OVERDOSIS
Disusun oleh:
4006220007
( ) ( )
2022
OVERDOSIS
1. DEFINISI
Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang tidak
disengaja maupun disengaja dengan maksud bunuh diri. Overdosis merupakan
keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya keracunan yang
mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima
oleh tubuh.Overdosis obat sering disangkutkan dengan terjadinya heroin digunakan
bersama alcohol. (Tyas, maria. 2016)
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan
akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak
dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara
putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK).
Overdosis/intoksikasi adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat penggunaan
zat yg dosisnya melebihi batas toleransi tubuh. (Sartono. 2012)
2. ETIOLOGI
1. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :
a. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi
kesalahan dosis karena lansia minum lagi
b. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien
bingung, misalnya furosemid (antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex.
c. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau sekresi obat
melalui ginjal akan meracuni darah.
d. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk
terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.
e. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau
hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/ BK,
dll.
f. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya, misalnya jika
seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi apabilah dia
memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya kemungkinan besar
terjadi OD.
g. Kualitas barang dikonsumsi berbeda. (Sartono. 2012)
3. MANIFESTASI KLINIS
Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar
ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
• Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor
pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.
• Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut,
hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
• Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas,
sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blockade
jantung akhirnya meningal. (Wirasuta dan Niruri. 2006)
4. PATOFISIOLOGI
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul
gejala gejala ransangan Akh yang berlebihan,yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) Pada
keracunan IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel),sedangkan
keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible).Secara farmakologis
efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
• Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung.
• Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan
otot pernafasan.
• SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang- kejang(Konvulsi)
sampai koma. (Wirasuta dan Niruri. 2006)
5. KOMPLIKASI
1. Gagal ginjal
2. Kerusakan hati
3. Gangguan pencernaan
4. Gangguan pernafasan (Nurses Associaton, 2018)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari
harga normal ). Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 % Sedang : 20 - 40 % Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu yang
berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru diizinkan
bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N
2. Patologi Anatomi ( PA ).
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering
hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan
lainnya. (Nurses Associaton, 2018)
7. PENATALAKSANAAN
• Tindakan emergensi
Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi. Breathing : Berikan
pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
• Identifikasi penyebab keracunan bila mungkin lakukan identifikasi penyebab
keracunan, tapi hendaknya usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha- usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
• Eliminasi racun. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
• Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama
sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan
rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang
menghambatmotilitas (memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang muntah
dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding
belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan : a). Sirup
Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.b). Apomorphine Sangat efektif
dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5
menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.
b. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya
sumbatan pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama
tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah
klien akan terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan mengakibatkan
tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Sebelum diberikan bantuan
pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah
cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik
finger sweep (sapuan jari).
c. Breathing support
d. Circulation support
e. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan
GCS, dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
f. Exposure
Lakukan pengkajian head to toe.
g. Folley kateter
h. Gastric tube
i. Heart monitor
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus mengkaji
riwayat pasien :
j. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3 hari
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental dan fase detoksifikasi dan
terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan
ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus
dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi
2) Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan syaraf pusat
3) Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
dalam darah
4) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (konsumsi psikotropika
yang berlebihan secara terus menerus)
5) Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolic
3. Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa 1
Tujuan : pasien menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien
menunjukkan kemudahan bernapas, pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan
2. Pengisapan jalan napas : mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan
memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan napas oral
dan/atau trakea
3. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum,
seperti warna, karakter jumlah dan bau
5. Konsultasikan dengan tim medis dalam pemerian oksigen, jika perlu
2) Diagnosa 2
Tujuan : Pasien menunjukkan pola pernapasan efektif
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien
menunjukkan status pernapasan : status ventilasi dan pernapasan yang tidak
terganggu, kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas Intervensi :
1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
2. Pantau pola pernapasan
3. Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan/tidak adanya
ventilasi dan adanya suara napas tambahan
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
3) Diagnosa 3
Tujuan : keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecul ekstremitas
untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam suhu, hidrasi, warna
kulit, nadi perifer, tekanan darah, dan pengisisan kapiler baik dan lancar dan
dalam batas normal Intervensi:
1. Kaji terhadap sirkulasi perifer pasien (nadi perifer, edema, warna, suhu
dan pengisisan ulang kapiler pada ekstremitas)
2. Manajemen sensasi perifer
3. Ajarkan pasien / keluarga tentang : menghindari suhu ekstrempada
ekstremitas
4. Kolaborasi : berikan obat antitrombosit atau antikoagulan
4) Diagnosa 4
Tujuan : pengembalian volume cairan klien
Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam hidrasi adekuat dan
status nutrisi adekuat maupun keseimbangan cairan pasien dalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau cairan elektrolit pasien (intake/output)
2. Manajemen cairan (timbang berat badan, ttv, intake/output)
3. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
4. Kolaborasi : laporkan dan catat haluaran kurang/lebih dari batas normal
dan berikan terapi IV sesuai program.
5) Diagnosa 5
Tujuan :Pasien mempertahankan pernapasannya secara efektif .
Kriteria : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien
bebas dari sianosis dan tanda – tanda syok.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya (semi/fowler)
3. Anjurkan pasien melakukan latihan napas dalam
4. Kolaborasi : pemberian oksigen (non rebirthing)
DAFTAR PUSTAKA