Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)

I. Konsep Penyakit Trauma Kepala


I.1 Definisi Trauma Kepala
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Batticaca, 2008).

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak. (Batticaca
Fransisca, 2008).

Cedera Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter) atau
tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura. (Elizabeth. j. corwin).

Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam fungsi


mental atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke kepala. (Medscape, 2009)

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


I.2 Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera aksederasi, deselerasi, akselerasi-
dereselasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera Akselerasi terjadi jika proyek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan kekepala).
b. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentuk obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur
kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselarasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
d. Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/ benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak (Amin & Hardhi
K, 2015).

I.3 Tanda dan Gejala


Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian, menurunnya
kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif yang tinggi,
hemiparesis, kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur,
gangguan bicara, hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi aliran
darah, inflamsi, edema, peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi dalam
waktu singkat (Price. 2003).
Tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh
kondisinya.

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak,
hipotonia.

b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
d. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat), parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial), gangguan dalam
penglihatan seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang
berat sehingga menjadi koma, delusi dan halusinasi/psikosis
organik (ensefalitis)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku, nyeri pada
gerakan okular, fotosensitivitas, sakit tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah, menangis/
mengaduh/ mengeluh.
g. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


I.4 Patofisiologi
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala terbuka
mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak.
Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat
menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala
hebat dan menekan pusat refleks muntah dimedulla yang mengakibatkan
terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar intake
dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak
menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi cerebral
sehingga koordinasi motorik terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan
perfusi jaringan serebral.

Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan


tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan mediator
histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian
diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks serebri sampai
nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka (robek
dan lecet)mengalami kontak dengan benda asing akan memudahkan terjadinya
infeksi bakteri pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hamper sama dengan
perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
(Elizabeth, J. 2001).

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


TRAUMA KEPALA

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputus kontinuitas Resiko Pendarahan Terputus kontinuitas jaringan Jaringan otak rusak
jaringan kulit otot, dan (kontusio laserasi)
tulang
vaskuler

- Perubahan autoregulasi
Resiko infeksi Nyeri akut - Oedema serebral
- Pendarahan Ganggaun suplai darah
- Hemastoma

Iskemia Kerusakan memori Kejang

Perubahan sirkulasi CSS


Resiko ketidakefektifan
Hipoksia - Bersihan jalan nafas
perfusi jaringan otak Gangguan neurologis vokal
Peningkatan TIK - Obstruksi jalan nafas
- Dispnea
Resiko kekurangan volume Deficit neurologis - Henti nafas
Gilus medialis lobus temporalis - Mual Muntah cairan - Perubahan pola napas
tergeser - Papilodema
- Pandangan kabur Gangguan persepsi sensori
- Penurunan fungsi
- Pendengaran Kompresi medulla oblongata
Herniasi unkus Ketidakefektifan bersihan
- Nyeri kepala
jalan nafas

Mesenfalon tertekan Resiko Cedera Tonsil cerebru, bergeser


Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)
Gangguan kesadaran Imobilisasi Hambatan mobilitas fisik

Ansietas
I.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
b. Angiorafi serebral.
c. Pemeriksaan MRI
d. CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan
GCS lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/m), fraktur
impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3
hari perawatan dan luka tembut akibat benda tajam atau peluru (Amin &
Hardhi, 2015).

I.6 Komplikasi
a. Hemorhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat,
dan sel neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis cedera otak
sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera,
atau dapat menurun setelahnya ketiak hematoma meluas dan edema
interstisial memburuk.
b) Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi
dan tetap ada. (Elizabeth J Corwin).

I.7 Penatalaksanaan
Penaganan cedera kepala (Satyanegara, 2010).
1. Stabilitasi kordiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-
Breating-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderung memperhebat peningkatan TIK dan menghasilkan prognosis
yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan instubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


4. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata motorik, verbal, pupil,
reflek okulosefalik dan reflex okulover tubuler. Penilaian neurologis kurang
bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
6. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti : sken tomografi computer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.

II. Rencana Asuhan Pasien Dengan Trauma Kepala


II.1 Pengkajian
a. Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan
pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing, Circulation)

Data
Pengkajian Masalah
Objektif Subjektif
Airway - Terdapat Pasien Bersihan jalan
sumbatan atau mengatkan nafas tidak
penumpukan tidak bisa efektif
secret. mengeluarkan
- Adanya suara sekretnya
nafas
tambahan :
terdengar
adanya suara
snoring
(+)
Breathing - Perubahan Pasien Pola nafas tidak
frekuensi mengatakan efektif
nafas merasa sesak
(Takipnea). atau sulit
- Irama nafas bernafas
abnormal
(cepat dan
dangkal).
- Nafas
spontan tetapi
tidak
adekuat.
Circulation - Perubahan Risiko
tekanan darah kekurangan
- Perubahan volume cairan
frekuensi
jantung
(takikardia)
- Akral dingin

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


- Hidung dan
mulut
mengeluarka
n darah atau
perdarahan
massif
- Anemis (+)
Disability - Mata : pupil Pasien - Perfusi
anisokor mengatakan jaringan
- Reaksi merasa (serebral)
cahaya lemas/lemah, tidak efektif
menurun mual dan - Nyeri akut
- Penurunan terasa nyeri - Mual
GCS pada kepala - Gangguan
- Peningkatan mobilitas
TIK fisik
- Kerusakan - Gangguan
system saraf komunikasi
pusat atau verbal
neuromuskul - Gangguan
ar persepsi
sensori
- Risiko cedera

Eksposure Kepala terdapat Risiko Infeksi


lesi

b. Pengkajian Dasar
1) Identitas pasien
- Tgl/jam
- Ruangan
- No RM
- Diagnosa medic
- Nama pasien
- Umur
- Jenis kelamin
- Status perkawinan
- Sumber informasi
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Suku/bangsa
- Alamat

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


2) Riwayat sakit dan kesehatan
- Keluhan utama saat MRS
- Keluhan utama saat pengkajian
- Riwayat penyakit saat ini
- Riwayat alergi
- Riwayat pengobatan
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat penyakit keluarga

c. Pengkajian Berdasarkan Persistem

Data
Pengkajian Masalah
Objektif Subjektif
Breathing - Adanya - Bersihan
Suara nafas jalan nafas
tambahan : tidak efektif.
terdengar - Pola nafas
adanya suara tidak efektif.
snoring (+)
- Perubahan
frekuensi
nafas.
- Irama nafas
abnormal
(cepat dan
dangkal).
- Nafas
spontan
tetapi tidak
adekuat

Blood - Perubahan - Perfusi


tekanan jaringan
darah. (seberal)
- Perubahan tidak efektif.
kedalaman - Risiko
dan irama kekurangan
nadi volume
- Perubahan cairan.
frekuensi - Pk Shok
jantung hipovolemi
(takikardia)
- Akral dingin
- Hidung dan
mulut
mengeluarka
n darah atau
perdarahan

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


masif
- Anemis (+)

Brain - Kepala - Perfusi


terdapat lesi jaringan
- CT Scan (serebral)
Kepala : tidak efektif.
cedera otak - Nyeri akut.
berat - Mual
- Penurunan - Gangguan
GCS mobilitas
- Peningkatan fisik
TIK - Gangguan
- Kerusakan komunikasi
system saraf verbal
pusat atau - Gangguan
neuromuskul persepsi
ar sensori
- Risiko
infeksi
- Risiko
cedera

d. Pengkajian Terus Menerus


Dikaji saat perawatan pada pasien secara kontinu

II.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler atau
alveolar karena peningkatan TIK.
II.2.1 Definisi
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan penerimaan nutrisi
ke jaringan pada tingkat kapiler.
II.2.2 Batasan Kareakteristik
a. Perubahan status mental
b. Perubahan perilaku
c. Kesulitan menelan
d. Kelemahan
e. Ketidaknormalan dalam berbicara
II.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Gangguan aliran arteri atau vena

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


Diagnosa 2 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
pembentukan lendir/secret.
II.2.4 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas
II.2.5 Batasan Kareakteristik
a. Suara nafas tambahan seperti ronchi
b. Kesulitan untuk berbicara
II.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Spasme Jalan Nafas

II.3 Perencanaan

Nursing
Nursing Intervention
Diagnosa Outcome
Classification Rasional
Keperawatan Classification
(NIC)
(NOC)
Ketidakefektifa Tujuan : Mandiri : Mandiri :
n perfusi 1. Status 1. Kaji tanda-tanda 1. Pengkajian
jaringan serebral Sirkulasi vital : tanda – tanda
berhubungan 2. Status vital
dengan Perfusi mengindikasik
kerusakan jaringan an :
transportasi serebral - Peningkata
oksigen - Pantau tekanan n tekanan
melewati Status darah, catat darah
membran Sirkulasi adanya sistemik
kapiler atau - Tekanan hipertensi yang diikuti
alveolar karena darah dalam sistolik dan oleh
peningkatan batas normal tekanan nadi. penurunan
TIK. Kekuatan tekanan
nadi dalam darah
batas normal diastolic
- Rata – rata (nadi yang
tekanan membesar)
darah dalam merupakan
batas norma tanda
- Tekanan terjadinya
vena sentral peningkata
dalam batas n TIK
normal
- Tidak ada - Frekuensi - Perubahan
hipotensi jantung, catat pada ritme
ortostatik adanya (paling
- Tidak ada bradikardia, sering
bunyi takikardia, atau bradikardia
jantung bentuk disritmia ) dan
tambahan lainnya disritmia

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


- Tidak ada dapat
angina timbul yang
- Tidak ada mencermin
hipotensi kan adanya
ortostatik depresi/trau
- AGD dalam ma batang
batas normal otak pada
- Perbedaan pasien yang
O2 arteri dan tidak
vena dalam mempunyai
batas normal kelainan
- Tidak ada jantung
suara nafas sebelumnya
tambahan.
- Kekuatan 2. Mengkaji
pulsasi 2. Kaji tingkat adanya
perifer kesadaran dengan kecenderungan
- Tidak GCS pada tingkat
pelebaran kesadaran dan
vena potensial
- Tidak ada peningkatan
edema TIK dan
perifer bermanfaat
dalam
Perfusi menentukan
Jaringan lokasi,
Serebral perluasan, dan
- Pengisisan perkembangan
capilary kerusakan SSP.
refill.
- Kekuatan 3. Reaksi pupil
pulsasi 3. Evaluasi keadaan diatur oleh
perifer distal pupil, catat saraf kranial III
- Kekuatan ukuran, ketajaman, (okulomotor)
pulsasi kesamaan antara dan berguna
perifer kiri dan kanan, dan untuk
proksimal reaksinya terhadap menentukan
- Kesimetrisan cahaya. apakah batang
pulsasi otak masih
perifer baik.
proksimal Ukuran/kesama
- Tingkat an ditentukan
sensasi oleh
normal keseimbangan
- Warna kulit antara
normal persarafan
- Kekuatan simpatis dan
fungsi otot parasimpatis.
- Keutuhan Respon
kulit terhadap
- Suhu kulit cahaya
hangat mencerminkan
- Tidak ada fungsi yang
edema perifer terkombinasi

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


- Tidak ada dari saraf
nyeri pada kranial optikus
ekstremitas dan
okulomotor.
Kriteria Hasil :
Setelah
dilakukan 4. Kepala yang
intervensi 4. Pertahakan miring pada
selama kepala/leher pada salah satu sisi
…… x 24 jam posisi tengah atau menekan vena
menunjukkan pada posisi netral, jugularis
status sirkulasi, hindari pemakaian menghambat
yang dibuktikan bantal besar pada aliran darah
dengan : kepala. vena, yang
1. Tekanan selanjutnya
darah sis- akan
tolik dan meningkatkan
diastolik TIK
dalam
rentang yang 5. Meningkatkan
diharapkan. 5. Tinggikan kepala aliran balik
2. Tidak ada pasien 15- vena dari
ortostatik 45°sesuai kepala
hipotensi indikasi/yang sehingga akan
3. Tidak ada dapat ditolerir mengurangi
tanda- tanda kongesti dan
Peningkatan edema atau
TIK risiko
4. Pasien terjadinya
mampu peningkatan
berkomunik TIK
asi dengan
jelas dan 6. Menentukan
sesuai 6. Monitor BGA kecukupan
kemampuan dan/atau saturasi pernapasan
5. Pasien O2. (kemunculan
menunjukka dari hipoksia/
n perhatian, asidosis) dan
konsentrasi, mengindikasik
dan an kebutuhan
orientasi. akan terapi;
6. Pasien adekuatnya
mampu oksigen sangat
memproses penting dalam
informasi mempertahank
7. Pasien an metabolisme
mampu otak
membuat
keputusan Kolaborasi :
dengan 7. Memberikan
benar obat sesuai
8. Tingkat Kolaborasi : indikasi :
kesadaran 7. Berikan obat - Diuretik
Pasien sesuai indikasi : dapat

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


membaik - Diuretik, mis. digunakan
manitol, pada fase
furosemid akut untuk
- Steroid, mis. menurunka
deksametason, n TIK.
metal - Menurunka
prednisolon, n inflamasi
- Antikonvulsan, - Obat
mis. fenitoin pilihan
- Analgesik untuk
- Sedatif mengatasi
- Antipiretik dan
mencegah
terjadinya
aktivitas
kejang
- Dapat
diindikasik
an untuk
menghilang
kan nyeri
dan dapat
berakibat
negatif
pada TIK
tetapi harus
digunakan
dengan
hati-hati
untuk
mencegah
gangguan
pernapasan
- Dapat
digunakan
untuk
mengendali
kan
kegelisahan
, agitasi
- Menurunka
n atau
mengendali
kan
- demam dan
meningkata
kan
metabolism
e serebral
atau
peningkata
n
kebutuhan
terhadap

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


oksigen

8. Menurunkan
hipoksemia,
yang mana
8. Kolaborasi dapat
pemberian meningkatkan
oksigen vasodilatasi
dan volume
darah serebral
yang
meningkatkan
TIK.

Ketidakefektifa 1. Respiratory Mandiri : Mandiri :


n bersihan jalan status : 1. Kaji kepatenan 1. Obstruksi
nafas Airway jalan nafas dapat
berhubungan patency disebabkan
dengan oleh
pembentukan Kriteria Hasil: akumulasi
lendir/secret. Setelah sekret,
dilakukan perlengketan
tindakan mukosa,
keperawatan perdarahan,
….. x 24 jam spasme
diharapkan bronkus, dan/
pasien mampu atau masalah
menunujukkan dengan posisi
Status trakeostomi/se
Pernapasan: lang
Kepatenan jalan endotrakeal
napas yang
dibuktikan 2. Evaluasi gerakan 2. Gerakan dada
dengan: dada dan simetris
- Mengeluark auskultasi untuk dengan bunyi
an secret bunyi nafas nafas melalui
secara bilateral area paru
efektif [5]. menunjukkan
- Mempunyai letak selang
irama dan tepat/ tak
frekuensi menutup jalan
dalam nafas.
rentang Obstruksi
normal [5] jalan nafas
- Pada bawah (mis.
pemeriksaan Pneumonia/at
Asukultasi elektasis)
suara napas menghasilkan
jernih [5] perubahan
- Menunjukka pada bunyi
n jalan nafas nafas seperti
yang paten ronchi, mengi.
(Pasien tidak
merasa 3. Awasi letak selang 3. Selang

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


tercekik) [5] endotrakeal endotrakeal
dapat masuk
Keterangan: ke bronkus
[1 : Gangguan kanan,
ekstrim, 2 : sehingga
berat, 3 : menghambat
Sedang, 4 : aliran udara
ringan, 5 : ke paru kiri
Tidak ada dan pasien
gangguan] berisiko untuk
pneumothorak
tegangan

4. Catat peningkatan 4. Pasien


dispnea, secret intubasi
terlihat pada selang biasanya
endotrakeal/trakeo mengalami
stomi, suara nafas reflek batuk
tambahan (rales, tak efektif
ronchi, wheezing, atau pasien
crakels, snoring) dapat
mengalami
gangguan
neuromuskule
r atau
neurosensori

5. Hisap sekret sesuai 5. Penghisapan


kebutuhan, batasi tidak harus
penghisapan 15 rutin, dan
detik atau kurang lamanya harus
dibatasi untuk
menurunkan
bahaya
hipoksia

6. Ubah 6. Meningkatkan
posisi/berikan drainase
cairan dalam sekret dan
kemampuan ventilasi pada
individu semua segmen
paru,
menurunkan
risiko
atelektasis

7. Ubah posisi/ 7. Meningkatkan


berikan cairan ventilasi pada
dalam kemampuan semua segmen
individu paru dan alat
drainase
sekret

Kolaborasi : Kolaborasi :

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)


8. Berikan 8. Meningkatkan
bronkodilator IV ventilasi dan
dan aerosol sesuai membuang
indikasi sekret dengan
relaksasi otot
halus/spasme
bronkus

III. Daftar Pustaka


Amin. H.N. & Hardhi K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Ed. Revisi Jilid.2. Yogyakarta :
Mediaction Jogya.
Batticaca Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.
https://goodnerscom.files.wordpress.com/2016/03/asuhan-keperawatan-pada-Pasien-
dengan-trauma-kepala1.pdf
http://dokumen.tips/documents/lp-trauma-kepala.html
Satyanegara. (2010). Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka
Utama.
Suriadi & Rita Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta:
CV Sagung Seto.

Banjarmasin, Juni 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Izma Daud, Ns., M.Kep .....................................

Amin. H.N. & Hardhi K. (2015)

Anda mungkin juga menyukai