Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Teoritis


1. Definisi
a. Pengertian cedera kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Febriyanti dkk, 2017).
Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif antara
15-44 tahun. 2,3 Secara global insiden cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena
peningkatan penggunaan kendaraan bermotor (Ucha & Rekha, 2016). Cedera kepala
merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. (Amin & Hardhi,
2013)
b. Klasifikasi
Menurut padila, 2013 (dikutip dalam prasetyo, 2016) cedera kepala dapat dibagi menjadi 3
yaitu :
1) Cedera Kepala Ringan
Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam CT-Scan, tiada lesi operatif dalam 48
jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah
hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan
lainnya.
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh) tidak
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi.
Cedera kepala ringan adalah cedera otak karena tekanan atau terkena benda tumpul.
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara. Penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera
kepala ringan 1,59 mmol/L.
2) Cedera Kepala Sedang
Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-Scan dalam 48 jam
rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu
untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-13). Pada suatu penelitian cedera kepala
sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L.
3) Cedera Kepala Berat
Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Hampir 100% cedera
kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada
cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer sering kali disertai cedera otak sekunder
apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan.
Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukan
bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam
jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak.
Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukan kadar rata-rata asam laktat 3,25
mmol/L.

2. Etiologi (Amin &Hardhi, 2013)

a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang

tidak bergerak

b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek

diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala
membentur kaca depan mobil

c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan

kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik

d. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang

menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat

mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang

pertama kali terbentur

e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan menyebabkan otak berputar dalam

rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya

neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang

memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak


3. Manesfestasi Klinik

Tanda gejala pada pasien dengan cedera kepala menurut wijaya dan putri

(2013), adalah :

1. Cedera kepala ringan – sedang

a. Disorientasi ringan

b. Amnesia post traumatik

c. Hilang memori sesaat

d. Sakit kepala

e. Mual muntah

f. Vertigo dalam perubahan posisi

g. Gangguan pendengaran

2. Cedera kepala sedang – berat

a. Oedema pulmonal

b. Kejang

c. Infeksi

d. Tanda herniasi otak

e. Hemiparase

f. Gangguan syaraf kranial

5.2.4 Patofisiologi (Grace & Borley, 2007)

1. Pukulan langsung

Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup

injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak

dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan.


2. Rotasi/deselerasi

Fleksi, ektensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak

yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap

dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma

robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan

cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.

3. Tabrakan

Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat

(terutama pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis)

4. Peluru

Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan

trauma. Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi

tengkorak yang secara otomatis menekan otak :

a. Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan

jumlah kekuatan yang mengenai kepala.

b. Kerusakan sekunder terjadi akibat : komplikasi sistem pernapasan

(hipoksia, hiperkarbia, obstruksi jalan napas), syok hipovolemik

(cedera kepala tidak menyebabkan syok hipovolemik – lihat penyebab

lain), perdarahan intrakranial, edema serebral, epilepsi, infeksi, dan

hidrosefalus.
6.2.4 Pathway
Trauma Kepala

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya Jaringan Otak rusak


jaringan kulit, otot dan kontinuitas (kontusio, laserasi)
vaskuler jaringan

Perdarahan Gangguan Resiko Nyeri Akut


Hemastoma Suplai Infeksi
Darah
Perubahan Perubahan
sirkulasi CSS Iskemia autoregulasi,
oedema serebral
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan
kejang
Gangguan Gangguan
Fungsi Otak Neurologis vokal - Bersihan jalan
nafas
Peningkatan - Mual, muntah - Obstruksi jalan
TIK - Papilodema nafas
- Pandangan kabur - Dispnea
- Penurunan fungsi - Henti nafas
Gilus Medialis pendengaran - Perubahan
lobus tempolaris - Nyeri kepala pola nafas
tergeser Defisit Neurologi

Herniasi unkus kekurangan


Volume cairan

Mesenfalon
Tonsil cerebrum Gangguan Ketidakefektifan
tertekan
tergeser Persepsi Bersihan Jalan
Kompresi Medulla Sensori nafas
Gangguan
Kesadaran Oblongata

Resiko Cedera

Imobilisasi Hambatan
Mobilitas Fisik

Gambar 2.1 Pathway Trauma Kepala


(Amin & Hardhi, 2013)
7.2.4 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan di rumah sakit menurut Padila (2012), adalah :

a. Berikan infuse dengan cairan non osmotik (kecuali dextrose oleh

karena dexstrose cepat dimetabolisme menjadi H2O+CO2 sehingga

dapat menimbulkan edema serebri)

b. Diberikan analgesia atau anti muntah secara intravena

c. Berikan posisi kepala dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal kepala,

dan posisi netral, karena dengan posisi tersebut dari kaki dapat

meningkatkan dan memperlancar aliran balik vena kepala sehingga

mengurangi kongesti cerebrum dan mencegah penekanan pada syaraf

medula spinalis yang menambah TIK.

2. Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2012), adalah :

a. Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah memperbaiki perfusi

jaringan serebral, karena organ otak sangat sensitif terhadap

kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen

dan diperlukan keseimbangan antara suplay dan demand yaitu dengan

meningkatkan suplai oksigen dan glukosa otak. Untuk meningkatkan

suplai oksigen di otak dapat dilakukan melalui tindakan pemberian

oksigen atau dengan mengajarkan teknik napas dalam,

mempertahankan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang normal.

Untuk menurunkan kebutuhan oksigen otak dengan cara menurunkan

laju metabolisme otak seperti menghindari kejang, stress, demam, dan

aktifitas yang berlebihan.


b. Untuk menjaga kestabilan oksigen dan glukosa otak juga perlu

diperhatikan adalah tekanan intrakranial dengan cara mengontrol

cerebral blood flow (CBF) dan edema serebri. Demikian juga pada

peningkatan metabolisme akan mengurangi oksigenasi otak karena

kebutuhan oksigen meningkat. Disamping itu pemberian obat-obatan

untuk mengurangi edema serebral, memperbaiki metabolisme otak

dan mengurangi gejala seperti nyeri kepala.

8.2.4 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera kepala

menurut Batticaca (2008) antara lain :

1. Deficit neurologis

2. Infeksi sistemik (pneumonia, septikemia)

3. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventrikulitis,

abses otak)

4. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang

berat badan)

5. Epidural hematoma (EDH) adalah berkumpulnya darah di dalam ruang

epidural di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering di

akibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan

arteri meningeal tengah terputus atau rusak (laserasi) dimana arteri ini

berada diantara dura meter dan tengkorak daerah inferior menuju bagian

tipis tulang temporal dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan

penekanan pada otak.


2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.2.4 Pengkajian

1. Asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala

1. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subjektif atau objektif pada

gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala

tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi

pada organ vital lainnya. Data yang perlu di dapati adalah sebagai

berikut :

1) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur,

jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah, hubungan klien

dengan keluarga.

2) Riwayat kesehatan : tingkat kesadaran Glow Coma Scale (GCS)

(< 15), muntah, dispnea atau takipnea, sakit kepala, wajah

simetris atau tidak, lemah, luka pada kepala, akumulasi pada

saluran nafas kejang.

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui dengan baik

yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit

sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga

terutama yang mempunyai penyakit keturunan atau menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau

keluarga sebagai data subjektif. Data - data ini sangat berarti

karena dapat mempengaruhi prognosa klien.


2. Pengkajian Primer

1) Airway

Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh,

adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah,

sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring,

disfagia, suara stridor, gargling atau whezing yang menandakan

adanya masalah pada jalan nafas.

2) Breathing

Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate,

abnormalitas pernapasan, pola nafas, bunyi nafas tambahan,

penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung,

saturasi oksigen.

3) Circulation

Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capilarry

refill, akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembapan kulit,

perdarahan ekternal jika ada.

4) Disability

Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS, ukuran dan

reaksi pupil.

5) Exposure

Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau

kelainan lain. Atau lingkungan yang ada disekitar klien.


3. Pengkajian Sekunder

1) Keadaan/ penampilan umum

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital

(a) TD : 120 / 80 mmhg

(b) Nadi

- Frekuensi : 80 – 100 kali per menit

- Irama : Teratur

(c) Respirasi

- Frekuensi : 16 – 24 kali per menit

- Irama : Teratur

(d) Suhu : 36,5 – 37,5°C

2) History ( Sample )

(a) Subjektif : berisi keluhan utama yang

dirasakan pasien.

(b) Alergi : kaji adanya alergi terhadap

makanan atau obat.

(c) Medikasi : kaji penggunaan obat yang

sedang atau pernah

dikonsumsi.

(d) Riwayat penyakit sebelumnya : riwayat penyakit sebelum-

nya yang berhubungan

dengan yang sekarang.


(e) Last meal : berisi hasil pengkajian

makanan atau minuman

terakhir yang pernah

dikonsumsi oleh pasien

sebelum datang ke IGD.

(f) Event leading :

- Berisi kronologi kejadian

- Lamanya gejala yang dirasakan

- Penanganan yang telah dilakukan

- Gejala lain yang telah dirasakan

- Lokasi nyeri atau keluhan lain yang dirasakan

4. Pemeriksaan fisik

Aspek neurologis yang di kaji adalah : tingkat kesadaran,

biasanya GCS < 15, disorentasi orang, tempat dan waktu, perubahan

nilai tanda – tanda vital, kaku kuduk, hemiparese.

5. Pemeriksaan penunjang

Menurut price (2006) pemeriksaan penunjang pada pasien cedera

kepala adalah :

1) CT-Scan

CT-Scan berguna untuk mendiagnosis dan memantau lesi

intrakranial atau mengevaluasi dan menentukan luasnya cedera

neurologis. Radiogram dilakukan dengan komputer setiap interval

1 derajat dalam suatu busur sebesar 180 derajat. CT-Scan telah


dapat menggantikan echoensefalogrofi dan memiliki kemampuan

diagnostic yang jauh lengkap.

2) MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa

kontras radioaktif.

3) Cerebral Angiography

Menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan

pada jaringan otak sekunder menjadi odema, perdarahan dan

trauma.

4) Serial Elektroensefalografi (EEG)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.

5) X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang.

6) Brainstem Auditory Evoked Response (BAER)

Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.

7) Positron Emission Tomography (PET)

Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Klien tidak menunjukan peningkatan tekanan

intracranial.

Kriteria hasil : - Klien mengatakan tidak sakit kepala


- Mencegah cedera

- GCS dalam batasan normal

- Tanda – tanda vital dalam batasan normal

Intervensi : - Ubah posisi klien secara bertahap

- Kaji tingkat kesadaran

- Kurangi cahaya ruangan

- Pantau TTV, TD, Suhu, Nadi, input dan

output, lalu catat hasilnya

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada

pusat nafas di otak.

Tujuan : Mempertahankan pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil : - Tidak ada penggunaan alat bantu otot

pernapasan

- Tidak ada sianosis atau tidak ada tanda-tanda

hipoksia

- Gas darah dalam batas normal

- Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi : - Monitor tanda-tanda vital meliputi tekanan

darah, respiratory rate, nadi, suhu.

- Monitor respirasi dan status oksigen

- Posisikan klien untuk memaksimalkan

ventilasi

- Pertahankan jalan napas yang paten


3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Tujuan : Nyeri berkurang.

Kriteria hasil : - Nyeri dapat berkurang

- TTV dalam batas normal

- Klien dapat mengontrol nyeri

Intervensi : - Kaji nyeri klien

- Berikan posisi yang nyaman

- Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

- Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian

analgesik untuk mengurangi nyeri

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot

Tujuan : Mampu meningkatkan mobilitas.

Kriteria hasil : - Klien meningkat dalam aktivitas fisik

- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

- Memverbalisasikan perasaan dalam

peningkatan kekuatan dan kemampuan

berpindah

Intervensi : - Monitoring vital sign

- Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana

ambulasi sesuai dengan kebutuhan

- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

- Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi


5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif

Tujuan : Memenuhi asupan dan cairan yang adekuat.

Kriteria hasil : - Mempertahankan urine output sesuai dengan

usia dan berat badan

- TTV dalam batas normal

- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi : - Pertahankan catatan intake dan output yang

akurat

- Monitor vital sign

- Monitor status hidrasi

- Kolaborasikan pemberian cairan IV

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada

tahap ini, perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan

secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan

kesehatan dirumah (Setiadi, 2010).

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial.

Implementasi : - Mengubah posisi klien secara bertahap

- Mengkaji tingkat kesadaran


- Memantau TTV, TD, Suhu, Nadi, input dan output,

lalu catat hasilnya

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat

nafas di otak

Implementasi : - Memonitor respirasi dan status oksigen

- Memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

- Mempertahankan jalan napas yang paten

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Implementasi : - Mengkaji nyeri klien

- Memberikan posisi nyaman

- Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Implementasi : - Memonitoring vital sign

- Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

- Mengajarkan pasien tentang teknik ambulasi

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

Implementasi : - Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat

- Memonitor vital sign

- Memonitor status dehidrasi

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap

penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana


tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dengan tenaga

kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien

dalam mencapai tujuan (Setiadi, 2010).


DAFTAR PUSTAKA

Amin dan Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.


Jakarta : EGC

Anggraini dan Hafifah. 2014. Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong


Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di
Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp) Vol. 5 No. 1

Clarinta Ucha dan Rekha Nova Iyos. 2016. Cedera Kepala Berat dengan
Perdarahan Subaraknoid. J Medula Unila Vol. 4 No. 4

Esther Irene Manarisip Miranda, Maximillian Ch. Oley, Hilman Limpeleh. 2014.
Gambaran Ct Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala Ringan Di
Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2012-2013. Jurnal E-
Clinic (Ecl) Vol. 2 No. 2

Febriyanti, dkk. 2017. Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong Terhadap


Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat
Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal Keperawatan (e-
Kp) Vol. 5 No. 1

Fransiska Batticaca B. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


sistem pernafasan. Salemba medika, jakarta

Grace, price.A. 2006. Ilmu bedah. Erlangga, Jakarta

Herman . Nanda International Nursing Diagnosis, Definition And Clasification


2015-2017. Jakarta : EGC

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Defisiensi Dan Klasifikasi 2015-2017.


Edk 10. Jakarta : EGC

Padila. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :


Nuha Medika

Primasuri Damanik Rohani, Jemadi, Hiswani. 2011. Karakteristik Penderita


Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Rawat Inap Di
Rsud Dr. Kumpulan Pane Tebing Tinggi Tahun 2010-2011. Program
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Peminatan Epidemiologi 2 Staf Pengajar Departemen Epidemiologi,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jl.
Universitas No. 21 Kampus Usu Medan, 20155
Safrizal, Saanin, Bachtiar. 2013. Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong
Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di
Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp) Vol. 5 No. 1

Sarimawar Djaja, Retno Widyastuti, Kristina Tobing, Doni Lasut, Joko Irianto.
2013. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol. 15 No. 1

Setiadi. 2010. Konsep Dan Proses Keperawatan. Yogyakarta

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Swarjana. 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan Dan Data. Yogyakarta :


Salemba Medika

Tarwoto. 2012. Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas


Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal
Universitas Indonesia. Jakarta ISBN 978-602-97846-3-3. Diakses tanggal
21 februari 2015

Terry dan Weaver. 2013. Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal Prong Terhadap
Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat
Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal Keperawatan (e-
Kp) Vol. 5 No. 1

Valentina B. M. Lumbantobing dan Anastasia Anna. 2015. Pengaruh Stimulasi


Sensori Terhadap Nilai Glaslow Coma Scale Pada Pasien Cedera
Kepala Di Ruang Neurosurgical Critical Care Unit Rsup Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol. 3 No. 2

Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah 2. Nuha medika. Yogyakarta

Zainab Zainuddin Sitti, Louis Kwandou, Muhammad Akbar, Abdul Muis,


Cahyono Kaelan, Idham Jaya Ganda. 2008. Hubungan Amnesia Post
Trauma Kepala Dengan Gangguan Neurobehavior Pada Penderita
Cedera Kepala Ringan Dan Sedang. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar, 90245

Anda mungkin juga menyukai