Anda di halaman 1dari 11

TRAUMA KEPALA

2.1 Definisi Trauma Kepala


Trauma kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik intelektual, emosianal, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang
mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan
kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).
Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang merupakan
perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012).
2.2 Etiologi Trauma Kepala
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat dan menimbulkan trauma
lokal kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan trauma menyeluruh kerusakannya
menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembekakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma
terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-
duanya.
3. Akibat trauma tergantung pada beberapa situasi, seperti
1) Kekuatan benturan
2) Akselerasi dan deselerasi
3) Cup dan kontra cup
Trauma cup adalah kerusakan pada daerah dekat terbentur. Trauma kontra cup
adalah kerusakan trauma yang berlawanan pada sisi desakan benturan.

4) Lokasi benturan
(1) Rotasi meliputi pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma
regangan dan robekan substansia alba dan batang otak
(2) Depresi fraktur yaitu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun
menekan otak lebih dalam yang mengakibatkan CSS mengalir keluar ke
hidung ,telinga.

2.3 Patofisiologi Trauma Kepala


Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter atau trauma
tajam) atau tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak.
Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat menyebabkan
perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat
perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks
muntah dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak
terjadi keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran
darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi cerebral
sehingga koordinasi motorik terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi
jaringan serebral.
Adanya trauma dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan stuktur misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan odema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam mitokondria,
perubahan permebilitas vaskuler. Perdarahan otak menimbulkan hematom, misalnya
pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak
dengan duramater, subdural hematom di akibatkan berkumpulnya darah pada ruang dura
mater dengan antara subarahnoid dan intraserebral hematom adalah berkumpulnya
darah pada jaringan.
2.4 WOC
TRAUMA KEPALA ( disebabkan Trauma tajam, trauma tumpul, depresi fraktur yang mengenai)

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputus kontinuitas jaringan Terputus kontinuitas jaringan


Jaringan otak rusak
kulit otot, dan vaskuler tulang (kontusio laserasi)

- Perubahan autoregulasi
Resiko infeksi (D.0142) Nyeri akut (D.0077)
Pendarahan Ganggaun suplai darah - Oedema serebral
Hemastoma
Kejang
Iskemia Gangguan memori (D.0062)
Perubahan sirkulasi CSS
Resiko perfusi serebral tidak
Hipoksia Gangguan neurologis vokal
Peningkatan TIK efektif (D.0017) Bersihan jalan nafas
Obstruksi jalan nafas
Deficit neurologis
Dispnea
Gilus medialis lobus temporalis Mual Nafsu Makan Henti nafas
tergeser Muntah
menurun Perubahan pola napas
Defisit Nutrisi (D.0019)

Kompresi medulla oblongata


Bersihan jalan nafas tidak
Herniasi efektif (D.0001)
unkus

Mesenfalon tertekan Resiko Cedera (D.0137) Tonsil cerebru, bergeser

Gangguan kesadaran Imobilisasi Gangguan mobilitas fisik


(D.0054)
Ansietas (D.0080)
2.5 Manifestasi Klinis Trauma Kepala
1. Perdarahan epidural atau hematoma epidural, merupakan suatu akumulasi
darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan meningen
paling luar. Gejala penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis,
kacau mental sampai koma. Peningkatan tekanan intrakranial yang
mengakibatkan gangguan pernafasan, bradikardi, penurunan ttv. Herniasi
otak yang menimbulkan dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang, isokor
dan anisokor, ptosis.
2. Hematoma subdural, merupakan suatu akumulasi darah antara durameter
dan araknoid karena robekan dengan gejaka sakit kepala letargi dan
kejang.
3. Hematoma subdural akut terjadi dengan gelaja 24 sampai 48 jam setelah
cedera, sub akut terjadi dengan gejala 2 hari sampai 2 minggu, dan kronis
terjadi dengan gejala 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah trauma.
4. Hematoma intrakranial, merupakan suatu pengumpulan darah lebih dari
25 ml dalam parenkim otak yang disebabkan oleh fraktur depresi tulang
tengkorak, trauma penetrasi peluru, serta gerakan akselerasi dan
deselerasi secara tiba – tiba.
5. Fraktur tengkorak
1) Fraktur liner melibatkan os temporal dan parietal, jika garis fraktur
meluas kearah orbita / sinus paranasal.
2) Fraktur basiler fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan CSS
dengan sinus dan memungkinkan bakteri masuk
2.6 Penatalaksanaan Trauma Kepala
Secara umum, pasien dengan cedera kepala yang mengalami penurunan
tingkat kesadaran, fraktur kranium, dan tanda neurologis fokal seharusnya
dirawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi. Cedera kepala ringan dapat
ditangani hanya dengan observasi neurologis dan membersihkan atau
menjahit luka / laserasi kulit kepala. Untuk cedera kepala berat, tatalaksana
spesialis bedah saraf sangat diperlukan setelah resusitasi dilakukan. Aspek
spesifik terapi cedera kepala dibagi menjadi dua kategori, yaitu
1. Bedah
1) Intrakranial: evakuasi bedah saraf segera pada hematom yang
mendesak ruang.
2) Ekstrakranial: inspeksi untuk komponen fraktur kranium yang
menekan pada laserasi kulit kepala. Jika ada, maka hal ini
membutuhkan terapi bedah segera dengan debridement luka dan
menaikkan fragmen tulang untuk mencegah infeksi lanjut pada
meningen dan otak.
2. Medikamentosa
1) Bolus manitol (20%, 100 ml) intravena jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial pada pasien dengan penurunan kesadaran.
2) Antibiotik profilaksis untuk fraktur basis cranii.
3) Antikonvulsan untuk kejang.
4) Sedatif dan obat-obat narkotik dikontraindikasikan, karena dapat
memperburuk penurunan kesadaran (Ginsberg, 2007).

2.7 Komplikasi Trauma Kepala


Beberapa kondisi yang menunjukkan komplikasi akibat cedera kepala, yaitu
1. Gejala sisa cedera kepala berat
Pasien dengan cedera kepala berat dapat mengalami ketidakmampuan
baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental
(gangguan kognitif, perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan
tetap dalam status vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal
Komplikasi ini dapat terjadi apabila hubungan antara rongga subarachnoid
dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya
kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi
bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma
Komplikasi ini terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal (pada
minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama, fraktur
depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio
Kondisi ini ditandai dengan nyeri kepala, vertigo, dan gangguan
konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo
dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).
2.8 Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala
1) Radiografi kranium
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari adanya fraktur ketika pasien
mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera,
adanya tanda fisik eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii
fraktur fasialis, atau tanda neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada
regio temporoparietal pada pasien yang tidak sadar menunjukkan
kemungkinan hematom ekstradural, yang disebabkan oleh robekan arteri
meningea media (Ginsberg, 2007).
2) CT scan kranial
Pemeriksaan yang akan segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan,
kejang, atau tanda neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat
digunakan untuk melihat letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka
pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural (Pierce & Neil,
2014)
DAFTAR PUSTAKA

Faul, Mark; Xu, Likang; Wald, Marlena; Coronado, Victor; Traumatic Brain Injury in
The United States, Emergency Department Visits, Hospitalizations and Deaths 2002-
2006, www. cdc.gov/TraumaticBrainInjury, 2010

Khusnah, M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma Kepala Dengan Masalah
Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Di Ruang Asoka Rsud
Jombang (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).

Putri, Cantik Maharendra. (2017). Hubungan Antara Cedera Kepala dan Terjadinya
Vertigo di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai