Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi (sylvia anderson Price, 2005)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
TIK.

B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi
intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan
fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada
sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa
pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga
sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga
dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak
tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna
sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh
makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena
darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik
sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena,
pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal
dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal,
kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah
akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau
rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah
frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.
2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar
otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering
terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut
atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera
kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut:
sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk
menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat
terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia
cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat
proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma


hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak
kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan
ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal,
penyebab sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi :
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
- Tiba-tiba defisit neurologik
- Perubahan TTV
- Gangguan penglihatan
- Disfungsi sensorik
- lemah otak
C. PATHWAYS
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan jaringan tulang (kontusio, laserasi)
vaskuler

Gangguan suplai darah


- Perubahan
Resiko Nyeri autoregulasi
- Perdara infeksi
han - Oedema serebral
- hemato Iskemia

Hipoksia Perubahan perfusi kejang


jaringan

Perubahan sirkulasi Gangg. Fungsi otak Gangg. Neurologis - Bersi


CSS fokal han jln
nafas
Peningkatan TIK - Obstr
- Mual-muntah uksi jln.
Papilodema Nafas
Pandangan kabur - Dispn
Penurunan fungsi ea
pendengaran
Defisit neurologis
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser
Resiko kurangnya Gangg. Persepsi Resiko tidak
volume cairan sensori efektif jln. Nafas
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Messenfalon tertekan Resiko injuri


Resiko gangg.
Integritas kulilt
immobilitasi
Gangg.
kesadaran cemas Kurangnya
perawatan diri
D. TANDA DAN GEJALA
 Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung
atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar,
dangkal.
 Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
 Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan
peningkatan TIK
 Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang
sama sekali
 Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan
disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 CT Scan
 Ventrikulografi udara
 Angiogram
 Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
 Ultrasonografi

F. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi
endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai
diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk
mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan
pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup
berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang
dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk
mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis
tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak
menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal
kembali segera tekanan darahnya normal
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS
dan reflek cahaya pupil

G. PENGKAJIAN PRIMER
A. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
B. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail
chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing.
C. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
D. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
E. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
H. PENGKAJIAN SKUNDER
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera
yang lain

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran
darah ke serebral, edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler
(cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer
terhadap otot pernafasan
4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi,
obstruksi jalan nafas
5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat
pernafasan
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran
8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer
pada kandung kemih

J. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d
penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan
sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan
peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap
cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih
tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan
indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro


muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat
adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan
mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu
perubahan posisi secara berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak
lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang
hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen
tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti
sedatif
- Lakukan program medik
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control
volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi


sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas
misal krekels, mengi, ronchi
- Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan
indikasi
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna
lendir yang keluar
- Kolaburasi : monitor AGD
5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
- Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau
wajah
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan
penghalang tempat tidur
- Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
- Pasang pagar tempat tidur
- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan
tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas
paten tapi jangan memaksa membuka rahang
- Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang


dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap
akan memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah
terjadinya regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan
kondisi pasien
- Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control


volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan
berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik
steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi

Anda mungkin juga menyukai