Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai perdarahan interstisial substansi atau tanpa diikuti terputusnya
konsistinuitas otak (Hudak & Gallo, 1996).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic pada kepala tulang
tengkorak dan otak, pembuluh darah dan selaput otaknya (Junaidi,1998).
Cedera kepala adalah suatu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2000).
Cedera kepala adalah satu di antara kebanyakan bahaya yang
menimbulkan kematian dan kecacatan pada manusia (Cholik
Harun,dkk.2007)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumamatik dari fungsi otak
yang di sertai atau tanpa disertai perubahan intestisial dalam substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontuinitas otak (Walidi dan Aryadi,1997).
Cedera kepala adalah trauma otak sehingga dapat terjadi perubahan
pada fisik, emosional dan sosial (Black & Thafassarin – Jacop, 1997).
Cedera kepala adalah suatu traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa di sertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontuniutas otak (Tarwoto,dkk.2007).

Cedera kepala (cedera kraniocerebral) merupakan salah satu penyebab


utama kecacatan dan kematian (Tarwoto,dkk.2007)
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Otak

2. Fisiologi Otak
Menurut Syaifuddin (1999:125-127),otak terdiri dari 3
bagian penting ;
a. Serebelum (otak kecil)
Fungsi serebelum adalah ;
1. Pusat penerima implus dari reseptor sensori umum (Paleaserebelum).
2. Untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran keotak
( Arkhioserebelum).
3. Untuk mengatur gerakan (Neoserebelum).
b. Serebelum ( otak besar )

Otak besar merupakan bagian terluar dan terberas dari otak,


berbentuk telur dan mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
Sereberum terdiri 4 lobus yaitu;
1. lobus frontalis
2. Lobus parietalis
3. Lobus temporalis
4. Lobus oktipitalis
Adapun fungsi sereberum terdiri dari :
1. Mengingat pengalaman masa lalu
2. Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan dan memori.
3. Pusat menangis, BAB, dan BAK.
c. Batang otak
Batang otak terdiri dari Diensefalon, mesensefalon, pons varoli
dan medula oblongata.
Diensevalon,bagian batang otak paling atas yang berfungsi;
1. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah,
2. Respiratori/membantu proses pernafasan
3. Mengontrol kegiatan refleks,
4. Membantu pekerjaan jantung.
Mesensefalon berfungsi :
1. Membantu pekerjaan bola mata dan mengangkat kelopak mata

2. Memutar mata dan pusat pergerakan mata,


Pons varoli berfungsi ;
1. Penghubung antara kedua bagian serebelum,
2. Pusat syaraf trigeminus.
Medula Oblongata berfungsi;
1. Mengontrol pekerjaan jantung
2. Mengecilkan pembuluh darah
3. Pusat pernafasan
4. Mengontrol kegiatan refleks
Cairan serebro spinalis di peroleh dalam ventrikel-ventrikel otak,di
dalam kanalis sentralis medula spinalis dan di dalam organ-organ
subaraknoid. Lingual bekerja sebagai bantalan pada system syaraf dan
menunjang bobot otak. Cairan serebro spinal di buat pada ventrikel-
ventrikel dipleksus khoroideus,di dalam 24 jam pleksus khoroidesus
mensekresi 500-570ml cairan serebrospinal. Namun hanya 125-150ml
saja yang bersirkulasi di sekitar otak dan medula spinalis. Cairan
kembali ke otak dan diarbsorbsi di ruang subarakhoid.
Kemudian cairan serebro spinalis terus masuk ke dalam system
venous dan mengalir ke vena jugularis ke vena kava superior masuk ke
dalam sirkulasi sistemik (Long, 1996;106).
Sistem sirkulasi pada otak terdiri dari perpaduan arteri-arteri yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. arteri-arteri yang besar mengirimkan darah ke
daerah:
1. Atreri karotis antara 60%-80% dari suplai darah
a. Arteri serebral anterior
1) Permukaan medial dari modus frontalis dan parientalis
2) Basl ganglior
3) Bagian dan kapsul corpus colosum intana
b. Arteri serebral media
1) Permukaan lobus parietalis dan temporalis
2) Prasental (motorik)
3) Giri paksa sentral (sensori)
2. Arteri vertebralis 20% dari suplai darah
a. Arteri basilaris
1) Batang otak
2) Cerebelum
b. Arteri cerebral posterior
1) Sebagian lobus temporal dan oksipitalis
2) Organ-organ vestibular
3) Aparatus cochlear (Long: 1996:213-216)

Meningen merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum


tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh
darah dan cairan seksesi selaput otak terdiri dari tiga lapisan (Syaifudin,
1999).
1. Durameter
Merupakan lapisan paling luar, menutup otak dan medulla
spinalis. Sifat dura meterliat, tebal tidak elastis, berupa serabut dan
berwarna abu-abu. Bagian pemisah dura : faal-faal serebri yang
memisahkan kedua hemisfir dibagian longitudinal dan tentorium
yang merupakan lipatan dura yang membentuk jaring-jaring
membran yang kuat.

2. Arakhnoid
Meurpakan membran bagian tengah, membran yang bersifat
tipis dan lembut ini menyerupai sarang laba-laba karena itu disebut
Arachnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.
Pada dinding Arachnoid terdapat pleksus khoroid yang bertanggung
jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS).
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam berupa dinding yang
tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan
daerah otak.

Cerebrum terbagi menjadi 2 bagian, yaitu hemister kiri dan kanan


terdiri dari 4 lobus utama yaitu frontal, pariental, temporal,
oksipital. Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dibungkus dari
sebelah luar dengan serebral korteks. Bagian luar hemister serebri
terdiri dari substansia grisea yang disebut sebagai korteks serebri
terletak di atas substansial alba yang merupakan bagian dalam
hemisfer dan dinamakan pusat medula.
Area broca terletak di tengah konvulsi arteri serebral bagian
tengah, daerah ini bertanggung jawab untuk mengontrol kombinasi
gerakan otot yang dibutuhkan untuk mengucapkan maisng-masing
kata, sel-sel yang menentukan otot-otot bicara berada di dalam area
motorik pada korteks, pengucapan membutuhkan sebuah kombinasi
atau rangkaian kombinasi kontraksi, tetapi juga tengkorak, lidah,
pelatum mole, bibir dan dinding dada harus berkontraksi. Sel-sel
konvulsi broka langsung berhubungan dengan sel-sel area motorik
yang membuat kontraksi otot pada waktu yang telat dan dengan
kekuatan yang sesuai.

C. Etiologi
Menurut Black (1997,741)
1. Kecelakaan kendaraan bermotor seperti kendaraan bermotor dan mobil
2. Tembakan yang merupakan trauma tembus dan pukulan langsung pada
kepala yang merupakan truma pukulan
3. Jatuh dan kecelakaan olah raga

Menurut syamsuhudayat (1997). Cedera kepala dapat terjadi


benturan langsung / tanpa benturan langsung pada kepala. Pada suatu
benturan dapat di bedakan beberapa macam kekuatan yakni komprei,
aselerasi, di deselerasi. Sulit di pastikan kekuatan mana yang paling
berperan. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda sedang bergerak
membentur kepala yang sedang diam eperti trauma akibat pukulan benda
tumpul atau karena lemparan benda tumpul.
Menurut Tarwoto, dkk. 92007) cidera kepala dapat di sebabkan
karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan olah
raga, luka pada persalinan.

D. Patofisiologi
Cedera kepala bervariasi dari luka kulit yang sederhana seperti gegar
otak, luka terbuka dari tengkorak, di sertai kerusakan – kerusakan otak.
Luasnya luka buka merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh
umum dari cedera kepala yaitu dari tingkat ringan sampai tigkat berat ialah
cedera otak, devisit sensorik dan motorik. Peningkatan tekanan intrakranial,
kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak laniscemia dan hipoksia.
(Long,1996)

Pertimbangan paling penting cedera kepala manapun adalah apakah otak


tidak mengalami cedera, keadaan cedera ”minor” dapat menyebabkan
kerusakan otak bermakna cedera otak sering terjadi / tanpa fraktur
tengkorak, setelah pukulan / cedera pada kepala yang menimbulkan
komosio, kotusio, laserasi, hemoragi. Kromosio serebral setelah cedra
kepala adalah hilangnya fungsi neurologis sementara tanpa kerusakkan
struktur. Kromosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri
waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Getaran
otak sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing / berkunang – kunang,
atau dapat juga kehilangan kesadaran komplit sewaktu. Jika jaringan otak
silobus rasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia / disorientasi. Setelah cedera kepala, darah
berkumpul di daerah epidural (eksta dural) di antara tengkorak dan dura.

Keadaan ini sering di akibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang


menyebakan arteri meningkat, tengah putus atau rusak (laserasi), di mana
arteri ini berada pada dura dan terngkorak daerah inferior menuju bagian
tipis tulang tengkorak, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan
pada otak.

E. Gejala Klinis
1. Nyeri akibat benturan
2. Amnesia pasca traumatik selama kurang dari 30 menit serta masalah
memori yang dapat secara bermakna mengubah gaya hidup klien pasca
cidera
3. Hematoma kulit kepala.
Tanda gejala menurut Tarwoto, dkk.(2007) secara umum tanda
dan gejala pada cedera kepala meliputi ada atau tidaknya ffraktur
tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
1. Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak dapat melalui pembuluh darah dan syaraf-syaraf


cairan cerebrospinal. Jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang
terjadi adalah:
2. Keluarnya cairan cerebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe).
3. Kerusakan saraf intrakranial.
4. Perdarahan di belakang membran timpani.
5. Ekimosis pada priorbital.
Jika terjadi fraktur basiler, kemungkinaan adanya gangguan
pada syaraf kranial dan kerusakan bagian dalam telinga. Sehingga
kemungkinan tanda dan gejalanya:
a. Perubahan tajam penglihatan karena kerusakan nervus optikus.
b. Kehilangan pendengaran karena kerusakkan pada nervus auditorius.
c. Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakkan beberaapa
otot mata karena kerusakan nervus okulomotorius.
d. Peresis wajah karena kerusakan nervus fasialis.

e. Vertigo karena kerusakan nervus fasialis


f. Nistagmus karena kerusakan pada sistem vestibular.
g. Warna kebiruaan di belakang telinga di atas mastoid (battle sign).
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, ada atau tidaknya amnesia retrograt, mual dan muntah.
3. Kerusakan jaringan otak
4. Manifestasi klinik kerusakan jaringan otak bervariasi dari cedera kepala

Untuk melihatnya kerusakan cedera kepala perlu di lakukan


pemeriksaan Computed Tomography Scanning (CT scan) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tanda dan gejala dari cedera kepala menurut Smeltzer (1997) adalah :
a. Tingkat kesadaran berubah
b. Bingung.
c. Abnormalitas pupil
d. Tidak ada refleks muntah
e. Nyeri akibat benturan
f. Amnesia pasca traumatik selama kurang dari 30 menit
g. Hematome kulit kepala
Menurut Carpenito (2000) gejala-gejala yang ditimbulkan
tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otot yang di jabarkan
sebagai berikut:
1. Nyeri menetap atau setempat biasanya menunjukan adanya fraktur.
2. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan hemoragi pada
hidung, faring/telinga/konjungtiva.
3. Ekomosis mungkin terlihat di atas mastoid.
4. Drainase cairan serebro spinal dapat menyebabkan infeksi serius.
5. Cairan serebrospinal yang mengandung darah menunjukkan
laserasi otak/kontusio.
F. Klasifikan Cedera Kepala
1. Berdasarkan kerusakkan jaringan otak

a. Komosio serebri (gegar otak) : Gangguan fungsi neurologik ringan

tanpa adanya kerusakan stuktur otak, terjadi hilangnya kesadaran

kurang dari 10 menit atau tanpa di sertai amnesia retrograd,

mual,muntah,nyeri kepala.

b. Kontosio serebri (memar) : gangguan fungsi neurologik disertai

kerusakan jaringan otak tetapi kontuniutas otak masih utuh, hilangnya

kesadaran lebih dari 10 menit.

c. Laserasio serebri: gangguan fungsi neurologik di sertai kerusakan otak

yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Masa otak terkelupas

ke luar ke rongga intrakranial.

2. Berdasarkan berat ringannya cidera kepala:

a. Cidera kepala ringan: jika GCS antara 13-15, dapat terjadi

kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur

tengkorak, kontusio atau hematom.

b. Cidera kepala sedang: jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran

antara 30 menit sampai dengan 24 jam, dapat di sertai fraktur

tengkorak, disorientasi ringan.

c. Cidera kepala berat: jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih

dari 24 jam, biasanya di sertai kontusio, laserasi atau adanya

hematom, edema serebral.

G. Mekanisme cedera
ada 3 mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu :

akselerasi, deselerasi, dan deformitas (Tarwoto,dkk.2007)

a. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala diam,


misalnya orang yang diam kemudian di pukul atau terlempar batu.
b. Deselerasi yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam,
misalnya pada saat kepala terbentur.
c. Deformitas yaitu perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang
terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi,
ketegangan ataupemotonganpada jaringan otak.
Pada saat deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala

sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme cedera kepala dapat

mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat benturan (kup) dan

kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan (kontra kup).

H. Komplikasi

1. Menurut Tarwoto, dkk.(2007), Komplikasi yang mungkin terjadi

pada cidera kepala diantaranya:

a. Defisit neurologik

b. Kejang

c. Pneumonia

d. Perdarahan

e. Perdarahan gastrointestinal

f. Disritmia jantung

g. Syndrome of inappropriate of antidiuretuc homene ( SIADH )

h. Hidrosepalus

i. Kerusakan kontrol respirasi

j. Inkontinensia bladder dan bowel

I. Tipe Trauma Kepala

a. Trauma kepala terbuka


Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan

laserasi durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak

menusuk otak, misalnya akibat benda tajam atau tembakan.

Fraktur linear di daerah temporal, dimana arteri meningeal media

berada dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan

epidural. Fraktur linear yang melintang garis tengah, sering menyebabkan

perdarahan sinus dan robekannya sinus sagitalis superior.

Fraktur di daerah basis, di sebabkan karena trauma dari atas atau

kepala bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur difosa

anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan

adanya brill hematoma (raccoon eyes).

Fraktur pad os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal

(lebih jarang). Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah

temporal, sedang yang posterior di sebabkan trauma di daerah oksipital.

Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus

akustikus intrnal, foramen jugularis dan tube eusthakhius. Setelah 2-3 hari

akan tampak battle sign (warna biru di belakang telinga). Perdarahan

dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu di sebabkan oelh retak

tulang dasar tengkorak. pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri

tindaklah menimbulkan hal yang emergensi, namun yang sering

menimbulkan masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan

pada durameter, pembuluh darah jaringan otak. Hal ini dapat

menyebabkan kerusakan pusat vital, syaraf kranial, dan saluran syaraf

(nerve pathway).

Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat di deteksi oleh foto


rontgen, karena terjadi sangat besar. Tanda-tanda klinik yang dapat

membantu mendiagnosa adalah:

1. Battle sign (warna biru/ ekhimosis di belakang telinga di atas os

mastoid)

2. Hemotimpani (perdarahan di aerah gendng telinga)

3. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

4. Rhinorrhoe (liquor keluar dari hidung)

5. Otorrohoe (liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi,

meningitis dan perdarahan/ serosaninguis.

b. Trauma kepala tertutup

1. Komusio serebri /gegar otak

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi

pingsan (kurang dari 10 menit). Gejala-gejala lain mungkin termasuk

pusing, noda-noda di depan mata dan linglung. Komusio serebri

tidak mrninggalkan gejala sisah atau tidak menyebabkan kerusakkan

struktur otak.

2. Kontusio serebri/memar otak

Merupakan perdarahan kecil/ptechie pada jaringan otak akibat

pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-sama dengan

kerusaknya jaringan syaraf dan otak yang akan menimbulkan edema

jaringan otak di daerah sekitarnya. Bila daerah yang mengalami edema

cukup luas akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat

menimbulkan herniasi serebri yang mengakibatkan penekanan batang

otak. Bila edema mengenai batang otak akan menyebabkan fatal.


Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi diedakan atau kup

kontusio di mana lesi terjadi lesi koup, sedang kepala dalam keadaan

bebas bergerak akan terjadi kontra koup.

J. Hematom Intrakranial Listiono, DSBD.(1998)

Kejadian komplikasi ini dapat menjadikan penderita cedera kepala

derajat ringan dalam waktu yang singkat masuk ke dalam suatu keadaan

yang gawat mengancam jiwanya. Di satu pihak memang hanya sebagian

saja kasus cedera kepala yang datang ke rumah sakit berlanjut menjadi

hematom, tetapi di lain pihak frekuensi hematom ini terdapat pada 75%

kasus yang datang sadar dan keluar meninggal.

Hematom intracranial di kelompokkan menjadi ; hematom yang terletak di

luar duraameter yaitu ; hematom epidural, dan yang terletak di dalam

durameter yaitu; hematom subdural dan hematom intraserebral,; di mana

masing-masing dapat terjadi sendiri ataupun bersamaan.

a. Hematom Epidural

Hematom epidural merupakan pengumpulan darah di antara tengkorak

dalam durameter (di kenal dengan hematom ekstradural). Hematom

jenis ini biasanya berasal dari perdarahan atrerial akibat adanya fraktur

linear yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri

meninges.

b. Hematom subdural

Hematom subdural merupakan perdarahan yang mengumpul di antara

korteks serebri dan durameter. Ia di sebabkan olah regangan dan

robekan vena-vena drainase yang berjalan melintang – menggantung di


rongga subdural antara permukaan kortikal otak dengan sinus

duramatris.

Hematom subdural di klasifikasikan berdasarkan kronologisnya menjadi;

1. Hematom subdural akut ; 1-3 hari pasca trauma.

2. Hematom subakut; 4-12 hari pasca trauma

3. Hematom kronis; lebih dari 21 hari pasca trauma

c. Hematoma Intraserebral

Hematoma intraserebral paska traumatik merupakan koleksi darah fokal

yang biasanya di akibatkan oleh regangan atau robekan rotasional

terhadap pembuluh – pembuluh darah intra parenkimial otak, atau

kadang-kadang.

K. Factor Basis Kranii Dan Kebocoran Likuor


Factor basis kranii dapat di duga bersadarkan tampilan klinis

berupa ekhimosis periobital (Raccon’s eyes atau brill hematome) dan

rinorre pad fraktur bagian anterior, dan battle sign serts otorre untuk

fraktur basis fosa media.

Permasalahan dalam kasus-kasus dengan fraktur basis kranii

adalah terjadinya robekan durameter dengan segala konsekuensi

patologisnya, yaitu : kebocoran likuor melalui hidung, aerokel,

meningitis, posisi fragmen fraktur sendiri.

a. Rinore Likuor

Keadaan ini terjadi pada seperempat penderita fraktur basis

kranii anterior, dan kadang ada beberapa kasus yang likuornya keluar

melalui segmen timpani ke dalam telinga tengah dan baru keluar

melalui tube eustakhius sampai ke hidung. Rinnore yang terjadi


belakangan kemungkinan di akibatkan karena sebelumnya

kebocoran itu tertutup oleh hematom yang kemudian mengalami

resolusi atau otak yang bengkak.

Pada tahap awal biasanya penderita di istirahatkan berbaring

dan di berikan suntikan antibiotik seperti : Deca-durabolin, serta

pervensi terhadap kemungkinan infeksi. Penanganan bedah untuk

menutup kebocoran biasanya di terapkan setelah 10 – 14 hari

kemudian bila tidak ada tanda-tanda penyembuhan.

b. Otorre Likuor

Kejadian ini terjadi pada kira-kira 7 % kasus fraktur basis

kranii. Walaupun sering kali kebocorannya profus, ia hampir selalu

dapat pulih secara spontan setelah 5 – 10 hari. Prinsip

penanganannya secara umum mirip dengan kebocoran likuor melalui

hidung.

L. Pemeriksaan penunjang,

Pemeriksaan penunjang menurut Doenges, Moorhouse, & Geissler. (2000).

a. CT Scan (Computed Tomography Scanning)

Mengidentifikasikan adanya hemoragik, menentukan ukuran

ventrikuler, pergeseran jaringan otak, pemeriksaan penunjang di

perlukan untuk iskemia atau infrak mungkin tak terdeteksi dalam 24-

27 jam paska trauma.

b. Angiografi serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan

efek akibat edema, perdarahan, trauma.


c. EEG (Elektro Ensefalo Grafik)

Untuk memperlihatkan keberadaan perkembangan gelombang

patologis.

d. Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan stuktur tulang (fraktur),

pergeseran stuktur dari garis tengah (karena perdarahan edema),

adanya fragmen tulang.

e. GDA ( Analisa gas darah )

Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK /


perubahan mental.

f. Pemantauan kesadaran

Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan nilai GCS yang

di keluarkan oleh The traumatik Coma Data Bank ; (Hudak & Gallo,1996) .

Kategori penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai skala koma

gaslow :

1. Ringan (GCS = 13 – 15 )

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit. Tidak ada fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

2. Sedang (GCS =9 - 12 )

Kehilangan kesadaran dan / amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan

3. Berat (GCS =3 – 8 )

Hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi

atau adanya hematom.

d. Serum alkohol : Mendeteksi penggunaan sebelum cedera kepala, di

lakukan terutama pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas.

e. Serum obat : Mengetahui penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala.


f. Pemeriksaan obat dalam urine : Mengetahui pemakaian obat sebelum

kejadian.

M. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Penatalaksanaan keperawatan

a. Pemasangan infus dengan cairan Nacl 0,9% atau RL lebih efektif


cairan isotoner dalam mengganti volume intravaskuler dari pada
cairan hipotonis dan larutan ini tidak menambah edema serebri.
b. Pada klien dengan koma (skor GCS <8) atau pada kllien dengan
tanda herniasi lakukan tindakan berikut:
1) Elerasi kepala 30
2) Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mardatorik intermiten
dengan kecepatan 16 -20x /mnt dengan volume tidal 10 – 12ml /kg
BB.
3) Pemberian manitol 20% IV dalam 20 -30 menit. Dari ulangan dapat
diberikan 4 -6 jam sampai maksimal 48 jam .
4) Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi (hematoma epidural
besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka dan fraktur
impresi).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pathway dan perumusan diagnose keperawatan

Kecelakaan Tembakan Jatuh Pukulan

Cedera kepala

Laserasi pada Kulit kepala Tulang tengkorak Jaringan otak


area tubuh hematome Fr. contusio - Contusio cerebral
yang lain laserasi kulit kepala Fr. impresi - Hematome epidural
- Hematome subdural
Edema serebri
Resiko Isi kranium membentur
Infeksi dinding tulang Perubahan
perfusi serebri
Sistem persyarafan Herniasi otak
- Sakit kepala
- Wajah meringis Peningkatan TIK
- Respon menarik
Pada rangsangan
Nyeri yang hebat

Nyeri Perdarahan intra serebral

Gangguan pada Gangguan pada sistem Paralisis


Neruos vagus saraf

Gangguan Sistem muskulus keleta


- Mual, muntah Gangguan medula area broca - Merasa lemah, lelah
- disfagia Oblangata - Perubahan kesadaran
- Anireksia Disfasia rentang gerak
- Kelemahan otot Dispnea, apnea
Mengunyah
- Abrasi Kerusakan Intoleransi
- Kontusio komunikasi verbal aktifitas
- Laserasi
Perubahan nutrisi- Avulsi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Pola nafas
tidak efektif

Gambar 2. Pathway Cedera Kepala Sedang dan Perumusan diagnosa


keperawatan (Lang & Phipps, 1996, Doengoes, 2000, Carpenito
2000).

Anda mungkin juga menyukai