Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT OVERDOSIS DAN KERACUNAN

Di Susun Oleh:

KELOMPOK 4

1. SALSABILA KASIM (C01418145)


2. DHEA ANANDA MOKODONGAN (C01418033)
3. MELIKA INDAH PANIGORO (C01418099)
4. MIFTAHULZANNAH NTOBUO (C01418102)
5. THANIA SUMANTA (C01418174)
6. FITRIAN MAKU (C01418062)
7. GUSWINDA DIU (C01418070)
8. ALZATIRA CHANTIKA RUMAGIT (C01418009)
9. LILIS HULUMUDI (C01418090)
10. RAHMELIA RAUF (C01418133)
11. SRI RAHAYU I. SIMON (C01418165)
12. YASIN POLUMUDUYO (C01415147)
13. SUSANTY SULUTA (C01420221)

KELAS A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Overdosis dan Keracunan” merupakan bagian mata kuliah Gawat Darurat.

Dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini penulis dapat mendapat bimbingan.


Dalam makalah ini penulis dapat menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Untuk itu penulis pengharapkan kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat
bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Pengertian
2.      Etiologi
3.      Patofisiologi
4.      Manifestasi Klinis
5. Penatalaksanaan
6. Komplikasi
8. Pencegahan
BAB III
PEMBAHASAN
A.     Pengkajian
B.     Diagnosa Keperawatan
C.     Intervensi Keperawatan
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. Menurut KBBI
overdosis (OD) adalah terjadinya gejala keracunan yang terjadi akibat keracunan obat
atau zat lain yang melebihi dosis yang diterima oleh tubuh.

Keracunan terjadi akibat adanya paparan xenobiotik (obat,toksin, bahan kimia


sintetik, atau bahan alami) yang menyebabkan luka (injury) senyawa yang bersifat toxic
(racun) didefinisikan sebagai suatu bahan yang dapat menyebabkan timbulnya respon
merugikan pada biologis, kerusakan fungsi yang fatal, atau kematian.
Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun sosio-
ekonomi, seperti mengakibatkan penderitaan (rasa sakit), penurunan produktifitas dan
pendapatan, serta peningkatan biaya perawatan kesehatan.
Racun adalah zat atau bahan yang masuk kedalam tubuh melalui mulut, hidung
(inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup
dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius
fungsi satu atau lebih organ atau jaringan. Karena adanya bahan-bahan yang berbahaya,
mentri kesehatan telah menetapkan peraturan nomor. 453/MEN .KES/PER/XI/1983
tanggal 16 November 1983 tentang bahan-bahan berbahaya. Karena tingkat
berbahayanya meliputi: besar dan luas jangkauan, kecepatan pelajaran, dan sulitnya
dalam penanganan dan pengamanannya, bahan-bahan berbahaya atau yang dapat
membahayakan kesehatan rakyat secara langsung atau tidak langsung dibagi 4 kelas.
Sedangkan berdasarkan jenis bahayanya, bahan berhaya dapat dibagi 13 golongan.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Overdosis dan Keracunan
2. Untuk Memenuhi Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Overdosis dan Keracunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
a. Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. Menurut KBBI
overdosis (OD) adalah terjadinya gejala keracunan yang terjadi akibat keracunan obat
atau zat lain yang melebihi dosis yang diterima oleh tubuh.
b. Keracunan adalah masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang mempunyai efek
membahayakan atau mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah,
jenis, frekuensi dan durasi yang terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja
bahkan dapat menimbulkan kematian. Racun adalaah zat atau bahan bila masuk
kedalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi).
2. Etiologi
Keracunan dapat disebabkan dari beberapa hal diantaranya yaitu faktor bahan kimia,
mikroba, toksin dan lain-lain. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi faskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-organ dalam tubuh. Biasanya akibat
dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung, gangguan pernafasan,
gangguan sirkulasi, dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia).
Dengan demikian keracunan dapat disebabkan oleh lingkungan hidup sekeliling yang
tercemar bahan bahaya, bahan-bahan kimia yang di gunakan bahan industry ,serta reaksi
yang tidak di kehendaki obat yang di gunakan termasuk interaksi beberapa obat yang di
gunakan bersama-sama, reaksi tubuh terhadap makanan yang tercemar bahan berbahaya,
pencemaran bahan-bahan yang bersifat karsinogenik atau mutagenik maupun teratogenik,
tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mengandung racun, sengatan dan gigitan binatang
berbisa.
Penyebab overdosis dikarenakan penyakit yang menurunkan metabolisme obat di hati
atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah dan gangguan emosi dan mental
menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi).
Mengonsumsi lebih dari satu jenis obat yang melebihi ambang batas kemampuan.
3. Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan dari beberapa hal diantaranya yaitu faktor bahan kimia,
mikroba, toksin dan lain-lain. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi faskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-organ dalam tubuh. Biasanya akibat
dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung, gangguan pernafasan,
gangguan sirkulasi, dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia).
Terjadinya mual muntah dikarenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung
meningkat. sedangkan pada saluran pernapasan terjadi korosi di trakea sehingga terjadi
pembengkakan atau edema pada laring.
Pembengkakkan ini lah yang akan menghambat jalan napas atau terjadilah obstruksi jalan
napas. Di saluran pencernaan dan saluaran pernapasan pembulu darah terganggu karena
darah menyerap obat dalam jumlah yang banyak, terganggunya ini akan mengakibatkan
gangguan saraf otonom yang akan menyebabkan nyeri kepala, kelemahan dan gangguan
di pusat pernapasan.
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh
(KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid(AKH)
dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih
tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan
Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala ransangan Akh yang
berlebihan,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan
stimulasi kemudian depresi SSP ) Pada keracunan IFO,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat
menetap (ireversibel),sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara
(reversible).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung. 2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola
mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan. 3. SSP, menimbulkan nyeri
kepala,perubahan emosi,kejang- kejang(Konvulsi) sampai koma.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala overdosis dan keracunan
1) Penurunan kesadaran
2) Nafsu yang buruk
3) Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah, muntah darah. Sakit perut, diare, dan
perdarahan pada saluran cerna
4) Nyeri dada
5) Terdapat suara gemuru seperti ngorok sulit bernafas.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan overdosis dan keracunan
Sebagian besar penatalaksanaan terapi keracunan bisa ular, insektisida, obat, serta
pewangi dan pemutih pakaian sudah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan keracunan
untuk rumah sakit dari BPOM RI (2001), sedangkan mayoritas keracunan makanan,
hidrokabon, dan alkohol memperoleh penatalaksanaan terapi yang tidak tepat.
Ketidaktepatan terapi disebabkan oleh adanya indikasi tanpa terapi, adanya terapi tanpa
indikasi, pemilihan terapi yang tidak tepat, serta tidak diberikan antidotum spesifik.
1. Tindakan emergenci
Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau
pernapasan tidak adekuat.
Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usahamencari
penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha- usaha penyelamatan penderita
yang harus segera dilakukan.
3. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama
sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan
rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang
menghambatmotilitas (memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang muntah
dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding
belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan : a). Sirup
Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
b. Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat
menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07
mg/kg BB secara subkutan.
c. Pemberian Norit ( activated charcoal )Jangan diberikan bersama obat muntah,
pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
• Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,antiinflamasi non
steroid,morphine,propoxyphene.·
• Anticonvulsants/sedative :barbiturat, carbamazepine,chlordiazepoxide,
diazepam phenytoin, sodium valproate.·
• Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis,quinine,
theophylline, cyclic anti – depressantsNorittidakefektifpadakeracunan Fe, lithium,
cyanida, asambasakuatdanalkohol.
• CatharsisEfektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal
ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma abdomen.
• Diuretika paksa ( Forced diuretic )Diberikan pada keracunan salisilat dan
phenobarbital ( alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi
urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload cairan. Harus
dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis
paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal.
4. Pemberan antidotum kalau mungkin
• Pengobatan Supportif Pemberian cairan dan elektrolit Perhatikan nutrisi
penderita Pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan elektrolit dsb.)
6. Komplikasi
Overdosis dan keracunan
1) Mual dan Muntah
2) Sesak nafas
3) Kejang
4) Kerusakan otak
5) Kerusakan hati
6) Ginjal

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
Ekg dapat memberikan bukti-bukti dan obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substanti adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunujukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa gas darah
Elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan atau dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak
adekuat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardi, hipoventilasi, dan perubahan
status mental
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoxic secara langsung.
5. Screen toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang keracunan. Screen negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak keracunan, tapi mungkin racun yang dilihat tidak ada.
Adalah penting toksin untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa di screen secara
rutin yang didalam laboratorium, sehingga pemeriksaanya bisa efektif
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer (pencegahan dini)
1) Penyuluhan tatap muka dalam bentuk ceramah dan diskusi, dan seminar.
2) Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak (surat
kabar, majalah, buletin, leaflet, booklets, dll) dan media elektrolit (tv, radio,
website, dll)
3) Penyuluhan dengan mengintekgrasikan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan obat kedalam pendidikan agama, moral dan hukum, serta
dalam kurikulum SLTP dan SLTA.
4) Melalui kegiatan-kegiatan alternatif antara lain, olahraga, perlombaan,
kesenian, keagamaan, bakti sosial, pramuka dll.
b. Pencegahan Sekunder (pencegahan kerawanan)
1) Penyuluhan dengan ceramah, sarasehan, diskusi, pementasan, drama atau film,
peningkatan bakat, keagamaan, dan kegiatan sosial.
2) Mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler antara lain UKS, PKS, PMR, dll.

c. Pencegahan Tersier (pencegahan kekambuhan)


Keracunan merupakan penyakit yang dapat di cegah orang dewasa yang pernah
terpapar racun karena kecelakaan harus mentaati intruksi pengunaan obat dan bahan
kimia yang aman (sesuai yang tertara pada label nya .) Penderita yang menurun
kesadarannya harus di bantu dalam meminum obatnya.kesalahan dosis obat oleh
petugas kesehatan petugas kesehatan pendidikan bagi mereka yang membutuhkan
penderita harus di ingatkan untuk menghindari lingkungan yang terpapar bahan kimia
penyebab keracunan . Depertemen kesehatan dan instansi terkait juga harus di beri
laporan bila terjadi keracunan di lingkungan tertenentu atau tempat kerja .
BAB III
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OVERDOSIS DAN KERACUNAN

A. PENGKAJIAN
1. Primary survey

Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran


informasi mengenai bahaya berlebihnya obat, pendekatan melalui kekuarga, dan lain-
lain. Instansi pemerintah kesehatan, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini,
Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi
yang di tunjukkan kepada remaja langsung dan keluarga.

B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami gangguan dalam


bernapas

B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan napas dan cek
tekanan darah pasien.

B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses berfikir.

B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal yang dikarenakan
overdosis karna keasaman obat tersebut.

B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien

a. Airway support

Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya sumbatan
pada jalan napas seperti lidah. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan
napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan terjatuh ke
belakang rongga mulut. Hal ini akan mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan
napas. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas harus terbuka. Teknik yg
dapat digunakan adalah cross finger (silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan
dengan teknik finger sweep (sapuan jari)
Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :

1) Head tilt / chin lift, Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak
mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang
2) Jaw trust
b. Breathing support

Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penilaian status pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak.
Teknik yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF dilakukan tidak
lebih dari 10 menit, jika klien masih bernapas, tindakan yg dilakukan adalah
pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2 x
bantuan pernapasan dgn volume yg cukup.

c. Circulation support

Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar
yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar
dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support).

d. Disability

Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi tingkatan kesadaran dan GCS,
dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.

e. Exposure, Lakukan pengkajian head to toe.


f. Folley kateter, Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya dilakukan untuk
melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube

Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah kumbah lambung yang
bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racun dari dalam
lambung
h. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
 Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama
sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu
dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai
efek yang menghambat motilitas (memperpanjang pengosongan) lambung. 10
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang
palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan
pemberian obat- obatan :
 Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
 Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir
100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan
dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan.

Kontraindikasi rangsang muntah : Keracunan hidrokarbon, kecuali bila


hidrokarbon tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti
camphor, produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik, logam
berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan-bahan
perangsang CNS ( CNS stimulant, seperti strichnin). Penderita kejang.
Penderita dengan gangguan kesadaran.

 Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah
menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat
pengosonganl ambung. Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak
boleh dilakukan pada :
• Keracunan bahan korosif
• Keracunan hidrokarbon
• Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita-
penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan
cara pemasangan pipa endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian
di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien,
pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis ( normal saline/
PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih.
 Pemberian Norit (activated charcoal) jangan diberikan bersama obat muntah,
pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan:
• Obat2 analgesik/anti inflammasi : acetamenophen, salisilat, anti
inflamasi non steroid, morphine, propoxyphene.
• Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
• Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis, quinine,
theophylline, cyclic anti-depressants Norit tidak efektif pada
keracunan Fe, lithium, cyanida, asam basa kuat dan alkohol.
• Catharsis Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila
ada gagal ginjal, diare yang berat (severe diarrhea), ileus paralitik atau
trauma abdomen.
• Diuretika paksa (Forced diuretic) Diberikan pada keracunan salisilat
dan phenobarbital (alkalinisasi urine). Tujuan adalah untuk
mendapatkan produksi urine 5,0ml/kg/jam, hati-hati jangan sampai
terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum
pada pemberian diuresis paksa. Kontraindikasi : udema otak dan gagal
ginjal 4. Pemberian antidotum kalau mungkin.
• Pengobatan Supportif Pemberian cairan dan elektrolit Perhatikan
nutrisi penderita pengobatan simtomatik (kejang, hipoglikemia,
kelainan elektrolit, dsb).
i. Heart monitor

Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah dan kerusakan
sistem kardiovaskuler. Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus
mengkaji riwayat pasien

A: Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi perawat bisa menanyakan
keluarga atau teman dekat tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )

P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah kardiovaskuler atau
pernapasan

L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)

E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala, keluhan utama, dan mekanisme
overdosis)

2. Secondary survey

Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatmen). Fase
ini meliputi : fase penerimaan awal (intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan
fisik dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk
melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang
harus dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe
B. Rencana Keperawatan

No DX DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


D.000 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Tindakan Pemantauan Respirasi
1 efektif keperawatan selama 1x24 (I.010114)
jam dengan kriteria hasil : Definisi : mengumpulkan dan
Definisi : ketidakmampuan  Mangi menurun menganalissi data untuk
membersihkan secret atau  Wheezing menurun memastikan kepatenan jalan
obstruksi jalan napas untuk  Dispnua menurun napas da keefektifan
mempertahankan jalan  Ortopnua menurun pertukaran gas.
napas tetap paten. Tindakan
 Sulit bicara menurun
Observasi
 Sianosis menurun
Gejala tanda mayor  Monitor frekuensi, irama,
 Gelisah menurun
Ds: - kedalaman dan upaya
 Frekuensi napas
Do: - Batuk tidak efektif napas
membaik
 Tidak mampu batuk  Monitor adanya produksi
 Pola napas membaik
 Sputum berlebih sputum
 Mengi, wheezing  Monitor adanya sumbatan
dan atai ronkhi jalan naps
kering  Palpasi kesimetrisan
 Meconium dijalan ekspansi paru
napas (pada  Auskultasi bunyi napas
neonates)  Monitor saturasi oksigen
Gejala tanda minor  Monitor nilai AGD
Ds: - dispnea  Monitor hasil x-ray toraks
 Sulit bicara Terapeutik
 Ortopnua  Atur interval pemantauan
Do: - gelisah respirasi sesuai kodisi
 Sianosis pasien
 Bunyi napas  Dokumentasikan hasil
menurun pemantauan
 Frekuensi napas Edukasi
berubah  Jelaskan tujuan dan
 Pola napas berubah prosedur pemantauan
 Iinformasikan hasil
pemantauan jika perlu

D.000 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
5 Definisi: inspirasi atau keperawatan 1x24jam Definisi: mengidentifikasi
ekspirasi yang tidak dengan kriteria hasil: dan mengelola kepatenan
memberikan fentilasi - Dispnea membaik janan napas
adekuat - Penggunaan otot bantu
napas membaik Tindakan:
Gejala dan tanda mayor - Pemanjangan fase Observasi
Ds: - Dipsnea ekspirasi membaik  Monitor pola napas
Do: - Frekuensi napas [frekuensi, kedalaman,
 Penggunaan otot membaik usaha napas]
bantu pernapasan - Kedalaman napas  Monitor bunyi napas
 fase ekspirasi membaik tambahan [mis. Gurgling,
memanjang megi, wheezing, ronkhi
 pola nafas apnormal kering]
[mis. Takipnea,  Monitor sputum [ jumlah,
bradipnea, warna, aroma]
hiperventilasi, Terapeutik:
hussmaul, cheyni-  Pertahankan kapatenan
stokes] jalan napas dengan head-
lid dan chin-lid [ jaw-
Gejala dan tanda mayor thrust jika curiga trauma
Ds; - ortopnua tervikal]
Do:  Posisikan semifowler atau
 pernapasan pursed- fowler
lip  Berikan minum hangat
 pernapasan cuping  Lakukan fisoterapi dada
hidung jika perlu
 diameter thoraks  Lakukan penghisapan
anterior-posterior lendir kurang dari 15 detik
meningkat  Lakukan hiperosigenasi
 fentilasi semenit sebelum penghisapan
menurun endotrakea
 kapasitas vital  Keluarkan sumbatan
menurun benda padat dengan forsep
 tekanan ekspirasi mcgill
menurun  Berikan oksigen jika perlu
 tekanan inspirasi Edukasi:
menrun  Anjurkan asupan cairan
 ekskursi dada 2000ml/hari, jika tidak
berubah kontraindikasi
 Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi:
 Pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
D.003 Risiko syok Setelah melakukan Tindakan Pencegahan syok
9 Definisi : berisiko keperawatan 1x24 jam Definisi : mengidentifikasi
mengalami ketidakcakupan dengan kriteria hasil : dan menurunkan risiko
aliran darah kejaringan  Kekuatan nadi meningkat terjadinya ketidakmampuan
tubuh, yang dapat  Tingkat kesadaran tubuh menyediakan oksigen
mengakobatkan disfungsi meningkat dan nutrient untuk mencukupi
seluler yang mengancam  Saturasi oksigen kebutuhan jaringan.
jiwa. meningkat Tindakan

 Akral dingin menurun Observasi


 Pucat menurun  Monitor status
 Tekanan nadi membaik kardiopulmonal
 Frekuensi nadi membaik (frekuensi dan kekuatan

 Frekuensi napas nadi, frekuensi napas,

membaik TD,MAP)
 Monitor status
oksigenasi (oksimetri
nadi AGD )
 Monitor status cairan
(masuk dan keluar,
turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
 Periksa Riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
 Persipkan intubasi dan
ventilasi mekanis jika
perlu
 Pasang jalur IV
 Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
 Lakikan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan penyebab/risiko
syok
 Jelaskan tanda da gejala
syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
IV
 Kolaborasi pemberian
transfuse darah
 Kolaborasi pemberian
antiinfalamasi.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Overdosis adalah ukuran (obat atau sebagainya) yang berlebihan. keracunan terjadi
akibat adanya paparan xenobiotik (obat,toksin, bahan kimia sintetik, atau bahan alami)
yang menyebabkan luka (injury) senyawa yang bersifat toxic (racun) didefinisikan
sebagai suatu bahan yang dapat menyebabkan timbulnya respon merugikan pada
biologis, kerusakan fungsi yang fatal, atau kematian. pembengkakan atau edema pada
laring.Pembengkakkan ini lah yang akan menghambat jalan napas atau terjadilah
obstruksi jalan napas. Di saluran pencernaan dan saluaran pernapasan pembulu darah
terganggu karena darah menyerap obat dalam jumlah yang banyak, terganggunya ini akan
mengakibatkan gangguan saraf otonom yang akan menyebabkan nyeri kepala, kelemahan
dan gangguan di pusat pernapasan.
B. Saran
Setelah kami membuat makalah ini kami menjadi tau asuhan keperawatan gawat darurat
overdosis dan keracunan. Diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat mengetahui dan
mempelajari tindakan keperawatan gawat dadurat, agar perlu dipahami sehingga dapat
membantu pertolongsn pertama pada pasien yang mengalami overdosis dan keracunan.

DAFTAR PUSTAKA

Pamela. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi.Jakarta:EGC


Brester Jay Micheal. (2007). Manual Kedokteran Darurat.Jakarta:EG
Centers For Disease Control And Prevention. (2020). Overdose Death Rates.
Hendrotomo.2016. Keracunan Dan Penaggulangannya –1 PCCMI. SA.1., Jakarta:
Konaspccmi SA.
Sartono.2001. Racun Dan Keracunan.Jakarta :Widya Malika
Laporan Nasional 2007, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia (2008).
National Asthma Council Australia 2011, First Aid for Asthma, Brochure.
Smeltzer, SC., O’Connell, & Bare, BG., (2003). Brunner and Suddarth’s textbook of
Medical
Surgical Nursing, 10th edition, Pennsylvania: Lippincott William & Wilkins Company.
Stanley D & Tunnicliffe W., Management of Life-Threatening Asthma in Adult,
Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain Volume 8 Number 3 2008.
Valman HB, Bronchial Asthma, British Medical Journal, Volume 306, 19 Juni 1993.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S. & Motzer, S.U. (2000). Cardiac nursing (4 ed.).
Philadelphia: Lippincott.
O’gradi, E. (2007). A nurse’s guide to caring for cardiac intervention patients. West
Sussex: Wiley & sons.
Kucia, A, M & Quinn, T. (2010). Acute cardiac care: a practical guide for nurses. West
Sussex: Wiley & Blackwell publishing.
Davies, C & Bashir Y (2001). Cardiovascular emergencies. London: BMJ books.

Anda mungkin juga menyukai