Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

DI SUSUN OLEH:

 AFDHOAN
 WULAN RAMDANI

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YAHYA BIMA

TAHUN 2023/2024
A. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA

1. Definisi
Cedera adalah : suatu gangguan trauma fungsi yang disertai / tanpa disertai perdarahan intersisial
dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak CR. Syamsum Hidayat, dkk, 1997).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996) Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat dimana
otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
2. Etiologi
- Trauma oleh benda tajam Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal
- Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi Kerusakan terjadi ketika
energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan pelindung yaitu rambut kulit
kepala dan tengkorak
3. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang
sedang bergerak membentur kepala yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,
atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera periambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung
seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera.
Konsekwensinya meliputi : hiperemia (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra
kronial dan akhirnya peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi. Bennarelli dan kawan – kawan
memperkenalkan cedera “fokal” dan “menyebar” sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya
untuk menggunakan hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang
meliputi kontusio serebral dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar
secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua– duanya, situasi yang terjadi
pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada substansi otak, maka
akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan
itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam. Deselerasi adalah kepala membentur
benda yang diam Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba
tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras bergerak dan otak
akan membentur permukaan dalam tengkorak pada otak yang berlawanan.
3. Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah yang terbentur,
sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi desakan benturan.
4. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar adalah bagian
anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus aksipitalis dan bagian atas
mesensefalon.
5. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi
alba dan batang otak.
6. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang turun menekan otak
yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan
serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS)
akan mengalir ke hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan spinal
4. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Menurut jenis cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duameter. Trauma
yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan dengan cedera
serebral yang luas.
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown coma scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
 GCS 1-3
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2. Cedera kepala sedang
 GCS 4-6
 Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala berat
 GCS 7-10
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
 Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial. Gangguan yang Menyertai
Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak
a. Comotio serebral /gegar serebral
 Tidak sadar kurang dari 10 menit
 Muntah – muntah, pusing
 Tidak ada tanda – tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
 Tidak sadar lebih dari 10 menir, bila area yang terkena luas, dapat berlangsung lebih dari 2 – 3 hari
setelah cedera.
 Muntah, amnesia retrograd
 Ada tanda – tanda 3 defisit neurologik
2. Perdarahan epidural/epidural hematom Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara
durameter dan tulang tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah
perictal temporal akibatnya :
 Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan penurunan TTU.
 Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata yang dapat menimbulkan
penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan dilatasi pupil
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh robekan vena yang
terjadi diruang subdural
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid piamter seringkali terjadi
karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hemaroma intra kranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali karena adanya
impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba – tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala
sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan luasnya
kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi hasil yang cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang tengkorak yang akan
meningkat TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan / perubahan mental
6. Komplikasi
1. Meningitis
2. Kejang
3. SIADH (Sindroma Of In Apropriate ADH)
4. Atelektasis
5. Residual defisit neurologik
6. Kontraktur
7. Pneumonia
7. Penatalaksanaan Medis
a. Umum
- Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke
satu sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada
vena jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga
atau mulut
- Breathing : - Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah,
saturasi oksigen
- Circulation : - Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi
capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil,
ukuran, reflek terhadap cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output
b. Khusus
 Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid,
pemberian steroid
 Operatif : Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting
prosedur
 Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala
hebat, muntah proyektil dan papil edema
 Pemberian diet/nutrisi
 Rehabilitasi, fisioterapi
Prioritas Keperawatan
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
4. Meningkatkan koping individu dan keluarga
5. Memberikan informasi
8. Penatalaksanaan non medis
1. Hubungi petugas medis. Segera hubungi bantuan medis.
2. Periksa napas.
3. Stabilkan kepala dan leher.
4. Hentikan pendarahan.
5. Penanganan pendarahan.
6. Cegah tersedak.
7. Kompres dengan es.

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan diagnosa medis.
b. Alasan masuk
Berisi tentang alasan masuk ke rumah sakit. Kaji kronologi yangmenyebabkan cedera kepala. Keluhan-
keluhan yang biasa muncul.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian. Data subjektif yang sering muncul,
selain itu dapat diperkuat dengan data objektif.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang menunjang ke penyakit yang dialami oleh
pasien saat ini.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS
pasien
b. TTV : mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan
c. Kepala : bagaimana keadaan kepala, dan kulit kepala.
d. Rambut : perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut
e. Mata : perhatikan keadaan konjunctiva, dan perhatikan keadaan sklera, perhatikan apakah ada
hematom atau tidak
f. Telinga : perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan pendengaran atau tidak, apakah keluar
darah atau tidak
g. Hidung : perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada penggunaan alat bantu nafas.
h. Mulut : perhatikan keadaan mukosa bibir
i. Gigi : perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada caries atau tida, perhatikan kelengkapan
gigi
j. Lidah : perhatikan keadaan lidah, kebersihan lidah, dan apakah ada lesi pada lidah atau tidak.
k. Leher : perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan pembesaran kelenjar limfe atau
kelenjar getah bening
l. Integumen : perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas
m. Thorax : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Perhatikan apakah
dada simetris atau tidak, atau apakah ada penggunaan otot bantu nafas atau tidak, nilai bagaimana
suara nafas pasien.
n. Jantung : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Perhatikan iktus, dan
dengarkan bunyi jantung.
o. Abdomen : mencakup pemeriksaan secara inpeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Lihat keadaan
abdomen, kesimetrisan, adanya nyeri tekan atau nyeri lepas, adanya jejas dan dengarkan bising usus.
p. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan pasien terkait genitalia
q. Ekstremitas :periksa bagaimana keadan ekstremitas pasien mencakup kekuatan otot pasien.

3. Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi sehat
Adanyan tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi pasien tentang
kebiasaan merawat diri, yang dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan penyakitnya.
Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia. Sedangkan
kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga pasien akan mengalami gangguan pada
status nutrisinya.
c. Pola eliminasi
Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa kekamar mandi, karena
lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas. Dengan adanya perubahan tersebut pasien tidak
terbiasa sehingga akan mengganggu pola eliminasi.
d. Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya intoleransi aktivitas, akan menyebabkan pasien membatasi aktivitas fisik
dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam
pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani
peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal
tersebutberdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien dengan CK seringkali merasa cemas dengan keadaannya
h. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien mungkin terganggu apabila terjadi CK yang menyebabkan pendarahan
hebat.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu sementara waktu,
karena dirumah sakit,
j. Pola koping
Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti penyakitnya, akan mengalami stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit
ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di
jalanka pula sebagai penanggulangan stres dengan percaya pada Tuhannya.

4. Pemeriksaan penunjang
Pantau nilai Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit pasien, serta nilainilai hasil pemeriksaan yang
menunjang terhadap penyakit pasien

5. Pengobatan
Catat terapi pengobatan yang diberikan pada pasien
Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghasilan aliran darah oleh SOL
(hemoragi, hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik/hipoksia
2. Pola nafas tidak efektif, Risti berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak), obstruksi trakeobronkial
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan atau integrasi (trauma
atau defisit neurologis)
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : post craniotomi
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan/kerusakan fungsi neurologis
7. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kontrol / penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta: EGC
 Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2008. Nursing Interventions
Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby Elsevier.
 Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
 Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai