CT :
DISUSUN OLEH
NIM : 19180015
KELOMPOK : 2
TINGKAT II SEMESTER IV
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI PADA KASUS CEDERA KEPALA
SEDANG (CKS)
1.2 Etiologi
Penyebab dari cedera kepala sedang antara lain:
a. Kecelakaan sepeda motor atau lalu lintas
b. Jatuh, benturan dengan benda keras
c. Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian
d. Cerdera karena olah raga
Berbagai macam penyebab dari cedera kepala diantaranya karena
adanya percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan
atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur
objek yang tidak bergrak. Kerusakan otak bias terjadi pada titik
benturan pada sisi yang berlawanan.
1.3 Patofisiologi
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung
terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri
dalam rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya
membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi
deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak
kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik
bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan
titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah
benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).
Menurut Tarwoto dkk, adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan
pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses
yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala
primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,
misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural
hematoma yaitu berkumpulnya antara periosteum tengkorak dengan
durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoid dan intra serebral hematom
adalah berkumpulnya darah di dalam jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi karena
gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
Trauma kepala
Terputusnya Terputusnya
Jaringan otak rusak
kontinuitas kontinuitas
jaringan otot jaringan tulang
dan vaskuler
Kerusakan - Perubahan
sel otak ↑ autoregulasi
Kerusakan - Odema
Gangguan suplai
jaringan tulang ↑ sereberal
darah ke jaringan
Stress
Kejang
Iskemia Mengenai sel saraf
↑ katekolamin
Hipoksia
Gg. Perfusi
Jaringan
Spasme otot
Penurunan kesadaran
pernafasan
↑ sekresi asam
lambung
Kerusakan
mobilitas fisik Resti Gg. Pola
Nafas tidak
Mual dan muntah Efektif
1.6 Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan
hematom intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial
karena ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan dari trauma.
b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak
melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan
iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan kematian.
c. Defisit neurologik dan psikologik
d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)
e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang
berat badan)
1.7 Penatalaksanaan
a. Air dan Breathing
1) Perhatian adanya apnoe
2) Untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi
endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen
100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian
yang tepat terhadap FiO2.
3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi
asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita
dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan
antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama
terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk
adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak.
Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi
dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat
dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak
menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi
normal kembali segera tekanan darahnya normal.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek
cahaya pupil.
2.3 Intervensi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke
serebral, edema serebral.
Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD, nadi,
RR, dan suhu tubuh), pupil isokor, klien tidak
gelisah, GCS 15, tidak ada tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
1. Kaji status status neurologis 1. mengkaji adanya
yang berhubungan dengan kecenderungan pada tingkat
tanda-tanda TIK; terutama kesadaran dan potensial
GCS. peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan
lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
2. Monitor tanda-tanda vital 2. normalnya autoregulasi
secara rutin sampai keadaan mempertahankan aliran darah
klien stabil otak yang konstan pada saat
ada fluktuasi tekanan darah
sistemik.
3. Naikkan kepala dengan sudut 3. meningkatkan aliran balik vena
15o-45o tanpa bantal dan dari kepala, sehingga akan
posisi netral. mengurangi kongesti dan
edema.
4. Monitor asupan setiap 4. pembatasan cairan mungkin
delapan jam sekali. diperlukan untuk menurunkan
edema serebral.
5. Kolaborasi dengan tim medis 5. dapat digunakan pada fase akut
dalam pemberian obat- untuk menurunkan air dari sel
obatananti edema seperti otak, menurunkan edema otak
manitol, gliserol dan lasix. dan TIK.
6. Berikan oksigen sesuai 6. menurunkan hipoksemia yang
program terapy. dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan
TIK.
Intervensi Rasional
1. Kaji kecepatan, kedalaman, 1. perubahan dapat menandakan
frekuensi, irama dan bunyi awitan komplikasi pulmonal
napas. atau menandakan luasnya
keterlibatan otak.
2. untuk memudahkan ekspansi
2. Atur posisi klien dengan paru dan menurunkan adanya
posisi semi fowler (15o – kemungkinan lidah jatuh yang
45o). menyumbat jalan napas.
3. Pada klien yang mengalami
penurunan reflek menelan dan
batuk dapat meningkatkan
resiko gangguan pernafasan
3. Kaji reflek menelan dan 4. Mencegah / menurunkan
batuk klien atelektasis
5. untuk mencegah terjadinya
komplikasi
Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut
dan gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada
tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan mobilisasi. 1. dapat mengidentifikasi
tingkat ketergantungan klien.
2. Kaji derajat ketergantungan 2. Untuk mengetahui derajat
klien dengan menggunakan ketergantungan klien :
skala ketergantungan. (0) : Klien mandiri
(1) : Klien memerlukan
bantuan minimal
(2) :Klien memerlukan
bantuan sedang,
pengawasan dan
pengarahan
(3) : Memerlukan bantuan
terus menerus dan
memerlukan alat Bantu
(4) : Memerlukan bantuan
total
3. Atur posisi klien dan ubahlah 3. perubahan posisi secara
secara teratur tiap dua jam teratur dapat meningkatkan
sekali bila tidak ada kejang. dan mencegah adanya
penekanan pada organ yang
menonjol.
4. Bantu klien dalam gerakan- 4. mempertahankan fungsi sendi
gerakan kecil secara pasif dan mencegah penurunan
apabila kesadaran menurun tonus otak.
dan secara aktif bila klien
kooperatif.
5. Berikan motivasi dan latihan 5. meminimalkan atrofi otot,
pada klien dalam memenuhi meningkatkan sirkulasi,
kebutuhan sesuai kebutuhan. membantu mencegah
kontraktur.
6. Lakukan kolaborasi dengan 6. program yang khusus dapat
tim kesehatan lain dikembangkan untuk
(fisioterapy). menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan
tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi
dan kekuatan.
2.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien
2.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.