Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA RINGAN

Disusun Oleh :
Rika Zulianti
120085

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2023

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara Langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di Kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan Jaringan otak itu sendiri,
serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce dan Neil, 2014).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala merupakan
kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik dari luar, yang
dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi kognitif
maupun fungsi fisik. Cedera kepala merupakan suatu trauma atau ruda paksa yang
mengenai struktur kepala yang dapat menimbulkan gangguan fungsional jaringan
otak atau menimbulkan kelainan struktural (Sastrodiningrat, 2007)
2. Etiologi
Cedera kepala terjadi paling umum disebabkan karena kecelakaan sepeda motor,
jatuh di rumah atau kerja, tindak kekerasan, olah raga dan cedera rekreasi.
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan
pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam
(bacok) dan tembakan (Japardi,2004).
3. Klasifikasi
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data
Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera
kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam
menentukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Cedera Kepala Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan
tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada
kontusio Serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3.Cedera Kepala Berat Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran
atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial
4. Patofisiologi

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatife
tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadibila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa Dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang Menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba Dan batang
otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam Cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan Dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bias Kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang Sedang
sakit bias mengalami proses penyembuhan yang optimal.Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena Memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera Robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan Trauma saat lahir yang bias mengakibatkan terjadinya gangguan
Pada seluruh system dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder Merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau Berkaitan dengan cedera primer
dan lebih merupakan fenomena Metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai Kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
Cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila Trauma
ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada Kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai Pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus- menerusdapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah Pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasidilatasi
Arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan Akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, Hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan Menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala Intracranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan Kerusakan jaringan otak bahkan bias terjadi kerusakan susunan
Syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya Gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009).
5. Pathway

Sumber : (PPNI,2018)
6. Manifestasi Klinis
Menurut Reisner (2009), gejala klinis cedera kepala yang dapat membantu
mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di
atas os mastoid), hemotipanum (perdarahan di daerah membrantimpani telinga),
periorbital ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma Langsung), rhinorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari hidung), ootorrho (cairan serebrospinal keluar
dari telinga).
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala ringan adalah Pasien
tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian Sembuh,
sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau Muntah, gangguan
tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan Kepribadian diri, letargik.
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera Kepala berat adalah perubahan
ukuran pupil (anisocoria), trias Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernafasan) apabila Meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat
pergerakan atau posisi abnormal Ekstremitas (Reisner, 2009).

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda
neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien
yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
2. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak
lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan
hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).

8. Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala:
1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala berat
dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi
saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian).
Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan
telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan
tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan
bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang
awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama,
fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat
menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera
vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Tarwoto., et al (2007) pada cedera kepala sebagai
berikut :
1. Penatalaksanaan Umum. Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris badan dengan memasang
kolar servikal, monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan ventilasi,
pemeriksaan analisa gas darah (AGD), oksigen bila perlu, monitor tekanan
intrakranial, atasi syok bila ada, kontrol tanda-tanda vital, keseimbangan cairan
elektrolit.
2. Operasi Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen
luka, kraniotomi.
3. Menilai sirkulasi
4. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
5. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
6. Pemberian analgetik.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Data fokus yang perlu di kaji:
1. Biodata Pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal MRS, no.
RM.diagnosa medis, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal pengkajian
2. Biodata penanggungjawab, meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, hubungan dengan pasien
3. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cedera terjadi, penyebab
cedera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

5. Pemeriksaan persistem
a. System persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indra, penglihatan,
pendengaran. penciuman, pengecap, dan perasa)
b. System persarafan (tingkat kesadaran nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi, irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum,peristaltik, eliminasi)
f. Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
i. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan.
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stres
9) Pola seksual dan reproduksi
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


2. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

INTERVENSI
Diagnosa
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan

Nyeri Akut Setelah dilakukan Intervensi utama :


berhubungan dengan intervensi keperawatan
Manajemen Nyeri
Agen cedera fisik selama 3 x 24 jam, maka
tingkat nyeri menurun Observasi
dengan kriteria hasil : Identifikasi lokasi, karakteristik,

Keluhan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, dan

diturunkan dari sedang intensitas nyeri

(3) ke meningkat (5) Identifikasi skala nyeri

Gelisah diturunkan dari Identifikasi factor yang


sedang (3) ke menurun memperberat dan memperingan
(5) nyeri

Frekuensi nadi Monitor efek samping


diturunkan dari sedang penggunaan analgetic
(3) ke membaik (5)
Terapeutik
Tekanan darah
Berikan teknik non-farmakologi
diturunkan dari sedang
(3) ke membaik (5) untuk mengurangi rasa nyeri

Fasilitasi istirahat dan tidur

Pertimbangkan jenis dan sumber


nyeri dalam strategi meredakan
nyeri

Edukasi

Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri

Jelaskan strategi meredakan nyeri

Ajarkan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri

Kalaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik

Intervensi pendukung :

Terapi Relaksasi

Resiko cedera PENCEGAHAN CEDERA


berhubungan
dengan perubahan
fungsi kognitif Observasi

Identifikasi area lingkungan yang


berpotensi menyebabkan cedera

Identifikasi obat yang berpotensi


menyebabkan cedera

Identifikasi kesesuaian alas kaki atau


stoking elastis pada ekstremitas
bawah
Terapeutik

Sediakan pencahayaan yang


memadai

Gunakan lampu tidur selama jam


tidur

Sosialisasikan pasien dan keluarga


dengan lingkungan ruang rawat (mis:
penggunaan telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)

Gunakan alas kaki jika berisiko


mengalami cedera serius

Sediakan alas kaki antislip

Sediakan pispot dan urinal untuk


eliminasi di tempat tidur, jika perlu

Pastikan bel panggilan atau telepon


mudah terjangkau

Pastikan barang-barang pribadi


mudah dijangkau

Pertahankan posisi tempat tidur di


posisi terendah saat digunakan

Pastikan roda tempat tidur atau kursi


roda dalam kondisi terkunci

Gunakan pengaman tempat tidur


sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan Kesehatan

Pertimbangkan penggunaan alarm


elektronik pribadi atau alarm sensor
pada tempat tidur atau kursi

Diskusikan mengenai latihan dan


terapi fisik yang diperlukan

Diskusikan mengenai alat bantu


mobilitas yang sesuai (mis: tongkat
atau alat bantu jalan)

Diskusikan Bersama anggota


keluarga yang dapat mendampingi
pasien

Tingkatkan frekuensi observasi dan


pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

Jelaskan alasan intervensi


pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga

Anjurkan berganti posisi secara


perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri

Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan tindakan REDUKSI ANSIETAS


situasional keperawatan selama 3X24
Observasi
jam diharapkan kecemasan
menurun dengan KH : Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah
Verbalisasi khawatir
Monitor tanda tanda ansietas
menurun
Terapeutik
Verbalisasi kebingungan
menurun Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan rasa kepercayaan
Perilaku tegang menurun
Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan

Memotivasi, mengidentifikasi apa


yang menyebabkan kecemasan

Edukasi

Latih teknik relaksasi

Kalaborasi

Kalaborasi pemberian obat


antiansietas , jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Zuhroidah, I., Toha, M., Sujarwadi, M., & Huda, N. (2021). Hubungan Skor Awal GCS
dengan Outcome pada Pasien Cedera Kepala. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(1), 51–56.
https://doi.org/10.33006/ji-kes.v5i1.247

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnose Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indicator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Diagnostik Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Ppni
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai