uji paired t-
melihaat dampaknya terhadap nilai saturasi test dan independent t-test dengan signifikasi 5%.
oksigen termasuk sekresinya. Etik penelitian diperoleh dari komite Etik RS
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan
No:420/004349/I/2019.
METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Adapun karakteristik responden pada
pengumpulan data dilakukan 14 Januari -14 penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Maret 2019. Jenis penelitian adalah experimen Tabel 1. Karakteristik responden penelitian
(n=37).
semu (quasi experiment), desain penelitian
saturasi oksigen arteri dan HR, dibandingkan Karakteristik Frekuensi Persentase
tekanan
negatif 100 mmHg. Penggunaan suction dapat Responden (f) (%)
mempengaruhi status hemodinamika pada psien Umur
kritis yang terpasang ETT. Terutama berkaitan 0 – 15 tahun 1 2,7
dengan pernafasan, mengingat hipoksemia dapat 16 – 25 3 8,1
terjadi, otak tidak mendapatkan suplay oksigen 4- tahun
26 – 35 4 10,8
6 menit dapat menyebabkan kematian permanen tahun
pada otak. Salah satu alat yang digunakan untuk 36 – 45 4 10,8
memantau kondisi hipoksemia adalah pulse tahun
46 – 55 13 35,1
oksimetri. Perawat sebagai bagian dari tim tahun
kesehatan mempunyai tanggung jawab yang 56 – 65 9 24,3
besar dalam memonitor keadaan hemodinamika. tahun
>66 tahun 3 8,1

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 10


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

Jenis Kelamin Dalam penelitian sebelumnya sekitar 46,8%


Laki-laki 19 51,4 responden mengalami penurunan saturasi oksigen
Perempuan 18 6,5% karena tindakan suction15. Sebelum
48,6 Lama dilakukan suction tanda-tanda vital dalam batas
Rawat normal, observasi setelah suction menunjukkan
3 hari 17 45,9 peningkatan tanda-tanda vital (terutama denyut
4 hari 16 43,3 jantung dan frekuensi pernafasan) akibat adanya
≥5 hari 4 sekresi pada saluran nafas (indikasi suction) yang
10,8 Dignosa menyebabkan penurunan saturasi oksigen16,17.
Medis Tekanan 140 mmHg lebih efektif daripada
Post Craniotomy 17 45,9 tekanan 130 mmHg, dan efektif menghilangkan
Post SC 2 5,4 sekret secara keseluruhan sehingga
Post HD 1 2,7 meningkatkan pasokan oksigen perifer saturasi
Post laparotomy 7 18,9 oksigen dengan meningkatnya pasokan oksigen
Post curetuse 2 5,4 ke perangkat yang efektif dan meningkatkan
Post karuraltomy 1 2,7 tingkat SpO2. Akibat adanya akumulasi sekret di
Post tiroidektomi 3 8,1
Post up shunt 2 5,4 jalan napas pasien, napas menjadi tidak adekuat
Stroke Hemoragik 1 2,7 yang akan menyebabkan pasokan oksigen ke
Status epilepsi 1 2,7 paru-paru berkurang, sehingga oksigen yang
disalurkan keseluruh tubuh melalui pembuluh
Karakteristik responden penelitian didominasi darah juga berkurang, serta oksigen rendah yang
responden berjenis kelamin laki-laki (51,4%), diterima oleh perifer, sehingga rendah oksigen
lama hari rawat paling banyak adalah 3 hari (45,9) (SpO2) terdeteksi pada pulse oksimetri18.
berusia 46-55 tahun yaitu (35.1%), dan sebagian Analisis beda kelompok dengan
besar dengan post cranitomy sebanyak (45,9%). menggunakan uji independent t test menunjukkan
bahwa nilai signifikasi (2-tailed) 0,284 > 0,05,
Tabel 2. Nilai saturasi oksigen (SpO2) pre dan maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan
post antara tekanan 20 kPa dan 25 kPa. Berdasarkan
suction dengan tekanan 20 dan 25 kPa analisis tidak terdapat pengaruh variasi tekanan
antara dua kelompok (20 dan 25 kPa) terhadap
variabel nMean± t nilai saturasi oksigen. Hal ini
Si dikarenakan mean
g
SD (2 tailed) oksigen antara tekanan 20 kPa dan
penurunan saturasi
SaO2 Pre- 37 2,108± 5,710 0,000 25 kPa tidak signifikan yaitu 0,57 tidak mencapai
post (25 kPa) 2,246 angka 1 dan hampir seimbang penurunannya.
Hasil ini juga sejalan dengan penelitian
sebelumnya9,13 yang
SaO2 Pre- 37 2,676± 7,158 0,000 mengungkapkan tidak ada perbedaan antara
post (20 kPa) 2,274 kedua kelompok tekanan suction 100 mmHg
dan 200 mmHg terhadap SpO2 dan Heart Rate
sebelum, selama, dan 5
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata terhadap nilai saturasi oksigen pada pasien
penurunan SpO2, responden dengan terpasang ventilator di Ruang ICU RSUD Prof.
menggunakan tekanan 20 adalah 2,676 dan 25 Dr. Margono Soekarjo dengan variasi tekanan 20
kPa adalah 2,108. Berdasarkan hasil uji paired KPa dan 25 KPa. Penelitian ini menunjukkan
sampel t test yang menunjukan nilai signifikan bahwa tekanan 25 kPa memberikan efek
(0.001, <0,05). Sehingga dapat disimpulkan signifikan menurunkan SpO2 lebih besar
bahwa ada pengaruh tindakan suction (ETT) dibandingkan tekanan 20 kPa, namun dalam

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 11


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

menghilangkan sekret secara keseluruhan dan 20 menit setelah tindakan suction pada
tekanan 25 kPa lebih efektif dibandingkan 20 setiap kelompok.
kPa. Nilai saturasi oksigen sebelum dilakukan
suction (setelah tindakan hiperoksigenasi)
Tabel 3. Perbedaan saturasi oksigen antara pada tekanan 100 mmHg, tekanan 120 mmHg
tekanan
dan tekanan 150 mmHg terbanyak pada nilai
100 %, hal ini disebabkan adanya tindakan
20 kPa dan 25 kPa
hiperoksigenasi yang dilakukan selama 2
SaO2 df Mean SD T Sig. menit. Namun saturasi oksigen sebelum
20 Kpa 72 2,11 2,24 - 1,080 0,284 dilakukan suctioning (setelah tindakan
6 hiperoksigenasi) pada tekanan 100 mmHg,
25 KPa 2,68 2.27 tekanan 120 mmHg dan tekanan
4 150 mmHg tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna dengan nilai p= 0, 367. Hasil
penelitian ini kontras dengan penelitian
sebelumnya8 yang menemukan ada perbedaan
antara tekanan 140, 130 dan 110 ketika
dianalisis dengan kelompok berbeda (t
independent).
Meskipun demikian hasil penelitian ini
yang mendukung konsep sebelumnya8,9 bahwa
semakin tinggi tekanan negatif (25kPa) suction
efektif dalam membersihkan secret dan
penurunan saturasi oksigen yang lebih rendah
dibandingkan tekanan yang lebih rendah (20
kPa). Namun ketika dibandingkan selisih

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 12


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

pre-post test kedua kelompok nilai mean belum 3. Özden D, Görgülü RS. Effects of open and closed
mencapai nilai yang cukup signifikan. suction systems on the haemodynamic parameters
in cardiac surgery patients. Nursing in critical care.
2015 May;20(3):118-25.
4. Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. Fundamental
SIMPULAN Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta:
EGC. 2010.
Tekanan negatif 25 kPa lebih efektif dalam 5. Berman, A. Snyder, S. Kozier, B. & Erb, G. (2009).Buku
Ajar Praktik Keperawatan Klinis, Edisi 5. Terjemahan
mengeluarkan sekresi sekret pada jalan nafas dan Eny meiliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, &
memungkinkan peningkatan saturasi oksigen Fruriolina Ariani. Jakarta: PT. EGC.
setelah tindakan suction pada pasien dengan 6. Hahn, M. (2010). 10 Consideration for
ventilator dibandingkan dengan tekanan 20 kPa. Endotracheal Suctioning. rtmagazine.com. Melalui
Meskipun dalam analisis beda kelompok tidak http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/19.
ditemukan adanya perbedaan penurunan saturasi Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
oksigen. 7. Liu XW, Jin Y, Ma T, Qu B, Liu Z. Differential effects of
endotracheal suctioning on gas exchanges

DISKUSI

Meskipun tekanan negatif suction yang lebih


tinggi lebih direkomendasikan, namun dampak
dari tekanan tersebut perlu dievaluasi kembali
mengingat frekuensi suction yang berulang dan
durasi yang lama bisa menginduksi efek samping.
Perlu dikembangkan penelitian yang melihat efek
frekuensi tindakan suction pada pasien yang
terpasang ventilator.
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih yang mendalam kepada


semua responden survei, staf, perawat dan dokter
rumah sakit Prof. Dr. Margono Sokerjo di
Purwokerto yang telah membantu dalam
penelitian, juga Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Muhammadiyah Purwokerto sebagai
pemberi dana penelitian.
REFERENSI

1. Herdman HT, Kamitsuru S, editors. NANDA


International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification 2018-2020.
2. Hudak, CM & Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis
Pendekatan Holistik , vol. 2. Terjemahan
Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin, &
Monica Ester. Jakarta: PT. EGC

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 13


Herb-Medicine Journal ISSN: 2620-567X

in patients with acute respiratory failure


under pressure-controlled and volume-
controlled ventilation. BioMed research
international. 2015; 2015.p 1-7
8. Muhaji M, Santoso B, Putrono P. COMPARISON OF
THE EFFECTIVENESS OF TWO LEVELSOF SUCTION
PRESSURE ON OXYGEN SATURATION IN PATIENTS
WITH ENDOTRACHEAL TUBE. Belitung Nursing
Journal. 2017 Dec 28;3(6):693-6
9. Yousefi H, Vahdatnejad J, Yazdannik AR.
Comparison of the effects of two levels of negative
pressure in open endotracheal tube suction on the
physiological indices among patients in intensive
care units. Iranian journal of nursing and midwifery
research. 2014 Sep;19(5):473.
10. Potter PA, Perry AG. Fundamental Keperawan
Buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. 2010.
11. Septimar ZM. Pengaruh Tindakan Penghisapan
Lendir (Suction) terhadap Perubahan Kadar
Saturasi Oksigen pada Pasien kritis di ICU. Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2018 Mar
20;7(01):10-4.
12. Putri, GF. Efektivitas Tekanan Suction 110 mmHg
dan 130 mmHg terhadap Saturasi Oksigen pada
pasien yang terpasang Endotracheal Tube di Ruang
ICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi
Ilmu Keperawatan. Poltekkes Kemenkes
Surakarta.2015
13. Lesmana H, Murni TW, Anna A. Analisis Dampak
Penggunaan Varian Tekanan Suction terhadap
Pasien Cedera Kepala Berat. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran. 2015;3(3).
14. Mwakanyanga ET, Masika GM, Tarimo EA.
Intensive care nurses’ knowledge and practice on
endotracheal suctioning of the intubated patient: A
quantitative cross-sectional observational study.
PloS one. 2018 Aug 16;13(8):e0201743.
15. Maggiore SM, Lellouche F, Pignataro C, Girou E,
Maitre B, Richard JC, Lemaire F, Brun-Buisson C,
Brochard L. Decreasing the adverse effects of
endotracheal suctioning during mechanical
ventilation by changing practice. Respiratory care.
2013 Oct 1;58(10):1588-97.
16. Qiao Z, Yu J, Yu K, Zhang M. The benefit of daily
sputum suction via bronchoscopy in patients of
chronic obstructive pulmonary disease with
ventilators: A randomized controlled trial.
Medicine. 2018 Aug;97(31).
17. Dastdadeh R, Ebadi A, Vahedian-Azimi A.
Comparison of the effect of open and closed
endotracheal suctioning methods on pain and
agitation in medical ICU patients: a clinical trial.
Anesthesiology and pain medicine. 2016 Oct;6(5).
18. Kartikawati D. Buku ajar dasar-dasar keperawatan
gawat darurat. Jakarta: Salemba Medika. 2011.

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019 14


Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

15
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

ANALISIS PERUBAHAN SATURASI


OKSIGEN DAN FREKUENSI
Abstract
PERNAFASAN PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR YANG Suction is an action to maintain airway patency
due to excessive secretion accumulation. Suction
DILAKUKAN SUCTION DIRUANG has both advantages and disavatanges, some of
ICU RS MARDI RAHAYU KUDUS the disavatanges are change of oxygen saturation
and respiratory frequency. The study is conducted
to analyze the value change of oxygen saturation
Ari Hana Kristiani1*), Suksi Riani2, Mamat Supriyono3 and respiratory frequency before and after
1,2
STIKes Telogorejo Semarang suction. Pre-experiment with one group pre test
3
Epidemiologi Kesehatan and post test design was used in the study. There
Dinas Kesehatan Kota Semarang were 35 respondents as the samples. Paired t-test
*)
arihanakristiani3@gmail.com and wilcoxon were applied as the statistical test.
The study cloncludes that there is a valuable
change of oxygen saturation value, before and
Abstrak after suction with p-value 0,001 (< 0,05), but there
is no valuable change of respiratory frequency,
Suction adalah tindakan untuk menjaga before and after suction with p-value 0,170 (<
0,05). The result of the study can be guidance for
kepatenan jalan nafas akibat dari penumpukan
nurses of ICU in doing suction to notice change of
sekret yang berlebih, namun tindakan suction
oxygen saturation and respiratory frequency
selain memiliki manfaat juga memiliki dampak
before and after suction.
salah satunya perubahan saturasi oksigen dan
frekuensi pernafasan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis perubahan nilai
Keywords: Suction, oxygen saturation, respiratory
saturasi oksigen dan frekuensi pernafasan frequency
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
suction. Metode penelitian ini adalah pre-
eksperiment dengan pendekatan one group pre
and post test dengan teknik sampling kuota
sampling. Populasi pada penelitian ini adalah
semua pasien yang terpasang ventilator. Sampel
dalam penelitian ini adalah 35 responden. Uji
statistik yang digunakan adalah uji paired t-test
dan uji wilcoxon. Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat perubahan yang bermakna untuk nilai
saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan suction dengan nilai p-value 0,001 (<
0,05), namun tidak terdapat perubahan yang
bermakna pada nilai frekuensi pernafasan
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction
dengan p-value 0,170 (> 0,05). Hasil penelitian
ini diharapkan menjadi acuan bagi perawat ICU
dalam melakukan suction agar memperhatikan
perubahan saturasi oksigen dan frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan
suction.

Kata kunci: Suction, saturasi oksigen, frekuensi


pernapasan

16
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

Pendahuluan yang harus di tanggung (Purnawan & Saryono,


Intensive Care Unit (ICU) merupakan 2010, hlm.55). Hasil penelitian Mardiono (2018,
ruangan intensif yang memberikan perawatan hlm.129-130) menyatakan bahwa keluarga pasien
kepada pasien dalam kondisi kritis. Ruang ICU yang di rawat di ruang ICU merasakan bingung,
memiliki peralatan-peralatan medis yang pusing, tidak bisa tidur, takut kehilangan anggota
menunjang dalam memberikan perawatan pada keluarganya, dan merasa pikirannya kacau.
pasien dengan kondisi kritis (Dewi, et al., 2018,
hlm.1). Peralatan medis diruang ICU terdiri dari Dampak ekonomi dari penggunaan
ventilasi mekanik (ventilator), syringe pump, infus ventilator dalam kurun waktu yang lama ialah
pump, defibilator, alat hemodialisa, peralatan bertambahnya biaya dan beban finansial yang
drain toraks, echocardiografi dan peralatan harus di tanggung keluarga. Hal ini dikarenakan
suction (Dewi, et al., 2018, hlm.13-14). biaya perawatan dan sewa alat di ruang ICU yang
relatif mahal. Di RS Fatmawati biaya perawatan
Ventilator merupakan alat yang digunakan ICU dengan ventilator per hari mencapai Rp.
untuk memberi bantuan dalam proses ventilasi 1.200.000 belum termasuk dengan biaya sewa
atau pernafasan (Nugroho, Putri & Putri, 2016, alat lainnya. Hasil penelitian Tobing (2013, hlm.8)
hlm.228). Penggunaan ventilator memberikan menyatakan bahwa pada pasien post operasi yang
efek pada pasien seperti rasa tidak nyaman yaitu di rawat di ruang ICU akan menghabiskan banyak
adanya penumpukan sekret di Endotrakheal tube biaya (high cost) karena banyaknya tindakan dan
(ETT). peralatan yang harus diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian Bastian (2016, Ventilator memiliki beberapa mode. Mode-
hlm.100) tentang pengalaman pasien yang pernah mode ventilator terdiri dari controlled mechanical
terpasang ventilator menyatakan bahwa pasien ventilation (CMV), assist control ventilation (ACV),
yang terpasang ventilator merasa tidak nyaman intermittent mandatory ventilation (IMV), dan
karena adanya penumpukan sekret sehingga pressure support ventilation (PSV) (Rab, 2010,
perlu dilakukan tindakan suction. Selain itu juga hlm.538). Mode PSV merupakan mode ventilator
pasien merasakan nyeri dan sesak saat tindakan yang diberikan kepada pasien yang sudah mampu
suctionPenggunaan ventilator dalam waktu yang bernafas secara spontan atau pasien yang dapat
lama menimbulkan banyak kerugian dari segi bernafas namun volume tidalnya tidak cukup
kesehatan, sosial maupun ekonomi. Dari segi karena nafas yang dangkal (Nugroho, Putri &
kesehatan penggunaan ventilator yang tidak Putri, 2016, hlm.231).
sesuai akan menimbulkan kerusakan pada paru-
paru, pneumothoraks, infeksi hingga kematian Suction merupakan tindakan untuk
(Sundana, 2014, hlm.154). Menurut hasil menjaga kepatenan jalan nafas dan mencegah
penelitian (Wahyudi, 2012) menyatakan bahwa terjadinya infeksi bakteri akibat penumpukan
sebesar 62,8% pasien meninggal diantaranya sekret yang berlebih di endotrakheal tube (ETT).
disebabkan karena sepsis 44,4% dan gagal nafas Manfaat dari suction yaitu menjaga kepatenan
sebesar 18,5%. Selain itu karena riwayat jalan nafas (airway), mengurangi risiko Ventilator
penggunaan ventilator jumlah pasien yang Assosiated Pneumonia (VAP), mengurangi sekret
meninggal relatif tinggi yaitu sebesar 41,8%. dan memperlancar proses bernafas (Purnawan &
Saryono, 2010, hlm.49).
Selain dampak dari segi kesehatan,
penggunaan ventilator yang lama akan Hasil penelitian Kitong (2014, hlm.5)
berdampak pada kehidupan sosial bagi pasien dan menyatakan bahwa ada perbedaan kadar saturasi
keluarga pasien. Dampak sosial timbul akibat dari oksigen sebelum dan setelah dilakukan tindakan
adanya stressor fisik maupun psikis yang suction, ditunjukan dengan adanya penurunan
dirasakan keluarga dan pasien berupa perasaan kadar saturasi oksigen dengan selisih nilai 5,174%
takut menghadapi kematian, perasaan lemah tak dan hasil p-value 0,000. Hasil penelitian yang
berdaya, lingkungan yang asing dan beban biaya dilakukan Zukhri (2018, hlm.45) menyatakan
17
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

bahwa ada perbedaan open suction yang pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan
dilakukan sesuai standar prosedur operasional tindakan suction. Perawat menyampaikan bahwa
(SOP) di ruang ICU dengan open suction metode prosedur suction meliputi 3A yaitu asionotik (tidak
Credland terhadap saturasi oksigen perifer pada ada tanda tanda sianosis dan penurunan saturasi
pasien yang terpasang ventilator dengan p-value oksigen), aseptik (melakukan tindakan dengan
0,014. prinsip aseptik yaitu dengan alat yang steril),
atraumatik (tindakan yang dilakukan tidak
Suction dapat menimbulkan perubahan
menimbulkan trauma atau cidera pada saluran
nilai saturasi oksigen dan perubahan frekuensi
pernafasan).
pernafasan, hal ini terjadi karena saat proses
suction oksigen di paru-paru ikut keluar bersama
dengan sekret. Perubahan frekuensi pernafasan Metode Penelitian
terjadi sebagai kompensasi dari berkurangnya Penelitian ini merupakan penelitian
oksigen yang masuk dalam paru karena proses kuantitatif dengan menggunakan rancangan
suction. Perubahan frekuensi pernafasan dapat penelitian pre-eksperimen dengan pendekatan
meningkat atau menurun setelah dilakukan one group pre and post test. Populasi dalam
tindakan suction (Nofiyanto, 2013, hlm.133). penelitian ini semua pasien yang terpasang
ventilator dan dilakukan tindakan suction, rata-
Hasil penelitian Nofiyanto (2013, hlm.130) rata perbulan 39 orang. Teknik pengambilan
menyatakan bahwa tindakan open suction dapat sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
merubah parameter kardiopulmonal secara kuota sampling. Jumlah sampel yang diperoleh
signifikan dengan adanya peningkatan heart rate dalam penelitian ini sebanyak 35 responden. Alat
(HR) sebesar 6,412, peningkatan respiratory rate pengumpul data dalam penelitian ini berupa
(RR) sebesar 4,971, penurunan SpO2 sebesar 1,68 lembar observasi, oxymeter pulse, dan bedside
dan peningkatan systolic blood pressure (SBP) monitor.
sebesar 5,71. Hasil penelitian Melastuti (2018,
hlm.18-19) menyatakan bahwa kondisi Berdasarkan hasil normalitas data diketahui
hemodinamika pasien yang dilakukan suction nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah
relatif stabil dengan nilai rata-rata tekanan sistol dilakukan suction menggunakan shapiro-wilk
pasien yang dilakukan suction ialah 132,70 mmHg, didapatkan p-value 0,001 sehingga disimpulkan
tekanan diastol 78,30 mmHg, heart rate (HR) data tidak berdistribusi normal. Namun hasil
104,10 x/menit, respiratory rate (RR) 19,30 normalitas data dengan shapiro-wilk pada nilai
x/menit, suhu 360C, SpO2 91,7%, MAP 96,80 frekuensi sebelum dilakukan suction didapatkan
mmHg. p-value 0,090 dan nilai frekuensi pernafasan
sesudah dilakukan suction didapatkan p-value
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 0,217 sehingga disimpulkan data berdistribusi
ruang ICU RS Mardi Rahayu Kudus diketahui normal. Data nilai saturasi oksigen sebelum dan
bahwa pada tahun 2016 terdapat 375 pasien yang sesudah dilakukan suction tidak berdistribusi
terpasang ventilator, tahun 2017 sebanyak 384 normal maka uji statistik yang digunakan adalah
pasien, dan pada tahun 2018 sebanyak 475 uji wilcoxon sedangkan untuk nilai frekuensi
pasien yang terpasang ventilator. Hasil pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan
wawancara dengan 3 orang perawat menyatakan tindakan suction data berdistribusi normal maka
bahwa mode ventilator yang sering digunakan uji statistik yang digunakan ialah uji paired t-test.
ialah PSIMV. Semua pasien yang terpasang
ventilator pasti dilakukan suction. Indikasi
dilakukan suction ialah adanya penumpukan Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
sekret, kontraindikasi tidak dilakukan suction jika karakteristik responden berdasarkan usia
nilai PEEP > 10 cmH2O. Waktu dalam 1 kali suction mayoritas ialah pada lansia awal sebanyak 11
tidak boleh > 10 detik. Perawat sudah melakukan responden (31,4%).
observasi saturasi oksigen dan frekuensi
18
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

Hasil dan Pembahasan


Karakteristik Responden
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin (n=35)

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)


Usia
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 9 25,7
Lansia Awal (46-55 tahun) 11 31,4
Lansia Akhir (56-65 tahun) 9 25,7
Manula (≥66 tahun) 6 17,1
Total 35 100 %
Jenis Kelamin
Laki-laki 14 40
Perempuan 21 60
Total 35 100%
Hasil penelitian ini di dukung oleh
penelitian Suryadilaga, Arifin dan Ismail (2015)
menyatakan sebanyak 50% pasien yang dirawat di
ruang ICU RSUP Dr.Kariadi berusia 41-60 tahun.
Usia lansia awal merupakan keadaan dimana
tubuh akan mengalami kemunduran baik dalam
kemunduran fungsi tubuh maupun psikis sehingga
akan rentan terkena penyakit dan tidak mampu
memperbaiki kerusakan yang dialami (Ratnawati,
2017, hlm.19). Salah satu perubahan yang dialami
lansia ialah terjadinya perubahan pada sistem
pernafasan yaitu terjadinya penurunan elastisitas
jaringan paru, atrofi silia, penurunan kekuatan
otot pernafasan, dan penurunan tekanan parsial
oksigen arteri (Morton, et al., 2011, hlm.197)

Jenis kelamin mayoritas ialah perempuan


sebanyak 21 responden (60%). Hasil penelitian ini
didukung dengan penelitian Agustin, et al., (2019)
menyatakan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan (52,3%). Selain itu
menurut Notoatmodjo (2009, hlm.20)
menyatakan bahwa pada perempuan akan
mengalami penurunan kadar hormon esterogen
yang menyebabkan terjadinya rawan terserang
penyakit kronis.

19
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

Gambaran Klinis Responden (mode ventilator dan diagnosa medis)

Tabel 2
Gambaran Klinis Responden (Mode Ventilator & Diagnosa Medis) (n=35)

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)


Mode Ventilator
PCMV 12 34,3
PCV 7 20
PSIMV 14 40
Spontan 2 5,7
Total 35 100%
Diagnosa Medis
Gangguan kardiovaskuler 6 17,1
Gangguan neurologi 12 34,3
Gangguan endokrin 5 14,3
Gangguan respirasi 1 2,9
Gangguan Urologi 10 28,6
Gangguan multiple organ 1 2,9
Total 35 100%

Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil bahwa Sedangkan diagnosa medis mayoritas ialah
mode ventilator yang banyak digunakan ialah gangguan neurologi sebanyak 12 responden
mode PSIMV sebanyak 14 responden (40%), hal ini (34,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh
didukung oleh hasil penelitian Melastuti, penelitian Gunawan, Arifin dan Ismail (2015)
Wahyuningtyas dan Setyawati (2018, hlm.18) menyatakan bahwa sebanyak 31% responden
menyatakan bahwa sebanyak 100% dari penelitiannya masuk ke ruang ICU karena
respondennya menggunakan mode ventilator gangguan neurologi (post craniotomi). Gangguan
PSIMV. Mode ventilator PSIMV merupakan mode neurologi merupakan gangguan pada sistem saraf
ventilator yang diberikan kepada pasien yang maupun gangguan pada otak sehingga diperlukan
mempunyai usaha nafas spontan tetapi belum perawatan yang intensif (Saputra, 2013, hlm.72).
adekuat dan masih tergantung dengan aktivitas
pasien (Musliha, 2010, hlm.152).

20
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No Hal e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia J aT p-ISSN 2714-6502

Perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction

Tabel 3
Perubahan nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan tindkaan suction (n=35)

Saturasi oksigen Hasil n Z p-value


Sebelum
Negatif rank 32
Suction
4,732 0,001
Sesudah Positif rank 2
Suction Ties 1

21
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502

Berdasarkan tabel 3 menunjukan ada perubahan Open suction merupakan salah satu cara
yang signifikan nilai saturasi oksigen sebelum dan suction dengan melepas hubungan selang
sesudah dilakukan suction dengan nilai p-value endotrakheal dan sirkuit ventilator dan kemudian
0,001 (< 0,05).

Perubahan nilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction

Tabel 4
Perubahan nilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan tindkaan suction (n=35)

Frekuensi
Mean SD t p-value
pernafasan

Sebelum suction
20,60 4,414
0,543 0,170
Sesudah suction
21,14 5,214
Hal ini didukung dengan hasil penelitian menghisap lendir dengan menggunakan kateter
Septimar dan Novita (2018) menyatakan bahwa suction (Dewi, 2017, hlm.102). Pelepasan selang
nilai rerata saturasi oksigen sebelum dilakukan endotrakheal dengan sirkuit ventilator pada saat
suction dan sesudah dilakukan suction pasien tindakan suction akan mengakibatkan pemutusan
kritis di ruang ICU mengalami perubahan yang suplai oksigen ke paru-paru dan sekaligus akan
signifikan dengan p-value 0,0001. Perubahan nilai menghisap udara yang ada didalam paru-paru, hal
saturasi oksigen terjadi karena adanya tindakan ini akan berdampak pada penurunan jumlah
suction pada selang endotrakheal. Metode oksigen yang akan berdifusi dari alveoli ke kapiler
suction yang digunakan dalam penelitian ini ialah paru sehingga akan terlihat adanya penurunan
open suction. nilai saturasi oksigen (Rab, 2010, hlm.638).

dan sesudah dilakukan suction, hal ini terjadi


Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada karena sebelum dilakukan suction di berikan
perbedaan yang signifikan nilai frekuensi hiperoksigenasi terlebih dahulu sehingga nilai
pernafasan sebelum dan sesudah dilakukan frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah
suction dengan p-value 0,170 (> 0,05) dilakukan suction cenderung stabil.
Hal ini didukung dengan hasil penelitian
Permatasari, Agustin, dan Rahmawati (2017, ¶17) Simpulan
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan rerata Terdapat perubahan yang signifikan nilai
nilai frekuensi pernafasan pasien kritis yang saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
dilakukan tindakan suction endotracheal tube suction dengan nilai p-value 0,001. Namun pada
sebelum dan sesudah diberikan hiperoksigenasi nilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah
dengan p-value 0,173. tidak terdapat perubahan yang signifikan dengan
nilai pvalue 0,170. Sehingga dalam melakukan
Pada penelitian yang dilakukan peneliti tindakan suction perlu diperhatikan nilai saturasi
didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perubahan oksigen dan frekuensi pernafasan.
yang signifikan nilai frekuensi pernafasan sebelum

22
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502

Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah Berman, A., et al. (2009). Buku Ajar Praktik
satu acuan bagi perawat ruang ICU dalam Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC Brosche, T.A.M.
melakukan suction untuk lebih memperhatikan (2012). Buku Saku EKG. Jakarta: EGC
nilai saturasi oksigen dan pernafasan sebelum dan
Dewi et al,. (2018). Modul Pelatihan Keperawatan
sesudah dilakukan tindakan suction. Selain itu
Intensif Dasar Edisi Revisi. Bogor: IN
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah ilmu pengetahuan MEDIA
kepada mahasiswa khususnya profesi Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian
keperawatan dalam mengelola pasien kritis di Keperawatan (Pedoman
ruang ICU yang dilakukan tindakan suction. Untuk
peneliti selanjutnya dapat dijadikan referensi Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
dalam melakukan penelitian dengan variabel dan Penelitian). Jakarta: TIM
metode yang lainnya.
Dickman, A., & Schneider. (2016). The Syringe
driver continous subcutaneous
Daftar Pustaka infusions in paliative care 4th edition.
Agustin, Wahyu R., et al. (2019). Status United Kingdom: Oxford University Press
Hemodinamik Pasien Yang Terpasang Ely, A., et al. (2011). Penuntun Pratikum
Endotracheal Tube Dengan Pemberian Keterampilan Kritis II untuk
Pre Oksigenasi Sebelum Tindakan Suction Mahasiswa D-3 Keperawatan.
Di Ruang Intensive Care Unit, volume 1 Jakarta: Salemba Medika
Nomor 14.
Grap, Mary J, et al. (2010). Effect Of Level Of Lung
https://doi.org/10.30787/gaster.v17i1.
Injury On HR, MAP, And Sao2 Changes
336 diperoleh pada tanggal 5 Juli 2019 During Suctioning. Intensive And Critical
Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia Care Nursing,
(Oksigenasi): Konsep, Proses, dan Volume 10.
Praktik Keperawatan Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu https://researchgate.net/291971000
Ariani, A.P. (2014). Aplikasi Metodologi Penelitian diperoleh tanggal 28 Maret 2019
Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi. Gunawan, Vanesha S., Arifin, J., & Ismail, Akhmad.
Yogyakarta: Nuha Medika (2015). Jumlah Pasien Masuk Ruang
Baron, J.F., et al. (2012). Update in intensive care Perawatan Intensif Berdasrkan Kriteria
and emergency medicine II: Strategy in Prioritas Masuk
bedside hemodynamic monitoring. Berlin: Di RSUP DR Kariadi Periode
Spinger Scine Media JuliSeptember 2014, Volume 4 Nomor 4.
Bastian, Y. A. F. (2016). Pengalaman Pasien yang Jurnal Media Medika Muda.
Pernah Terpasang Ventilator (The https://ejournals1.undip.ac.id/index.php
Experience of Patients after using /medico diperoleh pada tanggal 5 Juni
Ventilator), Volume 4 Nomor 1. Jurnal 2019
Keperawatan Padjadjaran Hidayat, A. A. A. (2014). Metode Penelitian
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/j Kebidanan dan Teknik Analisa Data:
kp/article/view/141 diperoleh tanggal 25 Contoh Aplikasi Studi Kasus. Jakarta:
Desember 2018 Salemba Medika

. (2017). Metodologi Penelitian

23
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502

Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal


Salemba Medika Keperawatan indonesia.
Hudak, C.M & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php
Kritis pendekatan /jkp/article/view/5275 diperoleh tanggal
3 November 2018
Holistik. Jakarta: EGC
Kozier, B., et al. (2009). Buku Ajar Praktik
Jevon, Philip. (2009). Pemantauan Pasien Kritis Keperawatan Klinis Edisi 5 penerbit Buku
seri keterampilan klinis esensial Kedokteran. Jakarta: EGC
untuk perawat Edisi Kedua. Jakarta: Kozier, B., et al. (2010). Buku Ajar Fundamental
Erlangga
Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Jongerden, I. P., Kesecioglu, J., Speelberg, B., Praktik Edisi 7. Jakarta:
Buiting, A. G., Leverstein-van Hall, M. A.,
EGC
& Bonten, M. J. (2012). Changes in heart
rate, mean arterial pressure, and oxygen Lesmana, H. (2015). Analisis
saturation after open and closed dampak penggunaan varian tekanan
endotracheal suctioning: A prospective suction terhadap pasien cedera kepala
observational study. Journal of berat, Volume 3 Nomor 3.
Critical Care. Jurnal Keperawatan Padjadjaran.
https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2012.02 http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/j
.016 diperoleh tanggal 1 Desember kp/article/view/114 diperoleh pada
2018 tanggal 22 Desember 2018
Kartikawati, D. (2011). Buku Ajar DasarDasar Lopes, F. M., & Lopez, M. F. (2009). Impact of the
Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: open and closed tracheal suctioning
Salemba Medika system on the incidence of mechanical
ventilation- associated pneumonia :
Kepmenkes RI. (2010). Keputusan Menteri
literature review. Brazilian
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Association of Intensive
1778/MENKES/SK/XII/2010 Tentang
Care Medicine, Volume 21.
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
http://www.scielo.br/scielo.php?pid=
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.
S0103507 X2009000100012&script=s
https://perdici.org/guidelines/ diperoleh
ci_arttext&tlng=es diperoleh pada
pada tanggal 17 Januari 2019
tanggal 23 Februari 2019
Keykha, A., et al. (2016). Comparing the effects of
suction and routine methods on vital sign, Loscalzo, J. E. (2016). Harrison Pulmonologi dan
arterial blood oxygen saturation and pain Penyakit Kritis Edisi 2. Jakarta:
level of patients hospitalized at the EGC
intensive care unit. Journal of critical care
nursing in press. Lynn, P. (2010). Taylor’s Handbook of clinical
https://doi.org/10.17795/ccn6619 nursing skill. Philadelphia: Wolters
diperoleh pada tanggal 23 Februari 2019 Kluwer
Kitong, B. I., Mulyadi, N., & Malara, R. Maggiore, S.M. et al,. (2013). Decreasing the
adverse effects of
(2014). Pengaruh Tindakan Penghisapan
endotracheal suctioning during
Lendir Endotrakeal Tube (ETT) Terhadap
mechanical ventilation by changing
Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien
practice. Countinuing Respiratory Care
Yang Dirawat Di Ruang Icu Rsup Prof.
Education, Volume 58.

24
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien koma


d/23466423 diperoleh pada tanggal 22 di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Februari 2019 tahun 2015, Volume 3 Nomor 2. Jurnal Poltekkes
Mardiono, S. (2018). Tingkat Kecemasan Keluarga Solo.
terhadap Perubahan Status Kesehatan https://jurnal.poltekkessolo.ac.id/index.p
pada pasien kritis diruang rawat inap hp/JKG/article/dow nload/351.313
intensif care unit (ICU) Rumah Sakit diperoleh tanggal 2 Juni 2019
Pelabuhan Palembang tahun 2017, Nofiyanto, M. (2013). Perbedaan Parameter
Volume 2. Jurnal Kardiopulmonal Setelah Tindakan
‘Aisyiyah Medika. Open Suction, Volume 2 Nomor 3. Jurnal
Media Ilmu Kesehatan.
https://jurnal.stikes-
aisyiyahpalembang.ac.id/index.php/JAM/ http://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/
artic le/view/79 diperoleh tanggal 4 mik/article/view/113 diperoleh tanggal
Januari 2019 26 Desember 2018
Marlisa., I.S.P., & Kosasih, C,. (2013). Efek Suction Notoadmodjo. (2009). Kesehatan
melalui Catheter Mouth terhadap Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Saturasi Oksigen pada Cipta
Pasien Cedera Kepala, Vol. 1 Nomor Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
3.
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
https://doi.org/10.1177/10755470145 Cipta
25350 diperoleh tanggal 1 Desember
2018 Nugroho, T., Putri, B.T., Putri, D.K. (2016). Teori
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Melastuti, E., Wahyuningtyas,
Yogyakarta: Nuha Medika
W., & Setyawati, R. (2018).
Gambaran Hemodinamik Pasien Yang Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu
Dilakukan Open Suction System Keperawatan: Pendekatan
Description of Hemodynamic Patients Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Doing Open
Suction System. Nuryadi, et al. (2017). Dasar-dasar Statistik
Penelitian. Yogyakarta: Gramasurya
https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/
unc/article/download/2861/2078 Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009).
diperoleh tanggal 5 Januari 2019 Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku
Morton, Patricia G., et al. (2011). Keperawatan 2. Jakarta: Salemba Medika
Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010).
Volume 1. Fundamental Keperawatan Volume 1
Jakarta:EGC Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Purnawan, I., & Saryono. (2010). Mengelola
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat
Pasien Dengan Ventilator Mekanik.
Darurat. Jakarta: NuMed Nasir, Abd., Muhith, A.,
Jakarta: Rekatama
& Ideputri, M.E. (2011). Buku Ajar
Metodologi Penelitian Kesehatan: Konsep Rab, T. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM
Pembuatan Karya Tulis dan Thesis untuk
Mahasiswa Kesehatan. Ratnawati, Emmelia. (2017). Asuhan
Yogyakarta: Nuha Medika Nizar, Afif M., Keperawatan Gerontik.
& Haryati, Dwi S. (2017). Pengaruh suction
25
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 3 , Hal 504-514 , November 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502

Yogyakarta:PT.Pustaka Baru Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik


Penulisan Riset
Rosdahl, C.B. (2014). Buku Ajar
Keperawatan.Yogyakarta: Graha
Keperawatan Dasar Edisi 10 Volume 4. Ilmu
Jakarta: EGC
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan pada
Rosyida, N.I.P. (2011). Hubungan Metode Suction
pasien dengan gangguan sistem
Pada Pasien Terpasang Ventilator
pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Terkait Kejadian Infeksi Nosokomial
Ventilator-Associated Pneumonia Stevani, Priscila. 2016. Pengaruh Hormon Wanita
(VAP) Tahun 2007 pada Penyakit.
Sampai Tahun 2010 (Studi di Rumah http://rspremiersurabaya.com/pengaruh
hormon-wanita-pada-penyakit. Diperoleh
Sakit “X” Surabaya). Perpustakaan
pada tanggal 12 Juni 2019
Universitas Airlangga.
Stillwell, S.B. (2011). Pedoman
http://repository.unair.ac.id/23058/1/g
Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta:
dlhub-gdl-s1-2011-rosyidanur-
20749fkm171-k.pdf di peroleh pada EGC
tanggal 26 Februari 2019 Sugiyono. (2014). Metode Penelitian
Saputra, Lyndon. (2013). Buku Kuantitatif, Kualitatif dan
Saku Horrison Kedaruratan Medik R&D. Bandung: Alfabeta
Disertai Contoh Kasus Klinik. Sundana, K. (2014). Ventilator pendekatan praktis
Tangerang Selatan: Karisma Publishing di unit perawatan kritis volume 1 edisi
Group revisi. Jakarta: CICU
Saryono. (2010). Catatan Kuliah Kebutuhan Suryadilaga, Y., Arifin, J & Ismail, A. (2015). Jumlah
Dasar Manusia (KDM). Yogyakarta: Nuha Kematian pasien di ruang perawatann
Medika intensif berdasarkan kriteria prioritas
Saskatoon Health Region Authority (SHRA). masuk RSUP Dr.Kariadi periode
(2010). Suctioning artificial airways in JuliDesember 2014, Volume 4 nomor 4.
adults tracheostomy and endotracheal Jurnal Media Medika Muda.
tubes RN & GN https://ejournals1.undip.ac.id/index.php
Learning Package. /medico diperoleh pada tanggal 5 Juni
http://www.saskatoonhealthregion.ca/ 2019
diperoleh pada tanggal 17 Februari 2019 Susilowarno, R., et al. (2017). Buku Ajar Biologi
Sastroasmoro, S. (2014). Dasar-dasar untuk siswa SMA Kelas XII. Jakarta:
Grasindo
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto Swarjana, I. K. (2015).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Septimar, Z. M., & Novita, A. R. (2017). Pengaruh
Yogyakarta: ANDI Publ
Tindakan Penghisapan Lendir
(Suction) terhadap Perubahan Kadar Tobing, A.S.M.L. (2013). Analisis Hubungan
Saturasi Oksigen pada Pasien
kritis di ICU, Volume 3 Nomor 22. Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
http://journals.stikim.ac.id/ojs_new/in
dex.php/jikm/article/download/47/39/
diperoleh tanggal 4 Desember 2018
26
27

Anda mungkin juga menyukai