Anda di halaman 1dari 28

Laporan

Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
Andini Siti Sa’adah

Kasus/Diagnosa Medis: Cedera


Kepala
Jenis Kasus : Trauma
Ruangan : IGD RSUD Dr. Drajat
KOREKSI I KOREKSI II Prawiranegara Serang
Kasus ke : 2

(…………………… (……………………
…………………… ……………………
………) ………)
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN

1. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga
dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak
dan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif
yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas.

2. Etiologi
Menurut Muttaqin 2008 penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis
kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan KLL (kecepatan tinggi atau rendah), jatuh, pukulan benda tumpul.
Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembak.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain :
a. Skull Fracture (Patah Tulang Tenggorak)
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah di belakang membran timphani, periobital
ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan
penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi,
berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

b. Concussion (Gegar Otak)


Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5
menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah, hilang
keseimbangan secara perlahan atau cepat, pupil biasanya mengecil, dan reaktif
jika kerusakan sampai batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat
menyebabkan keabnormalan pupil.

4. Klasifikasi Cedera Kepala


Menurut Iskandar 2017 cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek.
Secara praktis dikenal 3 klasifikasi, yaitu berdasarkan mekanisme cedera, berat-
ringannya dan morfologi.
a. Mekanisme Cedera
Cedera kepala dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera kepala
tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh luka bacok atau
luka tembak.
b. Berat Ringan Cedera
Untuk mengukur berat-ringannya cedera kepala secara klinis digunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) dengan nilai minimal 3 dan nilai maksimal 15. Ini
tercermin dari nilai GCS enam jam pertama atau sesudah resusitasi, dibagi atas
3 katagori :
1) Cedera kepala ringan : GCS 13 –15
2) Cedera kepala sedang : GCS 9 –12
3) Cedera kepala Berat : GCS 3 – 8

5. Patofisiologi (Berdasarkan Kasus kegawatdaruratan)


Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan
yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

suatu trauma kepala. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam
rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi
pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam.
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan
rotasi otak. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contrecoup dan
coup. Contrecoup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-
orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan
contrecoup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup
dan contrecoup dapat terjadi pada keadaan ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan.
Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan
antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang. Pada saat otak bergerak ke belakang
maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi. Hal ini sangat
berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan sehingga daerah tersebut
tidak memperoleh suplai darah dan bisa mengakibatkan kematian sel-sel otak.

6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium : tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi
untuk memonitoring kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD
adalah salah satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan


otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid.
g. EEG (Elektro Ensefalogram) : untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk
mendeteksi adanya kelainan otak.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan Cedera Kepala Ringan (GCS 13 –15)
Definisi : Pasien sadar dan berorientasi (GCS 13 –15)
1) Riwayat
Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan, mekanisme cedera, waktu
cedera, tidak sadar setelah cedera.
2) Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik
3) Pemeriksaan neurologis terbatas
4) Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi
5) Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksin dalam urin
6) Pemeriksaan CT scan kepala merupakan indikasi bila memenuhi criteria
kecurigaan perlunya tindakan bedah saraf sangat tinggi.
7) Hasil :
a) Observasi atau dirawat di RS
(1) CT scan tidak ada
(2) CT scan abnormal
(3) Semua cedera tembus
(4) Riwayat hilang kesadaran
(5) Kesadaran menurun
(6) Nyeri kepala sedang-berat
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

(7) Intoksikasi alkohol/obat-obatan


(8) Fraktur tulang
(9) Kebocoran likuor: rhinorea-otorea
(10) Cedera penyerta yang bermakna
(11) Tidak ada keluarga dirumah
(12) GCS < 15
(13) Defisit neurologis fokal
b) Dipulangkan dari RS
- Tidak memenuhi criteria rawat
- Diskusikan kemungkinan kembali ke rumah sakit bila
memburuk dan berikan kertas observasi
- Jadwalkan untuk control ulang
Indikasi CT Scan kepala pada Cedera Kepala Ringan :
- Nilai GCS kurang dari 15 pada 2 jam setelah cedera
- Dicurigai adanya fraktur kalvaria.
- Adanya tanda-tanda fraktur dasar tengkorak.
- Muntah lebih dari 2 eposide.
- Usia lebih dari 65 tahun.
- Amnesia lebih dari 30 menit.
- Kejang.
- Cedera tembus tengkorak.
- Adanya defisit neurologis.
- Mekanisme cedera yang berat.
b. Penanganan Cedera Kepala Sedang (GCS 9 –12)
1) Pemeriksaan Insisial
Sama dengan pasien cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah
sederhana dan pemeriksaan CT scan kepala pada semua kasus.
2) Setelah dirawat inap
Lakukan pemeriksaan neurologis periodic, lakukan pemeriksaan CT
scan ulang bila kondisi pasien memburuk dan bila pasien akan dipulangkan.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

3) Hasil :
a) Bila kondisi membaik (90%) : Pulang bila memungkin dan kontrol
di poliklinik
b) Bila kondisi memburuk (10%) : Bila pasien tidak mampu melakukan
perintah sederhana lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang
dan penatalaksanaan selanjutnya sesuai protokol cedera kepala berat.
c. Penanganan Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)
Definisi : pasien tidak mampu melakukan perintah sederhana karena kesadaran
yang menurun (GCS 3-8).
1) Pemeriksaan dan penatalaksanaan: penjelasan ada di point 9 yaitu
(Pemeriksaan Fisik (Berdasarkan ABCD/Kasus Kegwatdaruratan).
(Iskandar, 2017)

8. Terapi Farmakologis
a. Cairan Intravena
Cairan intravena harus diberikan sesuai kebutuhan untuk resusitasi dan
mempertahanakan normovolemia. Keadaan hipovolemia pada pasien
sangatlah berbahaya. Namun, perlu juga diperhatikan untuk tidak
memberikan cairan berlebihan. Jangan diberikan cairan hipotonik. Juga,
penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan
hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu,
cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan Ringer Laktat atau
garam fisiologis. Kadar natrium serum perlu dimonitor pada pasien dengan
cedera kepala. Keadaan hiponatremia sangat berkaitan dengan edema otak
sehingga harus dicegah.
b. Hiperventilasi
Untuk sebagian besar pasien, keadaan normokarbia lebih diinginkan.
Perlakuan hiperventilasi yang agresif dan lama akan menurunkan kadar PaCO2
yang menyebabkan vasokonstriksi berat pembuluh darah serebral sehingga
menimbulkan gangguan perfusi otak. Hal ini terjadi terutama bila PaCO2
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

dibiarkan turun sampai di bawah 30 mm Hg (4,0 kPa) hiperventilasi sebaiknya


dilakukan secara selektif dan hanya dalam batas waktu tertentu. Umumnya,
PaCO2 dipertahankan pada 35 mmH. Hiperventilasi dalam waktu singkat
(PaCO2 antara 25-30 mmHg) dapat dilakukan jika diperlukan pada keadaan
perburukan neurologis akut, sementara pengobatan lainnya baru dimulai.
Hiperventilasi akan mengurangi tekanan intrakranial pada pasien dengan
perburukan neurologis akibat hematoma intrakranial yang membesar, sampai
operasi kraniotomi emergensi dapat dilakukan.
c. Antikonvulsan
Epilepsi pasca trauma terjadi pada 5% pasien yang dirawat di RS dengan
cedera kepala tertutup dan 15% pada cedera kepala berat. Terdapat 3 faktor
yang berkaitan dengan insiden epilepsi: (1) Kejang awal yang terjadi dalam
minggu pertama, (2) Perdarahan Intrakranial, atau (3) Fraktur depresi.
Penelitian tersamar ganda/double blind menunjukkan bahwa fenitoin sebagai
profilaksis bermanfaat untuk menurunkan angka insidensi kejang dalam minggu
pertama cedera namun tidak setelahnya. Fenitoin atau fosfenitoin adalah obat
yang biasa diberikan pada fase akut. Untuk dewasa dosis awalnya adalah 1 g
yang diberikan secara intravena dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat
dari 50 mg/menit. Dosis pemeliharaan biasanya 100 mg/8 jam, dengan titrasi
untuk mencapai kadar terapetik serum. Pada pasien dengan kejang
berkepanjangan, diazepam atau lorazepam digunakan sebagai tambahan selain
fenitoin sampai kejang berhenti. Untuk mengatasi kejang yang terus menerus
kadang memerlukan anestesi umum. Sangat jelas bahwa kejang harus
dihentikan dengan segera karena kejang yang berlangsung lama (30 sampai 60
menit) dapat menyebabkan cedera otak.
d. Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) yang
meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol dengan konsentrasi 20% (20
gram setiap 100 ml larutan). Dosis yang diberikan 0.25 – 1 g/kg BB diberikan
secara bolus intravena. Manitol jangan diberikan pada pasien yang hipotensi,
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

karena manitol tidak mengurangi tekanan intrakranial pada kondisi hipovolemik


dan manitol merupakan diuretic osmotic yang potensial. Adanya perburukan
neurologis yang akut, seperti terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis maupun
kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi merupakan indikasi kuat
untuk diberikan manitol. Pada keadaan tersebut pemberian bolus manitol (1
g/kgBB) harus diberikan secara cepat (dalam waktu 5 menit) dan pasien segera
di bawa ke CT scan ataupun langsung ke kamar operasi bila lesi penyebabnya
sudah diketahui.
(Iskandar, 2017)

9. Pemeriksaan Fisik (Berdasarkan ABCD/Kasus Kegwatdaruratan)


a. Primary survey
1) Airway
a) Curigai pasien mengalami trauma cervical (multiple trauma, jejas klavikula,
trauma kapitis, biomekanikal mendukung) indikasikan pemasangan neck
collar.
b) Look, listen, feel.
- Cairan (gurgling) : miringkan pasien (logroll), fingersweep, suction.
- Pangkal lidah jatuh kebelakang (snoring) : head tilt, chin lift, jaw thurst.
Berikan OPA jika pasien tidak sadar, Berikan NPA jika pasien sadar dan
reflek gag (+).
- Crowing : ETT dan nedlle cricothyroidotomy
2) Breathing
a) Hitung frekuensi nafas.
b) Cek saturasi oksigen menggunakan oxymetri.
c) Lakukan pemeriksaan IAPP (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi).
3) Circulation
a) Cek nadi, tekanan darah, akral, CRT, sianosis.
b) Stop bleeding jika ada perdarahan.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

c) Lakukkan pembidaian/balut tekan.


d) Tentukan derajat perdarahan dan lakukan resusitasi cairan / darah sesuai
derajat.
4) Disability
a) Mengkaji GCS ( eye, verbal, motorik).
b) Melihat pupil Isokhor/unisokhor.
c) Mengaji lateralisasi motoric.
5) Exposure: Lakukkan dengan cara lepas pakaian pasien lihat bagian depan
apakah ada luka lain selimuti pasien lalu lakukan logroll dan palpasi bagian
belakang pasien dari kepala hingga kaki.
6) Foley catether
a) Lihat adakah kontra indikasi pemasangan kateter pada pasien.
b) Buang urine pertama yang keluar (diuresis).
c) Kaji urine kedua (jumlah, warna).
7) Gastric tube
a) Indikasi pemasangan (distensi abdomen, mencegah aspirasi, memasukkan
obat dan makanan).
b) Pasang NPA jika tidak ada kontra indikasi basis crani (raccoon eye,
otorrhea, rinorea, battle sign.
c) Pasang OGT bila ada kontra indikasi.
8) Heart monitor: Indikasi (riwayat penyakit jantung, aritmia, >40 tahun).
9) Re-Evaluasi
a) ABC
b) Monitoring perdarahan.
c) Monitoring urine output
d) Cek tanda tanda vital.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

b. Secondary survey
1) BTLS (Bentuk Tumor Luka Sakit) head to toe. Jelaskan dari kepala sampai
ekstremitas

a) Kepala: Bentuk kepala simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka
atau tidak, ada sakit ada tidak.
b) Mata: Bentuk mata simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka atau
tidak, ada sakit ada tidak.
c) Hidung: Bentuk hidung simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka
atau tidak, ada sakit ada tidak.
d) Telinga: Bentuk telinga simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka
atau tidak, ada sakit ada tidak.
e) Mulut: Bentuk mulut simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka
atau tidak, ada sakit ada tidak.
f) Leher: Bentuk leher simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka
atau tidak, ada sakit ada tidak.
g) Dada: Bentuk dada simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada luka atau
tidak, ada sakit ada tidak.
h) Punggung: Bentuk punggung simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada
luka atau tidak, ada sakit ada tidak.
i) Abdomen: Bentuk abdomen simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada
luka atau tidak, ada sakit ada tidak.
j) Genetalia: Bentuk genetalia simetris atau tidak, ada tumor atau tidak, ada
luka atau tidak, ada sakit ada tidak.
k) Ektermitas: Bentuk ekstremitas simetris atau tidak, ada tumor atau tidak,
ada luka atau tidak, ada sakit ada tidak.

2) Colok lubang: Ada sumbatan pada lubang hidung, telinga, mulut, anus atau
tidak.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

3) Cek tanda tanda vital. Tekanan darah normalnya 120/80 mmHg atau 110/70
mmHg, nadi normalnya 60-100 x/menit, respirasi normalnya 16-24 x/menit,
suhu normalnya 36,5ºC-37,5ºC.
4) Anamnesis KOMPAK

- Keluhan: Keluhan yang dirasakan saat ini


- Obat: Terakhir obat yang diminum
- Makanan: Terakhir makanan yang dimakan
- Penyakit: Penyakit penyerta seperti jantung, ginjal, dll
- Alergi: Ada alergi makanan/obat/lainnya atau tidak
- Kejadian: Mekanisme kejadiannya seperti apa

5) Pemeriksaan diagnostic
Cek darah lengkap

Nama Pemeriksaan Nilai Normal


Hematologi Rutin
- Hemoglobin
13.0 – 17.0 g/dL
- Hematokrit
40.0 – 52.0 %
- Leukosit
4,400 – 11,300 /uL
- Trombosit
150000 – 450000 /uL
Hitung jenis Leukosit
- Neutrofil batang 3–5%
- Neutrofil segmen 50 – 70 %
- Limfosit 25 – 40 %
- Monosit 2–8%
- Eosinofil 2–4%
- Basofil 0–1%

Kimia Klinik
Analisis Gas darah
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

- pH 7.350 – 7.450 mmHg


- PCO2 35.0 – 46.0 mmHg
- PO2 71.0 – 104.0 mmHg
- HC03 21.0 – 26.0 mmol/L
- Base Exces (Beb) (-2) – (-3) mmol/L
- O2 Saturasi (SO2) 94 – 100 mmol/L
- TCO2 24.0 – 31.0 mmol/L

Fungsi Ginjal
- Ureum 6.0 – 46.0 mg/dL
- Kreatinin 0.6 – 1.5 mg/dL

Elektrolit
- Natrium (Na)
135 – 148 mmol/L
- Kalium
3.30 – 5.30 mmol/L
- Klorida (Cl)
96 – 111 mmol/L

- Rontgen: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur


garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
- CT Scan: Mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
- MRI: Sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras
6) Transfer/Rujuk: Keadaan umum pasien membaik atau tidak, kesadaran
membaik atau tidak, GCS (E4, M6, V5) membaik atau tidak, tanda-tanda vital
(TD, Nadi, Respirasi, Suhu) membaik atau tidak, tindakan dan terapi apa saja
yang telah diberikan.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

10. Patoflow
Penyebab-penyebab trauma kepala
Cedera Kepala
Ekstra cranial Tulang kranium Intra cranial
Terputusnya jaringan otot, kulit Fraktur Tulang Laserasi/perdarahan
dan vascular Terputusnya kontinuitas tulang Jaringan otak
Gangguan suplai darah ke otak Nyeri Akut Cerebral hematome
Iskemik jaringan serebral Disfungsi batang otak
Penurunan Kapasits Adaptif Intrakranial Gangguan nervus 1-12
Gangguan Persepsi Sensori
Perdarahan serebral
Kerusakan jaringan otak
Perubahan sirkulasi CSS
Peningkatan TIK
Penurunan kesadaran
Penurunan reflek batuk
Penumpukan secret
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

11. Analisa Data


Masalah
Data Analisa Data & Patoflow
Keperawatan

Data Subjektif : - Penyebab-penyebab trauma D.0066


Data Objektif : kepala Penurunan
Mayor : Cedera kepala Kapasitas
Ekstra kranial Adaptif
- TD meningkat dan
Terputusnya jaringan otot, Intrakranial
tekanan nadi melebar
kulit, dan vaskular
- Bradikardia
Gangguan suplai darah ke
- Pola napas ireguler
otak
- Tingkat kesadaran
Iskemik jaringan serebral
menurun
Penurunan Kapasitas
- Respon pupil
Adaptif Intrakranial
melambag atau tidak
sama
- Reflex neurologis
terganggu
Minor
- Gelisah dan agitasi
- Muntah
- Tampak lesu/lemah
- Fungsi kognitif
terganggu
- TIK >20 mmHg
- Papiledema
- Postur deserebrasi
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

(ekstensi)
- Postur dekortikasi
(fleksi)

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma D.0001 Bersihan


Mayor : - kepala Jalan Napas
Cedera kepala Tidak Efektif
Minor :
Ekstra kranial
- Dipsnea
Terputusnya jaringan otot,
- Sulit bicara
kulit, dan vaskular
- Orthopnea
Perdarahan serebral
Kerusakan jaringan otak
Data Objektif :
Perubahan sirkulasi CSS
Mayor :
Peningkatan TIK
- Batuk tidak efektif
Penurunan kesadaran
- Tidak mampu batuk
Penurunan reflek batuk
- Sputum berlebih
Penumpukan secret
- Mengi, wheezing,
Bersihan Jalan Napas Tidak
dan/atau ronkhi kering
Efektif
Minor :
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas
berubah
- Pola napas berubah

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma D.0085


Mayor : kepala Gangguan
Cedera kepala Persepsi Sensori
- Mendengar suara
Intra kranial
bisikan/melihat
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

bayangan Laserasi/perdarahan jaringan


- Merasakan sesuatu otak
melalui indra perabaan, Serebral hematom
penciuman, dan Disfungsi batang otak
pengecapan Gangguan pada nervus 1-12
Minor : Gangguan Persepsi Sensori
- Menyatakan kesal
- Menyatakan senang
dengan suara-suara

Data Objektif :
Mayor : Bicara sendiri
Minor :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Distorsi sensori
- Disorientasi waktu,
tempat, orang dan
situasi
- Respon tidak sesuai
- Curiga
- Bersikap seolah
mendengar sesuatu
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir

Data Subjektif : Penyebab-penyebab trauma D. 0077 Nyeri


Mayor : kepala Akut
- Pasien mengeluh nyeri Cedera kepala
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

Minor : - Tulang cranium


Fraktur tulang
Data Objektif : Terputusnya kontinuitas
Mayor : tulang
- Tampak meringis Nyeri Akut
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur
Minor :
- Hipertensi
- Pola napas dan nafsu
makan berubah
- Proses berfikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
sendiri
- Diaphoresis

12. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul dan Prioritas Diagnosa


a. Penurunan Kapasitas Adaftif Intrakranial b.d edema serebral ditandai oleh TD
meningkat dan tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, tingkat
kesadaran menurun.
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d sekresi yang tertahan ditandai oleh
dipsnea, sulit bicara, orthopnea, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
frekuensi dan pola napas berubah.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2020-
2021

c. Ganggua Persepsi Sensori b.d hipoksia serebral ditandai oleh menyendiri,


melamun, konsentrasi buruk, distorsi sensori, disorientasi waktu, tempat, orang
dan situasi, dan respon tidak sesuai.
d. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik ditandai oleh pasien mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, hipertensi, pola napas dan nafsu makan berubah.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
No DX Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (SIKI) Rasional
(SDKI) (SLKI)
D.006 Penurunan SLKI label : L.06049 SIKI label : I.06194
6 Kapaitas Kapasitas Adaptif Manajemen Peningkatan Tekanan
Adaptif Intrakranial Inrakranial
Intrakranial Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
kapasitas adaptif intrakranial 1. Identifikasi penyebab TIK. 1. Untuk mengetahui adanya
terpenuhi dengan kriteria 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK yang akan
hasil : peningkatan TIK. menyebabkan gangguan
3. Monitor CVP. neurologi.
1. Tingkat kesadaran
4. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengetahui adanya
meningkat
5. Monitor status pernafasan. syok hipovolemik yang
2. Sakit kepala menurun
diitandai oleh CVP rendah
3. Sakit kepala menurun
3. Penurunan status pernafasan
4. TD dan tekanan nadi
menandakan adanya
membaik
gangguan pada pernafasan.
5. Bradikardia membaik
6. Pola napas membaik
Terapeutik
7. Reflex neurologis
membaik 1. Minimalkan stimulus dengan 1. Agar kondisi pasien tidak
8. Respon pupil membaik menyediakan lingkungan yang bertambah buruk.
tenang.
2. Berikan posisi semi fowler. 2. Posisi semi fowler dapat
menurunkan tekanan
intracranial.
3. Atur ventilator agar PaCO² optimal. 3. PaCO² yang tidak optimal
akan menyebabkan gagal
ventilasi akut.
D.000 Bersihan Jalan SLKI label : L.01001 SIKI label : I.01011
1 Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
bersihan jalan napas teratasi 1. Monitor pola, bunyi napas dan 1. Perubahan pola, bunyi
dengan kriteria hasil : sputum. napas, dan ada sputum
menandakan adanya
1. Batuk efektif
gangguan pada pernafasan.
meningkat
Terapeutik
2. Produksi sputum
1. Pertahankan kepatenan jalan napas 1. Posisi semi-fowler atau
menurun
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- fowler dan pemberian
3. Mengi, wheezing
thrust jika curiga trauma servikal). suction serta oksigen dapat
menurun
4. Frekuensi dan pola 2. Posisikan semi-fowler atau fowler. mengurangi sesak napas.
napas membaik 3. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik.
4. Berikan oksigen.
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif. 1. Membantu pasien secara
mandiri dalam membuang
Kolaborasi secret.
1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian obat tertentu
bronkodilator, ekspektoran, dapat membuat kapasitas
mukolitik, jika perlu. serapan oksigen meningkat.
D.008 Gangguan SLKI label : L.13123 SIKI label : I.08241
5 Persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan
Sensori Setelah diberikan askep
selama 3x24 jam diharapkan Observasi
persepsi sensori meningkat 1. Periksa status mental, status 1. Untuk mengetahui adanya
dengan kriteria hasil : sensori, dan tingkat kenyamanan gangguan pada persepsi
(mis nyeri, kelelahan). sensori.
1. Verbalisasi
mendengar bisikan
menurun
Terapeutik
2. Verbalisasi melihat
bayangan menurun 1. Diskusi tingkat toleransi terhadap 1. Untuk mengurangi
3. Verbalisasi beban sensori (mis bising, terlalu keparahan pada persepsi
merasakan sesuatu terang). sensori.
melalui indra 2. Batasi stimulus lingkungan (mis 2. Membatasi stimulus
penciuman, cahaya, suara, aktivitas). lingkungan dapat
pengecapan dan 3. Jadwalkan aktivitas harian dan memberikan rasa nyaman
perabaan menurun waktu istirahat. pada pasien.
4. Distorsi sensori 4. Kombinasikan tindakan dalam satu 3. Dengan melakukan aktivitas
menurun waktu, sesuai kebutuhan. dan tindakan dalam satu
5. Perilaku halusinasi waktu dapat meminimalkan
menurun gangguan pada persepsi
6. Respon sesuai sensori.
stimulus membaik Edukasi
1. Ajarkan cara meminimalisasi 1. Agar pasien dapat
stimulus (mis, mengatur menerapkan cara tersebut
pencahayaan ruangan, mengurangi dengan mandiri.
kebisingan, membatasi
pengunjung).

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan 1. Mengatasi gangguan
tindakan. persepsi sensori dapat
2. Kolaborasi pemberian obat yang dibantu dengan pemberian
mempengaruhi persepsti stimulus obat dan meminimalkan
tindakan.
D.007 Nyeri Akut SLKI label : L.08066 SIKI label : I.08238
7 Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Setelah diberikan askep
selama 6-8 jam diharapkan Observasi
nyeri teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui
hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas keparahan nyeri.
nyeri, skala nyeri, respon nyeri non
1. Keluhan nyeri
verbal.
meringis, gelisah,
2. Identifikasi factor yang memperberat 2. Untuk mengetahui pemicu
menarik diri, dan
dan memperingan nyeri, dan penetral terhadap nyeri.
anoreksia menurun .
pengetahuan dan keyakinan tentang
2. Frekuensi nadi, pola
nyeri.
napas, TD nafsu
3. Monitor efek samping penggunaan 3. Untuk mengetahui adanya
makan dan pola tidur
analgetik. alergi terhadap obat tertentu.
membaik
Terapeutik
1. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri. 1. Mengontrol lingkungan dan
2. Fasilitasi istirahat dan tidur. memfasilitasi istirahat dan
3. Pertimbangkan jenis dan sumber tidur dapat mengurangi rasa
nyeri dalam pemilihan strategi nyeri.
meredakan nyeri. 2. Intervensi sesuai keparahan
nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
1. Dengan adanya pengetahuan
pemicu nyeri serta strategi pemicu
tentang nyeri pasien dapat
nyeri.
meminimalkan rasa nyeri.
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
2. Membantu pasien dalam
mandiri dan menggunakan analgetik
memonitor dan
secara tepat.
menggunakan analgesic
Kolaborasi
secara mandiri.
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
1. Pemberian dosis analgesic
sesuai dengan keparahan
nyeri.
Dibawah ini adalah Evidance based Practice yang ditemukan terkait dalam menunjang
penanganan dan pengelolaan pada kasus cedera kepala :

1. (2017) Effect Of 30° Head-Up Position On Intracranial Pressure Change In


Patients With Head Injury In Surgical Ward Of General Hospital Of Dr. R.
Soedarsono Pasuruan
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan p-value 0,010 (<0,05) pada tingkat
kesadaran dan nilai p 0,031 (<0,05) pada tekanan arteri rata-rata, yang
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara statistik posisi head-
up 30 ° terhadap tingkat kesadaran dan tekanan arteri rata-rata.
2. (2020) Penerapan Teknik Head Up 30° Terhadap Peningkatan Perfusi Jaringan
Otak pada Pasien yang Mengalami Cedera Kepala Sedang
Hasil Penelitian: Setelah diberikan terapi peninggian kepala 30° pada Tn.A dan
Tn.I tidak mengalami sesak dibuktikan dengan RR dalam batas normal dan
peningkataan kesadaran.
3. (2019) Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien
Cedera Kepala Ringan
Hasil Penelitian: Hasil uji statistik menggunakan uji dependen t-test menunjukkan
ada pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap nyeri kepala pada cedera kepala
ringan (P value = 0,002; α<0,05).
DAFTAR PUSTAKA

Arif, H. K., & Atika, D. A. (2019). Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri
Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 10(2), 417–422.

dr. Iskandar, M.Kes. Sp. BS. Diagnosis Dan Penanganan Cedera Kepala Di Daerah Rural.
National symposium & workshop “Aceh Surgery Update 2” Banda Aceh 16 –17
September 2017.

Judha M & Rahil H. N (2011). System Pernafasan dalam Asuhan Keperawatan


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi ke 3. Jakarta :
Media Aesculapius.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta : Salemba Medika.

Pertami, S. B., Sulastyawati, S., & Anami, P. (2017). EFFECT OF 30° HEAD-UP
POSITION ON INTRACRANIAL PRESSURE CHANGE IN PATIENTS WITH
HEAD INJURY IN SURGICAL WARD OF GENERAL HOSPITAL OF Dr. R.
SOEDARSONO PASURUAN. Public Health of Indonesia, 3(3), 89–95.
https://doi.org/10.36685/phi.v3i3.131

Wahidin, N. S. (2020). Penerapan Teknik Head Up 30° Terhadap Peningkatan Perfusi


Jaringan Otak Pada Pasien Yang Mengalami Cedera Kepala Sedang. Nursing Science
Journal NSJ, 1(1), 7–13.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai