Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA

TN. S DENGAN CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)

DI RUANG IGD RSUD Dr. R. SOEPRAPTO CEPU

DISUSUN OLEH :

FIOLA ARMYLIA DEVI

P1337420418041

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan dan diterima Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada

TN. S dengan Cidera Kepala Sedang (Cks) Di Ruang IGD RSUD Dr. R.

SOEPRAPTO CEPU

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbinng Klinik

Mahasiswa
LAPORAN PENDAHULUAN

FIOLA ARMYLIA DEVI


P1337420418041

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA
2021
A. Konsep Teori
1. Definisi
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury
Assosiation of America, 2009). Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada
kulit kepala, tengkorak dan otak (Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2013).
2. Etiologi
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007):
1) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
2) Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3) Cedera akibat kekerasan.
4) Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobek otak.
5) Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6) Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusi cedera otak.
1) Cedera kepala ringan (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat
trauma ringan.

2) Cedera kepala sedang (Diane C. Baughman dan Joann C. Hackley


2003)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebinggungan atau hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
deficit neurologik, perubahan tanda-tanda vital (TTV),
gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3) Cedera kepala berat (Diane C. Baughman dan Joann C. Hackley 2003)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesadaran
b. Pupil tidak actual, pemeriksaan motorik tidak actual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologic
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur
d. Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan
pada area tersebut.
4. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan
otak sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh
sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga
terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan terganggunya aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Akibat
hipoksia ini otak mengalami edema serebri dan peningkatan volume darah di
otak sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan
desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan
cidera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial,
dampak peningkatan tekanan intra kranial antaralain terjadi kerusakan jaringan
otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley & Grace,
2006)
5. Penatalaksanaan Medik
Menurut Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare (2013),
penatalaksanaan cedera kepala adalah :
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol
20%, glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan.
6. Koplikasi
a) Edema Pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom
distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan
perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat
tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi
berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan
memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh
secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial (TIK) lebih lanjut.
b) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga
15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg.
Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan
perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat
herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
c) Kebocoran cairan serebrospinal
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal
akan merobek meninges, sehingga cairan serebrosspinal (CSS) akan
keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap,
cukupdiberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.
Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
d) Kejang pasca trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien
merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%,
terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat
9- 42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma
penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, glasglow coma scale (GCS) <10.
e) Demam dan menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan
metabolisme dan memperburuk outcome. Sering terjadi akibat
kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan
asetaminofen, neuro muskular paralisis. Penanganan lain dengan
cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid
f) Hidrosefalus
Berdasarkan lokasinya, penyebab obstruksi dibagi menjadi
komunikan dan non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih
sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi, kondisi ini terjadi
akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus
ditandai dengan muntah, nyeri kepala, pupil odema, demensia,
ataksia dan gangguan miksi.
g) Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.
Beberapa penanganan ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak,
nyeri, pencegahan kontraktur, dan bantuan dalam memposisikan diri.
Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan range of motion
(ROM), terapi sekunder dengan splinting, casting, dan terapi
farmakologi dengan dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum dan
benzodiazepin.
h) Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium
awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi
labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-
obat yang berpotensi sentral.Penanganan farmakologi antara lain
dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik,
buspiron, stimulant, benzodiazepine dan terapi modifikasi
lingkungan.
i) Sindrom post kontusio
Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang
berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30%
pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri
kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif
terhadap suara dan cahaya. Kognitif: perhatian, konsentrasi, memori
dan Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA

TN. S DENGAN CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)

DI RUANG IGD RSUD Dr. R. SOEPRAPTO CEPU

FIOLA ARMYLIA DEVI


P1337420418041

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA
2021
Ruang : IGD

NO RM : 0052895

Tanggal Masuk : 17 maret 2021 pukul 01.20

Pengkajian dilakukan pada tanggal 17 maret 2021 pukul 01.30 WIB

I. Pengkajian
Nama : Tn S
Pekerjaan : Tani
Umur : 63 th
Pendidikan : SD
Alamat : Jl.Beran, Randublatung
Agama : Islam
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan post KLL, terdapat luka
sobek dikepala, hematoma dikepala, mual dan
muntah
II. Pengkajian Primer
1. Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak terdapat retaksi dada
2. Breathing : gerakan dada simetris, frekuensi nafas normal dengan nilai 20
kali/menit
3. Circulation
- nadi 73 x/mnt , TD 159/59 mmHg
4. Disability
- GCS : E:2, V:3, M:4
- pasien mengalami penurunan kesadaran (somnolen)
5. Exposure
terdapat luka pada bagian kepala
III. Pengkajian Sekunder
A. Tanda- tanda vital
- TD : 159/59 mmHg
- HR : 73 x/mnt
- S : 360 C
- RR : 20 x/mnt
B. Riwayat Kesehatan
1) Data Diperoleh Dari Keluarga Pasien
2) Keluhan utama : pasien mengalami post KLL
C. Pengkajian Fisik
Sistem Pernafasan
- bentuk dada (simetris)
- batuk (tidak)
- suara nafas (normal)
- pergerakan dada (intercosta)
- alat bantu pernafaan (binasal canul)

Sistem Persyarafan

- GCS : E:2, V:3, M:4 GCS jumlah: 9


- Kesadaran Somnolen
- Kejang (Tidak)

Sistem Pengindraan

a. Penglihatan (Mata)
- bentuk (normal)
- pupil (isokor)
b. Penciuman (Hidung)
- kelainan penciuman (tidak)
- polip (tidak)
c. Pendengaran (Telinga)
- aurikel (normal)
- gangguan pendengaran (tidak)

Sistem Perkemihan

- pasien terpasang DC
- produksi urine 300 ml/ jam/ hari
- warna (kuning)
- bau (tidak)

Sistem Pencernaan

- dbn
Sistem Muskuloskeletal

- ROM (ya)
- fraktur (ya) lokasi : kepala
- dislokasi (tidak)
- hematom (ya)

Sistem Integumen

- dbn

Sistem Reproduksi

- laki-laki
- kelamin (normal)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Lab
2. Rontgen (terlampir)
IV. Analisa Masalah

N TGL/JAM DATA MASALAH TTD


O
1. 17/03/21 Ds : Keluarga pasien Perubahan perfusi
01.21 mengatakan bahawa pasien jaringan serebral b.d
mengalami kecelakaan lalu edema serebral dan
lintas peningkatan tekanan
Do : intrakranial
- pasien mengalami penurunan
kesadaran
GCS: 9
E:2, V:3, M:4
- terdapat luka sobek didaerah
kepala
- adanya bengkak dikepala
- adanya hematoma
- adanya perdarahan telinga
kanan
2. 17/03/21 Ds : - Gangguan komunikasi
01.30 Do : verbal b.d cedera otak dan
- Pasien tampak mengerang penurunan kesadaran
- Kesadaran Somnolen
GCS: 9
E:2, V:3, M:4

V. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial
2. Gangguan komunikasi verbal b.d cedera otak dan penurunan kesadaran

VI. Rencana Keperawatan

NO TGL DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. 17/03/21 Perubahan perfusi Setelah dilakukan tindakan - Memonitor TTV
jaringan serebral b.d keperawatan 1x24 jam - Evaluasi kemampuan
edema serebral dan diharapkan : membuka mata (spontan,
peningkatan tekanan - Mampu mempertahankan rangsang nyeri)
intrakranial tingkat kesadaran. - Kolaborasi pemberian
- Fungsi sensori dan motorik cairan sesuai indikasi
membaik. melalui IV dengan alat
kontrol
2. 17/03/21 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan - Meminta klien untuk
verbal b.d cedera otak keperawatan 1x24 jam mengikuti perintah
dan penurunan diharapkan kerusakan - Menganjurkan keluarga
kesadaran komunikasi verbal tidak terjadi untuk berkomunikasi
dengan kriteria hasil : dengan klien
Mengidentifikasi pemahaman
tentang masalah komunikasi
dan klien dapat menunjukan
komunikasi dengan baik.
VII. Tindakkan Keperawatan

DX TGL/JAM TINDAKKAN KEPERAWATAN RESPON TTD

I 17/03/21 Memonitor TTV S:-


O:
01.21 TD : 159/59 mmHg
HR :73 x/mnt
RR : 22 x/mnt
S : 360 C
SPO2 : 98
I 01.30 Mengevaluasi kemampuan S :-
O:
membuka mata (spontan,
E :2. V:3, M: 4
rangsangan nyeri) GCS 9
I 01.45 Mengkolaborasikan pemberian S : -
O : tidak ada alergi pada
therapy obat/ injeksi
klien
Infuse RL 500 ml (25 tpm)
Inj kalnex 500 mg
Inj ondansetron 8 mg
Inj citicolin 250 mg
II 02.00 Menganjurkan keluarga untuk S : -
O : keluarga pasien
berkomunikasi dengan klien
kooperatif
I 05.00 Memonitor TTV S:-
O:
TD : 145/75 mmHg
HR : 76 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 360 C
SPO2 : 100
I 05.05 Mengevaluasi kemampuan S :-
O:
membuka mata (spontan,
E:3,V:4, M:4
rangsangan nyeri) GCS 11

VIII. Catatan Perkembangan

TGL DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN TTD


17/03/21 I S:-
O:
- GCS 11
- Kesadaran Delirium
- TTV dalam batas normsl
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
17/03/21 II S :-
O : klien tampak gelisah dan mengerang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi, 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan ,

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1

Smeltzer, Sezanne C. & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medical bedah

(8thed). Jakarta: EGC.

Baughman, Diane C. dan Joann C. Hackley. 2003. Keperawatan Medikal

Bedah Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/134/jtptunimus-gdl-muhammadri-6692-

2-babii.pdf diakses pada tanggal 18 maret 2021 pukul 08.00

Anda mungkin juga menyukai