Disusun Oleh:
Kelompok 7
1. Adinda Nadhifah (181002)
2. Asri Agustina (181128)
3. Putri Eka Wardani (181153)
4. Siti Selyna (181038)
Trauma kepala atau Head trauma juga digambarkan sebagai trauma yang
mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual,
emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001).
2. Anatomi Kepala
a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu :
1) Skin atau kulit
2) Conneccive tissue atau jaringan penyambung.
3) Aponeurosis atau galea aponeurotika.
4) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar.
5) Pericranium Tulang Tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
crani.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis,
namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagi atas 3 fosa yaitu :
Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum.
b. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1) Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).
Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di
tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang
bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-
lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di
antara bagian-bagian otak.
2) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor
cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater
oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat
yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
3) Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan
bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus
untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.
c. Otak
Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada orang sekitar 14
kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (atak depan) yaitu
terdiri dari serebrum diensefalon, nesensefalon (otak tengah) dan
ronbensefalon (otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sitem aktivitas
reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik kardiorespiratorik. Cerebellum
bertanggungjawab dalam fungsi kordinasi dan keseimbangan.
3. Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial (Smeltzer,2000).
Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) :
a. Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat
jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk
menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang
menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau benda
lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada
burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat
setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala:
penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal
hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
b. Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada
concussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak,
darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala:
penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
c. Epidural Hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-
deselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan
pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala:
penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut menjadi
penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi
batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan
motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah
dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis
perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi.
Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada
daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai
vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip
dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat
karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada
epidural mengenai arteri.
e. Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan
memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh
darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian
frontal dan temporal otak. Ich sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala:
deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan
motorik, peningkatan tekanan intracranial.
f. Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear,
comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan
tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah.
Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor
motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s
sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran
timpani.
B. Epidural Hematoma
Beberapa definisi epidural hematoma menurut beberapa ahli sebagai berikut :
1. Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media.
(NICNOC2015)
2. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara
tulang tengkorak dan lapisan duramater.
3. Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur
tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater.
4. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria),
vena emmisaria, sinus venosus duralis.
5. Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak
dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
6. Epidural hematoma sebagai keadaan neurology yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar sehingga menimbulkan perdarahan. (Anderson, 2005)
7. Epidural Hematoma adalah hematom/perdarahan yang terletak antara
durameter dan tubula interna/ lapisan bawah tengkorak dan sering terjadi pada
lobus tengkorak dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Pada kejadian epidural hematoma jika pendarahan membesar dilakukan tindakan
pebedahan craniotomy. Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung
kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya
luka yang ada di kepala.
C. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi, akselerasi- deselerasi,
coup-countere coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala).
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan.
4. Cedera coup-counter coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang
cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta
area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai contoh : pasien dipukul dibagian
belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan perenggangan atau robeknya neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.
E. Patofisioloigi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak
di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan
tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh
tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi
dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal
dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar.
Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan
segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri
kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa
antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan
di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang
ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya
hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi
lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar.
F. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan
ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak
(brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
b. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi
membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari
lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifat-nya asam
sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba – suatu neurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena
3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri
diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak.
Diberikan dalam dosis 10q-500 mg/hari intravena.
3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak dini;
tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian
tubuh lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma
tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat me-
nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan
local. Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya
sehat dengan fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa
diatasi hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami
kejang, atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral
yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena
dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam.
Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg
iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan ka-rena efek
sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
4. Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml).
b. Keadaan pasien memburuk.
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm.
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depress. Dengan kedalaman
>1 cm.
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan
gcs 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan tik > 25 mmhg
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai darah
ke otak dan peningkatan TIK
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai O2 akibat
penurunan kerja organ pernapasan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur invasive dan invasi
bakteri.
4. Resiko Injury berhubungan dengan peningkatan TIK : kejang/ gelisah
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna / menelan nutrient.
6. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi (stimulasi nyeri) akibat prosedur
operasi invasive.
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan tonus otot sensori.
8. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan pergerakan sendi akibat
kerusakan neuromuskuler
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan kebutuhan ADL akibat
penurunan kesadaran.