Anda di halaman 1dari 9

CIDERA KEPALA RINGAN

A. Definisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama
kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali
mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler
atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. (Morton,2012).
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar
penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala
hematoma abrasi dan laserasi (Mansjoer,2013). Cedera kepala ringan
dapat menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat
merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa
saat (Marton,2012).

B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2014), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1. Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dn deselerasi)
2. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3. Kecelakaan lalu lintas
4. Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5. Terjatuh
6. Benturan langsung dari kepala
7. Kecelakaan pada saat olahraga
8. Kecelakaan industri

C. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi
tiga, yaitu cedera kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat
merasa mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa
saat. Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang
sama, namun dalam waktu yang lebih lama.
Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka
panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat.
Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat
dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik fungsi
fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera
kepala terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera
menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai
jaringan otak.Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bil cedera yang
terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak
mengenai otak secara langsung.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto,2014 manifestasi klinis pada cidera kepala ringan,
yaitu :
1. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
2. Setelah sadar timbul nyeri
3. Pusing
4. Muntah
5. GCS : 13-15
6. Tidak terdapat kelainan neurologis
7. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
8. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
9. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap
E. Patofisilogi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun
otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan Kepala
yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
3. Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera
kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak,
deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre
coup dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan
kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian
dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak
pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari
tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari
tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan (Smeltzer dan Bare, 2015).
F. Pathway /Woc
Kecelakaan / jatuh

Cedera Kepala

Ekstrakranial
Intrakranial
Terputusnya koentinuetas jaringan
Jaringan otak rusak
Kulit, otot dan vaskuler
Gangguan autoregulasi MK : Gangguan
Perubahan Integritas kulit /
jaringan

Proteregulasi
Perdarahan hematoma
Proses dalam metabolisms
Kejang
MK : Nyeri akut
Otak terganggu
Penurunan suplai oksigen Bedrest total MK :
Gangguan suplai darah Perubahan pola napas Resiko
MK : Injury
Iskemia Sesak Gangguan
Hipoksia Mobilitas
fisik
Penurunan nafsu makan
MK : Risiko Perfusi MK : Pola Napas
Serebral Tidak Tidak Efektif
Efektif
MK : Defisit Nutrisi

(Morton,2012).
G. Penatalaksanaan
1. Pada Keperawatan
a) Observasi 24 jam
b) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c) Berikan terapi intravena bila ada indikasi
d) Pada anak diistirahatkan atau tirah baring
2. Medis
a) Terapi obat-obatan
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
b) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20
% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %
c) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol
d) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom
sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
e) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan
dan MRI (Satynagara, 2014).

H. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
a) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
b) Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang.
c) Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga
sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa pasien.
2. Pengkajian persistem Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
TTV
 Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun
frekuensi, nafas bunyi ronchi.
 Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat,
denyut nadi bradikardi kemuadian takikardi
 Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
 Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan
mengalami perubahan selera
 Sistem muskuloskletal Kelemahan otot, deformasi
 Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan Tanda : perubahan kesadaran sampai
koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagai tubuh
3. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
 Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
 Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese,
kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah
keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus septik
 Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
 Integritas ego
 Eliminasi
 Nyeri dan kenyamanan
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Pola napas tidak efektif b.d gangguan neurologis
3. Gangguan integritas kulit / jaringan b.d faktor mekanis

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan SIKI: Manajemen nyeri
pencedera fisik tindakan keperawatan Observasi
3 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi karakterstik,
diharapkan tingkat durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri menurun intensitas nyeri
dengan kriteria hasil 2. Identifikasi factor yang
SLKI : Tingkat memperberat dan memperingan
nyeri nyeri
Keluhan nyeri : 5 Terapeutik
Gelisah : 5
Kesulitan tidur :5 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Keterangan Edukasi
1 : Meningkat 4. Ajarkan tekhnik non
2 : cukup meningkat farmakologis untuk mengurangi
3 : sedang rasa nyeri
4 : cukup menurun Kolaborasi
5 : menurun 5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
2 Pola napas tidak
efektif b.d
gangguan SIKI : Pemantauan respirasi
neurologis Setelah dilakukan Tindakan :
tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi,
3 x 24 jam irama,kedalaman, dan upaya napas
diharapkan tingkat 2. Monitor pola napas
nyeri menurun SIKI : Manajemen jalan napas
dengan kriteria hasil Tindakan
SLKI : Pola Napas 3. Posisikan semi fowler/ fowler
Penggunaan otot 4. Berikan minum hangat
bantu napas : 5
1: Meningkat
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun
Frekuensi napas :5
Keterangan
1 : memburuk
2 : cukup memburuk
3. 3.sedang
Gangguan integritas 4. cukup membaik
4. kulit / jaringan b.d 5. membaik
factor mekanis SIKI : perawatan luka
Observasi :
1. Monitor karakteristik luka ( mis,
Setelah dilakukan drainase, warna, ukuran, bau )
tindakan keperawatan 2. Monitor tanda – tanda infeksi
selama 2 x 24 jam Terapeutik
diharapkan integritas 3. Lepaskan balutan dan plester
kulit dan jaringan secara perlahan
meningkat, dengan 4. Bersihkan jaringan nekrotik
kriteria hasil : 5. Berikan salep sesuai kulit atau
SLKI : lesi
INTEGRITAS 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
KULIT DAN 7. Pertahankan teknik steril saat
JARINGAN melakukan perawatan luka
Perfusi jaringan : 5 Edukasi
Kerusakan jaringan : 8. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5 Kolaborasi
Nyeri : 5 9. Kolaborasi pemberian analgetik
Nekrosis : 5
DAFTAR PUSTAKA
Morton, Gallo, Hudak. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 & 2. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Tarwoto, 2014. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.
PPNI, T. P. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI.
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI
PPNI, T. P. 2019 . Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Smeltzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai