Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan
cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera
pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga
dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera
kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan
resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus
dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera
kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
(Sjahrir, 2014).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus
cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan
dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar
5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Moore & Argur,

1
2016). Penyebab cedera kepala yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor
(50%), jatuh (21%), dan cedera olahraga (10%). Angka kejadian cedera kepala
yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab kematian urutan
kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10
penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI,
2016).
Berdasarkan data rekam medis dari RSUP DR.Mohammad Hoesin
Palembang untuk bulan Januari – April 2017 terdapat 150 pasien yang
mengalami cedera kepala ringan, sedang maupun berat. Cedera kepala
merupakan diagnosa terbanyak di P2 Bedah (RSMH, 2017). Cedera kepala
akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila dibandingkan
dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur
anatomic dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan
konsistensi cair, lunak dan padatya itu cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf,
pembuluh darah dan tulang. Pasien dengan trauma kepala memerlukan
penegakkan diagnosase dini mungkin agar tindakan terapi dapat segera
dilakukan untuk menghasilkan prognosa yang tepat, akurat dan sistematis. Oleh
karena tingginya angka insidensi cedera kepala maka makalah ini ditulis untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada Tn “A” dengan gangguan sistem
neurologi : cedera kepala berat di ruang prioritas 1 IGD RSUP. DR.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2017.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Tn “A” dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang prioritas 1 IGD
RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Tn “A” dengan gangguan sistem neurologi
: cedera kepala berat di ruang prioritas 1 RSUP.DR.Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2017.

2
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn “A” dengan gangguan
sistem neurologi : cedera kepala berat di ruang prioritas 1 IGD
RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2017.
c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Tn “A” dengan
gangguan sistem neurologi: cedera kepala berat di ruang prioritas 1 IGD
RSUP.DR. Mohammad Hoesin Palembang
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn “A” dengan
Gangguan sistem Neurologi: cedera kepala berat di ruang prioritas
1 IGD RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang tahun 2017.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn
“A” dengan gangguan sistem neurologi : cedera kepala berat di
ruang prioritas 1 IGD RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2017.

C. Tempat Dan Waktu


a. Tempat
Asuhan keperawatan ini di lakukan di ruang prioritas 1 IGD
RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2017
b. Waktu
Asuhan Keperawatan ini di lakukan pada tanggal 11 Mei 2017

D. Manfaat
1. Bagi RSUP. DR. Mohammad Hoesin Palembang
Dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran dalam
pelaksanaan Asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn”A” dengan
gangguan sistem neorologi : Cedera Kepala Berat di ruang prioritas 1
IGD RSUP.DR.Mohammad Hoesin Palembang.
2. Bagi STIKes Muhammadiyah Palembang
Laporan seminar kasus ini diharapkan menjadi referensi tambahan yang
bermanfaat khususnya bagi mahasiswa keperawatan serta dapat
dijadikan sumber rujukan bagi penulis yang akan datang tentang asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan cedrra kepeala berat

3
3. Bagi Penulis
a) Penulis memahami tentang cedera kepala berat baik secara teoritis
maupun secara klinis
b) Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan tentang cedera kepala berat
c) Penulis dapat mengaplikasikan kemampuan tindakan
kegawatdaruratan terhadap pasien dengan cedera kepala berat

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan
oleh trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan
pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.

5
C. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria
dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai
dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar
tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang

6
tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk
garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam)
atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup
(dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam
(labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior,
indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan
diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek,
tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan
lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat
ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
subdural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk
seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
subdural mempunya sedikit jaringan penyokong sehingga mudah
cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua
girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada
beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini
merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap
ventrikel.

7
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid,
ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan
memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system
vena.
d. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak
yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar
(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar
dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada
1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien
dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak
(1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan
pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan
Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk
ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini
menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya
perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi,
menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat
kematian.

8
D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder,
cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya duramater, laserasi, kontusio).

2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :

9
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif
serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang
banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan
repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA
dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

PATHWAY

10
Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Terjadi benturan benda asing

 tahanan vaskuler Teradapat luka


Aliran darah keotak 
di kepala
Sistemik & TD 

O2  gangguan Rusaknya bagian kulit


metabolisme  tek. Pemb.darah dan jaringannya
Pulmonal
Kerusakan integritas
Asam laktat  jaringan kulit
 tek. Hidrostatik

Oedem otak
kebocoran cairan
kapiler
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral oedema paru cardiac output 

Penumpukan
Ketidak efektifan
Ketidakefektif pola cairan/secret
perfusi jaringan
napas
perifer
Difusi O2
terhambat

E. MANIFESTASI KLINIS Ketidakefektif bersihan


jalan napas

11
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
11. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar

G. KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau
temotom (sekitar 55% ).

12
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang
tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini
hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka
mata.
Skala GCS :
Membuka mata : Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan Nyeri :2
Tidak berespon :1
Motorik : Dengan Perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi :2
Tidak berespon :1
Verbal : Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti : 2

13
Tidak ada respons :1

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak.
(Tunner, 2000) Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala (Turner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah

14
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer
dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan

15
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).

16
BAB IV
TINJAUAN KASUS

“Asuhan Keperawatan Pada Tn”A” Dengan Gangguan Sistem Neurologi:


Cedera Kepala Berat

1. Identitas Pasien
Nama : Tn ”A”
Usia : 12 April 1949
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Diagnosis Medis : Trauma Cavitis / Cedera Kepala Berat GCS 3
Alamat : Bukit Sangkal
Warna Triage : Merah

2. Pengkajian
PRIMARY SURVEY :
Airway : Hidung / Mulut
- Bebas √ Tersumbat
- Sputum √ Adanya Darah
- Spasme - Benda Asing
- Pangkal lidah jatuh -
Suara Napas
- Normal √ Stridor
√ Gurgling - Wheezhing
- Ronchi - Lain-lain

Masalah Keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

17
Breathing : Respirasi: 30x/Menit
- Teratur - Tidak Teratur
- Apnea - Dispnea
- Bradipnea √ Takipnea
√ Retraksi dada √ Pernapasan Cuping Hidung
√ Pernapasan - Kusmaul / Chyne Stokes
dada/perut
Suara Napas
- Normal √ Stridor
√ Gurgling - Wheezhing
- Ronchi - Lai -lain

Msalah Keperawatan:

Ketidakefektifan pola nafas

Circulation : √ Pucat - Sianosis


- Perdarahan - Luka Bakar
- Jumlah: cc - Lokasi:
Grade :
Nadi

√ Teraba Frekuensi : 65x/M


- Tidak Teraba - Irama Tidak Teratur
√ Irama teratu

TD: 100/60 mmHg T: 37,5oC


Capillary Refill Time
√ <2 detik - > 2 detik
Akral
√ Hangat - Dingin - Edema

18
Turgor
√ Normal - Sedang - Kurang

Masalah Keperawatan:
Tidak Ada Masalah Keperawatan

Disability : Tingkat Kesadaran:


GCS: 3
Pupil
- Isokor - Miosis
√ Anisokor - Midriasis
- Muntah Proyektil - Riwayat kejang
Fungsi Bicara
- Normal - Afasia
- Pelo - Mulut Mencong

Kekutan otot
0 0
0 0
Ket:
0: Tidak dapat berkontraksi
1: Hanya dapat berkontraksi
2: Ada pergerakan tidak mamu melawan gaya gravitasi
3: Adapergerakan hanya dapat mengatasi gaya gravitasi
4: Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan sedikit tahanan
5: Mampu melawan gravitasi dan melawan tahanan yang maksimal
Sensabilitas
- Normal √ Gangguan Menelan air
√ Gangguan Menelan Air dan Makanan

19
Masalah Keperawatan:

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Exposure Trauma :
Jejas : Terdapat jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka
3cm di kepala belakang sebelah kanan
Luas :
Kedalaman :-

SECONDARY SURVEY
a. Wawancara
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran post KLL

Riwayat Penyakit Sekarang : Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan


diri ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit karena
kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan
jalur, keluarga mengatakan keadaan klien muntah-
muntah dengan mengeluarkan cairan darah
konsistensi cair pekat. Lalu klien segera dibawa ke
RSMH Palembang untuk mendapatkan pertolongan.
Sesampainya di RSMH klien dengan penurunan
kesadaran GCS 3 (E1M1V1) langsung masuk ke
ruangan perawatan Prioritas 1 (Triage Merah) dan
dilakukan tindakan membersihkan jalan nafas dan
memasang ETT serta alat bantu nafas ventilator
pada tanggal 11 Mei 2017 jam 09.00 WIB. Pada
tanggal 11 Mei 2017 pukul 09:30 di lakukan
pengkajian kasus keperawatan dan didapatkan hasil
klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS
2t (E1VtM1), terpasang ventilator, terpasang
monitor EKG, terpasang IVFD Ringerfundin gtt

20
20x/menit, terpasang kateter, TD= 100/60 mmHg ,
RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR= 65x/menit,
adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian
kepala belakang sebelah kanan berukuran 3cm dan
terdapat darah dari mulut.

Riwayat Penyakit Dahulu : Keluarga mengatakan Klien dulunya belum pernah


mengalami kecelakaan berat seperti sekarang ini dan
juga tidak ada riwayat penyakit kronis dan akut
sebelumnya seperti hipertensi dan DM

Riwayat Keluarga : Tidak dikaji

Riwayat Alergi : Tidak ada

Riwayat Merokok : Keluarga klien mengatakan klien perokok aktif

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Penurunan kesadaran

2. Tanda Vital : TD: 100/60 mmHg


N : 65x/m

3 Kepala

- Simetris √ Asimetris √ Perdarahan

√ Bengkak - Depresi tulang tengkorak

Nyeri
√ Echymosis - tekan

- Kelainan bentuk tulang

Luka, ukuran: 3 cm, Lokasi: kepala kanan


√ bagian belakang

21
- Lain-lain: Tidak ada

4 Mata

√ Kebiruan (Lingkaran mata)

- Perdarahan mata, Ruptur: - Lokasi: -

- Anemia √ Ananemia - Ikterik

Respon pupil: - Isokor √ Anisokor

RC Midriasis Miosis

- Lain-lain : Tidak ada

5 Telinga

- Cairan, Warna: - jumlah:-

- Lecet/kemerahan/laserasi

- Benda asing, berupa: -

- Lain-lain : -

6 Hidung

- Cairan, Warna: - jumlah: -

√ Lecet/kemerahan/laserasi

- Benda asing, berupa: -

22
- Lain-lain : -

7 Leher

- Penetrasi benda asing - Nyeri tekan

Distensi Vena
- Deviasi trakea - Jugularis

- Bengkak - Kebiruan sekitar leher

Lain-lain: -

- Krepitasi

8 Dada/Paru

√ Simetris - Asimetris - Bengkak

- Ekspansi dinding dada meningkat/turun

- Luka tusuk - Ukuran: - Lokasi : -

RR: 30 x/menit Tidak teratur

- Penggunaan otot dinding dada

BJ BJ
Suara Jtg : I II - Murmur - Gallop

Nyeri dada

Skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

Karakteristik nyeri: Skala : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

- spt terbakar - spt tertimpa benda berat

- Menjalar - spt ditusuk-tusuk

23
Lain-lain :
- ……………………

9 Abdomen

Dinding abd: √ Simetris - Tidak simetris

- Perdarahan/bengkak √ Laserasi/jejas/lecet

Luka
- Luka tusuk - sayat Ukuran: …………

- Distensi abdomen - Teraba keras & tegang

Nyeri tekan, skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

BU: Tidak di kaji

Lain-lain :
……………………

10 Genetalia

√ Simetris - Asimetris

- Benjolan, ukuran: - lokasi: -

- Darah pd rektum, BAB: tidak BAB saat dikaji

- Nyeri tekan, skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

BAK : Terpasang kateter

- Lain-lain : -

11 Ekstremitas

- Kelainan bentuk √ Perdarahan √ Bengkak

√ Jejas/luka/laserasi, Lokasi: ekstremitas sebelah kanan

24
Keterbatasan
- Jari-jari hilang √ gerak

- Fraktur, Lokasi: -

- Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

Lain-lain : -

12 Kulit

√ Ada luka Lokasi : Ekstremitas sebelah kanan

√ Echymosis - Ptechie

- Gatal-gatal/pruritus

- Insisi operasi, Ukuran:…………….., Lokasi:……………

Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

3. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL, BUDAYA, SPIRITUAL


Tabel 3.1
Psikososial, Budaya dan Spritual
Psikologis : Tidak dikaji

Sosial : Tidak dikaji

Budaya : Tidak dikaji

Spiritual : Tidak dikaji

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Kimia darah
Tanggal pemeriksaan 11 Mei 2017

25
Tabel 3.2
Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa sewaktu 150 mg/dl 70-140
Urea 32 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2
SGOT 23 u/L 0-31
SGPT 14 u/L 0-32
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Na 145 Mmol/L 135-155
Cl 99 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
WBC 14,59 [10^3/uL] 4,8-10,8
RBC 3,99 [10^6/uL] 4,2-5,4
HGB 10,3 [g/dL] 12-16
HCT 32,6 [%] 37-47

Pengobatan
Tabel 3.4
Terapi obat
Cara
No Nama Terapi Dosis Golongan Obat
Pemberian
1 Ceftriaxone 2x1 Gr I.V Antibiotik

2 Paracetamol 3x1 gr I.V Antipiretik


3 Omeperazole 1x40 ml I.V Analgetik
4 Dobutamin 150 gr Kontinyu I.V Obat jantung
5 Ringer Fundin 500cc Kontinyu I.V Elektrolit

26
5. ANALISA DATA
Tabel 3.5
Analisa Data Keperawatan
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : tidak dapat dinilai Ketidakefektifan
Cidera kepala
DO : bersihan jalan
1. Ku: penurunan nafas
Cidera otak primer
kesadaran
2. Kesadaran: coma
Kerusakan Sel otak 
3. Terpasang
Ventilator,
 rangsangan simpatis
4. RR: 30x/m,
N : 65x/M
 tahanan vaskuler
T : 37,50C
Sistemik & TD 
TD: 100/60 mmHg
5. Terdapat secret di  tek. Pemb.darah
selang ETT dan Pulmonal
mulut
6. Suara nafas  tek. Hidrostatik
tambahan stridor
kebocoran cairan kapiler

oedema paru

Penumpukan cairan/secret

Difusi O2 terhambat

Ketidakefektif bersihan
jalan napas

27
2 DS : tidak dapat dinilai Ketidak
Cidera kepala
DO : efektifan
1. Ku: penurunan perfusi
Cidera otak primer
kesadaran jaringan
2. Kesadaran: coma serebral
Kerusakan Sel otak 
3. GCS: 2t (E1VtM1)
4. Terpasang
Gangguan autoregulasi
Ventilator,
5. RR: 30x/m,
Aliran darah keotak 
N : 65x/M
T : 37,50C
O2 
TD: 100/60 mmHg
6. Pupil anisokor
gangguan
7. Kebiruan sekitar
metabolisme
mata (jejas)
8. Kepala bengkak
Asam laktat 
dan asimetris

Asam laktat 

Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral

28
3 DS : tidak dapat dinilai Ketidak
Kecelakaan lalu lintas
DO : efektifan Pola
1. Ku: penurunan Cidera kepala Nafas
kesadaran
2. Kesadaran: coma Cidera otak primer
3. Terpasang
Ventilator,
4. RR: 30x/m, Kerusakan sel otak
N : 65x/M
T : 37,50C Rangsangan simpatis
TD: 100/70 mmHg
5. Suara nafas
Kebocoran cairan
tambahan stridor kapiler

Oedema paru

Penumpukan cairan /
secret

Ketidak efektifan Pola


Nafas

1. Masalah keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c) Ketidakefektifan pola nafas

2. Prioritas masalah
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Ketidakefektifan pola nafas
c) Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral

29
3. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d Obtruksi jalan nafas ditandai
dengan :
DS : tidak dapat dinilai
DO :

1. Ku: Penurunan kesadaran


2. Kesadaran: coma
3. GCS: E1VtM1,
4. Terpasang Ventilator,
5. RR: 30x/m,
N : 65 x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
6. Terdapat secret di selang ETT dan mulut
7. Suara nafas stridor

b) Ketidakefektifan pola nafas b/d Gangguan neurologis ditandai


dengan :
DS : tidak dapat dinilai
DO :

1. Ku: Penurunan kesadaran


2. Kesadaran: coma
3. GCS: E1VtM1,
4. Terpasang Ventlator,
5. RR: 30x/m,
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
6. Terdapat secret di selang ETT dan mulut
7. Suara nafas stridor

30
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral bd trauma di tandai dengan
DS : tidak dapat dinilai
DO :

1. Ku: penurunan kesadaran


2. Kesadaran: coma
3. GCS: E1VtM1,
4. Terpasang Ventilator,
5. RR: 30x/m,
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
6. Pupil anisokor
7. Kebiruan sekitar mata (jejas)
8. Kepala bengkak dan asimetris

31
INTERVENSI
Tabel 3.6
Rencana Tindakan Keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN


NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC: Status Pernapasan: Kepatenan NIC: manajemen jalan napas
nafas b/d obtruksi jalan nafas jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi
ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24
2. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau
DS : tidak dapat dinilai jam status pernafasan klien tidak terganggu
jaw thrust
DO : dengan kriteria hasil:
3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial
1. Ku: Penurunan kesadaran
untuk memasukkan alat membuka jalan
2. Kesadaran: coma No Skala Awal Akhir
nafas
3. GCS: E1VtM1, 1 Suara nafas 2 5
4. Masukkan alat nasopharingeal airway
4. Terpasang Ventlator, tambahan
(NPA) atau oro[haringeal airway (OPA)
5. RR: 30x/m, 2 Pernapasan cuping 4 5
5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
N : 65x/M hidung
ventilasi
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg

32
6. Terdapat secret di selang 3 Akumulasi 3 5 6. Lakukan penyedotan melalui endotrakea
ETT dan mulut sputum dan nasotrakea
7. Suara nafas stridor 4 Frekuensi 3 5 7. kelola nebulizer ultrasonik
pernafasan 8. posisikan untuk meringankan sesak napas
Indikator: 9. auskultasi suara nafas, catat area yang
1. Sangat berat ventilasinya menurun atau tidak ada dan
2. berat adnaya suara tambahan
3. sedang 10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan
4. ringan klien.
5. tidak ada 11. Kolaborasi dengan tim dokter dala
pemberian obat

2 Ketidakefektifan pola nafas b/d NOC: Status Pernapasan: Kepatenan NIC: manajemen jalan napas
gangguan neurologis ditandai jalan nafas
1. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi
dengan Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24
2. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau
DS : tidak dapat dinilai jam status pernafasan klien tidak terganggu
jaw thrust
DO : dengan kriteria hasil:
1. Ku: Penurunan kesadaran
2. Kesadaran: coma No Skala Awal Akhir

33
3. GCS: E1VtM1, 1 Suara nafas 2 4 3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial
4. Terpasang Ventlator, tambahan untuk memasukkan alat membuka jalan
5. RR: 30x/m, 2 Pernapasan cuping 4 5 nafas
N : 65x/M hidung 4. Masukkan alat nasopharingeal airway
T : 37,50C 3 Akumulasi 3 5 (NPA) atau oropharingeal airway (OPA)
TD: 100/60 mmHg sputum 5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
6. Terdapat secret di selang 4 Freuensi 3 5 ventilasi
ETT dan mulut pernafasan 6. Lakukan penyedotan melalui endotrakea
7. Suara nafas stridor Indikator: dan nasotrakea
1. Sangat berat 7. kelola nebulizer ultrasonik
2. berat 8. posisikan untuk meringankan sesak napas
3. sedang 9. auskultasi suara nafas, catat area yang
4. ringan ventilasinya menurun atau tidak ada dan
5. tidak ada adnaya suara tambahan
10. Edukasi keluarga klien tentang keadaan
klien.
11. Kolaborasi dengan timdokter dala
pemberian obat

34
3 Ketidakefektian perfusi jaringan NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
serebral b/d trauma Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 1. Monitor status neorologis
DS : tidak dapat dinilai jam perfusi jaringan serebral klien tidak 2. Monitor intake dan ouput
DO : ada masalah dengan kriteria hasil: 3. Moniotr tekanan aliran darah ke otak
1. Ku: penurunan kesadaran No Skala Awal Akhir 4. Monitor tingkat CO2 dan pertahankan
2. Kesadaran: coma 1 Muntah 4 5 dalam parameter yang ditentukan
3. GCS: E1VtM1, 2 Demam 4 5 5. Periksa klien terkait adanya tanda kaku
4. Terpasang Ventilator, 3 Kognisi terganggu 1 5 kuduk
5. RR: 30x/m, 4 Penurunan tingkat 1 5 6. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
N : 65x/M kesadaran mengoptimalkan perfusi jaringan serebral
T : 37,50C 5 Refleks saraf 1 5 7. Berikan informasi kepada keluarga/ orang
TD: 100/60 mmHg terganggu penting lainnya
6. Pupil anisokor Indikator: 8. Beritahu dokter untuk peningkatan TIK
7. Kebiruan sekitar mata 1. Berat yang tidak bereaksi sesuai peraturan
(jejas) 2. Besar perawatan.
8. Kepala bengkak dan 3. Sedang 9. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
asimetris 4. Ringan pemberian obat

35
5. Tidak ada

IMPLEMENTASI
Tabel 3.7
Tindakan keperawatan (Implementasi Keperawatan)

No Diagnosa Keperawatan Hari/ Tindakan keperawtan Evaluasi paraf


Tanggal
1 Ketidak efektifan Kamis, 1. Memonitor status pernafasan dan oksigenisasi Kamis, 11-5-2017 Pukul 14:30
bersihan jalan nafas b/d 11-5- R/: Respirasi : 28x/menit Spo2 : 80% S: -
obtruksi jalan nafas 2017 2. Memposisikan klien untuk memaksimalkan O:
ditandai dengan 09:40 ventilasi 1. Ku: Meninggal
DS : tidak dapat dinilai Wib R/: Posisi klien semi fowler 2. Kesadaran: -
DO : 3. Melakukan penyedotan (suction) melalui 3. GCS: -
09:45 endotrakea 4. Terpasang Ventilator

36
1. Ku: Penurunan Wib R/: Penumpukan secret di jalan nafas klien 5. RR: -x/m,
kesadaran berkurang setelah di suction N : -x/M
2. Kesadaran: coma 4. Memposisikan untuk meringankan sesak T : - 0C
3. GCS: E1VtM1, 09:50 napas TD: - mmHg
4. Terpasang Wib R/: Posisi tempat tidur klien di tinggi kan A: Ketidakefektifan bersihan jalan
Ventilator, (semi fowler) nafas belum teratasi
5. RR: 30x/m, 5. Mengauskultasi suara nafas, catat area yang P: Intervensi di hentikan (klien
N : 65x/M 09:55 ventilasinya menurun atau tidak ada dan meninggal)
T : 37,50C Wib adanya suara tambahan
TD: 100/60 mmHg R/: suara nafas tambahan stridor
6. Terdapat secret
ditenggorokan dan 6. Mengedukasi keluarga klien tentang keadaan
mulut 09: 57 klien.
7. Suara nafas Wib R/: keluarga klien menerima keadaan apapun
gargling yang terjadi pada klien karena klien sudah
kritis

7. Berkolaborasi dengan tim dokter dalam


pemberian obat

37
10:00 a) Ceftriaxone
Wib b) Omeprazole
c) Paracetamol
d) Ringer Fundin
e) Dobutamin

2 Ketidakefektifan pola Kamis, Kamis, 11-5-2017 Pukul 14:30


nafas b/d gangguan 11-5- 1. Memonitor status pernafasan dan oksigenisasi S: -
neurologis ditandai 2017 R/: Respirasi : 28x/menit Spo2 : 80% O:
dengan 09:40 2. Memposisikan klien untuk memaksimalkan 1. Ku: Meninggal
DS : tidak dapat dinilai Wib ventilasi 2. Kesadaran: -
DO : R/: Posisi klien semi fowler 3. GCS: -
1. Ku: Penurunan 3. Mengauskultasi suara nafas, catat area yang 4. Terpasang Ventilator
kesadaran 09:55 ventilasinya menurun atau tidak ada dan 5. RR: -x/m,
2. Kesadaran: coma Wib adanya suara tambahan N : -x/M
3. GCS: E1VtM1, R/: suara nafas tambahan stridor T : - 0C
4. Terpasang 4. Mengedukasi keluarga klien tentang keadaan TD: - mmHg
Ventilator, 09:57 klien. A: Ketidakefektifan pola nafas belum
5. RR: 30x/m, Wib teratasi

38
N : 65x/M R/: keluarga klien menerima keadaan apapun P: Intervensi di hentikan (klien
T : 37,50C yang terjadi pada klien karena klien sudah meninggal)
TD: 100/60 mmHg kritis
6. Terdapat secret di 10:00 5. Berkolaborasi dengan tim dokter dalam
selang ETT dan Wib pemberian obat
mulut f) Ceftriaxone
7. Suara nafas stridor g) Omeprazole
h) Paracetamol
i) Ringe Fundin
j) Dobutamin

3 Ketidak efektipan perfusi Kamis, 1. Memonitor status neorologis Kamis, 11-5-2017 Pukul 14:30
jaringan serebral b/d 11-5- R/: GCS :2T, E:1 V:T M:1 S:-
trauma 2017 O:
Di tandai dengan 10.15 2. Menyesuaikan kepala tempat tidur untuk 1. Ku: Plus
DS : tidak dapat dinilai Wib mengoptimalkan perfusi jaringan serebral 2. Kesadaran: -
DO : R/: posisi klien terlentang 3. GCS: -
1. Ku: penurunan 4. Terpasang Ventlator,
kesadaran 09:57 5. RR: -x/m,

39
2. Kesadaran: coma Wib 3. Memberikan informasi kepada keluarga/ N : -x/M
3. GCS: E1VtM1, orang penting lainnya keadaan klien T : - 0C
4. Terpasang R/: Keluarga klien menerima dan pasrah TD: - mmHg
Ventlator, dengan keadaan klien yang semakin kritis A: Ketidakefektifan perfusi jaringan
5. RR: 30x/m, 10:00 serebral belum teratasi
N : 65x/M Wib 4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam P : Intervensi di hentikan (klien
T : 37,50C pemberian obat meninggal )
TD: 100/60 mmHg a) Ceftriaxone
6. Pupil anisokor b) Omperazole
7. Kebiruan sekitar c) Paracetamol
mata (jejas) d) Ringe Fundin
8. Kepala bengkak e) Dobutamin
dan asimetris

40
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kegawat daruratan


pada Tn ”A” dengan gangguan sistem neurologi: Cedera Kepala Berat di
Ruang Prioritas 1 IGD RSUP. DR. Mohammad Hoesin Palembang, maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa proses keperawatan telah dilaksanakan
dengan baik mulai dari pengkajian sampai evaluasi maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
a) Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan
verifikasi, komunikasi dan dari data tentang pasien. Pengkajian ini didapat
dari dua tipe yaitu data subyektif dan dari persepsi tentang masalah
kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan / pengukuran yang
dibuat oleh pengumpul data (Potter, 2005). Penulis mengumpulkan data
dengan metode wawancara, observasi dan periksaan fisik, mempelajari
data penujang pasien seperti pemeriksaan laboratorium dan rekam medic
(Cristensen, 2009)
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn “A” pada tanggal 11
Mei 2017. Dari data pengkajian didapatkan bahwa klien dalam keadaan
penurunan kesadaran karena post KLL ditabrak oleh motor dengan
diagnosa cedera kepala berat.
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma
dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).

41
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).

b). Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul sebagai masalah adanya data
yang menunjukkan adanya gangguan. Adapun masalah keperawatan yang
muncul pada Tn “A” dengan CKB yaitu sebagai berikut:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d Obtruksi jalan nafas
ditandai dengan
DS : tidak dapat dinilai
DO :
a) Ku: Penurunan kesadaran
b) Kesadaran: coma
c) GCS: E1VtM1,
d) Terpasang Ventilator,
e) RR: 30x/m,
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
f) Terdapat secret di selang ETT dan mulut
g) Suara nafas stridor

2) Ketidakefektifan pola nafas b/d gangguan neurologis ditandai


dengan
DS : tidak dapat dinilai
DO :
a) Ku: Penurunan kesadaran
b) Kesadaran: coma
c) GCS: E1VtM1,
d) Terpasang Ventilator,
e) RR: 30x/m,

42
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
f) Terdapat secret d selang ETT dan mulut
g) Suara nafas stridor

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d trauma ditandai


dengan :
DS : tidak dapat dinilai
DO :
a) Ku: penurunan kesadaran
b) Kesadaran: coma
c) GCS: E1VtM1,
d) Terpasang Ventilator,
RR: 30x/m,
N : 65x/M
T : 37,50C
TD: 100/60 mmHg
e) Pupil anisokor
f) Kebiruan sekitar mata (jejas)
g) Kepala bengkak dan asimetris
c). Perencanaan
intervensi keperawatan kami laksanakan telah disusun berdasarkan NIC
NOC . Setiap telah melaksanakan tindakan keperawatan (implementasi)
pada Tn “A” dengan gangguan sistem Neurologi : Cedera Kepala Berat
a) Implementasi keperawatan
Pada proes implementasi keperawatan / tindakan keperawatan mengacu
pada intervensi keperawatan yang telah dibuat yaitu berdasarkan NOC dan
NIC.

b) Evaluasi

43
Evaluasi keperawatan menggunakan SOAP yaitu Subjektif, Objektif,
Analisa dan Planning.

B. Saran
1. Bagi RSUD
Bimbingan klinik kepada mahasiswa yang diterima hendaknya tetap
dipertahankan keefektifannya dan bila perlu lebih ditingkatkan lagi karena
bentuk bimbingan klinik di RSUP DR. Mohammad Hoesin Palembang
telah sesuai dengan tujuan dari praktek klinik lapangan mahasiswa STIKes
Muhammadiyah Palembang sehingga kompetensi praktek dapat tercapai.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan pihak akademik memberikan bimbingan dan sebagai
pengabdian kepada masyarakat terutama dalam praktik keperawatan Gawat
Darurat
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan lagi proses asuhan keperawatan gawat
darurat baik secara teoritis maupun secara klini agar proses asuhan
keperawatan dapat berjalan secara optimal.

44

Anda mungkin juga menyukai