Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KAPITIS SEDANG

DI RUANGAN MAWAR RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH :
RINA
2021032086

CI INSTITUSI CI LAHAN

Dr. Surianto, S.Kep.,Ns.,M.P.H Nova Ningsih S.Kep.Ns


Nik.20080902007 Nip.198011232007012009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
BAB I
TRAUMA KEPALA
1. Konsep Teori
A. Definisi
Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (Price, 2005).
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,
emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan trauma
mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat
temporer maupun permanen.
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi).
D. Patofisiologi dan Pathway
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala
tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa
lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh
otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya
kontinuitas jaringan Terputusnya Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang

Gangguan suplai -Perubahan outoregulasi


darah Resiko Nyeri -Odem cerebral
infeksi
-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1.Bersihan jln.


Gangg. Neurologis
nafas
fokal 2.Obstruksi jln.
nafas
Peningkatan TIK Mual – muntah 3.Dispnea
Papilodema 4.Henti nafas
Pandangan kabur Defisit Neurologis 5.Perub. Pola
Penurunan fungsi nafas
pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser
Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon Resiko injuri


Resiko gangg.
tertekan
integritas kulit
Immobilisasi
Gangg. kesadaran Kurangnya
Cemas perawatan diri

(Price and Wilson)


E. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
G. Penatalaksanaan Klinik
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
2. Konsep asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
4. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar 
tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
5. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
7. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
b) CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
c) Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
d) MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
e) Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
f) Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
g) Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
9. Farmakologi
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat
itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour).
Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg
berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis
pada penderita trauma saraf spinal akut.

b. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos-
coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer

c. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Mempertahan- Independent:
perfusi jaringan kan dan 1. Monitor dan catat 1. Refleks membuka mata
otak memperbaiki status neurologis menentukan pemulihan tingkat
sehubungan tingkat dengan meng- kesadaran. Respon motorik
dengan udem kesadaran fungsi gunakan metode menentukan kemampuan
otak motorik. GCS. berespon terhadap stimulus
eksternal dan indikasi keadaan
Kriteria hasil : kesadaran yang baik. Reaksi
Tanda-tanda pupil digerakan oleh saraf
vital stabil, tidak kranial oculus motorius dan
ada peningkatan untuk menentukan refleks
intrakranial batang otak. Pergerakan mata
membantu menentukan area
cedera dan tanda awal
peningkatan tekanan
intracranial adalah
terganggunya abduksi mata.
2. Monitor tanda- 2. Peningkatan sistolik dan
tanda vital tiap penurunan diastolik serta
30 menit. penurunan tingkat kesadaran
dan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya
peningkatan metabolisme
sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda
keadaan syok akibat
perdarahan.

3. Pertahankan 3. Perubahan kepala pada satu sisi


posisi kepala dapat menimbulkan penekanan
yang sejajar dan pada vena jugularis dan
tidak menekan. menghambat aliran darah otak,
untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.

4. Hindari batuk 4. Dapat mencetuskan respon


yang berlebihan, otomatik peningkatan
muntah, intrakranial.
mengedan,
pertahankan
pengukuaran urin
dan hindari
konstipasi yang
berkepanjangan

5. Observasi kejang
dan lindungi 5. Kejang terjadi akibat iritasi
pasien dari cedera otak, hipoksia, dan kejang dpt
akibat kejang. meningkatkan tekanan
intrakrania.
Kolaborasi:
6. Berikan oksigen
sesuai dengan
kondisi pasien. 6. Dapat menurunkan hipoksia
otak.
7. Berikan obat-
obatan yang
diindikasikan 7. Membantu menurunkan tekanan
dengan tepat dan intrakranial secara biologi/kimia
benar . seperti osmotik diuritik untuk
menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan
udem otak, steroid (dexame-
tason) utk menurunkan
inflamasi, menurunkan edema
jaringan. Obat anti kejang utk
menu-runkan kejang, analgetik
untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan
tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang
dapat mening-katkan pemakaian
oksigen otak.

Tidak efektifnya Mempertahan- Independent:


pola napas kan pola napas 1. Hitung 1. Pernapasan yang cepat dari
sehubungan yang efektif pernapasan pasien dapat menimbulkan
dengan depresi melalui pasien dalam satu alkalosis respiratori dan
pada pusat ventilator. menit pernapasan lambat
napas di otak. meningkatkan tekanan Pa Co2
Kriteria dan menyebabkan asidosis
evaluasi respiratorik.
Penggunaan otot
bantu napas 2. Cek pemasangan 2. Untuk memberikan ventilasi
tidak ada, tube yang adekuat dalam pemberian
sianosis tidak tidal volume.
ada atau tanda- 3. Observasi ratio
tanda hipoksia inspirasi dan 3. Sebagai kompensasi ter-
tdk ada dan gas ekspirasi pada perangkapnya udara ter-hadap
darah dalam fase ekspirasi gangguan pertukaran gas.
batas-batas biasanya 2 x
normal. lebih panjang dari
inspirasi

4. Perhatikan 4. Keadaan dehidrasi dapat


kelembaban dan mengeringkan sekresi/cairan
suhu pasien paru sehingga menjadi kental
dan meningkatkan resiko
infeksi.
5. Cek selang
ventilator setiap 5. Adanya obstruksi dapat
waktu (15 menit) menimbulkan tidak ade kuatnya
pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara
yang tidak adekuat.
6. Siapkan ambu
bag tetap berada 6. Membantu memberikan
di dekat pasien ventilasi yang adekuat bila ada
gangguan pada ventilator.
Tidakefektifnya Mempertahan- Independent:
kebersihan jalan kan jalan napas 1. Kaji dengan ketat 1. Obstruksi dapat disebabkan
napas dan mencegah (tiap 15 menit) pengumpulan sputum,
sehubungan aspirasi kelancaran jalan perdarahan, bronchospasme
dengan napas. atau masalah terhadap tube.
penumpukan Kriteria
sputum Evaluasi 2. Evaluasi
Suara napas pergerakan dada 2. Pergerakan yang simetris dan
bersih, tidak dan auskultasi suara napas yang bersih indikasi
terdapat suara dada (tiap 1 pemasangan tube yang tepat dan
sekret pada jam ). tidak adanya penumpukan
selang dan
bunyi alarm sputum.
karena pe- 3. Lakukan
ninggian suara pengisapan lendir 3. Pengisapan lendir tidak selalu
mesin, sianosis dengan waktu rutin dan waktu harus dibatasi
tidak ada. kurang dari 15 untuk mencegah hipoksia.
detik bila sputum
banyak.

4. Lakukan
fisioterapi dada 4. Meningkatkan ventilasi untuk
setiap 2 jam. semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran
serta pelepasan sputum.
Gangguan Kebutuhan dasar Independent :
pemenuhan pasien dapat ter- 1. Berikan 1. Penjelasan dapat mengu-rangi
ADL penuhi secara penjelasan tiap kecemasan dan meningkatkan
sehubungan dgn adekuat. kali melakukan kerja sama yang dilakukan pada
penurunan tindakan pada pasien dengan kesadaran penuh
kesadaran Kriteria hasil : pasien. atau menurun.
(soporos-coma) Kebersihan
terjaga, 2. Kebersihan perorangan,
kebersihan 2. Beri bantuan eliminasi, berpakaian, mandi,
lingkungan ter- untuk memenuhi membersihkan mata dan kuku,
jaga, nutrisi kebersihan diri. mulut, telinga, merupakan
terpenuhi sesuai kebutuhan dasar akan
dengan kenyamanan yang harus dijaga
kebutuhan, oleh perawat untuk
oksigen adekuat. meningkatkan rasa nyaman,
mencegah infeksi dan
keindahan.

3. Berikan bantuan 3. Makanan dan minuman


untuk memenuhi merupakan kebutuhan sehari-
kebutuhan nutrisi hari yang harus dipenuhi untuk
dan cairan. menjaga kelangsungan
perolehan energi. Diberikan
sesuai dengan kebutuhan pasien
baik jumlah, kalori, dan waktu.

4. Keikutsertaan keluarga
4. Jelaskan pada diperlukan untuk men-jaga
keluarga tindakan hubungan klien - keluarga.
yang dapat Penjelasan perlu agar keluarga
dilakukan untuk dapat memahami peraturan
menjaga yang ada di ruangan.
lingkungan yang
aman dan bersih.
5. Lingkungan yang bersih dapat
5. Berikan bantuan mencegah infeksi dan
untuk memenuhi kecelakaan.
kebersihan dan
keamanan ling-
kungan.
Kecemasan Kecemasan Independent:
keluarga keluarga dpt 1. Bina hubungan 1. Untuk membina hubungan
sehubungan berkurang saling percaya. terapeutik perawat-keluarga.
keadaan yang Dengarkan dengan aktif dan
kritis pada pa- Kriteri empati, keluarga akan merasa
sien. evaluasi : diperhatikan.
Ekspresi wajah
tidak menunjang 2. Beri penjelasan 2. Penjelasan akan mengu-rangi
adanya kece- tentang semua kecemasan akibat
masan. Keluarga prosedur dan ketidaktahuan. Berikan
mengerti cara tindakan yang kesempatan pada keluarga
berhubungan akan dilakukan untuk bertemu dengan klien.
dgn pasien. pada pasien. Mempertahankan hubungan
Pengetahuan pasien dan keluarga.
keluarga me-
ngenai keadaan, 3. Berikan dorongan 3. Semangat keagamaan dapat
pengobatan dan spiri-tual untuk mengurangi rasa cemas dan
tindakan keluarga. meningkatkan keimanan dan
meningkat. ketabahan dalam menghadapi
krisis.
Potensial Gangguan Independent:
gangguan integritas kulit 1. Kaji fungsi 1. Untuk menetapkan
integritas kulit tidak terjadi motorik dan kemungkinan terjadinya lecet
sehubungan sensorik pasien pada kulit.
dengan dan sirkuasi
immobilisasi, perifer
tidak
adekuatnya 2. Kaji kulit pasien 2. Keadaan lembab akan
sirkulasi perifer. setiap 8 jam : memudahkan terjadinya
palpasi pada kerusakan kulit.
daerah yang
tertekan.

3. Ganti posisi 3. Dalam waktu 2 jam


pasien setiap 2 diperkirakan akan terjadi
jam. Berikan penurunan perfusi ke jaringan
posisi dalam sekitar. Maka dengan
sikap anatomi mengganti posisi setiap 2 jam
dan gunakan dapat memperlancar sirkulasi
tempat kaki untuk tersebut. Dengan posisi anatomi
daerah yang maka anggota tubuh tidak
menonjol. mengalai gangguan, khususnya
masalah sirkulasi /perfusi
jaringan. Mengalas bagian yang
menonjol guna mengurangi
penekanan yang mengakibatkan
lesi kulit.

4. Meningkatkan sirkulasi dan


4. Pertahankan elastisitas kulit dan mengurangi
kebersihan dan kerasakan kulit.
kekeringan
pasien : massage
dengan lembut di
atas daerah yang
menonjol setiap 2
jam sekali.
5. Pertahankan alat-
alat tenun tetap
bersih dan 5. Dapat mengurangi proses
tegang. penekanan pada kulit dan
menjaga kebersihan kulit.
6. Kaji daerah kulit
yang lecet untuk
adanya eritema, 6. Sebagai bagian untuk
keluar cairan memperkirakan tindakan
setiap 8 jam. selanjutnya.

7. Berikan
perawatan kulit
pada daerah yang
rusak / lecet 7. Untuk mencegah bertambah
setiap 4 - 8 jam luas kerusakan kulit.
dengan
menggunakan
H2O2.

IMPLEMENTASI
Dimana sesorang perawat melakukan tindakan yang telah di rencanakan sesuai
dengan SDKI,SIKI, SLKI yang telah di buat.

EVALUASI
dimana seorang perawat mengevaluassi keadaan pasoien setelah di berikan
tindakan keperawatan dalam bentuk SOAP yang artinya :
Subjek : keuhan yang didapat dari pasien atau keluarga pasien setelah
dilakukan tindakan
Objek : hasil yang di dapat dari penglihatan seorang perawat atau hasil
dari Pemeriksaan
Assement : masalah yang belum teratasi misal diare
Pleaning : rencana selanjutnya untk pasien tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta : EGC.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.
Jakarta : EGC.

Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS TRAUMA KAPITIS
SEDANG PADA Ny.N DI RUANGAN MAWAR
RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH :
RINA
2021032086

CI INSTITUSI CI LAHAN

Dr. Surianto, S.Kep.,Ns.,M.P.H Nova Ningsih S.Kep.Ns


Nik.20080902007 Nip.198011232007012009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022

Anda mungkin juga menyukai