Anda di halaman 1dari 25

Laporan

Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
NOVIA DWIYANTI

Kasus/Diagnosa Medis: Cedera


Kepala Sedang (CKS)
Jenis Kasus : Trauma / Non Trauma
Ruangan : IGD
Kasus ke :1

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(……………………………………….……) (………………………..…………………….)
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN

1. Definisi Penyakit
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Brain Injury Assosiation of Amerika, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
menguba hkesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Snell, 2006).
Cedera kepala merupakan kegawatdaruratan yang harus ditangani secara tepat dan
cermat. Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan
untuk sedini mungkin memperbaiki keadaan umum serta mencegah cedera kepala
sekunder. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan
nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita,
mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak
normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu
juga (Hardi, 2008).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Masjoer, A.
2011).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka mortalitas
dan morbiditas (kecacatan berat) di seluruh dunia sehingga masih menjadi salah satu
perhatian utama pada layanan kesehatan. Salah satu konsep yang berkembang akhir-
akhir ini menyatakan bahwa penyebab mortalitas dan morbiditas ini bukan akibat
cedera primer, namun akibat cedera sekunder yang bisa memburuk akibat penanganan
yang terlambat atau tidak tepat, termasuk dalam hal tatalaksana cairan dan elektrolit.
Pada tahap awal penanganan pasien cedera kepala, terapi memang sudah harus
difokuskan utamanya pada minimalisasi cedera otak sekunder (Bau Indah Aulyan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Syah.,Syafruddin Gaus.,Sri Rahardjo 2016 ).

2. Etiologi
a. Kecelakaan Lalu Lintas : Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan
bermotor bertabrakan dengankenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan ataukecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh : Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur
ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan : Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara
paksaan).
Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala kecelakaan industri,
serangan yang berhubungan dengan olah raga dan lain sebagainya (Mansjoer, 2011
).
1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a. Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b. Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat),
difusi laserasi. (Arief mansjoer, 2000).
2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera tidak langsung :
a. Edema serebri (Pembengkakan otak).
b. Iskemik jaringan otak (Pasokan darah pada arteri otak terhambat).
c. Infark jaringan otak (Kerusakan jaringan otak).

3. Manifestasi Klinis
a. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
b. Setelah sadar timbul nyeri
c. Pusing
d. Muntah
e. Pusing kepala
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

f. Terdapat hematoma
g. Kecemasan
h. Sukar untuk dibangunkan
i. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
j. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan

4. Deskripsi patofisiologi ( Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan )


Ada dua tahap kerusakan otak akibat trauma kepala yaitu cedera langsung (primer) dan
cedera tidak langsung (sekunder).
a. Cedera langsung (primer)
Cedera primer disebabkan oleh benturan langsung di kepala oleh suatu benda
keras ataupun proses aselerasi/deselerasi gerakan kepala. Mekanisme trauma
kepala berupa peristiwa coup dan contracoup. Cedera yang diakibatkan oleh
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup,
sedangkan daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi
yang disebut contracoup. Apabila otak menumbuk bagian dalam tengkorak,
maka mungkin terjadi perdarahan dalam jaringan (kontusio serebri), robekan
jaringan otak (laserasi serebri) ataupun perdarahan karena putusnya pembuluh
darah.
b. Cedera tidak langsung (sekunder)
Cedera otak sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul, atau dapat sebagai cedera lanjutan dari cedera primer.
Cedera otak sekunder dapat disebabkan :
1. Hipovolemi : syok hipovolemi akan menyebabkan perfusi darah ke otak
menurun sehingga dapat menyebabkan iskemik otak (jaringan otak kurang
mendapatkan darah), bahkan infark otak (kematian jaringan otak).
2. Hipoksia : kurangnya oksigen dalam darah akan menyebabkan otak
menerima oksigen yang kurang. Sama seperti hipovolemia, hipoksia akan
menyebabkan iskemia otak yang bila berat menjadi infark otak.
3. Hiperkarbia dan hipokarbia : peningkatan CO2 darah akan menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak, yang kemudian menyebabkan edema
serebri. Sebaliknya penurunan kadar CO2 darah (hipokarbia) akan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak, sehingga mungkin


terjadi iskemia jaringan otak yang dapat berlanjut menjadi infark.

Otak dapat mengalami pembengkakan (edema), baik karena trauma


langsung (primer) ataupun setelah trauma (sekunder). Pembengkakan otak
ini dikenal sebagai edema serebri, dank arena tengkorak merupakan
ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan
peningkatan tekanan dalam rongga tengkorak (tekanan intracranial).

