Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEAPALA

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung


atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau
otak (borley & grace, 2006). Sedangkan cedera kepala menurut (Pierce,
1995).Adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi.
Menurut (Nurarif & Kusuma 2015: 141) Cedera kepala dibagi menjadi
cedera kepala primer dan sekunder:
a. Cedera kepala primer merupakan akibat cedera awal.cedera awal
meng-gunakan gangguan integritas fisik, kimia, dan listerik dari sel di
area ter-sebut, yang menyebabkan kematian sel.
b. Cedera kepala sekunder cedera ini menyebabkan kerusakan otak lebih
lanjut yang terjadisetelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak
terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema se-
rebral, perubahan biokima, dan perubahan hemodiamik serebral,
iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi lokal atau sistemik.
Bedasarkan jenis cedera menurut (Nurarif &Kusuma 2015:141)

a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan


laserasi duramater. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak
ringan dengan cedera serebral yang luas.

6
7

Tabel 2.1
Katagori Penentuan Keparahan Cedera Kepala Berdasarkan Nilai
GCS (Glasgow Coma Scale)

No Keparahan Deskripsi
1 Cedera Kepala Tidak ada fraktur tengkorak
Ringan (CKR) Tidak ada kontusio serebri,hematoma
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30

2 Cedera Kepala Kehilangan kesadaran (Amnesia) > 30 menit tp


Sedang (CKS) <24 jam
Muntah
GCS 9-12
Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi
ringan (bingung)
3 Cedera Kepala GCS 3-8
Berat (CKB) Hilang kesadaran > 24 jam
Adaya kontusio serebri, laserasi / hematoma in-
trakranial
Sumber: (Wijaya 2013)

2. Etiologi

Akibat trauma kepala dibagi menjadi (dua) yaitu trauma tajam dan
tumpul (Wijaya 2013)
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi contusio cerebral, hematom
serebral, kerusakan otak, sekunder yang menyebabkan perluasan masa
lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cidera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cidera
8

akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,


hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi
deslerasi, coup-countre, dan cedera rotasional (Nurarif & kusuma 2015)
a. Cedera akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (mis,
alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakan kekepala)
b. Ceder deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti kasus
jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan fisik
d. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur contoh pasien
dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dam rongga tengkorak.

3. Patofisiologi

Menurut (Nurarif & Kusuma 2013), trauma kepala bisa terjadi diek-stra
kranial, tulang kranial dan intrakranial, cedera kepala yang terjadi
diekstrakranial bisa menyebabkan terputusnya kontuitas jaringan kulit otot
dan vesikuler, dapat menyebabkan resiko pendarahan hematoma. Sedang-
kan trauma kepala pada tulang kranial dapat menyebabkan terputusnya
kontuitas jaringan tulang hingga timbul diagnosa resiko perdarahan, dari
9

terputus nya tulang dan kontuitas jaringan dapat menyebabkan


perdarahan hematoma perubahan gangguan suplai darah, resiko infeksi,
dan nyeri akut. Perdarahan hematoma terjadilah perubahan sirkulasi CSS,
mengaki-batkan peningkatan TIK yang mengakibatkan gilus medialis
lobus tempo-ralis tergeser. Gilus medialis lobus temporalis tergeser dapat
menyebabkan herniasi unkus. Mensefalon tertekan menyebabkan
gangguan kesadaran, hingga timbulah diagnosa keperawatan resiko
cedera, hambatan mobilitas fisik dan ansietas.
Dari gangguan gilus medialis lobus temporalis tergeser dapat
menyebabkan mual, muntah, pandangan kabur, penurunan fungsi
pendengaran dan nyeri kepala gangguan suplai darah dapat mengakibatkan
iskemia, iskemia menyebabkan hipoksia sehingga timbul diagnosa kepera-
watan kerusakan memori dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
Trauma kepala yang terjadi di intrakranial menyebabkan kerusakan ja-
ringan otak atau kontusio serebri yang menyebabkan perubahan au-
toregulasi edema serebral yang mengakibatkan kejang. Gangguan neu-
rologis vokal, gangguan persepsi sensori, dan defisit neurologis. Kejang
dapat mengakibatkan bersihan jalan nafas tidak efektif, obstruksi jalan na-
fas, dispnea, henti nafas, perubahan pola nafas, sehingga terjadi diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Bagan 2.1
Patofisiologi Cedera Kepala dan Masalah Keperawatan
10

Trauma Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial

Jaringan otak ru-


Terputusnya kon- Resiko Terputusnya sak(kontusio se-
tinuitas jaringan pendarahan kontinuitas ja- rebri)
kulit otot dan ringan tulang
vaskuler
Perubahan autore-
gulasi oedema
Perdarahan Gangguan Resiko Nyeri akut serebral
hematoma suplai darah infeksi

Kejang
Perubahan Iskemia
sirkulasi CSS Kerusakan memori
-Bersihan jalan nafas
Hipoksia Resiko ketidakefek-
Peningkatan -Obstruksi jalan nafas
TIK tifan perfusi jaringan
otak - Henti nafas
-Perubahan pola nafas
Gilus medialis lo-
bus temporalis ter-
geser
-Mual muntah
Gangguan Ketidakefektifan
Herniasi unkus -Pandangan kabur neurologis bersihan jalan nafas
vokal
-Penurunan fungsi
pendengaran
Mensefalon tertekan
Defisit neu-
Gangguan kesadaran -Nyeri kepala rologis

Resiko cedera Resiko kekurangan Gangguan per-


Hambatan mo- volume cairan sepsi sensori
bilitas fisik

Ansietas Sumber : (Kusuma, 2013)

4. Manifestasi klinis
11

a. Sakit kepala karena trauma langsung atau meningkatnya tekanan intra


kranial
b. Disorientasi atau perubahan kognitif
c. Perubahan dalam bicara
d. Perubahan dalam gerakan motorik
e. Mual dan muntah karena peningkatan tekanan intra cranial
f. Ukuran pupil tidak sama-penting untuk menentukan apakahterkait da-lam
perubahan neurologis atau apakah pasien mempunyai ukuran pupil
berbeda (persentase kecil populasi mempunyai ukuran pupil berbeda)
g. Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan kompromi
neurologis
h. Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran
i. Hilang ingatan (amnesia)(DiGiulio & Jackson 2016)

5. Komplikasi
Epilepsi pasca trauma, afasia, apraksia, amnesia, fistelkarotis kavernosus,
insipidus, kejang pasca trauma, kebocoran cairan cerebrospinal, edem ce-
rebral & herniasi, defisit neurologi & psikologis (Wijaya, 2013:64-66)

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin (2008:284) pemeriksaan penunjang yaitu:
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto polos tengkorak (skull X-ray/CT Scan) mengidentifikasi
luasnya lesi, determinan, ventrikuer, dan perubahan jaringan otak
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging): dengan/tanpa menggunakan
kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
seperti perubahan jaringan otak sekuder menjadi edema, perdarahan,
dan trauma
4) EEG (Elektroensefalogram): memperlihatkan keberadaan atau ber-
kembangnyagelombang patologis.
12

5) Sinar-X : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan


struktur garis (perderahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan Fungsi
korteks dan otak kecil
7) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD: untuk mengkaji keadekuatan ventilasi atau untuk melihat
masa-lah oksigenasi yang dapat meningkatan TIK.
2) Elektrolit serum: Cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari,
diikuti den-gan diuresis Na, peningkatan letargi,konfusi dan kejang
akibat keti-dakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi: leukosit, hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS: menentukan kemungkinan adanya pendarahan subaraknoid
(warna, komposisi, tekanan).
5) Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penu-runan kesadaran.
6) Kadar antikonvulan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cu-
kup efektif mengatasi kejang.Wijaya (2013:69).

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia :Oksigenasi

Menurut Abraham Maslow 1943 dalam buku (Mubarak, 2008) manusia


mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi dan memuaskan secara
hemoestasis, baik fisiologis maupun psikologis. Abraham Maslow itu sendiri
adalah seorang psikolog dari Amerika yang mengembangkan teori tentang ke-
butuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah hierarki kebutuhan
dasar manusia Maslow.
Hirarki tersebut meliputi lima katagori kebutuhan dasar manusia yaitu:
13

1. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)


Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow.
Umumnya seorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenu-hi
akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkankebutu-han
yang lain. Kebutuhan fisiologismerupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia
untuk bertahan hidup meliputi kebutuhanoksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan elimi-nasi
urine, dan alvi, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas, kebu-tuhan
kesehatan tempratur suhu tubuh, dan kebutuhn seksual.

2. Kebutuhan Keselamatan Rasa Aman (Safety And Security Needs)


Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagaiaspek baik fisiologis, maupun psikologis kebutuhan ini melipu-
ti,kebutuhan dari perlindungan udara dingin, panas, kecelakaan dan infeksi,
bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena
pengalaman yang baru atau asing.

3. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki dan Dimiiki (Love And Belonging Needs)
Kebutuhan yang meliputi memberi dan menerima kasih sayang, perasaan
dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan,
persaha-batan, mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok
serta ling-kungan sosial.

4. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)


Kebutuhan yang meliputi, perasan yang tidak tergantung pada orang lain,
kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

5. Kebutuhan Akualisasi Diri (Needs For Self Actualization)


Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik, belajar
memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi
yang tinggi, kreatif, dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.
14

Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow


Bagan 2.2

Kebutuhan Aktualisai Diri


Kebutuhan harga diri
Kebutuhan Rasa Cinta Memiliki Dan Dimiliki
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis

Salah satu kebutuhan fisiologis yang akan terganggu pada pasien Cedera
Kepala Ringan adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman dan aktivitas, istira-
hat, dan tidur antara lain:
a. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Dalam buku Petter & Perry kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat
keperawatan melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan ke-
nyamanan, perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan,
do-rongan dan bantuan. Menurut Donahue (1989)
nyeri merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nye-ri
bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat ber-sifat
fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan ak-tual atau
pada fungsi ego seseorang individu. Menurut (Mahon, 1947)
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan melindungi diri apa-
bila seseorang merasakan nyeri maka prilakunya akan berubah nyeri adalah
tanda peringatan terjadi kerusakan jaringan, yang harus jadi pertimbangan
utama keperawatan yang harus dikaji menggunakan tehnik pemeriksaan
dengan cermat dalam mengkaji adanya cedera klien tidak mampu merasakan
sensasi untuk itu perawat harus mengantisipasi sumber-sumber nyeri yang
mungkin klien rasakan dan upayakan belajar untuk memantau perubahan fi-
siologis seperti perubahan tanda-tanda vital. (Clancy dan MCvicar, 1992).
Pasien dengan Cedera Kepala Ringan (CKR) akan mengalami nyeri. Nyeri
menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman. Dalam teori kebutuhan
dasar manusia menurut Maslow, terdapat kebutuhan keselamatan dan rasa
aman yaitu aman dari berbagai aspek baik psikologis maupun fisiologis,
15

karena adanya nyeri maka salah satu kebutuhan dasar manusia terganggu,
untuk itu akan dibahas mengenai gangguan rasa aman dan nyaman.
(Mubba-rak dan Chayatin, 2007:117)
b. Aktifitas, istirahat, dan tidur
Menurut (Tarwoto & Watonah 2004:67) Kebutuhan aktivitas/pergerakan,
is-tirahat dan tidur merupakan kesatuan salah satu tanda kesehatan adalah
adanya kemampun seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan,
dan bekerja untuk itu aktivitas adalah keadaan dimana manusia memerukan
hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup

C. Proses keperawatan

Menurut (Nurjannah 2005:1), proses keperawatan merupakan suatu me-


tode bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara sistematis
dan rasional berfokus pada respon unik dari individu atau kelompok in-
dividu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial yang meliputi in-
teraksi merawat klien dan proses pemecahan masalah melalui enam langkah
dalam mengenali masalah-masalah klien, baik secara episodik maupun linier
sehingga masalah dapat teridentifikasi baik dan tepat melalui tahapan proses
keperawatan dengan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan
implementasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses kepera-

watan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan peruma-san


kebutuhan atau masalah klien, data yang dikumpulkan meliputi da-
ta biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Teknik pengumpulan data
me-liputi anamnesis yaitu tanya jawab secara langsung pada klien
maupun ke-luarga dengan proses observasi yaitu pengamatan secara
umum terhadap perilaku dan keadaan klien (Nurjannah, 2005:2-3).
Menurut Doenges (2000:270-272), data dasar pengkajian yang mungkin
dapat diberikan pada klien dengan Cedera Kepala adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian aktivitas/istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
16

b. Pengkajian neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori. Perubahan pupil (respon cahaya, simetris)
c. Pengkajian nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
d. Pengkajian pernafasan
1) perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), na-
fas berbunyi stridor.
2) irama, frekuensi, kedalama, bunyi nafas.
3) ronchi, mengi positif.
e. Pemeriksaan fungsi persarafan
Beberapa fungsi luhur serebral merupakan integritas dari seluruh otak
yang terdiri dari :
1) Kesadaran adalah bertujuan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
mulai dari sadar sepenuhnya sampai dengan keadaan koma.
Tabel 2.2
Tingkat kesadaran

Tingkat ke- Nilai


sadaran GCS Keterangan
Compos-
mentis 15-14 Bicara segera dan orientasi segera
Apatis 13-12 Terlihat mengantuk dan mudah dibangunkan
Dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan
Somnolen 11-10 menjawab pertanyaan, bila dirangsang berhenti penderita
tidur lagi.
Stupor 9-7 Dapat dibangunkan dengan kasar dan terus-menerus.
Stupor ko- Reflek motorik dapat terjadi bila dirangsang dengan rang-
ma 6-4 sangan nyeri.
Tidak ada reflek motorik sekalipun dengan rangsangan
Koma 3
nyeri(Priharjo,1994)
17

2) Penilaian kesadaran sesuai dengan glasgow coma scale, yaitu : skala yang
dipakai untuk penilaian terhadap pasien yang telah diberi stimulus
tertentu yakni respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik
Tabel 2.3
Glasgow Coma Scale (GCS)

No Komponen Nilai Hasil


1 Respon mem- 1 Tidak ada respons
buka mata 2 Respon terhadap rasa nyeri
3 Respon terhadap suara (verbal)
4 Spontan
2 1 Tidak ada respons
2 Suara tidak dapat dimengerti, suara tanpa arti
Respon Penggunaan kata yang tidak tepat, berbicara
Verbal 3 tidak jelas, kata-kata yang dipakai tidak dalam
satu kalimat
Membngungkan meracau disorientasi tempat dan
4 waku
5 Orientasi baik
3 Respon 1 Tidak ada respons
Motoric Ekstensi abnormal (dengan satu atau keduanya
2 lengan dan kaki ekstensi saat diberikan rangsang
nyeri)
Fleksi abnormal (dengan satu atau keduanya
3 posisi lengan fleksi di depan dada dan kaki
ekstensi saat diberikan rangsang nyeri)
Menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh
4 menjahui stimulus saat diberikan rangsangan
nyeri
5 Dapat melokalisir nyeri
6 Sesuai dengan perintah

3) Pemeriksaan kekuatan otot adalah suatu cara yang dilakukan oleh seo-
rang tenaga kesehatan untuk menilai kekuatan otot seorang yang men-
galami cedera ataupun stroke.
18

Tabel 2.4
Skala kekuatan otot

Skala Keterangan
0 Tidak ada kontraksi otot
1 Ada tanda dari kontraksi
2 Bergerak tapi tidak mampu menahan gaya gravitasi
3 Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan
otot pemeriksaan
4 Bergerak dengan lemah terhadap tahan dari otot pemeriksaan
5 Kekuatan dan regangan yang normal

4) Pola aktivitas dan latihan


a) Aktivitas
Tabel 2.5
Skala aktivitas

Kemampuan perawatan
0 1 2 3 4
diri
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah

keterangan :
0: mandiri 1: menggunakan alat bantu 2: dibantu orang lain 3: dibantu den-
gan alat dan orang lain 4: sangat tergantung atau tidak dapat melakukan apa-
pun.
5) Pemeriksaan saraf kranial menurut Muttaqin (2008:281) yaitu :
a) Saraf 1 pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang
meru-sak anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami
kelai-nan pada fungsi penciuman.
19

b) Saraf II hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menu-


runkan lapangan penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus
optikus.
c) Saraf III, IV & VI gangguan mengangkat kelopak mata terutama
pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbital.
d) Saraf V pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan
parali-sis nervus trigeminus, di dapatkan penurunan kemampuan
koordi-nasi gerakan mengunyah.
e) Saraf VII persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f) Saraf VII perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala
ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi
tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis.
g) Saraf IX & X kemampuan menelan kurang baik, kesukaran mem-
buka mulut.
h) Saraf XI bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien
cukup baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII indra pengecapan mengalami perubahan.

2. Diagnosa keperawatan
Menurut Nurjannah (2005:3-4), diagnosa keperawatan adalah pernyataan
yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kepe-
rawatan yang dirasakan klien.Pernyataan diagnosa terdiri dari masalah
atau respon klien dan satu atau lebih faktor yang berhubungan yang
mem-pengaruhi atau berkontribusi pada masalah atau respon klien, tanda
dan gejala serta batasan karakteristik adalah pengkajian subjektif dan
objek-tif yang mendukung diagnosa keperawatan atau berkontribusi
untuk eti-ologinya. Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas
mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau risiko dalam rangka
mengidenti-fikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghi-langkan atau mencegah masalah kesehatan klien
yang ada pada tanggung jawab.
20

Menurut (Muttaqin 2008:285) diagnosa keperawatan yang lazim muncul


pada cedera kepala ringan adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
e. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan
sekret yang tertahan

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Perencanaan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan
khusus, perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan
analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat
teratasi (Nurjannah, 2005:11).
Perencanaan merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan pe-
nentuan diagnosa keperawatan. Perencanaan juga merupakan petunjuk ter-
tulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang
dilakukan terhadap pasien sesuai dengan tingkat kebutuhan berdasar-
kan diagnosa yang muncul. Uraian secara lengkap, sebagai alasan
muncul-nya diagnosa diatas sebagaimana dijelaskan oleh (SDKI, 2017)
adalah se-bagai berikut:
Tabel 2.6
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan dan Nursing Outcomes Classifica- Nursing Interventions Classification


Batasan Karakteristik tion (NIC)
(NOC)
1 2 3 4
Pola nafas tidak efektif Status Pernapasan Manajemen Jalan Nafas
b.d gangguan neurologis 1. Frekuensi pernapasan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Definisi : Inspirasi dan/atau 2. Irama pernapasan 2. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
eskpirasi yang tidak mem- 3. Kedalaman inspirasi 3. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau
berikan ventilasi adekuat. 4. Suara auskultasi nafas tidak ada dan adanya suara tambahan
Batasan karakteristik : 5. Kepatenan jalan nafas 4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mes-
1. Dispnea 6. Volume tidal tinya
2. Ortopnea 7. Pencapaian tingkat insentif 5. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Penggunaan otot bantu spirometri 6. Monitor status pernapasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
pernapasan 8. Kapasitas vital Monitor Pernapasan
4. Fase ekspirasi meman- Status Pernapasan: 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
jang Ventilasi 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
5. Pola napas abnormal 1. Suara nafas tambahan otot bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan in-
(takipnea, bradipnea, 2. Restraksi dinding dada terkosa
hiperventilasi, kuss- 3. Dispnea saat istirahat 3. Monitor pola nafas (misalnya : bradipneu, takipneu, hiperventila-
maul, cheyne-stokes) 4. Pengembangan dindinng si, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot,
6. Pernapasan cuping hi- dada tidak simestris dan pola ataxic)
dung 5. Gangguan vakalisasi 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Gangguan ekspirasi 5. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan

21
21
1 2 3 4
7. Diameter thoraks ante 6. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang
rior–posterior mening meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut
8. Ventilasi semenit turun 7. Monitor hasil foto thoraks
9. Kapasitas vital menurun
10.Tekanann ekspiras me-
nurun tekanan inspirasi
menurun

2 Risiko Perfusi Serebral Perfusi Jaringan : Serebral Manajemen Edema Serebral


Tidak Efektif 1. Tekanan intrakranial 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pus-
Definisi : Berisiko menga- 2. Tekanan darah sistolik ing, pingsan
lami penurunan sirkulasi 3. Tekanan darah diastolik 2. Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan dengan
darah ke otak. 4. Nilai rata-rata tekanan da- nilai normal
Faktor resiko: rah 3. Monitor tanda-tanda vital
1. Cedera kepala 5. Hasil serebral angiogram 4. Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna, kejernihan,
2. Embolisme 6. Sakit kepala konsistensi
3. Stenosis mitral 7. Bruit karotis 5. Catat cairan serebrospinal
4. Neoplasma otak 8. Kegelisahan 6. Monitor status pernafasan : frekuensi, irama, kedalam pernafasan
5. Aneurisma serebri 9. Kelesuan 7. Monitor TIK
6. Fibrilasi atrium Kecemasan yang tidak dije- 8. Analisa pola TIK
7. Aterosklerosis aorta laskan 9. Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
8. Miksoma atrium 10. Agitas 10. Posisikan tingi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
9. Endokarditis infektif 11. Muntah 11. Batasi cairan
10. Penurunan kinerja 12. Cegukan 12. Dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien
ventrikel 13. Keadaan pingsan 13. Lakukan latihan ROM
14. Demam 14. Monitor intake dan outpu

22
1 2 3 4
11. Sindrom sick sinus 15. Kognisi terganggu 15. Pertahankan suhu normal
12. Penyalahgunaan zat 16. Penurunan tingkat kesada- 16. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya kejang.
ran Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
Kondisi Klinis Terkait: 17. Refleks saraf terganggu 1. Bantu menyisipkan perangkat pemantauan TIK
1. Stroke Perfusi Jaringan 2. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga/orang penting
2. Cedera kepala 1. Aliran darah melalui pem- lainnya
3. Aterosklerotik aortic buluh darah hepar 3. Kalibrasi transduser
4. Infark miokard akut 2. Aliran darah melalui pem- 4. Buat tingkat transduser sampai ketitik referensi anatomi konsis-
5. Diseksi arteri buluh darah ginjal ten
6. Embolisme 3. Aliran darah melalui salu- 5. Cek sistem lampu diperangkat alat medis
7. Endokarditis ran pembuluh darah ga- 6. Atur alarm pemantau
8. Fibrilasi atrium strointestinal 7. Rekam pembacaan tekanan TIK
9. Hipertensi 4. Aliran darah melalui pem- 8. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
10. Dilatasi kardiomiopati buluh darah limpa 9. Monitor tekanan aliran darah otak
11. Miksoma atrium 5. Aliran darah melalui pem- 10. Monitor status neurologis
buluh darah pankreas 11. Monitor intake dan output
6. Aliran darah melalui pem- 12. Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
buluh darah jantung
7. Aliran darah melalui pem-
buluh adarah pulmonari
8. Aliran darah melalui pem-
buluh darah cerebral
9. Aliran darah melalui pem-
buluh darah perifer

23
1 2 3 4
3 Gangguan Mobilisasi Fi- Ambulasi Peningkatan Mekanika Tubuh
sik. 1. Mampu menopang berat 1. Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur
Batasan karakteristik : badan tubuh yang benar
Data mayor 2. Mampu berjalan dengan 2. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan pe-
1. Mengeluh sulit mengge- langkah yang efektif ningkatan mekanika tubuh
rakan ekstermitas 3. Mampu berjalan dengan 3. Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan latihan
2. Kekuatan otot menurun pelan (misalnya, mendemonstrasikan kembali teknik melakukan akti-
3. Rentang gerak (ROM) 4. Mampu berjalan dengan vitas/latihan yang benar)
menurun kecepatan sedang 4. Informasikan kepada pasien tentang struktur dan fungsi tulang
5. Mampu berjalan dengan belakang dan postur yang optimal untuk bergerak
Data minor cepat dan menggunakan tubuh .Edukasi pasien tentang pentingnya
1. Nyeri saat bergerak 6. Mampu berjalan menaiki postur (tubuh) yang benar untuk mencegah kelelahan, ketegan-
2. Enggan elakukan perge- tangga gan atau injuri
raan 7. Mampu berjalan menanjak 5. Edukasi pasien mengenai bagaimana menggunakan postur tubuh
3. Merasa cemas saat ber- 8. Mampu berjalan menurun dan mekanika tubuh untuk mencegah injuri saat melakukan ber-
gerak 9. Mampu berjalan dalam bagai aktivitas
jarak yang dekat (<1 blok/ 6. Kaji kesadaran pasien tentang abnormalitas muskuloskeletalnya
20 meter) dan efek yang mungkin timbul pada jaringan otot dan postur
10. Mampu berjalan dalam 7. Instruksikan untuk menghindari tidur dengan posisi telungkup
jarak yang sedang (>1
blok/ <5 blok)
11. Mampu berjalan dalam
jarak yang jauh (5 blok
atau lebih)

24
1 2 3 4
12. Mampu berjalan mengeli- 8. Bantu untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang tepat
lingi kamar 9. Bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama dalam
13. Mampu berjalan mengeli- jangka waktu yang lama
lingi rumah 10. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu
14. Menyelesaikan dengan kemudian badan ketika memulai berjalan dari posisi berdiri
perbedaan tektur permu- 11. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi latihan postur
kaan/lantai (tubuh) yang sesuai
15. Mampu berjalan mengeli- 12. Bantu pasien untuk memilih aktivitas pemanasan sebelum me-
lingi rintangan mulai latihan atau memulai pekerjaan yang tidak dilakukan se-
cara rutin sebelumnya
Ambulasi: Kursi Roda 13. Bantu pasien melakukan latihan fleksi untuk memfasilitasi mo-
1. Mampu berpindah ke dan bilisasi punggung
dari kursi roda 14. Edukasi pasien/keluarga tentang frekuensi dan jumlah pengu-
2. Mampu menjalankan kursi langan dari setiap latihan
roda dengan aman 15. Monitor perbaikan postur (tubuh)/ mekanika tubuh pasien
3. Mampu menjalankan kursi 16. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri
roda dalam jarak dekat otot atau sendi.
4. Mampu menjalankan kursi
roda dalam jarak sedang
5. Mampu menjalankan kursi
roda dalam jarak jauh
6. Mampu menjalankan kursi
roda melewati pembatas
lantai

25
1 2 3 4
Pergerakan.
1. Keseimbangan Terapi latihan : ambulasi
2. Koordinasi 1. Berikan pasien pakaian yang tidak mengekang
3. Cara berjalan 2. Bantu pasien untuk memakai alas kaki yang memfasilitasi pa-
4. Gerakan otot sien untuk berjalan dan mencegah cedera
5. Gerakan sendi 3. Sediakan tempat tidur berketinggian rendah, yang sesuai
6. Kinerja pengaturan tubuh 4. Tempatkan saklar posisi tempat tidur di tempat yang mudah
7. Kinerja transfer dijangkau
8. Berlari 5. Dorong untuk duduk ditempat tidur, disamping tempat tidur
9. Melompat (“menjuntai”) atau kursi, sebagaimana yang dapat ditoleransi
10. Merangkak berjalan den- pasien
gan mudah 6. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasi-
litasi penyesuaian sikap tubuh
7. Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana
ambu-lasi, sesuai kebutuhan
8. Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika sesuai
9. Insturksikan pasien untuk memposisikan diri sepanjang
pros-es pemindahan
10. Gunakan sabuk untuk berjalan (gait belt) untuk
membantu perpindahan dan ambulasi, sesuai kebutuhan
11. Bantu pasien untuk perpindahan, sesuai kebutuhan
12. Terapkan/sediakan alat bantu (tongkat, walker atau kursi
ro-da) untuk ambulasi, jika pasien tidak stabil

26
1 2 3 4
13. Bantu pasien untuk ambulasi awal dan jika diperlukan
14. Instruksikan pasien/caregiver mengenai pemindahan dan tek-
nik ambulasi yang aman
15. Monitor penggunaan kruk pasien atau alat bantu berjalan
lainnya
16. Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak tertentu
dan dengan sejumlah staf tertentu
17. Bantu pasien untuk membangun pencapaian untuk ambulasi
jarak
Dorong ambulasi independen dalam batas aman
4 Resiko gangguan integri- Integritas jaringan: kulit dan Manajeman tekanan
tas kulit/ jaringan membran mukosa 1. Berikan pakain yang tidak ketat pada pasien
Faktor resiko 1. Suhu kulit 2. Monitor mobilisasi dan akivitas klien
1. Perubahan sirkulasi 2. Sensasi Monitor sumber tekanan dan gesekan
2. Prubahan status nutrisi 3. Hidrasi 3. Monitor status nutrisi klien
3. Penurunan mobilits 4. Elastisitas
4. Kekurangan/ kelebihan 5. Keringat Pencegahan luka tekan
volume cairan Proses 6. Tekstur 1. Jaga luka tetap lembab unuk membantu proses penyembuhan
penuaan 7. Ketebalan 2. Ajrkan paien dan keluarga mengenai perawatan luka
5. Suhu ingkungan yang 8. Integritas kulit 3. Ubah posisi setiap1-2 jam sekali untukmencegah penekanan
ekstrim 9. Pigmentasi abnormal 4. Lakukan pembalutan yang tepat
6. Perubahan pigmentasi 10. Ketebalan 5. Berikan obat-obatan oral
6. Pengecekan kulit
7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet

27
1 2 3 4
7. Kurang terpapar infor- 8. Monitor infeksi terutama didaerah edema
masi tentang upaya 9. Monitor sumber tekan dan gesekan
mempertahankan/ me-
lindungi integritas jarin-
gan

5 Bersihan jalan napas ti- Status pernafasan: Manajemen jalan nafas


dak efektif Kepatenan jalan nafas 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik 1) Kemampuan untuk menge 2) Lakukan fisioterapi dada sebagai mana mestinya
mayor: luarkan secret 3) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
Objektif: 2) Suara nafas tambahan 4) Motivasi untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
a. Batuk tidak efektif 3) Dispnea saat istirahat 5) Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
b. Tidak mampu batuk 4) Dispnea saat istirahat
c. Sputum berlebih 5) Disepnea dengan aktivitas Manajemen batuk
d. Mengi, wheezing, dan ringan 1) Anjurkan minum air hangat
/ ronchi 2) Dukung pasien untuk melakukan nafas dalam, tahan selama 2 de-
e. Mekonium dijalan na- tik, bungkukan kedepan, tahan 2 detik dan batukkan 2-3 kali
fas(neotanutus)
minor:
Subjektif:
a. Dispnea

28
1 2 3 4
b. Sulit bicara 3) Terapi oksigen 2-3l/menit
c. Ortopnea 4) Pengaturan posisi
Objektif: Monitor pernafasan
a. Gelisah 1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b. Sianosis 2) Monitor suara tambahan
c. Bunyi nafas menu- 3) Monitor tanda-tanda vital
run 4) Berikan bantuan terapi nafas (nebulizer)
d. Frekuensi nafas be- Pemberian obat
rubah 1) Ikuti prosedur lima benar dalam pemberian obat
e. Pola nafas berubah 2) Berikan obat-obatan sesuai dengan teknik dan cara yang tepat
3) Beritahukan klien mengenai jenis obat, alasan pemberian obat ,
hasil yang diharapkan dan efek lanjutan yang akan terjadi sebe-
lum pemberian obat

29
30

4. Implementasi
Menurut Setiadi, 2012 Implementasi merupakan tahap keempat dari
proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana ke-
perawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagno-
sis yang tepat, intervensi dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.
Implementasi adalah pengelolaan dan mewujudkan dari rencana kepe-
rawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Faktor dari intervensi
keperawatan antara lain adalah:
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mencegah komplikasi
c. Menemukan perubahan system tubuh
d. Memantapkan hubungan klien dengan lingkungan

5. Evaluasi
Penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara birsambung dengan melibatkan klien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemam-
puan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil
pada tahap perencanaan (Sumarmi & Duarsa, 2014)

Anda mungkin juga menyukai