Oleh :
AGUNG KURNIA
NIM. 202106110
Mahasiswa
Agung Kurnia
NIM. 202106110
Mengetahui,
A. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak,
serta mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2016).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari luar
yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil,
2011).
Cidera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012).
B. Etiologi
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat&menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematoma
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul&menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, keruskan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera kepala menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau keduaduanya.
a) Akibat trauma tergantung pada
1) Kekuatan benturan menyebabkan parahnya kerusakan
2) Akselerasi dan decelerasi.
3) Cup dan kontra cup
b) Cedera cup menyebabkan kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
c) Cedera kontra cup menyebabkan kerusakan cedera berlawanan pada
sisi desakan benturan.
1) Lokasi benturan
2) Rotasi merupakan pengubahan posisi rotasi pada kepala
menyebabkan alba dan batang otak.
3) Depresi fraktur merupakan kekuatan yang mendorong fragmen
tulang turun menekan otak lebeh dalam. Akibatnya CSS mengalir
keluar ke hidung, kuman masuk telinga berkontaminasi
menyebabkan infeksi dan kejang.
C. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebingungan terus menetap
setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba Defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut
D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatife tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bias dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batangotak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bias kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bias mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bias
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh system dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasidilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Yosepha et al., 2017).
E. WOC
Terlampir
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan
CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig, ukuran
ventrikuler, infark pada jaringan mati.
b. Foto tengkorak atau cranium
Foto tengkorak atau cranium digunakan untuk mengetahui adanya fraktur
pada tengkorak.
c. MRI
MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang
elektomagnetik.
d. Laboratorium
1) Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrolit
2) Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intracranial.
3) Screen toksikologi : untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesedaran.
e. Serebral angiographi
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral, seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
f. Serial EEG
Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang
patologis.
g. X-ray
Digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang, perubahan
truktur garis (perdarahan atau edema), frakmen tulang.
h. BAER
BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil
i. PET
PET digunakan untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak
j. CSF & lumbalpungsi
CSF & lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subaracnoid.
k. ABGs
ABGs digunakan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
G. Penatalaksanaan
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapihiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barrier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerobdi berikan metronidazole.
f. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
g. Tidur tanpa bandal atau diganjal dengan bantal (kurang lebih 30º)
h. Pembedahan.
H. Komplikasi
a. Faktor kardiovaskular
1) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema
paru
2) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan
curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sisolik.
Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah
terjadinya edema paru.
b. Faktor respiratori
1) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipetensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
2) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah.
Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.
Penurunan PCO2, akan tejadi alkalosis yang menyebabkan
vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (Cerebral Blood
Fluid) sehingga oksigen tidak sampai ke otak denan baik.
3) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya
tekanan intra cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.
c. Faktor metabolism
1) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma
tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air, dan
hilangnya sejumlah nitrogen
2) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron.
d. Faktor gastrointestinal
Trauma juga mempegaruhi system gastrointestinal. Setelah cedera kepala
(3 hari) terdapat respon tubuh dengan meransang aktivitas hipotalamus
dan stimulus vagal. Hal ini akan meransang lambung menjadi
hiperasiditas, dan mengakibatkan terjadinya stress alser.
e. Faktor piskologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera kepala
pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang
timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula
pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan
penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan
keluarga.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat
c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran. Biasanya klien akan mengalami penurunan
kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada bagian kepala
klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,
mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
a) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal,
nilai GCS: 11-10.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara 2010).
2) Fungsi motorik
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan
4
gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450, tidak
3
mampu melawan gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu
2
terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot
1
Ada
3) Aspek neurologis
b) Disorientasi tempat/waktu
4) Aspek kardiovaskuler
7) Pengkajian psikologis
8) Pengkajian social
4. Intervensi
No Dx. Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
(D.0077) selama 1x8 jam perhari (I.08238)
diharapkan tingkat nyeri Observasi
menurun, dengan kriteria hasil 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
: durasi, frekuensi, kualitas,
1. Tingkat Nyeri intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
(5) 3. Identifikasi respon nyeri non
b. Tampak meringis verbal
menurun (5) Terapeutik
c. Sikap protektif menurun 4. Berikan teknik nonfarmakologis
(5) untuk mengurangi rasa nyeri
d. Gelisah menurun (5) (mis. TENS, hipnosis, akupresur,
e. Kesulitan tidur menurun terapi musik, biofeedback, terapi
(5) pijat, aromaterapi, teknik
f. Frekuensi nadi membaik imajinasi terbimbing, kompres
(5) hangat/dingin, terapi bermain)
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik
2 Nausea Setelah dilakukan intervensi MENEJEMEN MUAL
(D.0076) selama 1 x24 jam diharapkan (I. 03117)
perfusi serebral meningkat,
dengan kriteria hasil : Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Edukasi
11. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
12. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
13. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
14. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
15. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
psikologis:gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
16. Ajarkan relaksasi otot
5 Resiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan
Serebral Tidak intervensi selama 1 x24 jam Intra Kranial
Edukasi
Edukasi
Kolaborasi
5. Implementasi
Diagnoasa Tgl Jam Implementasi
Nyeri akut Manajemen Nyeri
(D.0077) Observasi
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
5. Mengontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
Edukasi
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
7. Berkolaborasi pemberian analgetik
Nausea MENEJEMEN MUAL
(I. 03117)
(D.0076)
Observasi
Terapeutik
7. Mengendalikan faktor lingkungan penyebab mual
(mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
8. Mengurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
9. Memberikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
Edukasi
Kolaborasi
14. Berkolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Defisit nutrisi Manajemen nutrisi
(L.03119)
(D.0019)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
6. Evaluasi
Diagnosa SOAP
Nyeri Akut S : Pasien mengatakan tidak nyarei keluhan nyeri
O:- Tampak meringis menurun (5)
- Sikap protektif menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
- Kesulitan tidur menurun (5)
- Frekuensi nadi membaik (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Nausea S : Pasien mengatakan tidak mual
O:- Perasaan ingin muntah menurun (5)
- Takikardia menurun (5)
- Nafsu makan membaik (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Defisit Nutrisi S : Pasien mengatakan napsu makan meningkat
O :- Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)
- Nafsu makan membaik (5)
- Indeks masa tubuh (IMT) membaik (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Gangguan pola S : Pasien mengatakan tidak sulit tidur
tidur O:- Keluhan sulit tidur menurun (5)
- Keluhan sering terjaga saat tidur menurun (5)
- Keluhan tidak puas tidur menurun (5)
- Keluhan pola tidur berubah menurun (5)
- Keluahan istirahat tidak cukup menurun (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan INtervensi
Gangguan S : Pasien mengatakan suda tidak mengalami hambatan saat
mobilitas fisik bergerak
O:- Nyeri menurun (5)
- Gerakan terbatas menurun (5)
- Kelemahan fisik menurun (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Resiko perfusi S:-
serebral tidak O : Tingkat kesadaran meningkat (5)
efektif - Tekanan intracranial menurun (5)
- Sakit kepala menurun (5)
- Nilai rata-rata tekanan darah membaik (5)
- Tekanan darah diastolic membaik (5)
- Gelisah menurun (5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
Resiko infeksi S: -
O:- Kerusakan jaringan menurun (5)
- Kerusakan lapisan kulit menurun (5)
- Nyeri menurun(5)
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Barbara. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan
Praktik (7th ed.). Jakarta : EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1).
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1).
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawtan (Edisi 1). DPP PPNI.
Yosepha et al. (2017) Karya Ilmiah Akhir Ners Analisa praktik klinik keperawatan
pada pasien cedera kepala dengan intervensi terapi musik terhadap perubahan
nyeri dan tekanan darah di ruang ICU RSUD A. W. Sjahranie Samarinda’.