DI SUSUN OLEH:
DEBBY NATALIA
2019/2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari
otak disertai/tanda perdarahan intestinal dalm substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat inury baik secara langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2011), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital oleh
degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena
robekan subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar aringan otak (Batticaca, 2008)
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8 mengalami amnesia >24 jam
(Haddad, 2012).
B. ETIOLOGI
Penyebab dari trauma kepala adalah adanya trauma pada kepala
meliputi trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak
akibat benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan panas, efek dari
kekuatan/energy yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, benturan pada kepala, jatuh dari ketinggian
dengan dua kaki, menyelam di tempat yang dalam, olahraga yang keras, anak
dengan ketergantungan, trauma akibat persalinan
D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakn struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,
perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi dapat terbagi atas dua proses
yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala
primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung
saat kepala terbentur dan dapat member dampak kerusakan jaringan otak.
Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarah cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral. Hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringa serebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak (Tartowo, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Cedera primer
Kerusakan akibat langsng trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya durameter, laserasi, kontusio)
2. Cedera sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu
darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang
terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi
penurunan tekanan perfusi serebral (CPP) yang fatal pada tingkat seluler.
Cedera sekunder dan tekanan perfusi:
CPP=MAP-ICP
CPP: Cerebral Perfusion Pressure
MAP: Mean Arterial Pressure
ICP: Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik, kerusakan seluler yang
makin parah (irreversible). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamate, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influksi
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivitasi enzyme
degradatif serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan membrane sel
Dipicu Ca influx yang mengaktivitasi enzyme degradatif akan
menyebabkan keruskan DNA, protein, dan membrane fosfolipid sel (BBB
breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai
prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid akan
menyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang mrnghasilkan radikal
bebas yang berlebih
5. Apoptosis
Sinyal kematian sel diteruskan ke Nukleus oleh membrane bound apoptic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA
dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage)
E. PATHWAY TRAUMA CAPITIS
ETIOLOGI
Akselerasi Deselerasi
Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak kepala bergerak cepat ke satu arah dan Menyender
benda yang diam
Retak biasa pada Terjadi pada Fraktur tulang Benturan dengan tenaga Fraktur linear yang terjadi
hubungan tulang dan sutura tulang kepala yang lebih besar langsung mengenai pada dasar tulang
tidak merubah hub dari tengkorak dari satu fragmen tulang kepala tengkorak
kedua fragmen
Mengenai seluruh Pelebaran sutura Fraktur kominutif Penekanan atau laserasi Robekan durameter
ketebalan tulang kepala tulang tengkorak pada durameter dan didaerah basis
jaringan otak
Kebocoran cairan
Fraktur linear Fraktur diastatis serebrospinal
Fraktur impresi
Merobek arteri darah Pecahnya pembuluh darah vena adanya gaya akselerasi dan Bergesernya parenkim otak dari
Terkumpulnya darah antara deselerasi akibat trauma permukaan trhdp parenkim yang
durameter dan jaringan otak sebelah dalam
- Pupil anisokor
Maka aliran darah otak menurun
Edema serebral
Peningkatan TIK
Penekanan langsung Cedera saraf Herniasi (pergeseran otak) Produksi ADH meningkat
pada pusat muntah kronial
Peningkatan tekanan
Nadi menurun
hidrostatik
DX:
ketidakefektifan
pola nafas
Gagal nafas
Hipoksemia
Hipoksia jaringan
Metabolisme
anaerob
Penumpukan asam
laktat
Syok
F. KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA
1. Berdasarkan keparahan cedera
a) Cedera kepalan ringan (CKR)
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusio serebri hematom
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran <30 menit
b) Cedera kepala sedang
Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit dan <24 jam
Muntah
GCS 13-15
Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientai ringan (bingung)
c) Cedera kepala berat
GCS 3-8
Hilang kesadaran >24 jam
Adanya kontusio serebri, laserasi/ hematoma intracranial
2. Berdasarkan jenis cedera kepala (Arif Mutaqqin, 2008)
a) Cedera kepala primer
Trauma kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal, cedera otak
difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etiologis dan patofisiologi
yang unik.
b) Kerusakan otak sekunder
Trauma kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas gangguan
sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan- keadaan ini merupakan
penyebab yang sering pada kerusakan otak sekunder.
c) Edema serebral
Tipe yang terpenting pada trauma kepala adalah edema vasogenik dan edema
iskemik.
d) Pergeseran otak
Adanya satu massa yang berkembang membesar (hematoma, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intra kranial, biasanya akan
menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.
G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada trauma kepala berat:
a) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b) Kebingungan
c) Iritabel
d) Mual dam muntah
e) Kepala pusing
f) Terdapat hematoma
g) Kecemasan
h) Sukar untuk dibangunkan
i) Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
Manifestasi klinis spesifik :
1. Gangguan otak
a. Comotio serebri/ geger otak
Tidak sadar < 10 menit
Muntah-muntah, pusing
Tidak ada tanda defisit neurologis
b. Contusio cerebri / memar otak
Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung >
2-3 hari setelah cedera
Muntah-muntah, amnesia retrograde
Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental
sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardia,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan :
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
Isokor dan anisokor
Ptosis
3. Hematoma subdural
a. Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena robekan vena
b. Gejala : Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
c. Akut : gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
Kronis : 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4. Hematoma intracranial
Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur liner/ simple
Melibatkan Os temporal dan parietal
Jika garis fraktur meluas kearah orbital/ sinus paranasal dapat
menyebabkan resiko perdarahan
b. Fraktur basiler
Fraktur pada dasar tengkorak
Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
masuk
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b) CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah :
1) Nyeri kepala menetap atau muntah- muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgetik.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurun GCS lebih dari 1 dimana faktor- faktor ekstrakranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll)
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Adanya tembus akibat benda tajam.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012)
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik cedera aksonal.
d) X-Ray
X-Ray berfungsi untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/ edema), fragmen tulang (Rasad, 2011).
e) BGA (Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
f) Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial
(Musliha, 2010)
I. PENATALAKSANAAN
a) Resusitasi jantung paru (circilation, airway, breathing= CAB)
Pasien dengan trauma kepala berat sering terjadi hipoksia,hipotensi, dan
hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang
benar adalah :
1) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Hipotensi disebabkan oleh hipovoemia akibat perdarahan luar, ruptur organ
dalam, trauma dada disertai temponade jantung atau pneumotoraks dan syok
septik. Tindakan yang dilakukan adalah menghentikan pendarahan, perbaikan
fungsi jantung, dan mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.
2) Jalan napas (airway)
Bebaskan jalan napas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau pipa endotrakeal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
3) Pernapasan (breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernapasan pada lesi medulla oblongata,
pernapasan cheyne stokes, ataksis, dan central neurogenic hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, infeksi.
Gangguan pernapasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan
dengan pemberian 02 kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
Memeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan
reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
b) Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan cedera kepala berat yang dilakukan di ruang ICU :
1) Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi
2) Monitor tekanan darah
3) Pemasangan alat monitor tekanan darah intrakranial pada pasien dengan
dengan skor GCS<8
4) Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal larutan RL) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan
dalam salin 0,45% atau dekstrose 5% dalam air dapat menimbulkan eksaserbasi
edema serebri
5) Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan
katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal
6) Temperatur badan : demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati
secara agresif dengan asetaminofalen atau kompres dingin
7) Antikejang : fenitolin 15-20 mg/kgBB bolus intravena kemudian 300 mg/ hari
intravena jika pasien tidak kejang fenitolin harus dihentikan 7-10 hari .
8) Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko
meningitis pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara
intrkranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih
virulen
9) Terapi manitol : berikan manitol 20% 1g/ kgBB intravena dalam 20-30 menit.
Dosis ulangan dapat dapat diberikan 4-6 jam kemudia ¼ dosis semula setiap 6
jam sampai maksimal 48 jam pertama
Indikasi pemberian manitol :
a) Osmolarita <320 mosmol/L
b) CVP 6-12 CmH2O
c) Tekanan darah sistolik 110 mmHg
d) Diuresis 24 jam positif
e) Fungsi ginjal normal
f) Hb> 10 mg/dl
J. KOMPLIKASI
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi:
a) Perdarahan intrakranial
b) Kejang
c) Parese saraf cranial
d) Meningitis atau abses otak
e) Edema cerebri
f) Kebocoran cairan serebrospinal
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita 18 tahun dirawat di ICU RS Pelamonia sejak tadi malam karena
terjatuh dari tangga dengan ketinggian ≤3 meter. Pada saat di IGD didapatkan pasien
mengalami penurunan kesadaran GCS 8, tampak jejas dibelakang telingan kanan, irama
pernafasan tidak teratur, muntah 1 kali dan kejang 2 kali dengan rata-rata durasi ≤1 menit.
Pada ssat pengkajian di ICU didapatkan GCS M2V2E1 5 (Stupor), TTV: TD=80/70 mmHg,
Nadi=124x/menit, Pernapasan=32x/menit, Suhu=36,6oC, Spo2=87% via non rebreathing
mask oksigen 12 liter. Hasil pemeriksaan darah rutin: HB=11,5g/dL↓, HCT= 33.3%↓,
Leukosit=10.70/uL. Hasil AGD: pH=7,31mmHg↓, PaCO2=33,1mmHg↓, PO2=117mmHg↑,
HCO3=18.0mmol/L↓, Laktat=1.27 mmol/L↑, kesan asidosis metabolik. Hasil CT-scan kesan
subdural hematoma sinistra dengan edema serebri. Tampak terpasang OPA, terdengar
suara stridor, terpasang kateter urin 350/12jam, tampak terpasang monitor jantung, tampak
terpasang NGT, akral teraba dingin, tampak pasien kejang 1 kali dengan durasi 1 menit pada
saat pengkajian.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
- pH=7,31 mmHg
- PaCO2=33,1 mmHg
- PO2=117 mmHg
- HCO3=18.0 mmol/L
Blood (B2) Suara jantung S1 S2 S3 S4
Tunggal
Irama jantung Regular
CRT < 3 detik
JPV Normal
CVP Tidak ada
Edema Tidak ada
EKG Terpasang monitor EKG
Hasil: sinus ritme
Lain – lain TTV: TD=80/70 mmHg,
Nadi=56x/menit,
Pernapasan=32x/menit,
Suhu=36,6oC,
Laktat=1.27 mmol/L
Leukosit=10.700/uL
Brain (B3) Tingkat kesadaran Kualitatif : Somnollen
Kuantitatif:
- E:1
- V:2
- M:2
Reaksi pupil : Ada: Tampak reflex pupil
Kanan mengecil saat diberikan
cahaya.
Kiri Ada: Tampak reflex pupil
mengecil saat diberikan
cahaya.
Refleks fisiologis Ada : Tricep (+), Bicept (+),
Patella (+), Achiles (+)
Refleks patologis Tidak ada : Babinsky (-)
Meningeal sign Tidak ada
Lain – lain Pemeriksaan CT-scan: subdural
hematoma sinistra dan edema
serebri
Pasien kejang 1 dengan durasi 1
menit
Bladder (B4) Urin Jumlah : 350cc/12jam
Warna :kuning
Kateter Ada
Kesulitan BAK Tidak
Lain – lain
Bowel (B5) Mukosa bibir Kering
Lidah Bersih
Keadaan gigi Lengkap
Nyeri tekan Tidak ada
Abdomen Tidak distensi
Peristaltic usus Normal
Nilai : 12 x/mnt
Mual Tidak ada
Muntah Tidak ada
Hematemesis Tidak ada
Melena Tidak ada
Terpasang NGT Ada
Terpasang Colostomi Bag Tidak ada
Diare Tidak ada
Konstipasi Tidak ada
Asites Tidak ada
Lain-lain
Bone (B6) Turgor Baik
Perdarahan kulit Ada
Icterus Tidak ada
Akral Dingin
Pergerakan sendi Bebas
Fraktur Ada: Fraktur linear
Luka Ada
Jejas di belakang telinga kanan
Lain-lain
B. ANALISA DATA
- Akral :dingin
- Fraktur linear sinistra
- TTV: TD: 80/50mmHg
- Jejas di belakang telinga
kanan
- Pernapasan 32x/menit
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perifer
II. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan factor resiko trauma
III.Resiko syok dengan factor resiko hipoksia
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
- Mobilisasi di tempattidur: 4
Kanan kiri
Tangan 0 0
Kaki 0 0
Keterangan :
Nilai 5 : kekuatan penuh
Nilai 4 : kekuatan kurang disbanding sisi yang lain
Nilai 3 : mampu menahan tegak tapi tidak mampu menahan tekanan
Nilai 2 : mamou menahan gaya gravitasi namun dengan sentuhan akan
jatuh
Nilai 1 : tampak kontraksi otot sedikit ada sedikit Gerakan
Nilai 0: tampak tidak ada kontraksit otot sama sekali
5. Data
Kaki 0 0
Diagnose NOC
Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan keperwatan Bantuanperawat
tirah baring diharapkan : 1. Pertimbangk
Perawatan diri : aktivitas sehari-hari meningkatk
1. Makan dipertahankan pada skala 1 2. Bantu pasie
(sangat terganggu) di tingkatkan ke (seperti; ma
skala 3 (cukupterganggu) eliminasi)
2. Kebersihan dipertahankan pada skala 1 3. Berikan ling
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dengan mem
skala 3 (cukup terganggu)
hangat, sant
3. Mandi dipertahankan pada skala 1
4. Ajarkan oran
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
dalam peraw
skala 3 (cukup terganggu)
4. Makan dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) di tingkatkan ke
skala 3 (cukup terganggu)
5. BerpakaianMakandipertahankan pada
skala 1 (sangat terganggu) di
tingkatkan ke skala 3 (cukup terganggu)