5. Tahapan / Grade/ Tingkatan Penyakit


Kategori Penentuan Keparahan Cedera Kepala berdasarkan Nilai Glasgow
Coma Scale ( GCS ) menurut Mansjoer tahun 2011.

Penentuan Deskripsi
Keparahan
Minor/Ringan GCS 13 – 15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat terjadi kehilangan
kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit dan disorientasi.
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, dan hematoma.
Sedang GCS 9 -12
Kehilangan kesadaran,namun masih menuruti perintah yang sederhana
atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
Berat GCS 3 – 8
Kehilangan kesdaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intraktanial. Denagn
perhitungan GCS sebagai berikut :
 Eye : Nilai 2 atau 1
 Motorik : nilai 5 atau < 5
 Verbal : Nilai 2 atau 1
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

6. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis
( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
8. CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika
terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

7. Penatalaksanaan Medis/Operatif
a. Primary survey
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

a) Jalan napas dan control servikal


Pasang collar neck untuk imobilisasi servical. Pastikan jalan napas terbuka,
apabila ditemukan sumbatan jalan napas pada penderita tidak sadar, lakukan
chin lift bila tidak dicurigai ada gangguan servikal atau dengan cara jaw thrust.
Bila dicurigai ada gangguan servikal dan bersihkan benda asing dari mulut,
lakukan intubasi trakea atau needle krikotiroidotomi jika ada indikasi.
b) Pernapasan
Inspeksi dada meliputi pergerakan dada, laju napas dan kualitas pernapasannya
(dalam atau dangkal). Auskultasi meliputi pemeriksaan suara kedua sisi paru
sama atau tidak, palpasi dilakukan untuk mencari adanya deformitas pada dada.
Berikan oksigen dengan target SpO2 lebih dari 95% dengan pemantauan
oksimetri denyut. Periksa CRT, laju nadi dan warna kulit. Hentikan perdarahan
pada kulit kepala dengan tekanan langsung jika memungkinkan. Bila penderita
mengalami syok, lakukan resusitasi cairan adekuat untuk mempertahankan
tekanan darah. Hindaripemberian cairan yang berlebihan apabila dicurigai ada
peningkatan TIK.
c) Disability
Selalu lakukan penilaian dengan menggunakan skala AVPU atau GCS,
pemeriksaan pupil dan tanda-tanda lateralisasi lainnya.
d) Exposure
Buka seluruh baju penderita dan periksa ada tidaknya luka, dan menghindari
terjadinya hipotermi.

b. Secondary survey
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer dan resusitasi dilakukan. Survey
sekunder meliputi pemeriksaan lengkap, yaitu dengan mulai memeriksa kepala dan
dilanjutkan sampaike ujung kaki. Periksa tiap bagian secara sistemik termasuk
pemeriksaan TTV dan tiap lubang tubuh (finger in orifice).

Pemeriksaan kepala meliputi ada tidaknya depresi tulang tengkorak, fraktur


terbuka tulang tengkorak. Ottorhea atau rhinorrhea (CSS keluar dari telinga atau
hidung). Membran timpani harus diperiksa untuk mengetahui adanya perdarahan,
mata harus di inspeksi untuk hematom periorbital (racoon’s eyes), dan daerah
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

mastoid harus diinspeksi untuk melihat adanya ekimosis (battle’s sign). Apabila
semua ini ditemukan mengindikasikan adanya fraktur tulang basis kranii.
c. Non Farmakologi / Keperawatan
Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah memperbaiki perfusi jaringan serebral,
karena organ otak sangat sensitif terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa diperlukan keseimbangan anatara suplai dan
demand yaitu dengan meningkatkan suplai oksigen dan glukosa otak, dan dengan cara
menurunkan kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Untuk meningkatkan suplai oksigen di
otak dapat dilakukan melalui tindakan pemberian oksigen, mempertahankan tekanan darah
dan kadar hemoglobin yang normal. Sementara upaya untuk menurunkan kebutuhan
(demand) oksigen otak dengan cara menurunkan laju metabolisme otak seperti
menghindari keadaan kejang, stress, demam, suhu lingkungan yang panas, dan aktivitas
yang berlebihan (Denise, 2007).

8. Terapi Farmakologis
Prinsip dasar dari pengobatan TBI adalah suatu jaringan saraf terluka diberikan
kondisi yang optimal dimana untuk pulih, itu bisa kembali dalam fungsi normal.
Terapi medis untuk cedera otak termasuk cairan intravena, koreksi antikoagulan,
hiperventilasi sementara, mannitol (osmitol), salin hipertonik, barbuturat,
antikonvulsan.
a. Cairan intravena
Untuk menyadarkan pasien dan mempertahankan volemia norma anggota tim
trauma memberikan cairan intravena, darah dan produk darah yang diperlukan.
Hypovolemia pada pasien dengan TBI berbahaya. Harus berhati-hati untuk tidak
terlalu membebani pasien dengan cairan dan hindari menggunakan cairan
hipotonik. Selain itu, menggunakan cairan glukosa yang mengandung dapat
menyebabkan hiperglikemia yang dapat menyebabkan otak terluka. Ringer laktat
atau saline normal sehingga dianjurkan untuk resusitasi. Hati-hati memantau kadar
natrium serum pada pasien dengan cedera kepala. Hyponatremia berhubungan
dengan edema otak dan harus dicegah.
b. Koreksi Antikoagulan
Gunakan berhati-hati dalam menilai dan mengelola pasien dengan TBI yang
menerima antikoagulan atau terapi anti platelet. Setelah mendapatkan rasio
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

normalisasi internasional (INR), dokter harus segera mendapatkan CT pasien ini


ketika ditunjukan. Normalisasi cepat antikoagulan umumnya diperlukan.
c. Hiperventilasi
Pada kebanyakan pasien normocarbia lebih disukai. Hiperventilasi tindakan
dengan mengurai PaCO2 dan menyebabkan vasokonstraksi serebral. Agresif dan
berkepanjangan hiperventilasi dapat mengakibatkan iskemia otak diotak yang
sudah terluka dengan menyebabkan vasokontriksi serebral parah dan dengan
demikian gangguan fusi per otak. Resiko ini sangan tinggi jika PaCO2
diperbolehkan untuk jatuh dibawah 30 mmHg (4.0 kPa). Hiperkarbia (PCO2-45
mmHg) akan mempromosikan vasodilatasi dan meningkatkan tekanan intracranial
dan kerena harus dihindari.
Hiperventilasi profilaksis (pCO2<25 mmHg) tidak dianjurkan (IIB). Gunakan
hiperventilasi hanya dimoderasi dan untuk sebagai terbatas periode mungkin .
secara umum adalah lebih baik untuk menjaga PaCO2 di sekitar 35 mmHg (4.7
kPa), akhir rendah dari kisaran normal (35 mmHg sampai 45 mmHg). Periode
singkat hiperventilasi (PaCO2 25 sampai 30 mmHg [3,3-4,7 kPal]) mungkin
diperlukan untuk mengelola kerusakan neurologis akut sementara perawatan
lainnya dimulai. Hiperventilasi akan menurun ICP pada pasien memburuk dengan
memperluas hematoma intracranial sampai dokter dapat melakukan kraniotomi
muncul.
d. Mannaitol
Manitol (osmitrol) digunakan untuk mengurangi ICP yang meningkat. Persiapan
yang paling umum adalah solusi 20 % (20g mannitol per 100 ml larutan). Jangan
memberikan mannitol pada pasien dengan hipertensi, karena mannitol tidak ICP
tidak lebih rendah pada pasien dengan hypovolemia dan diuretic osmotic ampuh.
Efek ini dapat lebih memperburuk hipotensi dan iskemia otak. Deterioration-
neurologis akaut seperti ketika seorang pasien dibawah pengamatan
mengembangkan dilatasi pupil, memiliki hemiparesis atau kehilangan kesadaran
merupakan indikasi yang kuat untuk administer – mannitol ing pada pasien
euvolemic. Dalam hal ini, memberikan pasien bolos mannitol (1g/kg) dengan cepat
(lebih dari 5 menit) dan mengangkut dia atau dia segera ke CT scanner atau
langsung keruangan jike lesi bedah penyebab sudah diidentifikasikan. Jika layana
bedah tidak tersedia,, mentransfer pasien untuk perawatan definitive.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

e. Saline hipertonik
Saline hepertonik digunakan untuk mengurangi ICP tinggi dalan konsentrasi 3 %
menjadi 23,4 % ini untuk pasien hipotensi karena tidak bertindak sebagai diuretic.
Namun tidak ada perbedaannya dan saline hipertonik dalam menurunkan ICP dan
tidak memadai menurunkan ICP pada pasien hipovolemik.
f. Antukolvulsan
Epilepsy pasca trauma terjadi pada sekitar 5 % pasien dirawat dirumah sakit
dengan cedera kepala berat. Tiga factor utama terkait dengan tingginya insiden
akhir epilepsy kejang terjadi pada minggu pertama , hematoma intracranial , dan
patah tulang tengkorak depresi, kejang akut dapat dikontrol dengan antikonvulsan,
namun penggunaan antikonvulsan tidak akan berubah jangka Panjang hasil
traumatis kejang.
Penggunaan profilaksis fenitoin (Dilattin) atau valproate (Depakote) tidak
dianjurkan untuk mencegah akhir kejang pasca trauma (PTS). Fentolin dianjurkan
untuk menurunkan kejadian PTS awal (dalam waktu 7 hari dari cedera) , ketika
manfaat keseluruhan dirasakan lebih besar dari pada komplikasi yang terkait
dengan pengobatan tersebut.

9. Pemeriksaan fisik ( Berdasarkan ABCD / Kasus Kegwatdaruratan)


Pengkajian Primer dan Sekunder :
a. Pengkajian Primer (Paula, Santa, Suratun, Wartonah, Sumartini., et al, 2016).
1. Respon
a. A : Alert (waspada)
b. V : Responds to Voice (Respon terhadap suara)
c. P : Responds to Pain (Respon terhadap nyeri)
d. U : Unresponsive (Tidak berespon)
2. Airway
a. Cek tanda-tanda trauma kapitis
1. Trauma kapitis dengan penurunan kesadaran
2. Jejas diatas klavikula
3. Multiple trauma
4. Biomekanikal trauma
b. Pengkajian jalan nafas
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

1. Looking : tanda-tanda hipoksia, trauma jelas yang ada di jalan nafas.


2. Listening : suara nafas abnormal contoh stridor.
3. Imobilisasi tulang belakang dengan hard collar atau imobilisasi yang
dilakukan dengan alas keras, panjang dan datar (long spine board).
4. Oksigen tambahan (aliran rendah).
5. Pemeliharaan kepatenan jalan nafas dengan : jaw thrust / chin lift, oral
airway, suction.
6. Intubasi endotrakeal, indikasi : kebutuhan untuk menjaga kepatenan jalan
nafas, koreksi terhadap hipoksemia, trauma kepala berat, tingkat
kesadaran yang berubah-ubah, injuri traumatic mayor.
3. Breathing
a. Frekuensi nafas
b. Oksigenasi
c. Evaluasi IAPP (Inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi)
1. Tension pneumothorak (tindakan kassa 3 sisi)
2. Open pneumothorak (tindakan needle thoracocentetis)
3. Flail chest (tindakan posisi nyaman)
4. Temponade jantung (perikardiosintesis)
5. Hemotorak (tindakan syok)
4. Circulation dengan control perdarahan
a. Cek nadi dan iramanya.
b. Cek perfusi perifer.
c. Pasang infus di dua vena untuk akses IV.
d. Kirimkan sampel darah untuk persiapan transfuse.
e. Hipotensi merupakan tanda hipovolemia, waspada dengan ukur tekanan darah.
5. Disability
a. Scala coma glasglow (E 4, M 6, V 5)
b. Observasi pupil.
6. Exposure
a. Perlunya inspeksi keseluruhan tubuh pasien.
b. Selimuti pasien untuk mengurangi kehilangan panas tubuh.
7. Folley kateter
Pemasangan kateter foley dengan kontra indikasi sebagai berikut
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

a. Laki-laki :
1. OUE (orivisium uretra eksterna)
2. Prostat melayang
3. Hematom scrotum
b. Perempuan :
1. OUE (orivisium uretra eksterna)
2. Suprasimpisis pubis
3. Perineum hematom
8. Gastric tube yaitu pemasangan NGT (Naso gastric tube).
9. Heart monitor yaitu pemasangan monitor jantung atau EKG.
b. Pengkajian Sekunder (Paula, Santa, Suratun, Wartonah, Sumartini., et al, 2016).
1. Anamnesis menggunakan KOMPAK (keluhan, obat terakhir, makanan terakhir,
penyakit sebelumnya, alergi dan kejadian) dan mekanisme trauma, riwayat
medis, identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu
datang dan selama pemeriksaan dan penatalaksanan.
2. TTV dan pemeriksaan fisik head to toe
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

10. Patoflow
Kecelakaan lalu lintas

Cedera kepala

Cedera otak sekunder


Cedera otak primer

Kontusio serebri
Kerusakan sel otak

Terjadi benturan benda asing


Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis

Terdapat luka dikepala


Aliran darah ke otak menurun  tahanan vaskuler
sistemik & TD 
Gangguan Rusaknya bagian kulit dan
O2  metabolisme jaringan
 tekanan pembuluh
darah pulmo
Asam laktat  Gangguan integritas kulit
dan jaringan
 tekanan hidrostatik
Oedem otak

Kebocoran cairan
Risiko perfusi
kapiler
serebral tidak efektif

Oedem paru cardiac output 

Penumpukan Perfusi perifer tidak


Pola napas tidak
cairan/secret efektif
efektif
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Difusi O2 terhambat

Bersihan jalan napas


11. Analisa Data tidak efektif

Data Etiologi Masalah

DS : Kecelakaan lalu lintas Bersihan jalan napas



- Dyspnea tidak efektif
Cidera kepala
- Sulit bicara 
Cidera otak primer
DO : 
Kontusio serebri
- Batuk tidak efektif 
- Tidak mampu batuk Kerusakan Sel otak 

- Sputum berlebih
 rangsangan simpatis
- Gelisah 
- Sianosis  tahanan vaskuler sistemik
& TD 
- Bunyi napas menurun 
- Frekuensi napas berubah  tekanan pembuluh darah
Pulmonal
- Pola napas berubah

 tekanan hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

oedema paru

Penumpukan cairan/secret

Difusi O2 terhambat

Bersihan jalan napas
tidak efektif
DS : Kecelakaan lalu lintas Pola napas tidak efektif
- Dyspnea 
Cidera kepala
DO : 
- Penggunaan otot bantu Cidera otak primer
- Fase ekspirasi 
Kontusio serebri
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

memanjang 
- Pola napas abnormal Kerusakan Sel otak 

- Pernapasan cuping  rangsangan simpatis
hidung 
 tahanan vaskuler sistemik
& TD 

 tekanan pembuluh darah
Pulmonal

 tekanan hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

oedema paru

Penumpukan cairan/secret

Pola napas tidak efektif
DS : Kecelakaan lalu lintas Perfusi perifer tidak
- Nyeri ekstremitas 
efektif
Cidera kepala

DO : Cidera otak primer
- Nadi perifer 
menurun/tidak teraba Kontusio serebri

- Akral teraba dingin
Kerusakan Sel otak 
- Warna kulit pucat 
- Turgor kulit menurun  rangsangan simpatis

- Edema  tahanan vaskuler sistemik
& TD 

 tekanan pembuluh darah
Pulmonal

 tekanan hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

oedema paru

Cardiac output menurun

Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

Perfusi perifer tidak


efektif
DS : - Kecelakaan lalu lintas Gangguan integritas kulit
 dan jaringan
DO : Cidera kepala
- Kerusakan jaringan atau 
lapisan kulit Cedera otak sekunder

- Nyeri Terjadi benturan benda
- Perdarahan asing

- Kemerahan Terdapat luka dikepala
- Hematom 
Rusaknya bagian kulit dan
jaringan

Gangguan integritas kulit
dan jaringan

Faktor Risiko : Kecelakaan lalu lintas Risiko perfusi serebral


- Tumor otak  tidak efektif
Cidera kepala
- Cedera kepala

- Hipertensi Cidera otak primer
- Neoplasma otak 
Kontusio serebri
- Infark miokard akut 
Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak
menurun

Gangguan metabolism

Asam laktat meningkat

Oedem otak

Risiko perfusi serebral
tidak efektif

12. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa


a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Pola napas tidak efektif
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

c. Perfusi perifer tidak efektif


d. Gangguan integritas kulit dan jaringan
e. Risiko perfusi serebral tidak efektif
f.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas - Untuk mengetahui pola napas pasien.
napas tidak efek keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : - Untuk mengetahui bunyi napas pasien.
maka tercapai “Bersihan Jalan - Monitor pola napas. - Untuk mengetahui kepatenan jalan
Napas” dengan kriteria hasil : - Monitor bunyi napas napas dengan head till chin lift
- Dyspnea berkurang. tambahan. - Posisikan semi fowler atau fowler
- Sulit bicara berkurang. Teraupetik :
- Sianosis berkurang. - Pertahankan kepatenan
- Gelisah berkurang. jalan napas dengan head-till
- Frekuensi napas baik. dan chin-lift.
- Pola napas baik. - Posisikan semi-fowler atau
fowler.
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep
McGill.
- Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

kontraindikasi.
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas - Untuk mengetahui pola napas pasien.
efektif keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : - Untuk mengetahui bunyi napas
maka tercapai “Pola Napas” dengan - Monitor pola napas. pasien.
kriteria hasil : - Monitor bunyi napas. - Untuk mengetahui kepatenan jalan
- Ventilasi semenit meningkat. - Monitor sputum. napas dengan head till chin lift
- Tekanan ekpirasi meningkat. Terapeutik : - Posisikan semi fowler atau fowler
- Tekanan inspirasi meningkat. - Pertahankan kepatenan
- Dyspnea tidak ada jalan napas dengan head-till
- Penggunaan otot bantu napas tidak dan chin-lift.
ada. - Posisikan semi-fowler atau
- Pernapasan cuping hidung tidak fowler.
ada. - Berikan minum hangat.
- Frekuensi napas baik. - Lakukan fisioterapi dada.
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
Edukasi :
- Ajarkan batuk efektif.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

3. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi - Mengidentifikasi adanya faktor risiko
tidak efektif keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : gangguan sirkulasi
maka tercapai “Perfusi Perifer” - Periksa sirkulasi perifer. - Menghindari untuk pemasangan infus
dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko atau pengambilan darah pada bagian
- Denyut nadi perifer meningkat. gangguan sirkulasi. area keterbatasan perfusi.
- Warna kulit pucat berkurang. Terapeutik : - Menganjurkan untuk mengonsumsi
- Edema perifer berkurang. - Hindari pemasangan infus obat penurun tekanan darah.
- Nyeri ekstremitas berkurang. atau pengambilan darah di
- Kelemahan otot berkurang. area keterbatasan perfusi.
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu.
4. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Perawatan luka - Untuk mengetahui monitor
integritas kulit dan keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : karakteristik luka.
jaringan maka tercapai “Integritas kulit dan - Monitor karakteristik luka - Untuk mengetahui monitor tanda-
jaringan” dengan kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda tanda infeksi
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

- Elastisitas meningkat. infeksi. - Memberikan salep yang sesuai dengan


- Perfusi jaringan meningkat. Terapeutik : kulit/lesi.
- Kerusakan jaringan berkurang. - Lepaskan balutan dan - Memasang balutan sesuai dengan
- Kerusakan lapisan kulit berkurang. plester secara perlahan. jenis luka.
- Nyeri berkurang. - Cukur rambut di sekitar - Berkolaborasi pemberian antibiotic
daerah luka, jika perlu.
- Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu.
- Pasang balutan sesuai jenis
luka.
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
- Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
5. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen peningkatan - Mengidentifikasi penyebab terjadinya
serebral tidak keperawatan selama 6 sampai 8 jam tekanan intracranial peningkatan TIK.
efektif maka tercapai “Perfusi Serebral” Observasi : - Untuk mengetahui monitor
dengan kriteria hasil : - Identifikasi penyebab tanda/gejala peningkatan TIK
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

- Tingkat kesadaran meningkat. peningkatan TIK - Untuk mengetahui monitor status


- Tekanan intracranial menurun. - Monitor tanda/gejala pernapasan pasien
- Sakit kepala berkurang. peningkatan TIK - Untuk mengetahui monitor intake dan
- Gelisah berkurang. - Monitor status pernapasan output pada pasien.
- Kecemasan berkurang. - Monitor intake dan output - Memberikan posisi semi fowler pada
- Nilai rata-rata tekanan darah dalam cairan pasien.
rentang normal (120/90) Terapeutik :
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
Dibawah ini adalah Evidance based Practice yang ditemukan terkait dalam menunjang
penanganan dan pengelolaan pada kasus cidera kepala :

1. Head Up In Management Intracranial For Head Injury Paper Evidence


Based Practice (Ebp)

Tujuannya untuk mengetahui variable mana yang fisiologis dan situsional


mempengaruhi penilaian perawat unit intensif yang peduli resiko pasien untuk
cedera otak sekunder. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana
ketinggian kepala pada tempat tidur dari 20˚ dan 45˚ mempengaruhi dinamika
serebrovaskular pada pasien dewasa dengan vasospasme ringan atau sedang
setelah aneurisma subarachnoid hemorrhage dan untuk menggambarkan respon
vasospasme ringan atau sedang kepala pada tempat tidur elevasi 20˚ dan 45˚
terhadap variable seperti kelas perdarahan subarachnoid dan tingkat vasospasme

Metode penelitiannya pasien desain ulang dengan langkah yang digunakan. Kepala
pasien dan tempat tidur diposisikan urutan 0˚- 20˚- 45˚- 0˚- 20˚ pasien dengan
vasospasme ringan atau sedang antara hari ke 3 dan 14 setelah mengalami
aneurisma subaracnoid hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman
diperoleh selama 2-5 menit setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk stabilisasi
dalam setiap posisi

Hasilnya ada pola trend yang menunjukkan bahwa kepala pada tempat tidur yang
ditinggikan akan meningkatkan vasospasme. Sebagian kelompok, tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam pasien pada posisi yang berbeda dari kepala yang
ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan lain langkah analisis varians, nilai P
berkisar 0,34- 0,97, baik melampaui 0,5. Hal tersebut menunjukkan tidak ada
kerusakan saraf terjadi.

Kesimpulan secara umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan
perubahan berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan
vasospasme.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

2. The Effect Of Giving Oxygenation With Simple Oxygen Mask and The
Position 30° Of Head Toward To Change Of Consciousness Levels Of
Moderate Head Injury Patients In Banjarmasin Ulin General Hospital

Suwandewi (2015) juga mengemukakan hasil penelitiannya yang berjudul The


Effect Of Giving Oxygenation With Simple Oxygen Mask and The Position 30° Of
Head Toward To Change Of Consciousness Levels Of Moderate Head Injury
Patients In Banjarmasin Ulin General Hospital yang dilakukan di ruang Intensive
Care Unit (ICU) dengan menggunakan instrument Glasgow Coma Scale (GCS)
dengan jumlah responden sebanyak 30 orang yang mengalami cedera kepala
sedang (GCS 9 – 12) 24 orang mengalami perubahan peningkatan kesadaran (nilai
GCS) dan 6 orang mengalami penurunan kesadaran dari nilai kesadaran
sebelumnya.

Posisi head up 30⁰ dapat memberikan perfusi dari dan ke otak meningkat
sehingga kebutuhan oksigen dan metabolisme meningkat ditandai dengan
peningkatan status kesadaran diikuti oleh tanda-tanda vital yang lain. Pengaturan
posisi head up 30⁰ pada pasien cedera kepala memberikan hasil yang lebih baik
yaitu mampu meningkatkan perfusi jaringan serebral, sehingga mampu
mempercepat proses penyembuhan pasien yang mengalami cedera kepala. Tetapi
hal ini perlu kewaspadaan khusus pada pasien yang mengelami cedera kepala
dengan fraktur basis cranii yaitu perlu dilakukan pengaturan posisi yang berbeda
yaitu lebih dianjurkan pada posisi supine.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021

DAFTAR REFERENSI

Bau Indah Aulyan Syah, Syafruddin Gaus, Sri Rahardjo“ Manajemen Cairan dan Elektrolit
pada Pasien Cedera Kepala” 2016: 1-13.
Habibie.T., Bidjuni.H., Malara.T.R.,(2017) Hubungan Cedera Kepala dengan Disorientasi
Pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RS Bhayangkara Manado : e-journal
Keperawatan Volume 5,Nomor 1

Pertami, Budi Sumirah., Sulastyawati., Anami, Puthut., (2017). Effect of 30⁰ Head-up Position
on Intracranial Pressure Change in Patient with Head Injury in Surgical Ward of
General Hospital of Dr. R Soedarsono Pasuruan. Public Health of Indonesia. Vol. 3.
pp:89-95.

Ristanol. R., Indra.R., Setyorini.I.,(2016) Akurasi Revised Trauma Score Sebagai Predikator
Mortality Pasien Cedera Kepala : Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 4,
Nomor 2. Hal 79-90.

Suwabdewi, Alit (2015). The Effect Of Giving Oxygenation With Simple Oxygen Mask and
The Position 30° Of Head Toward To Change Of Consciousness Levels Of Moderate
Head Injury Patients In Banjarmasin Ulin General Hospital. Oral Presentation –
ICDMIC2017.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai