Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
NOVIA DWIYANTI
KOREKSI I KOREKSI II
(……………………………………….……) (………………………..…………………….)
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN
1. Definisi Penyakit
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Brain Injury Assosiation of Amerika, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
menguba hkesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Snell, 2006).
Cedera kepala merupakan kegawatdaruratan yang harus ditangani secara tepat dan
cermat. Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan
untuk sedini mungkin memperbaiki keadaan umum serta mencegah cedera kepala
sekunder. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan
nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita,
mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak
normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu
juga (Hardi, 2008).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Masjoer, A.
2011).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka mortalitas
dan morbiditas (kecacatan berat) di seluruh dunia sehingga masih menjadi salah satu
perhatian utama pada layanan kesehatan. Salah satu konsep yang berkembang akhir-
akhir ini menyatakan bahwa penyebab mortalitas dan morbiditas ini bukan akibat
cedera primer, namun akibat cedera sekunder yang bisa memburuk akibat penanganan
yang terlambat atau tidak tepat, termasuk dalam hal tatalaksana cairan dan elektrolit.
Pada tahap awal penanganan pasien cedera kepala, terapi memang sudah harus
difokuskan utamanya pada minimalisasi cedera otak sekunder (Bau Indah Aulyan
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
2. Etiologi
a. Kecelakaan Lalu Lintas : Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan
bermotor bertabrakan dengankenderaan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan ataukecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh : Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur
ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan : Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara
paksaan).
Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala kecelakaan industri,
serangan yang berhubungan dengan olah raga dan lain sebagainya (Mansjoer, 2011
).
1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a. Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b. Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat),
difusi laserasi. (Arief mansjoer, 2000).
2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera tidak langsung :
a. Edema serebri (Pembengkakan otak).
b. Iskemik jaringan otak (Pasokan darah pada arteri otak terhambat).
c. Infark jaringan otak (Kerusakan jaringan otak).
3. Manifestasi Klinis
a. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
b. Setelah sadar timbul nyeri
c. Pusing
d. Muntah
e. Pusing kepala
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
f. Terdapat hematoma
g. Kecemasan
h. Sukar untuk dibangunkan
i. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
j. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan
Penentuan Deskripsi
Keparahan
Minor/Ringan GCS 13 – 15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat terjadi kehilangan
kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit dan disorientasi.
Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, dan hematoma.
Sedang GCS 9 -12
Kehilangan kesadaran,namun masih menuruti perintah yang sederhana
atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
Berat GCS 3 – 8
Kehilangan kesdaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intraktanial. Denagn
perhitungan GCS sebagai berikut :
Eye : Nilai 2 atau 1
Motorik : nilai 5 atau < 5
Verbal : Nilai 2 atau 1
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
6. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis
( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
8. CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika
terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
7. Penatalaksanaan Medis/Operatif
a. Primary survey
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
b. Secondary survey
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer dan resusitasi dilakukan. Survey
sekunder meliputi pemeriksaan lengkap, yaitu dengan mulai memeriksa kepala dan
dilanjutkan sampaike ujung kaki. Periksa tiap bagian secara sistemik termasuk
pemeriksaan TTV dan tiap lubang tubuh (finger in orifice).
mastoid harus diinspeksi untuk melihat adanya ekimosis (battle’s sign). Apabila
semua ini ditemukan mengindikasikan adanya fraktur tulang basis kranii.
c. Non Farmakologi / Keperawatan
Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah memperbaiki perfusi jaringan serebral,
karena organ otak sangat sensitif terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa diperlukan keseimbangan anatara suplai dan
demand yaitu dengan meningkatkan suplai oksigen dan glukosa otak, dan dengan cara
menurunkan kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Untuk meningkatkan suplai oksigen di
otak dapat dilakukan melalui tindakan pemberian oksigen, mempertahankan tekanan darah
dan kadar hemoglobin yang normal. Sementara upaya untuk menurunkan kebutuhan
(demand) oksigen otak dengan cara menurunkan laju metabolisme otak seperti
menghindari keadaan kejang, stress, demam, suhu lingkungan yang panas, dan aktivitas
yang berlebihan (Denise, 2007).
8. Terapi Farmakologis
Prinsip dasar dari pengobatan TBI adalah suatu jaringan saraf terluka diberikan
kondisi yang optimal dimana untuk pulih, itu bisa kembali dalam fungsi normal.
Terapi medis untuk cedera otak termasuk cairan intravena, koreksi antikoagulan,
hiperventilasi sementara, mannitol (osmitol), salin hipertonik, barbuturat,
antikonvulsan.
a. Cairan intravena
Untuk menyadarkan pasien dan mempertahankan volemia norma anggota tim
trauma memberikan cairan intravena, darah dan produk darah yang diperlukan.
Hypovolemia pada pasien dengan TBI berbahaya. Harus berhati-hati untuk tidak
terlalu membebani pasien dengan cairan dan hindari menggunakan cairan
hipotonik. Selain itu, menggunakan cairan glukosa yang mengandung dapat
menyebabkan hiperglikemia yang dapat menyebabkan otak terluka. Ringer laktat
atau saline normal sehingga dianjurkan untuk resusitasi. Hati-hati memantau kadar
natrium serum pada pasien dengan cedera kepala. Hyponatremia berhubungan
dengan edema otak dan harus dicegah.
b. Koreksi Antikoagulan
Gunakan berhati-hati dalam menilai dan mengelola pasien dengan TBI yang
menerima antikoagulan atau terapi anti platelet. Setelah mendapatkan rasio
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
e. Saline hipertonik
Saline hepertonik digunakan untuk mengurangi ICP tinggi dalan konsentrasi 3 %
menjadi 23,4 % ini untuk pasien hipotensi karena tidak bertindak sebagai diuretic.
Namun tidak ada perbedaannya dan saline hipertonik dalam menurunkan ICP dan
tidak memadai menurunkan ICP pada pasien hipovolemik.
f. Antukolvulsan
Epilepsy pasca trauma terjadi pada sekitar 5 % pasien dirawat dirumah sakit
dengan cedera kepala berat. Tiga factor utama terkait dengan tingginya insiden
akhir epilepsy kejang terjadi pada minggu pertama , hematoma intracranial , dan
patah tulang tengkorak depresi, kejang akut dapat dikontrol dengan antikonvulsan,
namun penggunaan antikonvulsan tidak akan berubah jangka Panjang hasil
traumatis kejang.
Penggunaan profilaksis fenitoin (Dilattin) atau valproate (Depakote) tidak
dianjurkan untuk mencegah akhir kejang pasca trauma (PTS). Fentolin dianjurkan
untuk menurunkan kejadian PTS awal (dalam waktu 7 hari dari cedera) , ketika
manfaat keseluruhan dirasakan lebih besar dari pada komplikasi yang terkait
dengan pengobatan tersebut.
a. Laki-laki :
1. OUE (orivisium uretra eksterna)
2. Prostat melayang
3. Hematom scrotum
b. Perempuan :
1. OUE (orivisium uretra eksterna)
2. Suprasimpisis pubis
3. Perineum hematom
8. Gastric tube yaitu pemasangan NGT (Naso gastric tube).
9. Heart monitor yaitu pemasangan monitor jantung atau EKG.
b. Pengkajian Sekunder (Paula, Santa, Suratun, Wartonah, Sumartini., et al, 2016).
1. Anamnesis menggunakan KOMPAK (keluhan, obat terakhir, makanan terakhir,
penyakit sebelumnya, alergi dan kejadian) dan mekanisme trauma, riwayat
medis, identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu
datang dan selama pemeriksaan dan penatalaksanan.
2. TTV dan pemeriksaan fisik head to toe
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
10. Patoflow
Kecelakaan lalu lintas
Cedera kepala
Kontusio serebri
Kerusakan sel otak
Kebocoran cairan
Risiko perfusi
kapiler
serebral tidak efektif
Difusi O2 terhambat
memanjang
- Pola napas abnormal Kerusakan Sel otak
- Pernapasan cuping rangsangan simpatis
hidung
tahanan vaskuler sistemik
& TD
tekanan pembuluh darah
Pulmonal
tekanan hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
oedema paru
Penumpukan cairan/secret
Pola napas tidak efektif
DS : Kecelakaan lalu lintas Perfusi perifer tidak
- Nyeri ekstremitas
efektif
Cidera kepala
DO : Cidera otak primer
- Nadi perifer
menurun/tidak teraba Kontusio serebri
- Akral teraba dingin
Kerusakan Sel otak
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun rangsangan simpatis
- Edema tahanan vaskuler sistemik
& TD
tekanan pembuluh darah
Pulmonal
tekanan hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
oedema paru
Cardiac output menurun
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
kontraindikasi.
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas - Untuk mengetahui pola napas pasien.
efektif keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : - Untuk mengetahui bunyi napas
maka tercapai “Pola Napas” dengan - Monitor pola napas. pasien.
kriteria hasil : - Monitor bunyi napas. - Untuk mengetahui kepatenan jalan
- Ventilasi semenit meningkat. - Monitor sputum. napas dengan head till chin lift
- Tekanan ekpirasi meningkat. Terapeutik : - Posisikan semi fowler atau fowler
- Tekanan inspirasi meningkat. - Pertahankan kepatenan
- Dyspnea tidak ada jalan napas dengan head-till
- Penggunaan otot bantu napas tidak dan chin-lift.
ada. - Posisikan semi-fowler atau
- Pernapasan cuping hidung tidak fowler.
ada. - Berikan minum hangat.
- Frekuensi napas baik. - Lakukan fisioterapi dada.
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
Edukasi :
- Ajarkan batuk efektif.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi - Mengidentifikasi adanya faktor risiko
tidak efektif keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : gangguan sirkulasi
maka tercapai “Perfusi Perifer” - Periksa sirkulasi perifer. - Menghindari untuk pemasangan infus
dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko atau pengambilan darah pada bagian
- Denyut nadi perifer meningkat. gangguan sirkulasi. area keterbatasan perfusi.
- Warna kulit pucat berkurang. Terapeutik : - Menganjurkan untuk mengonsumsi
- Edema perifer berkurang. - Hindari pemasangan infus obat penurun tekanan darah.
- Nyeri ekstremitas berkurang. atau pengambilan darah di
- Kelemahan otot berkurang. area keterbatasan perfusi.
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
Edukasi :
- Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu.
4. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Perawatan luka - Untuk mengetahui monitor
integritas kulit dan keperawatan selama 6 sampai 8 jam Observasi : karakteristik luka.
jaringan maka tercapai “Integritas kulit dan - Monitor karakteristik luka - Untuk mengetahui monitor tanda-
jaringan” dengan kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda tanda infeksi
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
Metode penelitiannya pasien desain ulang dengan langkah yang digunakan. Kepala
pasien dan tempat tidur diposisikan urutan 0˚- 20˚- 45˚- 0˚- 20˚ pasien dengan
vasospasme ringan atau sedang antara hari ke 3 dan 14 setelah mengalami
aneurisma subaracnoid hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman
diperoleh selama 2-5 menit setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk stabilisasi
dalam setiap posisi
Hasilnya ada pola trend yang menunjukkan bahwa kepala pada tempat tidur yang
ditinggikan akan meningkatkan vasospasme. Sebagian kelompok, tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam pasien pada posisi yang berbeda dari kepala yang
ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan lain langkah analisis varians, nilai P
berkisar 0,34- 0,97, baik melampaui 0,5. Hal tersebut menunjukkan tidak ada
kerusakan saraf terjadi.
Kesimpulan secara umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan
perubahan berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan
vasospasme.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
2. The Effect Of Giving Oxygenation With Simple Oxygen Mask and The
Position 30° Of Head Toward To Change Of Consciousness Levels Of
Moderate Head Injury Patients In Banjarmasin Ulin General Hospital
Posisi head up 30⁰ dapat memberikan perfusi dari dan ke otak meningkat
sehingga kebutuhan oksigen dan metabolisme meningkat ditandai dengan
peningkatan status kesadaran diikuti oleh tanda-tanda vital yang lain. Pengaturan
posisi head up 30⁰ pada pasien cedera kepala memberikan hasil yang lebih baik
yaitu mampu meningkatkan perfusi jaringan serebral, sehingga mampu
mempercepat proses penyembuhan pasien yang mengalami cedera kepala. Tetapi
hal ini perlu kewaspadaan khusus pada pasien yang mengelami cedera kepala
dengan fraktur basis cranii yaitu perlu dilakukan pengaturan posisi yang berbeda
yaitu lebih dianjurkan pada posisi supine.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-2021
DAFTAR REFERENSI
Bau Indah Aulyan Syah, Syafruddin Gaus, Sri Rahardjo“ Manajemen Cairan dan Elektrolit
pada Pasien Cedera Kepala” 2016: 1-13.
Habibie.T., Bidjuni.H., Malara.T.R.,(2017) Hubungan Cedera Kepala dengan Disorientasi
Pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas di IGD RS Bhayangkara Manado : e-journal
Keperawatan Volume 5,Nomor 1
Pertami, Budi Sumirah., Sulastyawati., Anami, Puthut., (2017). Effect of 30⁰ Head-up Position
on Intracranial Pressure Change in Patient with Head Injury in Surgical Ward of
General Hospital of Dr. R Soedarsono Pasuruan. Public Health of Indonesia. Vol. 3.
pp:89-95.
Ristanol. R., Indra.R., Setyorini.I.,(2016) Akurasi Revised Trauma Score Sebagai Predikator
Mortality Pasien Cedera Kepala : Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, Volume 4,
Nomor 2. Hal 79-90.
Suwabdewi, Alit (2015). The Effect Of Giving Oxygenation With Simple Oxygen Mask and
The Position 30° Of Head Toward To Change Of Consciousness Levels Of Moderate
Head Injury Patients In Banjarmasin Ulin General Hospital. Oral Presentation –
ICDMIC2017.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia