WHMCDPDM QPUWDJD
Cedera otak adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala, (Suriadi & Yuliani 2001), sedangkan menurut Black & Jacobs, (1993) Cedera
otak adalah trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang
menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya kontinuitas otak.
Cedera otak adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho,
2011).
Cedera otak adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), Cedera otak adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat terjadi pada anak
yang cedera akibat kekerasan, (Suriadi & Yuliani 2001).
1
E. JBDUHNHJDUH
Cedera otak dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Wle Wraumatic Eoma Gata Banj mengklasifisikan berdasarkan Ibasiow Eoma Ucabe
(Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien
sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada
intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria
cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi
dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti
perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam,
konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda
battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,
tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
3. Berdasarkan morfologi
a. Fraktur tengkorak
Kranium : linear/ stelatum ; depresi/ nondepresi ; terbuka/ tertutup
Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa
kelumpuhan nervus VII
b. Lesi intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intracerebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
2
G. QDWFNHUHFBFIH
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah,jaringan otak dan jaringan
cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada
tulang tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat
meluas hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi. Gejalanya
akan tampak seperti kebingungan atau kesadaran delirium, letargi, sukar untuk
dibangunkan dan akhirnya bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan
adanya hemiparese. Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur
pembuluh vena dan perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara duramater dan
lapisan arakhnoid. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut
dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam.
Manifestasi tergantung pada besarnya kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa
kejang, sakit kepala, muntah, meningkatnya lingkar kepala, iritabel dan perasaan
mengantuk. Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi akibat adanya
memar dan robekan pada cerebral yang akan berdampak pada perubahan νaskularisasi,
anoxia dan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak
yang mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial.
Dalam jangka waktu 24 ― 72 jam akan tampak perubahan status neurologi.
Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa fraktur linear, farktur depresi,
fraktur basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktur tulang). Perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara
3
periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah
pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala
terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto,
2007).
@. ODMHN@UWDUH JBHMHU
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala,
yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Ilascow Eoma Ucale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
N. JFOQBHJDUH
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
I. Q@O@[HJUDDM Q@MPMCDMI
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
4
L. Q@MDWDBDJUDMDDM
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti
hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000).
Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala
(Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa
5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8
jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt
(2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningkatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
saat kejadian, serangan, lamanya, faktor pencetus adanya fraktur dan status
kesadaran. Status neurologis yang perlu dikaji perubahan kesadaran, pusing kepala,
6
vertigo, menurunnya refleks, malaise, kejang, iritabel, kegelisahan atau agitasi.
Pupil yang diperiksa adalah ukuran, refleks terhadap cahaya, hemiparesis, letargi
dan koma, mual muntah, kesukaran bernafas atau sesak, napas lambat, hipotensi ,
bradikardi.
3. Aktivitas/ Istirahat
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi, Penurunan bising
usus/ tak ada.
7. Makanan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Gangguan menelan, (batuk, air liur keluar, disfagia), Edema jaringan umum,
Anoreksia, mual/muntah
8. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, νertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, bingung, baal pada ekstremitas.
Perubahan dalam
7
fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman. Kesemutan.
8
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status mental orientasi
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah, perubahan pupil (respons
terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti kehilangan
pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris,
Gangguan lemah tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia,
c. CT Scan
d. MRI (Magnetic Reaconance Imaging)
9
e. Punksi lumbal, pengambilan contoh CSS
f. Pneumoensefalogram
g. Sistogram
h. GDA (Gas Darah Arteri)
i. EEG (Elektro Ensefalo Grafi)
10
b. Pantau tekanan darah
R/ Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada
saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti
kerusakan vaskularisasi cerebral lokal atau menyebar (menyeluruh)
c. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan
dan reaksinya terhadap cahaya. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya
penglihatan yang kabur, ganda lapang pandang menyempit dan ke dalam persepsi.
R/ Gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada
otak,mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
d. Pertahankan kepala/ leher pada posisi tengah atau pada posisi netral. Sokong dengan
gulungan handuk kecil atau bantal kecil
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat
aliran darah vena,yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
e. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku
yang tidak sesuai lainnya
R/ Petunjuk non verbal mengidentifikasi adanya peningkatan TIK atau menandakan
adanya nyeri ketika pasien yang tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara
verbal.
f. Kolaborasi : Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan
albumin.
R/ Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/
perubahan program terapi.
11
b. Catat kompetensi refleks vagal/ menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan nafas sendiri.
R/ Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk
pemeliharaan jalan nafas.
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
3. Diagnosa III : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit
neurologis.
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi.
Intervensi :
a. Kaji respons sensori terhadap raba/ sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul
dan catat perubahan yang terjadi.
R/ Informasi yang dapat dari pengkajian sangat penting untuk mengetahui tingkat
kegawatan dan kerusakan otak.
b. Observasi respon perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak
12
d. Berikan keamanan pasien dengan pengamanan sisi tempat tidur, bentuk latihan
jalan dan lindungi cedera kepala.
R/ Gangguan persepsi sensori dan buruknya kesimbangan dapat meningkatkan
resiko pada pasien.
R/ Pasien mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total ( amnesia) dari
perluasan trauma dan karena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan terhadap
terjadinya trauma pada dirinya.
c. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang dan teratur.
R/ Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratus untuk mencegah/
membatasi komplikasi yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu hal yang
serius pada pasien dapat membantu menurunkan ansietas.
d. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah
lakunya sendiri, memahami dan mengingat informasi yang ada.
13
5. Diagnosa V : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/
kognitif.
Tujuan : Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagan tubuh yang sakit.
Intervensi :
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
R/ Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
b. Kaji derajat immobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4).
R/ Pasien mampu mandiri (nilai 0), memerlukan bantuan/ peralatan yang minimal
(nilai 1), memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan/pengajaran (niali 2),
memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3),
tergantung secara total pada pemberi asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua
kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya
14
R/ Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan segera.
c. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka garis jahitan daerah
alat yang dipasang invasi (terpasang infus dan sebagainya)
R/ Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan
diperlukan klien
R/ Membantu memenuhi kegiatan aktivitas perawatan diri klien.
d. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah sangat penting
bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
e. Berikan umpan balik yang positif untuk semua usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
15
R/ Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu.
G. HOQB@O@MWDUH
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry. 2005:
203). Tahap awal tindakan keperawatan menunutut perawat mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan: review
tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan
dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dan tindakan
keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang
diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanakan, mengidentifikasi aspek hokum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
@. @VDBPDUH
Evaluasi adalah langkah final dari proses keperawatan, yaitu suatu metode sistematik
untuk mengorganisasi dan memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry. 2005: 224).
Evaluasi juga adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
“kealpaan” yang terjadi selam tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksaan
tindakan.
16
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Honorer
Pendidikan : Diploma-III Farmasi
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Buntok
Tanggal MRS : 21 Mei 2015
Nomor MR : 20.24.xx
Diagnosa Medis : Cedera Otak Ringan + Fraktur Basis Cranii
2. Riwayat Kesehatan/Perawatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri seperti berdenyut-denyut pada area mulut dan hidung dengan
skala nyeri 3. Nyeri dirasakan saat beraktivitas maupun istirahat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 20 Mei 2015 pasien mengalami kecelakaan lalu lintas di Buntok.
Pasien terjatuh dengan posisi wajah lebih dahulu mendarat ke tanah. Pasien sempat
pingsan selama ± 30 menit lalu dibawa ke IGD RS Buntok. Setelah dirawat selama 1
hari di RS Buntok pasien lalu dirujuk ke RS Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 21 Mei 2015.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tidak ada riwayat penyakit atau melakukan operasi sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan pada keluarga
17
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Hubungan keluarga
: Garis keturunan
: Tinggal serumah
: Sudah meninggal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, terpasang infuse RL 20 tpm pada tangan sebelah kanan,
terdapat brill hematoma (+), terdapat luka jahitan sepanjang ± 3 cm pada lutut
sebelah kanan, pasien tampak lemah dan lebih sering tidur.
b. Status Mental
1) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
2) Ekspresi wajah : Normal
3) Bentuk badan : Kurus
18
9) Tidak ada halusinasi, insight baik, proses berpikir baik, mekanisme pertahanan
diri adaptif (berdoa), tidak ada keluhan lainnya.
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 92x/menit, Pernapasan 22x/menit, Suhu 37,3‘C.
d. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada normal, kebiasaan merokok (-), tidak ada sianosis, tidak ada nyeri dada,
tipe pernapasan dada, irama pernapasan teratur, secret tidak bisa keluar, suara napas
ronchi basah (crales), pasienmengatakan sulit untuk batuk.
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif
e. Kardiovaskuler (Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, CRT < 2 detik, Tidak terlihat iktus cordis, tidak terjadi
peningkatan vena jugularis, suara jantung S1 S2 tunggal, tidak terdapat riwayat
penyakit jantung.
f. Persyarafan (Brain)
pada gusi, palatum robek, lidah lembab dan normal, mukosa lembab, tidak ada
hemoroid, BAB 1x/hari berwarna kuning pucat dengan konsistensi lunak, bising
usus 13x/menit, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan. Pasien mengatakan “saya
jarang membersihkan mulut karna takut terasa nyeri”. Pasien mengatakan “sulit
untuk mengunyah”.
Masalah Keperawatan : Resiko Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh, Resiko
Infeksi
i. Tulang, Otot, Integumen
Kemampuan pergerakan sendi bebas, ukuram otot simetris, tidak ada deformitas
tulang, terdapat luka robek (hecting) pada kaki sebelah kanan dan luka robek pada
19
palatum, tidak ada peradangan, tulang belakang normal, kekuatan otot normal.
Pasien mengatakan “nyeri pada luka”
Masalah Keperawatan : Gangguan rasa nyaman : nyeri akut, Resiko Infeksi
j. Kulit-kulit rambut
Tidak ada riwayat alergi, suhu kulit hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik,
BB Sebelum sakit : 65 kg
Diet nasi lunak, diet TKTP, reflex menelan kurang baik.
Pasien mengatakan “nansu makan berkurang”
20
c. Pola Istirahat dan tidur
Selama berada di RS pasien dapat istirahat dan tidur seperti biasa
d. Kognitif
Status kognitif pasien baik
e. Konsep Diri
- Trombosit : 267.000/uL
- Creatinin : 0,4 mg/dL
21