Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS OVERDOSIS &


KERACUNAN OBAT
Dosen Pembimbing : M. Taukhid, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun oleh:

AGUNG DWI DARMAWAN 201901101


DEWI SHOFIANA 201901109
DIKA HANIFAH AJI SARI 201901110
FERNANDA WINDIYANTIKA 201901113
MELA DWI FEBRIAYANTI 201901119
MUHAMMAD KHOMARUDIN 201901122

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN 2020

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Overdosis obat adalah hal yang sangat serius dan mengancam
nyawa. Apabila overdosis obat terjadi maka akan bisa menyebabkan
kerusakan setiap sistem tubuh manusia, tergantung jenis obat dan dosis obat
yang dikosumsi. Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat
baik yang tidak disengaja maupun sengaja.
Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses
fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan
sehat. Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru paru, hati, ginjal dan lainnya. Overdosis dapat terjadi
pada setiap umur angka kejadiannya juga mengalami peningkatan pada
tahun 2011, diperkirakan kasus overdosis obat di seluruh dunia berjumlah
50 juta orang, 35 juta orang diantaranya adalah overdosis NAPZA, dan 80%
tinggal di negara berkembang menurut The International Narcotics Control
Board (INCB).
Laporan BNN 2012 memperkirakan bahwa rata-rata pengguna
NAPZA yang terdata di indonesia 20% nya mengalami overdosis yang
mengakibatkan kematian dan 10% nya bisa ditangani oleh tim medis. Angka
prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang, dikarenakan negara berkembang merupakan negara yang
masih kurang akan pengetahuan tentang dampak dari NAPZA. kita ambil
salah satu contohnya adalah di Indonesia, di negara ini merupakan salah
satu penghasil narkotika terbesar di dunia dan sebagai target peredaran
narkotika jaringan internasional. Hal ini akan beresiko tinggi untuk warga
Indonesia yang masih banyak yang belum mengetahui tentang dampak
NAPZA itu sendiri, terutama kalangan remaja atau pelajar. Sedangkan 15
jutanya merupakan kasus overdosis penggunaan obat medis yang di izinkan,
dimana penggunaanya tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, kurang
pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan yang di berikan, tidak
mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang
di tetapkan sehubungan dengan prognosisnya.
Penyebab pasti yang sering terjadi pada overdosis obat adalah usia,
lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi
kesalahan dosis karena lansia minum lagi. Merk dagang, banyaknya merek
dagang untuk obat yang sama, sehingga pasien bingung, misalnya furosemid
(antidiuretik) dikenal sebagai lasix, uremia dan unex. Gangguan emosi dan
mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit
(habituasi) misalnya barbiturate, antidepresan dan tranquilizer.
Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau
hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium, megadom/
BK, dll.
Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu, tetapi
apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti biasanya
kemungkinan besar terjadi OD.
Pada kasus overdosis obat jika tidak ditangani dengan segera dapat
mengakibatkan komplikasi seperti dehidrasi, koma. henti jantung dan paling
fatal. Oleh karena itu, peran perawat sangat penting untuk penanganan
kegawatdaruratan agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perawat harus tahu
konsep kegawatdaruratan, konsep overdosis obat atau NAPZA, dan
penanganan pada pasien overdosis, untuk itu kelompok mengangkat
masalah kegawatdaruratan overdosis obat sebagai makalah untuk
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai konsep asuhan
keperawatan kegawatdaruratan overdosis obat.

1.2. Tujuan Makalah


1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
kegawatdaruratan overdosis dan keracunan obat
1.2.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Memahami konsep overdosis
b. Memahami konsep keracunan
c. Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada permasalahan yang dikarenakan oleh
obat yaitu overdosis dan keracunan obat

1.3. Manfaat Makalah


1.3.1. Manfaat bagi institusi pendidikan
Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman secara
langsung dalam memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan
overdosis dan keracunan obat
1.3.2. Manfaat bagi pembaca
Makalah ini dapat menambah wawasan tentang bagaimana asuhan
keperawatan kegawatdaruratan overdosis dan keracunan obat
1.3.3. Manfaat bagi institusi kesehatan
Menambah wawasan bagi petugas kesehatan tentang penanganan
kasus kegawatdaruratan overdosis dan keracunan obat serta
meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan menerapkan asuhan
keperawatan kegawatdaruratan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Overdosis
2.1.1 Defenisi overdosis
Overdosis obat adalah hal yang sangat serius dan mengancam nyawa.
Apabila overdosis obat terjadi maka akan bisa menyebabkan kerusakan
setiap sistem tubuh manusia, tergantung jenis obat dan dosis obat yang
dikosumsi.
Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala
terjadinya keracunan yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang
melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh.
2.1.2 Penyebab overdosis
a. Keadaan ini sering terjadi dan faktor penyebabnya adalah :
1. Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga
sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi
2. Merek dagang. Banyaknya merek dagang untuk obat yang sama,
sehingga pasien bingung, misalnya furosemid (antidiuretik) dikenal
sebagai lasix, uremia dan unex.
3. Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolisme obat dihati atau
sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah.
4. Gangguan emosi dan mental. Menyebabkan ketagihan penggunaan
obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate,
antidepresan dan tranquilizer.
5. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya
mengkonsumsi putau hamper bersamaan dengan alcohol atau obat
tidur seperti valium, megadom/ BK, dll.
6. Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya
seminggu, tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang
sama seperti biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
7. Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
b. Faktor ketidakpatuhan pengobatan
1. Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan itu
2. Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya
3. Sukarnya memperoleh obat itu diluar rumah sakit
4. Mahalnya harga obat
5. Kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga, yang mungkin
bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada
pasien
6. Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang
biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau
memakai obat dengan merek dagang lain.
2.1.3 Manifestasi klinis
a. Penurunan kesadaran
b. Frekuensi pernapasan kurang dari 12 kali/menit
c. Pupil miosis
d. Adanya riwayat pemakaian obat-obat terlarang
e. suhu tubuh menurun.
f. kuku, bibir menjadi kebiru- biruan.
g. Adanya suara- suara mengorok atau mendengkur yang berasal dari
tenggorokkan yang menandakan bawha seorang itu mengalami
kesulitan dalam melakukan pernafasan yang benar.

2.2 Konsep Keracunan


2.2.1 Defenisi keracunan
Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses
fisiologis, sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan
sehat. Dengan perkataan lain organisme itu menjadi sakit (Koeman, 1987).
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ
tubuh tertentu, seperti paru paru, hati, ginjal dan lainnya.
2.2.2 Klasifikasi racun
Racun diklasifikasikan menurut aksinya sebagai berikut:
a. Racun Korosif: racun ini adalah agen pengiritasi yang sangat aktif
yang menghasilkan peradangan dan ulserasi jaringan. Kelompok ini
terdiri dari asam kuat dan basa.
b. Racun Iritan : racun ini menghasilkan gejala sakit di perut, muntah
1. Racun Anorganik Logam : arsen, merkuri, timbal, tembaga dan
antimon Non logam : fosfor, klorin, bromin, dan iodin
2. Racun organik Tumbuh-tumbuhan : minyak jarak Hewan : ular,
kalajengking,laba-laba
3. Racun mekanik : bubuk kaca, debu berlian
c. Racun Saraf Racun ini beraksi di sistem saraf pusat. Gejala yang
dirimbulkan biasanya sakit kepala, ngantuk, pusing, delirium, stupor,
koma, dan kejang.
1. Racun serebral: opium, alkohol, agen sedatif, agen hipnotik,
anastetik.
2. Racun spinal: Strychinine.
3. Periferal: Curare.
d. Racun jantung : Digitalis, rokok.
e. Asphyxiants: Gas batubara, CO, CO2, war gasses.
f. Lain-lain: Analgesik, antipiretik, penenang, antidepresan (Chadha,
2003)
2.2.3 Mekanisme terjadinya racun
Absorpsi racun ditandai oleh masuknya racun dari tempat paparan menuju
sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe. Racun dapat terabsorpsi
umumnya apabila berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular.
Jalur utama absorpsi racun adalah saluran cerna, paru-paru dan kulit.
Setelah racun mencapai sistemik, ia bersama darah akan diedarkan ke
seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih
jauh melewati membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-jaringan
tubuh. Selanjutnya racun akan mengalami reaksi biotransformasi
(metabolisme) dan ekskresi racun melalui ginjal, empedu, saluran
pencernaan, dan jalur ekskresi lainnya (kelenjar keringat,kelenjar mamae,
kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah
eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan ekskresi melalui ginjal
(Wirasuta dan Niruri, 2006).
2.2.4 Penyebab keracunan dan gejala klinisnya
Sistem yang Gangguan klinis (Penyebab keracunan)
dipengaruhi
Penampilan Agitasi ( amfetamin, kokain), lyergis acid
secara umum diethyalmide, opiat withdrawl apathy, drowsiness,
koma (hypnotik,pelarut organik,litium)
Gangguan Electro-encephalogram (EEG) {central
sistem syaraf depressant}, fungsi motorik (alkohol,
penyalahgunaan obat), gangguan berjalan/bergerak
(halusinogen, amfetamin, karbamazepin, litium,
kokain), kejang
Status mental Psikosis (illcit drugs), disorientasi
Tekanan darah Hipotensi (fenotiazin), hipertensi (kortikosteroid,
kokain, fenilpropalamin, antikolinergik)
Jantung Nadi, elektrokardiogram [Anti depressan trisiklik,
orfenadrin], tidak teratur (fenotiazin, prokainamid,
amiodaron, lidokain), heart block (calcium
blocker, beta blocker, digitalis, kokain,
antidepresan trisiklik)
Temperature Hipertermia (LSD, kokain, MDMA)
Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat,
benzodiazepin), hipoventilasi (Salisilat)
Otot Spasme dan kram ( botulism, crimidin, strikinin)
Kulit Kering (parasimpatolitik, antidepresan trisiklik),
berwarna merah (karbon monoksida), berwarna
biru (sianosis), kuning (liver damage: alkohol,
jamur, rifampisin
Mata Pinpoint (opiat, inhibitor kolinesterase), dilatasi
pupil (Atropin, amfetamin, kokain), kemerahan
(cannabis)
Hidung Nasal septum komplikasi (kokain)
Dada Radiography (bronkokonstriksi, logam, aspirasi)
Diare (laksatif, organofosfat), obstruksi ( opiat,
Perut
atropin), radigrafi ( timbal, talium)
Bau Bisa dilihat dari keringat mulut, pakaian, sisa
muntah: Alkohol (etanol, pembersih), aseton
(aseton, asidosis metabolik), ammonia (ammonia),
almond (sianida), pemutih/klorin
(hipoklorit/klorit), disinfektan (kreosat, fenol, tar),
formaldehid (formaldehid, metanol), bawang
(arsen, dimethylsulfoxide, malation, fosfor
kuning), asap (nikotin, karbonmonoksida) pelarut
organik (dietil eter, kloroform, diklormetan),
kacang (rodentisida)
(Moffat et al, 1986)
2.2.5 Penatalaksanaan umum keracunan
a. Airway
Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap kematian akibat
overdosis obat dan keracunan adalah karena kehilangan refleksi
perlindungan jalur nafas dengan obstruksi jalur nafas yang disebabkan
oleh lidah yang kaku. Optimasi posisi jalan nafas dan lakukan intubasi
endotrakeal jika perlu. Penggunaan segera naloxon atau flumazenil
dapat menyadarkan pasien yang keracunan opioid atau benzodiazepin
berturut-turut sehingga intubasi endotrakeal tidak perlu dilakukan
(Olson, 2004).
b. Breathing
Untuk menguji pernafasan yang adekuat dilakukan dengan mengukur
gas darah arteri. Pada pasien yang memiliki kadar pCO2darah naik
(misalnya >60mm Hg) mengindikasikan pernafasan perlu dibantu
dengan ventilasi. Jangan menunggu sampai pCO2 pasien diatas
60mmHg untuk memulai ventilasi (Olson, 2004).

c. Circulation
Sirkulasi yang cukup diuji dengan mengukur tekanan darah, denyut
nadi dan ritme. Lakukan Cardiopulmonary resuscitation (CPR) jika
tidak terasa denyut nadi dan lakukan Advanced Cardiac Life support
(ACLS) jika terjadi aritmia dan shock. Berikan infus cairan dengan
ringert laktat, larutan dekstrosa 5% dalam air atau normal salin. Pada
pasien yang memiiki sakit yang serius (koma, hipotensi, kejang)
pasang alat kateter di kandung kemih dan urin diambil untuk uji
toksisitas racun dan pengeluaran urin tiap jam (Olson, 2004).
2.3 Kosep Overdosis dan Keracunan
2.3.1 Pengkajian
1. Primary survey
Sebelum penyalahgunaan terjadi biasanya dalam bentuk
pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba,
pendekatan melalui kekuarga, dan lain-lain. Instansi pemerintah
seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. Kegiatan yang dilakukan seputar pemberian
informasi melalui berbagai bentuk materi KTE yang di tunjukkan
kepada remaja langsung dan keluarga.
B1 : Breath, kaji pernapasana klien. Apakah klien mengalami
gangguan dalam bernapas
B2 : Blood, kaji apakah terjadi perdarahan yang menyumbat jalan
napas dan cek tekanan darah pasien.
B3 : Brain, kaji apakah klien mengalami gangguan pada proses
berfikir.
B4 : Bladder, kaji apakah ada terjadi kerusakan pada daerah ginjal
yang dikarenakan overdosis karna keasaman obat tersebut.
B5 : Bowel, kaji intake dan output pasien
a. Airway support
Pada klien dengan overdosis yang perlu diperhatikan
adalah ada tidaknya sumbatan pada jalan napas seperti lidah.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas
pada klien tidak sadar karena pada kondisi ini lidah klien akan
terjatuh ke belakang rongga mulut. Hal ini akan
mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas.
Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas harus
terbuka. Teknik yg dapat digunakan adalah cross finger
(silang jari). Jika terdapat sumbatan bersihkan dengan teknik
finger sweep (sapuan jari).
Gbr. 2.1 cross finger

Gbr. 2.2 finger sweep


Adapun Teknik untuk membuka jalan napas :
1) Head tilt / chin lift
Teknik ini dapat digunakan jika penderita tidak
mengalami cedera kepala, leher dan tulang belakang

Gbr. 2.3 headtilt/chinlift


2) Jaw trust
Gbr. 3.4 jaw trust

b. Breathing support
Setelah dipastikan bahwa jalan napas aman, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian status
pernapasan klien, apakah masih bernapas atau tidak. Teknik
yg digunakan adalah LOOK, LISTEN and FEEL (LLF). LLF
dilakukan tidak lebih dari 10 menit, jika klien masih
bernapas, tindakan yg dilakukan adalah pertahankan jalan
napas agar tetap terbuka, jika klien tidak bernapas, berikan 2
x bantuan pernapasan dgn volume yg cukup.
c. Circulation support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan
dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang
mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan
sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru
agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support).
d. Disability
Pemantauan status neurologis secara cepat meliputi
tingkatan kesadaran dan GCS, dan ukur reaksi pupil serta
tanda-tanda vital.
e. Exposure
Lakukan pengkajian head to toe.
f. Folley kateter
Pemasangan kateter pada klien overdosis biasanya
dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan.
g. Gastric tube
Salah satu Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah
kumbah lambung yang bertujuan untuk membersihkan
lambung serta menghilangkan racun dari dalam lambung.
Prosedur kumbah lambung :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Membawa alat dekat pasien
3) Atur posisi pasien dalam sikap fowler bila sadar
4) Pasang sampiran
5) Pasang pengalas : satu dibawah dagu klien yg
dipentingkan dbagian punggung dan satu diletakkan pada
sisi dimana ember diletakkan
6) Letakkan ember diatas kain pel d bawah TT
7) Perawat cuci tangan dan masang sarung tangan
8) Ambil selang sende langsung dan keluarkan air dari dalam
selang
9) Selang diukur dari epigastrika mulut ditambah dari mulut
kebawah telinga ( 40-45 cm) kemudian diberikan tanda
10) Memasang selang yang telah diklem perlahan-lahan
kedalam lambung melalui mulut
11) Pastikan apakah selang lambung benar-benar telah masuk
kedalam lambung dengan cara memasukkan pangkalnya
kedalam air dan klem dibuka. Jika tidak ada gelembung
udara yang keluar maka selang sudah masuk kedalam
lambung. Sebaiknya jika ada udara yang keluar berarti
sonde dimasukkan keparu-paru
12) Atur posisi pasien, berbaring tanpa bantal dengan kepala
lebih rendah
13) Kosongkan isi lambung dengan cara merendahkan dan
mengarahkan sonde kedalam ember.
14) Jepit selang dan pasang corong pada pangkal selang
lambut / spuit besar (100 cc), tinggi corong/spuit + 30 cm
diatas lambung, kemudian menuangkan cairan perlahan-
lahan + 500 cc kedalam corong yang sedikit dimiringkan
sambil klem dibuka.
15) Sebelum cairan terakhir dalam corong/spuit habis, cairan
yang masuk tadi keluarkan kembali dengan cara
merendahkan corong dan tuangkan kedalam ember
(jangan terlalu rendah agar selaput lender lambung tidak
hisap masuk kedalam selang lambung
16) Lakukan berulang-ulang sampai cairan yang keluar
kelihatan jernih kemudian pangkal selang lambung.
17) Keluar kan selang lambung perlahan-lahan dengan cara
menarik sonde berlahan-lahan, kemudian selang + corong
di masukkan dalam kom.
18) Beri air untuk kumur kepada klien, kemudian mulut dan
sekitarnya dibersihkan dengan tissue
19) Angkat pengalas dan rapikan klien
20) Bersih kan alat-alat dan perawat cuci tangan
h. Heart monitor
Lakukan pemantauan peningkatan detak jantung,
peningkatan tekanan darah dan kerusakan sistem
kardiovaskuler.
Setelah primary survey dan intervensi krisis selesai, perawat harus
mengkaji riwayat pasien :
A : Allergies ( jika pasien tidak dapat memberikan informasi
perawat bisa menanyakan keluarga atau teman dekat
tentang riwayat alergi pasien )
M : Medication ( overdosis obat : ekstasi )
P : Past medical history ( riwayat medis lalu seperti masalah
kardiovaskuler atau pernapasan
L : Last oral intake ( obat terakhir yang dikonsumsi : ekstasi)
E : Even ( kejadian overdosisnya obat, dekskripsi gejala,
keluhan utama, dan mekanisme overdosis)
2. Secondary survey
Pada saat penggunaan sesudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatmen). Fase ini meliputi : fase penerimaan awal
(intialintek) antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik
dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic,
antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan
bahan-bahan adiktif secara bertahap. Tindakan yang harus
dilakukan adalah melakukan tindakan keperawatan head to toe.
2.3.2 Diagnosa keperawatan
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D. 0001)
2. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D. 0009)
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D. 0129)
5. Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D. 0036)

2.3.3 Intervensi dan Evaluasi Keperawatan


No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
.
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Managemen Jalan
Napas Tidak tindakan keperawatan Nafas I. 01011
Efektif (D. 0001) diharapkan bersihan Observasi :
jalan nafas meningkat 1. Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil : (frekuensi,
L. 01001 kedalaman, usaha
- Batuk Efektif nafas)
Meningkat (5) 2. Monitor bunyi nafas
- Produksi sputum tambahan (mis.
menurun (5) Gurgling,mengi,
- Frekuensi nafas wheezing, ronchi)
membaik (5) 3. Monitor sputum
- Pola Nafas (jumlah, warna,
membaik (5) aroma)
Terapeutik :
1. Posisikan semi
Fowler atau Fowler
2. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
Efektif (D. 0005) tindakan keperawatan I.01014
diharapkan pola nafas Observasi
membaik dengan 1. Monitor frekuensi,
kriteria hasil : irama, delaman, dan
L.01004 upaya napas.
Kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Dispnea menurun (bradipnea, takipnea,
(5) hiperventilasi, dll).
2. Penggonaan otot 3. monitor saturasi
bantu napas oksigen.
menurun (5) Terapeutik
3. Pemanjangan fase 1. Atur interval
ekspirasi menurun pemantauan respirasi
(5) sesuai kondisi pasien.
4. Frekuensi napas 2. Dokumentasikan hasil
membaik (5) pemantauan.
5. Kedalaman napas Edukasi
membaik (5) 1. Jelaskan tujuan
prosedur.
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu.
3. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Manajemen syok
Tidak Efektif (D. tindakan keperawatan anafilaktik
0009) diharapkan perfusi I.02034
perifer meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kepatenan
L.02011 jalan nafas
Kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda-
1. Denyut nadi perifer tanda vital
meningkat (5) 3. Identifikasi alergen
2. Warna kulit pucat 4. Monitor tanda-tanda
menurun (5) awal syok (mis. Sesak
3. Pengisian kapiler nafas, kejang, aritmia,
membaik (5) hipotensi)
4. Akral membaik (5) 5. Monitor tanda-tanda
5. Turgor kulit hipervolemia akibat
membaik (5) resusitasi berlebihan
6. Monitor kejadian
anafilaktik berulang
Terapeutik
1. Berikan posisi yang
nyaman
2. Pertahankan
kepatenan jalan napas.
3. Pasang infus NaCl
0,9% atau ringer
laktat, jika perlu
4. Berikan oksigen via
masker 10-12 L/menit
5. Siapkan ruang HCU
atau ICU, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan menyiapkan
obat-obat alergi
dirumah
2. Anjurkan mencegah
kejadian anafilaktik
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antihistamin, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian
epineprin atau
adrenalin, jika perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
Integritas tindakan keperawatan Kulit
Kulit/Jaringan diharapkan integritas Observasi
(D. 0129) kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab
meningkat dengan gangguan integritas
kriteria hasil : kulit
L. 14125 Terapeutik
- Perfusi jaringan 1. Gunakan produk
meningkat (5) berbahan ringan/alami
- Kerusakan lapisan dan hipoalergik pada
kulit menurun (5) kulit sensitif
- Nyeri menurun (5) 2. Hindari produk
- Kemerahan berbahan dasar
menurun (5) alkohol pada kulit
- Hematoma menurun kering
(5) Edukasi
- Suhu kulit membaik 1. Anjurkan minum air
(5) yang cukup
2. Anjurka
meningkatkan asupan
nutrisi
3. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrim
4. Anjurkan mandi dan
mengguakan sabun
secukupnya
5. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Ketidakseimbanga tindakan keperawatan I. 03098
n Cairan (D. 0036) diharapkan Observasi
keseimbangan cairan 1. Monitor status hidrasi
meningkat dengan 2. Monitor hasil
kriteria hasil : pemeriksaan
L. 05020 laboratorium
- Asupan cairan Terapeutik
meningkat (5) 1. Catat intake-output
- Dehidrasi menurun dan hitung balance
(5) cairan 24 jam
- Turgor kulit 2. Berikan asupan
membaik (5) cairan, sesuai
- Membrane mukosa kebutuhan
lembap meningkat 3. Berikan cairan
(5) intravena
- Mata cekung Kolaborasi
membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian
- Output urin diuretik, jika perlu
meningkat (5)

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita Ny.B usia 27 th datang sengan keluhan muntah
muntah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah frefuensi kurang
lebih > 5 kali, berisi cairan berwarna hijau kekuningan, darah (-) awalnya
pasien tidak sengaja mengonsumsi obat warung kadaluarsa yang ada
dirumahnya. Sakit perut kurang lebih 30 menit setelah mengonsumsi obat
tersebut. Nafas sesak (+) berkeringat banyak (+). Demam (-). Buang air
kecil (-) dalam 1 jam terakhir.
3.2 Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : pasien tampak lemas
Kesadaran : composmentis GCS, E4 V5 M6 = 15
Tekanan darah : 100/80mmHg
Nadi : 60x/menit, regular, lemah
Respirasi rate : 15x/menit (takipnea)
Suhu : 36,5°C

Status generalis ;
Kulit : teraba dingin, berkeringat, ikterik (-/-), sianosis (-/-)
Kepala : bentuk bulat simetris, rambut lebat warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokhor,
diameter 2mm, reflex cahaya +/+
THT : tidak ada kelainan
Toraks : paru
I : simetris kiri kanan, retraksi dinding dada (+/+), otot
bantu pernapasan (+)
Pal : tactil fremitus simetris kanan kiri
Per : sonor
A : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing
Jantung
I : iktus tidak terlihat
Pal : batas kiri jantung ICS 4-6 linea midklavikularis
sinistra, batas kanan jantung pada ics 2 linea parasternalis
dekstra
Per : pekak
A : s1 lup ( saat katup mitral dan trikuspidalis menutup),
s2 dup (saat katup aorta dan pulmonal menutup)
Abdomen : I : datar, bersih tidak ada lesi dan nodul
Pal : nyeri tekan (+) epigastrium, turgor elastis
Per : Tympani
A : bising usus 12x/menit
Ekstermitas : edema -/-, akral dinigin, CRT >3 detik

2. Hasil Laboratorium :

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN


Hemoglobin 11 13-17gr/dl
Leukosit 11.000 4-11rb/mm3
Eritrosit 4,14 4-5,5 juta/ mm3
Trombosit 456.000 150.000-400.000/mm3
Hematocrit 39 35-47%
Hitung jenis leukosit
Basophil 0 0-1%
Eosinophil 0 1-3%
Stab 0 2-5%
Segmen 68 50-70%
Limfosit 17 20-40%
Monost 4 2-8%
MCV 86 80-100fL
MCH 28 27-34pg
MCHC 33 32-36 g/dL
RDW 15 11-16%
Ureum 30 8-35mg/dL
Kreatinin 1,2 0,6-1,2 mg/dL
Gula darah sewaktu 122 80-140 mg/dL

3.3 ANALISA DATA

No. Data Penyebab Masalah


1. Ds : Intoksikasi Pola Napas Tidak
- Klien Efektif
mengatakan
napasnya sesak

Do :
- Otot bantu
napas +
- RR : 15x/menit

2. Ds : Resiko
- Ketidakseimbangan
Do : Cairan
- Berkeringat
banyak
- Buang air kecil
dalam 1 jam (-)
- CRT >3 detik

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)

3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Dx.Kep Tujuan & KH Intervensi


1. Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
Efektif tindakan Observasi :
keperawatan pola 1. Monitor pola napas
napas pada pasien (frekuensi,keadalaman,
dapat membaik, dan usaha napas)
dengan kriteria 2. Monitor bunyi napas
hasil : tambahan
- Dispnea 3. Monitor sputum
menurun (5) Terapeutik :
- Penggunaan 1. Posisikan semi fowler
otot bantu atau fowler
napas menurun 2. Berikan minum hangat
(5) 3. Lakukan penghisapan
- Frekuensi lendir kurang dari 15
napas membaik detik
(5) 4. Lakukan hiperoksigenasi
- Kedalaman sebelum penghisapan
napas membaik endotrakeal
(5)
Edukasi :
1. Anjurkan cairan
2000ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

2. Resiko Setelah dilakukan Manajamen Cairan


Ketidakseimbangan tindakan Observasi :
Elektrolit keperawatan 1. Monitor status hidrasi
diharapkan (mis. Frekuensi nadi,
keseimbangan kekuatan nadi, akral,
cairan pada pasien pengisian
dapat meningkat kapiler,kelembaban
dengan kriteria mukosa, turgor kulit,
hasil : tekanan darah)
- Asupan cairan 2. Monitor hasil
meningkat (5) pemeriksaan
- Haluaran urin laboratorium (mis.
meningkat (5) Hematokrit, Na, K, Cl)
- Kelembaban
Terapeutik
membran
mukosa 1. Catat intake-output dan
meningkat (5) hitung balance cairan 24
- Tekanan darah jam
membaik (5) 2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena,
jika perlu
Edukasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

3.6 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Dx Kep Waktu Implementasi


.
1. Pola nafas tidak Rabu,7 okt2.
efektif (D.0005) 2020 Observasi :
14.00 3. - membina hubungan saling
14.05 percaya
4. - memonitor tanda tanda vital
5. TD : 100/80mmHg
6. N : 60x/menit
7. RR : 34x/menit
8. S : 36,5°C
14.15 9. Terapeutik :
15.00 - memberikan O2 (4
lpm/menit)
17.00 - melakukan suction kurang
dari 15 detik
17.15 Edukasi :
- menganjurkan minum air
putih 2000ml/hari
Kolaborasi :
-inj.omeprazol 1 ampul, 40mg
1x/hari
10.
2. Resiko Rabu,7 okt Observasi :
ketidakseimbanga 2020 - Memonitor status hidrasi
n eletrolit 14.00 - Monitor hasil pemeriksaan
(D.0037) laboratorium
Terapeutik
14.15 -Mencatat intake-output dan
hitung balance cairan 24 jam
14.30 -Memberikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
21.000 -Memberikan cairan intravena,
jika perlu
Edukasi
Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu

3.7 EVALUASI KEPERAWATAN

No Dx. Kep Waktu Evaluasi


.
1. Pola nafas tidak Rabu, 07 S :
efektif (D.0005) okt 2020 - px mengatakan masih lemas
21.00 - px mengatakan sesak berkuang
O:
- px tampak lemah
- retraksi dada menurun
- terpasang infus NS 24 tpm
- monitor TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 70x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,5°C
A:
Masalah teratasi sebagian
- frekuensi napas 4 (cukup
membaik)
- kedalaman napas 4 (cukup
membaik)
P:
Lanjutkan intervensi :
- monitor pola napas
- berikan O2 (4 Lpm/menit)

2. Resiko Rabu, 07 S :
ketidakseimbangan Okt 2020 - px mengatakan badannya
cairan (D.0037) 21.00 lemas
O:
- px tampak lemah
- terpasang infus NS 24 tpm
- turgor kulit elastis < 3 detik
- monitor TTV :
TD : 110/80mmHg
N : 70x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,5°C
A:
masalah teratasi sebagian
-asupan cairan meningkat (5)
-tekanan darah membaik (5)
P:
Lanjutkan intervensi
- Monitor status hidrasi
- Monitor asupan cairan
- Monitor cairan intravena

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. Jakarta: EGC
Chadha, I. A.. 2003. Poisoning,Indian J.Anaesth.2003;47(5) : 402-411
Koeman, J.H. 1987. Pengantar Toksikologi umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Moffat, A.C, et al.1986. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons: In
Pharmaceutical, body fluids, and postmortem material. London:
Pharmaceutical Press
Olson, K .2004. Poisoning And Drug Overdosefourth edition. California:
California Poison Control System.
Wirasuta, I. 2006. Buku Ajar Toksikologi Umum. Bali: Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai