Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


;APORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Tn “S” (59 TAHUN) DENGAN CEDERA
KEPALA SEDANG DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
DI RUMAH SAKIT
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners
Stase Keperawatan Gadar Kritis

Di Susun:
DIAH ARDIAN RUKMANA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta.


Telp (0274) 4342000
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Tn “S” (59 TAHUN) DENGAN CEDERA


KEPALA SEDANG DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
DI RUMAH SAKIT

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


CEDERA KEPALA

A. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA

1. Definisi
Cedera adalah : suatu gangguan trauma fungsi yang disertai / tanpa disertai perdarahan
intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak CR. Syamsum Hidayat, dkk,
1997).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996)
Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi.

2. Etiologi
- Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal
- Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi
Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan
pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak
A. PATHWAYS
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan jaringan tulang (kontusio, laserasi)
vaskuler

Gangguan suplai darah


- Perubahan autoregulasi
Resiko Nyeri - Oedema serebral
- Perdarahan infeksi
- hematoma
Iskemia

Hipoksia Perubahan perfusi kejang


jaringan

Perubahan sirkulasi Gangg. Fungsi otak Gangg. Neurologis - Bersihan jln nafas
CSS fokal - Obstruksi jln.
Nafas
Peningkatan TIK - Mual-muntah - Dispnea
Papilodema - Henti nafas
Pandangan kabur - Perubahan. Pola
Penurunan fungsi nafas
pendengaran
Nyeri kepala Defisit neurologis
Girus medialis lobus
temporalis tergeser
Resiko kurangnya Gangg. Persepsi Resiko tidak
volume cairan sensori efektif jln. Nafas
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Messenfalon tertekan Resiko injuri


Resiko gangg.
Integritas kulilt
immobilitasi
Gangg. cemas Kurangnya
kesadaran perawatan diri
3. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung seperti yang
terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau
hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi :
hiperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan akhirnya
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar”
sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan hasil dengan
lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk
yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis
cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya, situasi yang
terjadi pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena
peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada
substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena
jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam
Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba –
tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang
keras bergerak dan otak akan membentur permukaan dalam tengkorak pada otak
yang berlawanan.
3. Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah
yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi
desakan benturan.
4. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus
aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.
5. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.

6. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang
turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat
fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang
sobarachnoid dalam sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir
ke hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan
spinal

4. Klasifikasi Cedera Kepala


1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak
ringan dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown coma scale)
a. Cedera kepala ringan/minor
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang
dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala barat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
 Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak
a. Comotio serebral /gegar serebral
 Tidak sadar kurang dari 10 menit
 Muntah – muntah, pusing
 Tidak ada tanda – tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
 Tidak sadar lebih dari 10 menir, bila area yang terkena luas, dapat
berlangsung lebih dari 2 – 3 hari setelah cedera.
 Muntah, amnesia retrograd
 Ada tanda – tanda 3 defisit neurologik
2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara durameter dan tulang
tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah perictal
temporal akibatnya :
 Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan
penurunan TTU.
 Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata
yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan
dilatasi pupil
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh
robekan vena yang terjadi diruang subdural
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid
piamter seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hemaroma intra kranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali
karena adanya impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba – tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam
jaringan otak

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi hasil
yang cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang
tengkorak yang akan meningkat TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan / perubahan mental

6. Komplikasi
 Meningitis
 Kejang
 SIADH (Sindroma Of In Apropriate ADH)
 Atelektasis
 Residual defisit neurologik
 Kontraktur
 Pneumonia

7. Penatalaksanaan Medis
a. Umum
 Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu
sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena
jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau
mulut
 Breathing : - Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah,
saturasi oksigen
 Circulation : - Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary
rafill, sianosis pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran,
reflek terhadap cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output

b. Khusus
 Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
 Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
 Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
 Pemberian diet/nutrisi
 Rehabilitasi, fisioterapi

Prioritas Keperawatan
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
4. Meningkatkan koping individu dan keluarga
5. Memberikan informasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan diagnosa
medis.
2. Alasan masuk
Berisi tentang alasan masuk ke rumah sakit. Kaji kronologi yang
menyebabkan cedera kepala. Keluhan-keluhan yang biasa muncul.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian. Data
subjektif yang sering muncul, selain itu dapat diperkuat dengan data objektif.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang menunjang ke
penyakit yang dialami oleh pasien saat ini.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai penyakit.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS
pasien
2. TTV : mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan
3. Kepala`` : bagaimana keadaan kepala, dan kulit kepala.
4. Rambut : perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut
5. Mata : perhatikan keadaan konjunctiva, dan perhatikan keadaan
sklera, perhatikan apakah ada hematom atau tidak
6. Telinga : perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan
pendengaran atau tidak, apakah keluar darah atau tidak
7, Hidung : perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada penggunaan
alat bantu nafas.
8. Mulut : perhatikan keadaan mukosa bibir
9. Gigi : perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada
caries atau tida, perhatikan kelengkapan gigi
10. Lidah : perhatikan keadaan lidah, kebersihan lidah, dan apakah
ada lesi pada lidah atau tidak.
11. Leher : perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan
pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening
12. Integumen : perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas
13. Thorax :mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Perhatikan apakah dada simetris atau tidak,
atau apakah ada penggunaan otot bantu nafas atau tidak,
nilai bagaimana suara nafas pasien.
14. Jantung : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Perhatikan iktus, dan dengarkan bunyi jantung.
15. Abdomen : mencakup pemeriksaan secara inpeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Lihat keadaan abdomen, kesimetrisan,
adanya nyeri tekan atau nyeri lepas, adanya jejas dan
dengarkan bising usus.
16. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan
pasien terkait genitalia
17. Ekstremitas :periksa bagaimana keadan ekstremitas pasien mencakup
kekuatan otot pasien.
c. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi sehat
Adanyan tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri, yang
dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan penyakitnya.
Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan anoreksia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga pasien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
3. Pola eliminasi
Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
kekamar mandi, karena lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas.
Dengan adanya perubahan tersebut pasien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu pola eliminasi.
4. Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya intoleransi aktivitas, akan menyebabkan pasien
membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
5. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
6. Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam
keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebutberdampak terganggunya
hubungan interpersonal.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien dengan CK seringkali merasa cemas dengan keadaannya
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien mungkin terganggu apabila terjadi CK yang
menyebabkan pendarahan hebat.
9. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu sementara waktu, karena dirumah sakit,

10. Pola koping


Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti
penyakitnya, akan mengalami stres.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalanka pula
sebagai penanggulangan stres dengan percaya pada Tuhannya.

d. Pemeriksaan penunjang
Pantau nilai Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit pasien, serta nilai-nilai
hasil pemeriksaan yang menunjang terhadap penyakit pasien

e. Pengobatan
Catat terapi pengobatan yang diberikan pada pasien

Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghasilan aliran darah
oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral, penurunan TD
sistemik/hipoksia
2. Pola nafas tidak efektif, Risti berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernafasan otak), obstruksi trakeobronkial
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis)
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : post craniotomi
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan/kerusakan fungsi
neurologis
7. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kontrol / penurunan
kesadaran

DAFTAR PUSTAKA
 Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta: EGC
 Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008.
Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby
Elsevier.
 Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

 Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai