Di Susun Oleh :
A. Pengertian
Menurut Smeltzer dan Bare (2013), definisi cedera kepala adalah
suatu injuri yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak karena adanya
pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang
mengakibatkan gangguan fungsi otak.
Menurut Wong et al., (2016) cedera kepala adalah serangkaian
kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat
melibatkan setiap komponen, mulai dari kulit kepala, tulang dan jaringan otak
atau kombinasinya.
Cedera kepala merupakan cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan kerusakan jaringan otak
sehingga menyebabkan gangguan neurologi yang menyebabkan nyeri
(Miranda, 2019).
B. Etiologi
Menurut Morton & Gallo (2018), penyebab cedera kepala yang paling
sering dialami di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sekitar
60% dari kasus cedera kepala merupakan akibat dari kelalaian dalam berlalu
lintas, 20 - 30% kasus disebabkan oleh jatuh, 10% disebabkan oleh
kekerasan, dan sisanya disebabkan oleh perlukaan yang terjadi di rumah
maupun di tempat kerja. Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua faktor,
yaitu:
1. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung
maupun tidak langsung (akselerasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik.
C. Klasifikasi
Cedera kepala dibagi 3 kelompok (Hoffman, 2019), yaitu :
1. Cedera Kepala Ringan (GCS 14 – 15), berdasarkan CT Scan otak tidak
terdapat kelainan, dengan lama rawat di rumah sakit < 48 jam.
2. Cedera Kepala Sedang (GCS 9 – 13), ditemukan kelainan berdasarkan
CT Scan Otak dan memerlukan tindakan operasi serta dirawat di rumah
sakit setidaknya selama 48 jam.
3. Cedera Kepala Berat (GCS ≤ 8), bila dalam jangka waktu > 48 jam
paska trauma atau setelah pembedahan tidak terjadi peningkatan
kesadaran
D. Manifestasi Klinik
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaancemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku
(George, 2016)
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
Kebinggungan atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
c. Defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo
dan gangguan pergerakan.
(George, 2016)
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya Cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
(George, 2016)
E. Patofisiologis
Berdasarkan patofisiologinya, ada dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bias kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bias mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bias
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh system dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera (Morton & Gallo, 2018).
Semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi, perdarahan
danmkerusakan jaringan otak bahkan bias terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Morton & Gallo, 2018).
F. Pathway
Klasifikasi:
Etiologi: Cedera Kepala - Cedera kepala ringan
- Trauma - Cedera kepala sedang
primer - Cedera kepala berat
- Trauma
sekunder
Manifestasi Klinis:
- Nyeri kepala
- Kebingungan sulit konsentrasi
- sulit konsentrasi
- Penurunan neurologik
Iskemia
Nyeri akut Edema cerebri
Resiko syok
Suplai O2 TDL sistematik/
Hipoksua
Hiperventilasi
Gangguan
perfusi cerebral
Gangguan pola nafas
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Krisanty (2017) untuk dapat menegakkan diagnosa dapat
digunakan cara :
1. CT scan. CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragik,
ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati.
2. MRI. MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan
gelombang elektomagnetik.
3. Laboratorium. Untuk mengetahui keseimbangan elektrlit, mengkoreksi
keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial,
mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
4. Serebral angiographi. Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan
trauma.
5. Serial EEG. Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan
gelombang yang patologis.
6. X-ray. Digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang ,
perubahan truktur garis (perdarahan atau edema), frakmentulang.
H. Penetalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Therapihiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
b. Pemberian analgetik.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol
20%, glukosa 40% atau gliserol.
d. Antibiotik yang mengandung barrier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerobdi berikan metronidazole.
e. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
f. Pembedahan.
(George, 2016)
2. Penatalaksaan Keperawatan
a. Tidur tanpa bandal atau diganjal dengan bantal (kurang lebih 30o)
b. Pembatasan aktivitas (Bedrest)
c. Pemantauan vital sign
(Nurarif & Kusuma, 2015)
I. Komplikasi
Menurut Hoffman et al., (2019) komplikasi cedera kepala adalah:
1. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.
4. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruhkemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu.
5. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, danbruit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
6. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik.
J. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Muttaqin, 2017). yaitu:
a. dentitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, nama orang tua,
Pendidikan orang, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan utama yang menonjol pada pasien yang datang
ke rumah sakit
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit pasien saat itu dating ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas dan penyakit
yang pernah diderita oleh pasien.
e. Riwayat Imunisasi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala
sampai ujung kaki (Muttaqin, 2017).
a. Penampila umum yaitu penampilan klien dimulai pada saat
mempersiapkan klien untuk pemeriksaan.
b. Tanda-tanda vital
c. Sistem neurologi
d. Sistem pendengaran
e. Sistem pernapasan
f. Sistem kardiovaskuler
g. Sistem gastrointestinal
h. Sistem perkemihan
i. Sistem integument
3. Diagnosis Keperawatan
Menurut Muttaqin (2017) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan
didefinisikan sebuah keputusan klinik pada individu, keluarga atau
masyarakat baik actual maupun potensial tentang masalah kesehatan
atau kehidupan. diagnosa keperawatan terdiri dari 3 kompenen yaitu:
a. Masalah (problem)
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang
menggambarkan perubahan status kesehatan klien, perubahan
tersebut menyebabkan timbulnya masalah
b. Penyebab (etiologi)
Penyebab dari masalah klien yang memberi arah bagi terapi
keperawatan. Etiologi tersebut dapat terkait dengan asek
patofisiologi, psikososial, tingkah laku, perubahan situasional,
gaya hidup, usia perkembangan dan juga factor budaya
lingkungan. Fase berhubungan dengan berfungsi untuk
menghubungkan masalah keperawatan dengan etiologi.
c. Data
Data diperoleh dari tahap pengkajian sebagai bukti adanya
masalah kesehatan klien. Data informasi yang diperlukan untuk
merumuskan diagnosa keperawatan. Fase ditandai dengan
menghubungkan etiologi dengan data.
4. Intervensi Keperawatan
Menurut Ariga (2020) intervensi (perencanaan) keperawatan adalah
suatu proses merumuskan tujuan yang diharapkan sesuai prioritas
masalah keperawatan, memilih strategi keperawatan yang tepat dan
mengembangkan rencana asuhan keperawatan sesuai kebutuhan klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan
keperawatan adalah:
a. Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan
b. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai
c. Harus objektif atau merupakan tujuan operasional langsung
d. Mencakup kriteria keberhasilan sebagai dasar evaluasi.
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Prinsip yang mendasari implementasi keperawatan antara lain:
a. Implementasi mengacu pada rencana perawatan yang dibuat
b. Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas
masalah
c. Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan
sumber-sumber pendukung lainnya
d. Pendokumentasian implementasi keperawatan (Ariga, 2020)
6. Evaluasi
Menurut Ariga (2020) evaluasi merupakan tahapan terakhir dari
proses keperawatan. Evaluasi merupakan tahapan yang menentukan
apakah tujuan dapat tercapai sesuai yang ditetapkan dalam tujuan di
rencana keperawatan. Evaluasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
a. Evaluasi akhir (formatif) yang bertujuan untuk menilai hasil
implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan
b. Evaluasi berjalan (sumatif) menialai secara keseluruhan terhadap
pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan,
diteruskan sebagaian, diteruskan dengan perubahan intervensi,
atau dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hoffman, J.M., Lucas, S., and Dikmen, S. (2019). Natural History of Headache
after Traumatic Brain Injury. Journal of Neurotrauma, Vol. 20. No.3
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
Volume 3. Jakarta: EGC.
Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P.
(2016). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
I. Biodata
A. Identitas Klien
Nama : An. N. S.
TTL/Usia : Kalikotes, 22-11-2020/ 2th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Kalikotes, Klaten.
Tanggal Masuk : 16-02-2023, 11.30
Tanggal Pengkajian : 16-02-2023, 16.00 WIB
Diagnose Medis : Odema cerebri, CKR
Rencana Terapi : Terapi medikasi obat & head up 30o
B. Identitas Orangtua
Ayah Ibu
Nama : Tn. S. Nama : Ny. M.
Usia : 36 th Usia : 35 th
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : IRT
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Kalikotes, Klaten Alamat : Kalikotes, Klaten
Ket:
: Meninggal : Pasien
: Laki-laki : tinggal 1 rumah
: Perempuan
ANALISA DATA
No Data Fokus (DS dan DO) Problem Etiologi
1 Ds: Ibu An. N. mengatakan anaknya menagis mungkin Nyeri akut Agen
karena nyeri setelah jatuh dari tangga ±3 meter. pencedera
Do: Pasien menangis memengi kepala, Pasien tampak fisik
rewel dan menagis, tampak meringis kesakitan, tampak
luka memar ±1cm di punggung kanan, N: 128x/mnt, R:
22x/mnt, S: 36,6 C, SPO2 99%, skala nyeri 7, terpasang
O2 1 Lpm.
2 Ds: Ibu An. N. mengatakan anaknya menagis mungkin Perfusi Cedera
karena nyeri setelah jatuh dari tangga ±3 meter. cerebral kepala
Do: Pasien menangis memengi kepala, Pasien tampak tidak
rewel dan menagis, tampak meringis kesakitan, tampak efektif
luka memar ±1cm di punggung kanan, N: 128x/mnt, R:
22x/mnt, S: 36,6 C, SPO2 99%, terpasang O2 1 Lpm.
Hasil ST Scan oedema cerebri
3 Ds: Ibu An. N. mengatakan anak N. takut di dengan Anxietas Krisis
perawat karena teringat takut sakit saat di periksa dan di siruasional
pasang infus di IGD.
Do:Pasien tampak takut saat di datangi perawat, pasien
tampak takut saat akan diberikan obat oral/sirup, N:
128x/mnt.
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (D.0077)
2. Perfusi cerebral tidak efektif b.d. cedera kepala (D.0079)
3. Anxietas b.d. krisis siruasional (D.0080)
Perfusi -Memposisikan pasien head up 30o dan S: keluarga mengatakan mengerti penjelasan perawat dan sudah mengetahui cara Mardia
cerebral tidak 16.30 mengedukasi keluarga memposiskan kepala 30o mengatur posisi bed
efektif b.d. dan pembatasan aktivitas anak/ bedrest O: pasien tampak menangis, tampak rewel, tampak ingin duduk dan bermain.
cedera kepala
Anxietas b.d. -membina hubungan saling percaya dengan S: anak mengatakan moh (tidak mau) Mardia
krisis 17.00 menggunakan komunikasi terapeutik selama O: anak tampak menangis dan takut saat akan diberikan obat
siruasional tindakan (memberikan obat)
Perfusi
cerebral tidak 10.00 S: -
efektif b.d. -Memantau tanda TIK O: pasien berjalan-jalan di depan ruangan rawat inap, tampak tenang, tampak Mardia
cedera kepala ceria
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Nyeri akut b.d. agen Kamis 16/02/2023. S: keluarga mengatakan anak sudah tidak rewel atau memegangi kepala Mardia
pencedera fisik Jam 20.00 O: anak tampak tenang, skala nyeri 5, N: 115, RR 22 x/mnt, SPO2 99 %, S 36,5, O2 1 Lpm.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor karakteristik dan skala nyeri
- Anjurkan melakukan nafas dalam
- Kolaborasi dalam pemberian obat
Perfusi cerebral tidak Kamis 16/02/2023. S: keluarga mengatakan anak sudah tidak rewel atau memegangi kepala Mardia
efektif b.d. cedera Jam 20.05 O: anak tampak tenang, N: 115, RR 22 x/mnt, SPO2 99 %, S 36,5, O2 1 Lpm.
kepala A: Masalah teratasi. (pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan intervensi
- Posisikam kepala 30o
- Anjurkan pasien bedrest
- Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pengelolaan obat
Anxietas b.d. krisis Kamis 16/02/2023. S: keluarga mengatakan anak takut bila ada perawat mengira akan disuntik
siruasional Jam 20.10 O: anak tampak tenang, N: 115, RR 22 x/mnt, SPO2 99 %, S 36,5, O2 1 Lpm.
A: Masalah teratasi sebagian Mardia
P: Lanjutkan intervensi
- BHSP dengan komunikasi teraputik
- Kolaborasi dengan keluarga dalam memberikan dukungan emosional
Nyeri akut b.d. agen Sabtu 18/02/2023. Jam S: keluarga mengatakan anak sudah tidak rewel atau merasa nyeri Mardia
pencedera fisik 07.00 O: anak tampak tenang, skala nyeri 3, N: 102, RR 20x/mnt, SPO2 99 %, S 36,1,
A: Masalah teratasi. (pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor karakteristik dan skala nyeri
- Anjurkan melakukan nafas dalam
- Kolaborasi dalam pemberian obat
Perfusi cerebral tidak Sabtu 18/02/2023. Jam S: keluarga mengatakn anak sudah tidak rewel atau memegangi kepala Mardia
efektif b.d. cedera 07.00 O: anak tampak tenang, N: 102, RR 20x/mnt, SPO2 99 %, S 36,1,
kepala A: Masalah teratasi. (pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pengelolaan obat
Anxietas b.d. krisis Sabtu 18/02/2023. Jam S: keluarga mengatakn anak sudah tidak begitu takut dengan perawat/dokter
siruasional 07.00 O: anak tampak tenang, N: 102, RR 20x/mnt, SPO2 99 %, S 36,1, Mardia
A: Masalah teratasi (Pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan intervensi
- BHSP dengan komunikasi teraputik
Nyeri akut b.d. agen Minggu 19/02/2023. S: keluarga mengatakan anak sudah tidak merasa nyeri Mardia
pencedera fisik Jam 14.00 O: anak tampak tenang, skala nyeri 2, N: 101, RR 20x/mnt, SPO2 100 %, S 36,3,
A: Masalah teratasi. (pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor karakteristik dan skala nyeri
- Anjurkan melakukan nafas dalam bila nyeri
- Kolaborasi dalam pemberian obat
Perfusi cerebral tidak Minggu 19/02/2023. S: keluarga mengatakn anak sudah aktif seperti biasa
efektif b.d. cedera Jam 14.05 O: anak tampak tenang, N: 101, RR 20x/mnt, SPO2 100 %, S 36,3, tidak ada tanda TIK Mardia
kepala A: Masalah teratasi. (pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi dalam pengelolaan obat (planning advice dokter infus mannitol terakhir senin
20/02/2023 jam 11, bila sudah boleh pulang)
Anxietas b.d. krisis Minggu 19/02/2023. S: keluarga mengatakn anak sudah tidak takut dengan perawat/dokter Mardia
siruasional Jam 14.10 O: anak tampak tenang, N: 101, RR 20x/mnt, SPO2 100 %, S 36,3,
A: Masalah teratasi (Pertahankan hasil yang didapat)
P: Lanjutkan intervensi
- BHSP dengan komunikasi teraputik