Anda di halaman 1dari 28

Laporan

Pendahul
uan PBL
KGD II
Andini Siti
Sa’adah

Kasus/Diagnosa Medis :
Cedera Kepala
Jenis Kasus : Trauma
Ruangan : UGD RS
Adjidarmo Lebak
Kasus Ke : 2

KOREKSI I KOREKSI II

(………………………… (…………………………
………………………) ………………………)
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STIKes FALETEHAN

1. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial.
Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau
terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,
fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah trauma yang
mengenai otak dan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin 2008 penyebab cedera kepala dapat dibedakan
berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda
tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan dengan KLL (kecepatan tinggi
atau rendah), jatuh, pukulan benda tumpul. Sedangkan benda tajam
berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembak.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara
lain :
a. Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari
telinga dan hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang
membran timphani, periobital ecimos (brill haematoma), memar
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglihatan, hilang


pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya
gerakan mata, dan vertigo.
b. Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran
kurang dari 5 menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala,
mual dan muntah. Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral
contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat :
1) Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara
perlahan atau cepat.
2) Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika
kerusakan sampai batang otak bagian atas (saraf kranial
ke III) dapat menyebabkan keabnormalan pupil.

4. Klasifikasi Cedera Kepala


Menurut Iskandar 2017 cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam
berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 klasifikasi, yaitu berdasarkan
mekanisme cedera, berat-ringannya dan morfologi.
a. Mekanisme Cedera
Cedera kepala dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
kendaraan bermotor, terjatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera
kepala tembus disebabkan oleh luka bacok atau luka tembak.
b. Berat Ringan Cedera
Untuk mengukur berat-ringannya cedera kepala secara klinis
digunakan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan nilai minimal 3
dan nilai maksimal 15. Ini tercermin dari nilai GCS enam jam
pertama atau sesudah resusitasi, dibagi atas 3 katagori :
1) Cedera kepala ringan : GCS 13 –15
2) Cedera kepala sedang : GCS 9 –12
3) Cedera kepala Berat : GCS 3 –8
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

c. Morfologi
Cedera kepala dapat menimbulkan kelainan struktur kepala dan
otak berupa:
1) Fraktur tulang :
- Kalvaria :
 Linear
 Diastasis
 Depressedo
- Basis Kranii :
 Fossa anterior
 Fossa media
 Fossa posterior
- Lesi intrakranial :
 Fokal :
 Epidural hematoma
 Subdural hematoma
 Intraserebral hematomao
 Difus :
 Konkusi
 Kontusio Multipel
 Hipoksia/iskhemik
 Aksonal injury

5. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun


otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan,
yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam.
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi
tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup
dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan
saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala.
Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam
pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan.Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut.
Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya
bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan sehingga daerah yang
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian


sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium : tidak ada pemeriksaan laboratorium
khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di
lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic untuk
menentukan status respirasi.
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan
pergeseran jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur)
perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral,
perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid.
g. EEG : untuk memperlihatkan kberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan Cedera Kepala Ringan (GCS 13 –15)
Definisi : Pasien sadar dan berorientasi (GCS 13 –15)
1) Riwayat
Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan, mekanisme cedera,
waktu cedera, tidak sadar setelah cedera.
2) Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik
3) Pemeriksaan neurologis terbatas
4) Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai
indikasi
5) Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksin dalam urin
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

6) Pemeriksaan CT scan kepala merupakan indikasi bila


memenuhi criteria kecurigaan perlunya tindakan bedah saraf
sangat tinggi.
7) Hasil :
a) Observasi atau dirawat di RS
- CT scan tidak ada
- CT scan abnormal
- Semua cedera tembus
- Riwayat hilang kesadaran
- Kesadaran menurun
- Nyeri kepala sedang-berat
- Intoksikasi alkohol/obat-obatan
- Fraktur tulang
- Kebocoran likuor: rhinorea-otorea
- Cedera penyerta yang bermakna
- Tidak ada keluarga dirumah
- GCS < 15
- Defisit neurologis fokal
b) Dipulangkan dari RS
- Tidak memenuhi criteria rawat
- Diskusikan kemungkinan kembali ke rumah
sakit bila memburuk dan berikan kertas
observasi
- Jadwalkan untuk control ulang
Indikasi CT Scan kepala pada Cedera Kepala Ringan :
- Nilai GCS kurang dari 15 pada 2 jam setelah cedera.-
- Dicurigai adanya fraktur kalvaria.
- Adanya tanda-tanda fraktur dasar tengkorak.
- Muntah lebih dari 2 eposide.
- Usia lebih dari 65 tahun.
- Amnesia lebih dari 30 menit.
- Kejang.
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

- Cedera tembus tengkorak.


- Adanya defisit neurologis.
- Mekanisme cedera yang berat.
b. Penanganan Cedera Kepala Sedang (GCS 9 –12)
1) Pemeriksaan Insisial
Sama dengan pasien cedera kepala ringan ditambah
pemeriksaan darah sederhana dan pemeriksaan CT scan kepala
pada semua kasus.
2) Setelah dirawat inap
Lakukan pemeriksaan neurologis periodic, lakukan
pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi pasien memburuk dan
bila pasien akan dipulangkan.
3) Hasil :
a) Bila kondisi membaik (90%) : Pulang bila memungkin
dan kontrol di poliklinik
b) Bila kondisi memburuk (10%) : Bila pasien tidak
mampu melakukan perintah sederhana lagi, segera
lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan
penatalaksanaan selanjutnya sesuai protokol cedera
kepala berat.
c. Penanganan Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)
Definisi : pasien tidak mampu melakukan perintah
sederhanakarena kesadaran yang menurun (GCS 3-8).
1) Pemeriksaan dan penatalaksanaan
a) ABCDE
b) Primary Survey dan resusitas
c) Secondary Survey dan riwayat AMPLE
d) Rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas Bedah Saraf
e) Reevaluasi neurologis : GCS
- Respon buka mata
- Respon motorik
- Respon verbal
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

- Refleks cahaya pupi


(Iskandar, 2017)

8. Terapi Farmakologis
a. Cairan Intravena
Cairan intravena harus diberikan sesuai kebutuhan untuk
resusitasi dan mempertahanakan normovolemia. Keadaan
hipovolemia pada pasien sangatlah berbahaya. Namun, perlu
juga diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebihan.
Jangan diberikan cairan hipotonik. Juga, penggunaan cairan
yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia
yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu,
cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan Ringer
Laktat atau garam fisiologis. Kadar natrium serum perlu
dimonitor pada pasien dengan cedera kepala. Keadaan
hiponatremia sangat berkaitan dengan edema otak sehingga harus
dicegah.
b. Hiperventilasi
Untuk sebagian besar pasien, keadaan normokarbia lebih
diinginkan. Perlakuan hiperventilasi yang agresif dan lama akan
menurunkan kadar PaCO2yang menyebabkan vasokonstriksi berat
pembuluh darah serebral sehingga menimbulkan gangguan
perfusi otak. Hal ini terjadi terutama bila PaCO2 dibiarkan
turun sampai di bawah 30 mm Hg (4,0 kPa)Hiperventilasi
sebaiknya dilakukan secara selektif dan hanya dalam batas
waktu tertentu. Umumnya, PaCO2dipertahankan pada 35 mmH.
Hiperventilasi dalam waktu singkat (PaCO2antara 25-30 mm Hg)
dapat dilakukan jika diperlukan pada keadaan perburukan
neurologis akut, sementara pengobatan lainnya baru
dimulai.Hiperventilasi akan mengurangi tekanan intrakranial
pada pasien dengan perburukan neurologis akibat hematoma
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

intrakranial yang membesar, sampai operasi kraniotomi emergensi


dapat dilakukan.
c. Antikonvulsan
Epilepsi pasca trauma terjadi pada 5% pasienyang dirawat
di RS dengan cedera kepala tertutup dan 15% pada cedera
kepala berat. Terdapat 3 faktor yang berkaitan dengan insiden
epilepsi: (1) Kejang awal yang terjadi dalam minggu pertama, (2)
Perdarahan Intrakranial, atau (3) Fraktur depresi. Penelitian
tersamar ganda / double blind menunjukkan bahwa fenitoin
sebagai profilaksis bermanfaat untuk menurunkan angka insidensi
kejang dalam minggu pertama cedera namun tidak setelahnya.
Fenitoin atau fosfenitoin adalah obat yang biasa diberikan pada
fase akut. Untuk dewasa dosis awalnya adalah 1 g yang diberikan
secara intravena dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat
dari 50 mg/menit. Dosis pemeliharaan biasanya 100 mg/8 jam,
dengan titrasi untuk mencapai kadar terapetik serum. Pada pasien
dengankejang berkepanjangan, diazepam atau lorazepam
digunakan sebagai tambahan selain fenitoin sampai kejang
berhenti. Untuk mengatasi kejang yang terus menerus kadang
memerlukan anestesi umum. Sangat jelas bahwa kejang harus
dihentikan dengan segera karena kejang yang berlangsung
lama (30 sampai 60 menit) dapat menyebabkan cedera otak.
d. Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
(TIK) yang meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol
dengan konsentrasi 20% (20 gram setiap 100 ml larutan).
Dosis yang diberikan 0.25 –1 g/kg BB diberikan secara bolus
intravena. Manitol jangan diberikan pada pasien yang hipotensi,
karena manitol tidak mengurangi tekanan intrakranial pada kondisi
hipovolemik dan manitol merupakan diuretic osmotic yang
potensial. Adanya perburukan neurologis yang akut, seperti
terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis maupun kehilangan
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

kesadaran saat pasien dalam observasi merupakan indikasi


kuat untuk diberikan manitol. Pada keadaan tersebut pemberian
bolus manitol (1 g/kgBB) harus diberikan secara cepat (dalam
waktu lebih dari 5 menit) dan pasien segera di bawa ke CT scan
ataupun langsung ke kamar operasi bila lesi penyebabnya sudah
diketahui.
(Iskandar, 2017)

9. Pemeriksaan Fisik
a. Primary survey
Lakukan primary survey pada seluruh pasien cedera kepala,
terutama pasien dengan penurunan kesadaran, meliputi pemeriksaan
dan penatalaksanaan :
1) A = Airway (Jaga jalan nafas dengan perlindungan terhadap
servikal spine).
2) B = Breathing (pernafasan).
3) C = Circulation (nadi, tekanan darah, tanda-tanda syok dan
kontrol perdarahan).
4) D = Disability (level kesadaran dan status neurologis lain).
Pada primary survey ini dilakukan pemeriksaan status
neurologis dasar yang disebut AVPU (Alert, Verbal stimuli
response, Painful stimuli response or unresponsive).
Evaluasi neurologis yang cepat dan berulang dilakukan
setelah selesai primary survey, meliputi derajat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan gejala
cedera spinal. GCS adalah metode yang cepat untuk
menentukan level kesadaran dan dapat memprediksi outcome
pasien.
1) E = Exposure (Seluruh tubuh pasien diekspose untuk
pemeriksaan dan penanganan menyeluruh, dengan
memperhatikan faktor suhu dan lingkungan).
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

b. Secondary survey
Setelah primary survey selesai, tanda vital pasien sudah normal,
maka dimulai secondary survey, mengevaluasi head to toe (seluruh
tubuh pasien), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.
(Iskandar, 2017)
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

10. Patoflow
Penyebab-penyebab trauma kepala
Cedera Kepala
Ekstra cranial Tulang kranium Intra cranial
Terputusnya jaringan otot, kulit Fraktur Tulang Laserasi/perdarahan
dan vascular Terputusnya kontinuitas tulang Jaringan otak
Gangguan suplai darah ke otak Nyeri Akut Cerebral hematome
Iskemik jaringan serebral Disfungsi batang otak
Penurunan Kapasits Adaptif Intrakranial Gangguan nervus 1-12
Gangguan Persepsi Sensori
Perdarahan serebral
Kerusakan jaringan otak
Perubahan sirkulasi CSS
Peningkatan TIK
Penurunan kesadaran
Penurunan reflek batuk
Penumpukan secret
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

11. Analisa Data


Masalah
Data Analisa Data & Patoflow
Keperawatan
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

Data Subjektif : - Penyebab-penyebab trauma Penurunan


Data Objektif : kepala Kapasitas
Mayor : Cedera kepala Adaptif
Ekstra kranial Intrakranial
- TD meningkat dan
Terputusnya jaringan otot,
tekanan nadi melebar
kulit, dan vaskular
- Bradikardia
Gangguan suplai darah ke
- Pola napas ireguler
otak
- Tingkat kesadaran
Iskemik jaringan serebral
menurun
Penurunan Kapasitas
- Respon pupil
Adaptif Intrakranial
melambag atau tidak
sama
- Reflex neurologis
terganggu
Minor
- Gelisah dan agitasi
- Muntah
- Tampak lesu/lemah
- Fungsi kognitif
terganggu
- TIK >20 mmHg
- Papiledema
- Postur deserebrasi
(ekstensi)
- Postur dekortikasi
(fleksi)

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma Bersihan Jalan


Mayor : - kepala Napas Tidak
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

Minor : Cedera kepala Efektif


- Dipsnea Ekstra kranial
- Sulit bicara Terputusnya jaringan otot,
- Orthopnea kulit, dan vaskular
Perdarahan serebral
Data Objektif : Kerusakan jaringan otak
Mayor : Perubahan sirkulasi CSS
- Batuk tidak efektif Peningkatan TIK
- Tidak mampu batuk Penurunan kesadaran
- Sputum berlebih Penurunan reflek batuk
- Mengi, wheezing, Penumpukan secret
dan/atau ronkhi kering Bersihan Jalan Napas Tidak
Minor : Efektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas
berubah
- Pola napas berubah

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma Gangguan


Mayor : kepala Persepsi Sensori
Cedera kepala
- Mendengar suara
Intra kranial
bisikan/melihat
Laserasi/perdarahan jaringan
bayangan
otak
- Merasakan sesuatu
Serebral hematom
melalui indra perabaan,
Disfungsi batang otak
penciuman, dan
Gangguan pada nervus 1-12
pengecapan
Gangguan Persepsi Sensori
Minor :
- Menyatakan kesal
- Menyatakan senang
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

dengan suara-suara

Data Objektif :
Mayor : Bicara sendiri
Minor :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Distorsi sensori
- Disorientasi waktu,
tempat, orang dan
situasi
- Respon tidak sesuai
- Curiga
- Bersikap seolah
mendengar sesuatu
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma Nyeri Akut


Mayor : kepala
- Pasien mengeluh nyeri Cedera kepala
Minor : - Tulang cranium
Fraktur tulang
Data Objektif : Terputusnya kontinuitas
Mayor : tulang
- Tampak meringis Nyeri Akut
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur
Minor :
- Hipertensi
- Pola napas dan nafsu
makan berubah
- Proses berfikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
sendiri
- Diaphoresis

12. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul dan Prioritas


Diagnosa
a. Penurunan Kapasitas Adaftif Intrakranial b.d iskemik jaringan
serebral ditandai oleh TD meningkat dan tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, tingkat kesadaran menurun.
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d penumpukan sekret
ditandai oleh dipsnea, sulit bicara, orthopnea, batuk tidak efektif,
tidak mampu batuk, frekuensi dan pola napas berubah.
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019/202
0

c. Ganggua Persepsi Sensori b.d gangguan pada nervus 1-12 ditandai


oleh menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, distorsi sensori,
disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi, dan respon tidak
sesuai.
d. Nyeri Akut b.d terputusnya kontinuitas tulang ditandai oleh pasien
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, hipertensi, pola napas dan
nafsu makan berubah.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
No Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (SIKI) Rasional
(SDKI) (SLKI)
1. Penurunan SLKI label : SIKI label :
Kapaitas Kapasitas Adaptif Manajemen Peningkatan Tekanan
Adaptif Intrakranial Inrakranial
Intrakranial Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
kapasitas adaptif intrakranial 1. Identifikasi penyebab TIK. 1. Untuk mengetahui adanya
terpenuhi dengan kriteria 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan peningkatan TIK yang akan
hasil : TIK. menyebabkan gangguan
3. Monitor CVP. neurologi.
1. Tingkat kesadaran
4. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengetahui adanya
meningkat
5. Monitor status pernafasan. syok hipovolemik yang
2. Sakit kepala menurun
diitandai oleh CVP rendah
3. Sakit kepala menurun
3. Penurunan status pernafasan
4. TD dan tekanan nadi
menandakan adanya gangguan
membaik
pada pernafasan.
5. Bradikardia membaik
6. Pola napas membaik
Terapeutik
7. Reflex neurologis
membaik 1. Minimalkan stimulus dengan 1. Agar kondisi pasien tidak
8. Respon pupil membaik menyediakan lingkungan yang bertambah buruk.
tenang.
2. Berikan posisi semi fowler. 2. Posisi semi fowler dapat
3. Atur ventilator agar PaCO² optimal. menurunkan tekanan
intracranial.
3. PaCO² yang tidak optimal
akan menyebabkan gagal
ventilasi akut.
2 Bersihan Jalan SLKI label : SIKI label :
Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
bersihan jalan napas teratasi 1. Monitor pola, bunyi napas dan 1. Perubahan pola, bunyi napas,
dengan kriteria hasil : sputum. dan ada sputum menandakan
adanya gangguan pada
1. Batuk efektif
pernafasan.
meningkat
Terapeutik
2. Produksi sputum
1. Pertahankan kepatenan jalan napas 1. Posisi semi-fowler atau fowler
menurun
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- dan pemberian suction serta
3. Mengi, wheezing
thrust jika curiga trauma servikal). oksigen dapat mengurangi
menurun
4. Frekuensi dan pola 2. Posisikan semi-fowler atau fowler. sesak napas.
napas membaik 3. Lakukan penghisapan lender kurang
dari 15 detik.
4. Berikan oksigen.
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif. 1. Membantu pasien secara
mandiri dalam membuang
Kolaborasi secret.
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, 1. Pemberian obat tertentu dapat
ekspektoran, mukolitik, jika perlu. membuat kapasitas serapan
oksigen meningkat.
3. Gangguan SLKI label : SIKI label :
Persepsi Sensori Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan
Setelah diberikan askep
selama 3x24 jam diharapkan Observasi
persepsi sensori teratasi 1. Periksa status mental, status sensori, 1. Untuk mengetahui adanya
dengan kriteria hasil : dan tingkat kenyamanan (mis nyeri, gangguan pada persepsi
kelelahan). sensori.
1. Verbalisasi
mendengar bisikan
menurun
Terapeutik
2. Verbalisasi melihat
bayangan menurun 1. Diskusi tingkat toleransi terhadap 1. Untuk mengurangi keparahan
3. Verbalisasi beban sensori (mis bising, terlalu pada persepsi sensori.
merasakan sesuatu terang). 2. Membatasi stimulus
melalui indra 2. Batasi stimulus lingkungan (mis lingkungan dapat memberikan
penciuman, cahaya, suara, aktivitas). rasa nyaman pada pasien.
pengecapan dan 3. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu 3. Dengan melakukan aktivitas
perabaan menurun istirahat. dan tindakan dalam satu
4. Distorsi sensori 4. Kombinasikan tindakan dalam satu waktu dapat meminimalkan
menurun waktu, sesuai kebutuhan. gangguan pada persepsi
5. Perilaku halusinasi sensori.
menurun Edukasi
6. Respon sesuai 1. Ajarkan cara meminimalisasi 1. Agar pasien dapat
stimulus membaik stimulus (mis, mengatur pencahayaan menerapkan cara tersebut
ruangan, mengurangi kebisingan, dengan mandiri.
membatasi pengunjung).

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan 1. Mengatasi gangguan persepsi
tindakan. sensori dapat dibantu dengan
2. Kolaborasi pemberian obat yang pemberian obat dan
mempengaruhi persepsti stimulus meminimalkan tindakan.
4. Nyeri Akut SLKI label : SIKI label :
Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
nyeri teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui keparahan
hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri, skala nyeri, respon nyeri non 2. Untuk mengetahui pemicu dan
1. Keluhan nyeri
verbal. penetral terhadap nyeri.
meringis, gelisah,
2. Identifikasi factor yang memperberat 3. Untuk mengetahui adanya
menarik diri, dan
dan memperingan nyeri, pengetahuan alergi terhadap obat tertentu.
anoreksia menurun .
dan keyakinan tentang nyeri.
2. Frekuensi nadi, pola
3. Monitor efek samping penggunaan
napas, TD nafsu
analgetik.
makan dan pola tidur
membaik Terapeutik
1. Mengontrol lingkungan dan
1. Kontrol lingkungan yang memperberat
memfasilitasi istirahat dan
rasa nyeri.
tidur dapat mengurangi rasa
2. Fasilitasi istirahat dan tidur.
nyeri.
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
2. Intervensi sesuai keparahan
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan 1. Dengan adanya pengetahuan
pemicu nyeri serta strategi pemicu tentang nyeri pasien dapat
nyeri. meminimalkan rasa nyeri.
2. Anjurkan memonitor nyeri secara 2. Membantu pasien dalam
mandiri dan menggunakan analgetik memonitor dan menggunakan
secara tepat. analgesic secara mandiri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika 1. Pemberian dosis analgesic
perlu. sesuai dengan keparahan
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

dr. Iskandar, M.Kes. Sp. BS. Diagnosis Dan Penanganan Cedera Kepala Di Daerah Rural.
National symposium & workshop “Aceh Surgery Update 2” Banda Aceh 16 –17
September 2017.

Judha M & Rahil H. N (2011). System Pernafasan dalam Asuhan Keperawatan


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi ke 3. Jakarta :
Media Aesculapius.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai