Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan)

DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

A. DEFINISI

CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan

kerusakan otak akibat perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera

dan penyebab peningkatan TIK (Brunner dan Suddarth, 2002).

CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas otak.(Arif Muttaqin, 2008 ).

Cidera Kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak commusio

(Gagar) cerebri, contusio(memar) serebri, laserasi dan perdarahan cerebral yaitu

diantaranya subdural, epidural, intraserebral dan batang otak (Doengoes, 2000:2007)

B. KLASIFIKASI

1. Berdasarkan mekanisme

Trauma Tumpul

Trauma Tembus

2. Keparahan Cedera

a. Cedera Kepala Ringan

o GCS = 13 15

o Hilang kesadaran < 30 menit.

o Tidak ada fraktur

b. Cedera Kepala Sedang

o GCS = 8 12

o Hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit sampai 24 jam.

o Dapat mengalami fraktur


c. Cedera Kepala Berat

o GCS = 3 8

o Hilang kesadaran > 24 jam.

o Meliputi kontusio serebral atau adanya hematom.

C. ETIOLOGI

1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma.

2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi

D. TANDA DAN GEJALA

Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih.

Kebingungan

Iritabel

Pusing

Pucat

Mual dan muntah

Terdapat hematoma

Kecemasan

Sukar untuk dibangunkan


E. PATOFISIOLOGI

Trauma Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra Kranial

Jaringan otak
Terputusnya Terputusnya kontinuitas
rusak(Kontusio,
kontinuitas jaringan jaringan tulang
Laserasi)
kulit, otot dan
vaskuler

- Perubahan
Perdarahan Gangguan Resiko Nyeri autoregulasi
suplai darah infeksi - Oedema
Hematoma serebral

Iskemia

Perubahan perfusi
Hipoksia Jaringan Cerebral Kejang

Perubahan Gangguan fungsi Gangguan


otak - Bersihan jalan
sirkulasi Cairan Neurologis fokal
nafas
Serebro Spinal
- Obstruksi jalan
(CSS)
nafas
Defisit Neurologis - Dispnea
- Henti nafas
Peningkatan TIK - Perubahan pola
nafas
Gangguan persepsi
sensori
Mual muntah Pusing
Ketidakefektifan
jalan nafas
Nutrisi kurang Gangguan rasa
dari kebutuhan nyaman nyeri
F. KOMPLIKASI

Dapat menyebabkan kemunduran pada kondisi pasien karena perluasan hematoma

intracranial. Edema serebral progresif dan herniasi otak. Edema serebral merupakan

penyebab paling utama dari peningkatan TIK pada pasien yang mengalami cedera kepala.

Defisit neurologi dan Psikologi (tidak dapat mencium bau, abnormalitas gerakan mata,

afasia, dan epilepsi).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT SCAN

2. MRI

3. Sinar X

4. Laboratorium darah lengkap

5. Rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, berikan oksigen bila perlu.

2. Atasi syok bila ada.

3. Kontrol Tanda- tanda vital.

4. Keseimbangan cairan elektrolit.

5. Operasi : dilakukan untuk mengeluarkan darah pada Intraserebral, debridement luka.

6. Dieuritik : untuk mengurangi edema serebral, manitol, furosemide.

7. Kortikosteroid : untuk menghambat edema, ex : dexametason.

8. Antagonis Histamin : untuk mencegah iritasi histamine.

I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pusing

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Kelemahan fisik

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

4. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah

karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).


J. INTERVENSI

Diagnosa 1.

1. BHSP

R/ Menciptakan hubungan terapeutik antara perawat, pasien dan keluarga pasien.

2. Kaji skala nyeri pasien.

R/ Mengetahui tingkat nyeri pasien.

3. Posisikan pasien head up

R/ Mencegah terjadinya peningkatan TIK.

4. Observasi TTV tiap 3 jam

R/ Mengetahui perkembangan pasien

5. Ajarkan distraksi dan relaksasi

R/ Dapat mengurangi rasa nyeri.

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

R/ Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa 2

1. BHSP

R/ Menciptakan hubungan terapeutik antara perawat, pasien dan keluarga pasien.

2. Pertahankan pasien untuk tirah baring

R/ Agar pasien bisa istirahat cukup

3. Bantu kebutuhan ADL pasien.

R/ Agar kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi.

4. Tingkatkan aktifitas pasien sesuai kemampuan pasien.

R/ Agar pasien bisa aktifitas secara mandiri.

Diagnosa 3

1. BHSP

R/ Menciptakan hubungan terapeutik antara perawat, pasien dan keluarga pasien.

2. Berikan makanan pada pasien sedikit tapi sering

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan


3. Observasi intake output

R/ Mengetahui pemasukan dan pengeluaran pasien.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan diit yang tepat

R/ Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa 4

1. BHSP

R/ Menciptakan hubungan terapeutik antara perawat, pasien dan keluarga pasien.

2. Berikan Oksigen.

R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral

3. Monitor GCS dan mencatatnya.

R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan

menentukan lokasi dari lesi.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.

R/ Mempercepat proses penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

- Arief, Mansjoer 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta FKUI.

- Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3.

Jakarta, EGC.

- Doengoes E. Marlynn, dkk, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

- Elisabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai