Anda di halaman 1dari 10

Laporan Pendahuluan Cedera Kepala Sedang

A. Definisi

Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
(Smeltzer,2000:2210).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).

Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan kesadaran
dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur
tengkorak dengan GCS 9-12.

B. Etiologi

a. Trauma tumpul

1. Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil


2. Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul

b.Trauma tembus

3. luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (Mansjoer, 2000:3)


4. Jatuh dari ketinggian
5. Cedera akibat kekerasan
6. Cedera otak primer
7. Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi
8. cedera otak sekunder
9. kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
C. Klasifikasi

Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggunakan atau mengklasifikasikan


pasien dengan cidera kepala antara lain:  
 Terbuka 

Cidera kepala terbuka berarti pasien mengalami lasersi kulit kepala seperti halnya
peluru menembus otak.
 Tertutup 

Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan edema serebral yang
luas  bisa diakibatkan karena adanya benturan. Cedera kepala tertutup terdiri dari:
1. Kontusio  serebral : Merupakan gambaran area otak yang mengalami memar,
umumnya pada permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar
melalui substansi otak pada daerah tersebut, tanda gejalanya seperti defisit neurologis
vokal, edema serebral. Hal ini menimbulkan efek peningkatan TIK.
2. Hematoma Epidural : Merupakan suatu akumulasi darah pada ruang antara
tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (durameter).
Hematom ini terjadi karena robekan arteri meningeal tengah dan arteri meningeal
frontal. Kasus ini biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak.
3. Hematoma Subdural : Merupakan akumulasi darah dibawah lapisan meningeal
durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Hal ini disebabkan karena
adanya robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena (sinus).
4. Hematoma intrakranial : Merupakan pengumpulan darah 25ml atau lebih
dalam parenkim otak. Dari hasil radiologi sulit dibedakan antara kontusio otak dengan
perdarahan dalam substansi otak. Biasanya terjadi pada fraktur depresi tulang
tengkorak atau cedera penetrasi peluru.(Hudak & Gallo, 2010 : 225-229)

Cedera kepala menurut Gaslow Coma Skala


1. Cedera kepala ringan : CGS : 13-15, Tidak ada konklusi, pasien dapat
mengeluh nyeri kepala dan pusing, pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau
hematoma kulit kepala.
2. Cedera kepala sedang : CGS : 9-12, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah,
tanda fraktur tengkorak, kejang.
3. Cedera kepala berat : GCS : kurang atau samadengan 8, penurunan derajat
kesadaran secara progresif, Tanda neurologist fokal. (Muttaqin, 2012: 155)

D. Tanda dan Gejala


1. Hilangnya tingkat kesadaran sementara
2. Hilangnya fungsi neurologi sementara
3. Sukar bangun
4. Sukar bicara
5. Konfusi
6. Sakit kepala berat
7. Muntah
8. Kelemahan pada salah satu sisi tubuh (Smeltzer & Bare, 2002: 2211)

E. Patofisiologi

Trauma kepala dapat terjadi pada ekstrakranial, tulang kranial, dan intrakranial,
trauma yang terjadi pada ekstrakranial akan mengakibatkan terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan vaskuler sehingga berkibat terjadinya perdarahan, hematoma,
gangguan suplai darah, resiko infeksi dan timbulnya nyeri serta kerusakan integritas
kulit. Perdarahan dan hematoma akan mempengaruhi perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Pada
keadaan ini akan mengakibatkan girus medialis lobus temporalis tergeser melalui tepi
bawah tentorium serebri.
Kompresi pada korteks serebri batang otak mengakibatkangangguan kesadaran,  
dan hilangnya reflek batuk. Karena terjadi gangguan kesadaran maka klien megalami
penumpukan sekret akibat sekret yang statik, hal ini menyebabkan terjadinya bersihan
jalan nafas inefektif.
Trauma kepala yang terjadi pada tulang kranial akan menyebabkan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan hal ini akan merangsang timbulnya rasa nyeri,
sedangkan trauma kepala yang terjadi pada intrakranial, akan merusak jaringan otak
atau sering disebut kontusio, atau terjadi laserasi pada jaringan otak, keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan outoregulasi, dan suplai O2 ke otak terganggu,
maka terjadi edema serebral, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. 
Kerusakan yang terjadi juga menyebabkan rangsang simpatis meningkat, sehingga
tahanan vasikuler, TD, tekanan hidrostatik meningkat. Sehingga terjadi kebocoran
pada pembuluh kapiler, dan menyebabkan edema paru yang menyebabkan penurunan
curah jantung dan difusi O2 di alveoli terhambat dan menyebabkan tidak efektifnya
pola nafas. Cidera kepala juga dapat menimbulkan stres bagi klien. Hal ini direspon
juga oleh saraf otonom untuk meningkatkan sekresi hormon. seperti katekolamin yang
menyebabkan asam lambung meningkat dan membuat mual, muntah, dan anoreksia.
Hal ini menyebabkan resiko pemenuhan nutrisi tidak sesuai kebutuhan.

F. Komplikasi Cedera Kepala


1. Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan biasanya
terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
2. Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus kemosis dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
3. Kejang pasca trauma.(Smeltzer & Bare, 2002: 2215)

G. Pemeriksaan/Diagnostik
1. CT Scan ( Computerized Tomograhy Scanner )Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak. 
2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) : Digunakan sama dengan CT Scan
dengan/tanpa kontras radio aktif
3. Serebral Angiography : Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. EEG ( Electroencephalograph ) : Untuk memperlihatkan keadaan atau
berkembangnya gelombang patologis
5. Sinar-X : Mendeteksi perubuhan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER ( Brainstem Auditory Evoked Response ) : Mengoreksi batas fungsi korteks
dan otak kecil.
7. PET ( Positron Emission Tomography ): Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme
otak.
8. CSS ( Cairan Serebro Spinal ) : Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarakhnoid.
9. Elektrolit darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan
TIK
10. Toksikologi : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab penurunan
kesadaran
11. Rontgen thorax dua arah (PA/AP dan lateral) : Rontgen thorax menyatakan akumulasi
udara atau cairan pada area pleural
12. Thoraxsentesis menyatakan darah atau cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD) : Analias Gas Darah (AGD) adalah salah satu test
diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat diigambarkan
melalui pemerksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basah.(Muttaqin, 2008
: 161)
H. Penatalaksanaan 
a.Riwayaat kesehatan .
1. Tinggikan kepala 300.
2. Istirahatkan klien (tirah baring).
b.Penatalaksanaan medis :
1. Memepertahankan A,B,C (Airway, Breathing, Cirkulation).
2. Menilai status neurologis (Disability dan exposure).
c.Penatalaksanaan konservatif  meliputi :
1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan:
4. Dexametason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
5. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
6. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu: manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
7. Antibiotika yang mengandung barier darah otak (Penisilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazol.
8. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa hanya cairan infus dextrose 5%, Aminofusin, Aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan).
9. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapatkan klien mengalami
penurunan kesadarandan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit.
10. Observasi status neurologis. 
11. (Smeltzer & Bare, 2002 : 2214-2216)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian 

Aktivitas/istirahat
Gejala  : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda  : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, cara berjalan tak tegap masalah
dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot.
Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah/normal, perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardi, distritmia).
3) Integritas ego
Gejala  : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang/dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
Eliminasi
Gejala  : Inkontenensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
Makanan/cairan
Gejala  : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liru keluar,
disfagia).
Neurosensori
Gejala  : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, synkop,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan,
seperti ketajaman, gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda  : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(disorientasi, konsentrasi, memori). Perubahan pupil, wajah tidak simetris, genggaman
lemah, tidak seimbang, reflek tendon tidak ada atau lemah, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
Nyeri/kenyamanan
Gejala  : Sakit kepala, atau pusing.
Tanda  : Wajah menyeringai, respon menarik rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
Keamanan
Gejala  : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda  : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, agrafi, perubahan
warna, tanda trauma di sekitar hidung, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
Interaksi sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disatria.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala  : Penggunaan alkohol/obat lain.
Pertimbangan  :  DRG menunjukkan rata-rata lama di rawat 12 hari.
Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan perawatan diri, ambulasi, transportasi,
menyiapkan makanan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, dan
lain-lain
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan edema serebral
di tandai dengan tingkat kesadaran menurun.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing di
jalan nafas di tandai dengan pasien nampak gelisah
3. Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit ditan dengan ketidakeseimbangan
cairan
C. Tujuan, kriteria hasil dan intervensi
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
o kriteria hasil
1. Penurunan Setalah di lakukan Observasi  Untuk
mengetahui
kapasitas adaptif tindakan
 Identifik penanggulanga
intrakranial keperawatan 1x24 asi n penyebab
penyebab peningkatan
berhubungan jam di harapkan
peningkatan tekanan tik dan
dengan edema kapasitas adaptif TIK (mis. tindakan yang
Lesi, akan di lakukan
serebral di tandai intra kranial
gangguan  Peningkatan
dengan tingkat kembali metabolism Tik yang tidak
kesadaran meningkat dengan e, edema terkontrol akan
serebral) menyebabkan
menurun. kriteria hasil :  Monitor iskemia pada
1. Tekanan tanda/gejala cerebral
systole peningkatan  Bermanfaat
dandiastole TIK (mis. sebagai
dalam Tekanan indikator dari
rentangyang darah cairan total
diharapkan meningkat, tubuh yang
120/80mmHg tekanan terintegrasi
nadi dengan perfusi
2. Tidak ada melebar, jaringan
tanda-tanda pe bradikardia,  Peningkatan
ningkatan pola napas suhu tubuh
tekananintrakr ireguler, dapat menjadi
anial  kesadaran indikator
menurun) kerusakan
 Monitori hipotalasmus
ng intake
dan output
cairan
 Pertahan
kan suhu
tubuh dalam
batas
normal

2. Bersihan jalan Setalah di lakukan  Monitor  Mengetahui


pola napas
nafas tidak efektif tindakan keadaan fungsi
(frekuensi,
berhubungan keperawatan 1x24 kedalaman, paru paru dan
usaha
dengan adanya jam di harapkan tanda tanda
napas)
benda asing di bersihan jalan  Pertahanka distres
jalan nafas di nafas kembali n pernafasan
kepatenan
tandai dengan efektif dengan jalan nafas  Memaksimalka
 Monitoring
pasien nampak kriteria hasil n oksigen
adanya
gelisah 1.tidak ada suara suara nafas masuk ke
tambahan
nafas tambahan dalam paru
2. suara nafas paru
terdengan bersih  Akumulasi
3. spo2 dalam sekret dapat
batas normal menghambat
masuknya
dalam paru
paru

3. Resiko Setelah di lakukan  Monitor  Mengetahui


status hidrasi
ketidakseimbanga tindakan tingkat dehidrasi
( mis, frek
n cairan elektrolit keperawatan di nadi, dan intervensi
kekuatan
ditan dengan harapkan cairan yang akan di
nadi, akral,
ketidakeseimbanga elektrolit kembali pengisian lakukan
kapiler,
n cairan seimbang dengan selanjutnya
kelembapan
kriteria hasil mukosa,  Untuk
turgor kulit,
1. Turgor kulit mengetahui
tekanan
elastis darah) balance cairan
2. Mukosa bibir  Catat intake
 Untuk
output dan
lembab hitung balans memenuhi
cairan dalam
kebutuhan cairan
24 jam
 Berikan dan
cairan
meminimalkan
intravena bila
perlu terjadinya
dehidrasi
Daftar Pustaka
Long C,.Barbara, Perawatan Medical Bedah, Jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Padjajaran, 1996

Smelltzer C, dkk,. Buku ajar keperawatan medikal bedah, jakarta, EGC, 2002

Batticaca, F.B., Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan Sistem Persarafan, Salemba

Medika, 2008, Jakarta

Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2,

2006, EGC, Jakarta

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Wilkinson J .M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC

Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta

Doengoes, M.E.,dkk., Rencana asuhan keperawatan Edisi 3, 2000, EGC, Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi

1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi

1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai