Anda di halaman 1dari 37

BAB I

KONSEP MEDIS

I. Konsep Dasar Medis


A. Defenisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak,
yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun
vokasional [CITATION Jen12 \l 1033 ].
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24
jam (Haddad, 2012 dalam [CITATION Har12 \l 1033 ]).

B. Anatomi Fisiologi
Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh,
dengan kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan
sangat penting untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak
mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam
dari semua keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar
seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang
beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang
dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria
dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis
dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri.
Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah
lebih kecil yang disebut lobus [CITATION Moo07 \l 1033 ].

7
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan.
Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus
parietal, lobus oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian
belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung
posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima
impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala
bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral
dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol

8
gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara;
dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas
sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak
dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan.Serebelum
juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap
atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan
tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai
mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Ellis, 2006 dalam Yuvinitasari, 2016).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang
sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua
sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.

9
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata,pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain
dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf
Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata
terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan
dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan
dari pons dan medulla.[CITATION Moo07 \l 1033 ].

C. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
( GCS ) nya, yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ].

Menurut, [CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:

10
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak.
Menurut [ CITATION Nua15 \l 1033 ] ada beberapa kondisi cedera kepala yang
dapat terjadi yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak
(pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit)
atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi
dan sebagian besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun
dapat juga terjadi pada sebagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu
beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral
yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka
pada cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya
adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana

11
kesadaran dengan ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan
(Hemiparese/plegi, pupil anishokor, reflex patologis satu sisi). Gambaran
CT Scan area hiperdens dengan bentuk biokonvek atau lentikuler diantara
2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm midline shift > 5 mm
dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat
berasal dari Bridging Vein , a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom
adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat
terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2
hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya adalah nyeri kepala,
bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan udem pupil, dan secara
klinis ditandai dengan penuruna kesadaran, disertai adanya laserasi yang
paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan gambar hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi
operasi jika perdaraha tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah
> 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
hiperdens yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang
berdekatan dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak
memerlukan terapi operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan
otak biasaya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan ota.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatka lesi perdarahan diantara neuron
otak yang relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah
hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basii crania

12
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal,
oksipital, sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan
posterior. Pada fraktur anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid,
sedangkan pada fraktur posterior melibatka tulang temporal, oksipital,
dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda terdapat fraktur basis crania
antara lain :
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga
(Rinore atau Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ]

D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses

13
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan.
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.

14
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat :
untuk me ngetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injury.
2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.

15
6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan TIK
11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan
dengan cara :
a. Obliteri sisterna : Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher,
lakukan foto tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal.
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan
prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl
0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema
cerebri.

16
c. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan
berat harus dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam
subraknoid dan infra ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan
otak, Edema serebri,
d. Elevasi kepala 30o
e. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik
intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal
10-12 ml/kg
f. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
g. Pasang kateter foley
h. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

H. Komplikasi
[CITATION Ros07 \l 1033 ] mengatakan kemunduran pada kondisi klien
diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif
dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan

17
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral.
yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.
5. Infeksi

II.Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi

18
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-
cirinya) misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat,
Status Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial
meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan
budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang
tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas,
mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman,
simetris atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa
stetoskop), feel (rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi
dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal

19
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

20
e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian
pasien tetapi cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)

21
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.

22
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut (Wahyu Widagdo, 2008) disesuaikan dengan [ CITATION Her17 \l
1033 ] Dalam NANDA Internasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular,
ketidakmampuan mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke
otak (Iskemia)
4. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
5. Resiko Infeksi
6. Resiko perdarahan

23
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Ketidakefektifan bersihan jalan NOC:


napas  Respiratory status :  Pastikan
Ventilation kebutuhan oral /
Nanda Hal: 406  Respiratory status : tracheal
Domain : Airway patency suctioning.
Kemanan/Perlindungan  Aspiration Control  Berikan
Kelas : 2 Cedera Fisik Setelah dilakukan tindakan O2… l/mnt,
Kode : 00031 keperawatan selama metode………
Defenisi : …………..pasien menunjukkan  Anjurkan
Ketidak mampuan membersihkan keefektifan jalan nafas dibuktikan pasien untuk
sekresi atau obstruksi dari saluran dengan kriteria hasil : istirahat dan napas
napas untuk memperthanakan  Mendemonstrasikan dalam
bersihan jalan napas batuk efektif dan suara nafas  Posisikan
yang bersih, tidak ada sianosis pasien untuk
Batasan Karakteristik : dan dyspneu (mampu memaksimalkan
 Batuk yang tidak efektif mengeluarkan sputum, bernafas ventilasi
 Dispneu dengan mudah, tidak ada pursed  Lakukan
 Gelisah lips) fisioterapi dada
 Kesulitan verbalisasi  Menunjukkan jalan nafas jika perlu
 Mata terbuka lebar yang paten (klien tidak merasa  Keluarkan
 Ortopnea tercekik, irama nafas, frekuensi sekret dengan
 Penurunan bunyi napas pernafasan dalam rentang batuk atau suction
 Perubahnan frekuensi napas normal, tidak ada suara nafas  Auskultasi
 Perubahan pola napas abnormal) suara nafas, catat
 Sianosis  Mampu adanya suara
mengidentifikasikan dan tambahan
 Sputum dalam jumlah yang
mencegah faktor yang  Berikan
berlebihan
penyebab. bronkodilator :
 Suara napas tambahan
 Saturasi O2 dalam batas  Monitor
 Tidak ada batuk
normal status
 Foto thorak dalam batas hemodinamik
Faktor yang berhubungan :
normal  Berikan
Lingkungan :
 Perokok pelembab udara
Kassa basah NaCl
 Perokok pasif
Lembab
 Terpajan asap
 Berikan
antibiotik :
Obstruksi Jalan napas
 Atur intake
 Adanya jalan napas buatan
untuk cairan
 Benda asing dalam jalan napas
mengoptimalkan
 Eksudat dalam alveoli keseimbangan.
 Hyperplasia pada dinding  Monitor
bronchus respirasi dan status
 Mucus berlebihan O2
 Penyakit paru obstruksi kronis  Pertahankan
 sekresi yang tertahan hidrasi yang
 spasme jalan napas adekuat untuk

24
Fisiologi : mengencerkan
 Asma sekret
 Disfungsi neuromuscular  Jelaskan
 Infeksi pada pasien dan
 Jalan napas alergik keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(NANDA) (NOC)
(NIC)
Ketidakefektifan pola NOC: NIC:
napas - Respiratory status: Airway Management
ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
Nanda Hal.243 - Respiratory status: chin lift atau jaw thrust bila perlu
Domain : airway patency 2. Posisikan pasien untuk
Aktivitas/Istirahat - Vital sign status memaksimalkan ventilasi
Kelas : 4 Respons Kriteria Hasil: 3. Identifikasi pasien perlunya
kardiovaskuler/Pulmonal 1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
Code : 00032 batuk efektif dan 4. Pasang mayo bila perlu
suara nafas yang 5. Lakukan fisoterapi dada jika perlu
Definisi: inspirasi dan/ bersih , tidak ada 6. Keluarkan secret dengan batuk atau
atau ekspirasi yang tidak sianosis dan dyspneu suction
member ventilasi (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Batasan Karakteristik: mengeluarkan suara tambahan
 Perubahan kedalaman sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
pernapasan bernafas dengan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
 Perubahan ekskursi mudah, tidak ada 10. Berikan pelembab udara kassa
dada pursed lips) basah NaCl lembab
 Mengambil posisi tiga 2. Menunjukkan jalan 11. Atur intake untuk cairan
titik nafas yang paten mengoptimalkan keseimbanagn
 Bradipneu 3. Tanda – tanda vital 12. Monitor respirasi dan status O2
 Penurunan tekanan dalam rentang normal Oxygen Therapy
ekspirasi 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
 Penurunan ventilasi trakea
semenit 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
 Penurunan kapasitas 3. Atur peralatan oksigenasi
vital 4. Monitol aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
 Dispneu
6. Observasi adanya tanda – tanda
 Peningkatan diameter
hipoventilasi
anterior-posterior
7. Monitor adanya kecemasan pasien
 Pernapasan cuping terhadap oksigenasi
hidung
 Ortopneu Vital sign monitoring
 Fase ekspirasi 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
memenjang 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
 Pernapasan bibir darah
 Takipneu 3. Monitor VS saat pasien berbaring,
 Penggunaan otot duduk atau berdiri
aksesorius untuk 4. Auskultasi TD pada kedua lengan

25
bernapas dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
Faktor yang selama, dan setelah aktifitas
berhubungan : 6. Monitor kualitas dari nadi
 Gangguan neurologis 7. Monitor frekuensi dan irama
(Trauma, kejang) pernapasan
 Nyeri 8. Monitor suara paru
 Cedera medulla 9. Monitor pola pernapasan abnormal
spinalis 10. Monitor suhu, waran dan
 Disfungsi kelmbaban kulit
neuromuscular 11. Monitor sianosis perifer
 Keltihan otot 12. Monitor adanya cushing triad
pernafasan 13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(NANDA) (NOC)
(NIC)
Ketidakefektifan perfusis NOC : NIC :
jaringan otak  Circulation status  Monitor TTV
 Neurologic status  Monitor
Nanda Hal.252  Tissue Prefusion : cerebral AGD, ukuran
Domain : Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan asuhan pupil, ketajaman,
Kelas : 4 Respons selama………ketidakefektifan kesimetrisan dan
kardiovaskuler/Pulmonal perfusi jaringan cerebral teratasi reaksi
Code : 00201 dengan kriteria hasil:  Monitor
 Tekanan systole dan diastole adanya diplopia,
Defenisi : dalam rentang yang diharapkan pandangan kabur,
Penurunan sirkulasi jaringan  Tidak ada nyeri kepala
otak yag dapat menganggu ortostatikhipertensi  Monitor level
kesehatan  Komunikasi jelas kebingungan dan
 Menunjukkan konsentrasi orientasi
Batasan Karakteristik : dan orientasi  Monitor
(Nanda 2014) tonus otot
 Pupil seimbang dan reaktif
 Gangguan status pergerakan
 Bebas dari aktivitas kejang
mental  Monitor
 Tidak mengalami nyeri
 Perubahan perilaku tekanan
kepala
 Perubahan respon intrkranial dan
motorik respon nerologis
 Perubahan reaksi  Catat
pupil perubahan pasien
 Kesulitan menelan dalam merespon
 Kelemahan atau stimulus
paralisis ekstrermitas  Monitor
 Abnormalitas bicara status cairan
 Pertahankan
parameter
hemodinamik
 Tinggikan
kepala 0-45o
tergantung pada

26
konsisi pasien
dan order medis

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Nyeri akut NOC : NIC :


 Pain Level,  Lakukan
Nanda hal: 469  pain control, pengkajian nyeri secara
Domain 12 : Kenyamanan  comfort level komprehensif termasuk
Kelas 1 : Kenyamanan fisik Setelah dilakukan lokasi, karakteristik,
Code : 00132 tinfakan keperawatan durasi, frekuensi,
selama …. Pasien tidak kualitas dan faktor
Defenisi : mengalami nyeri, dengan presipitasi
Pengalaman sensori dan emosional kriteria hasil:  Observasi reaksi
tidak menyenangkan yang muncul  Mampu nonverbal dari
akibat kerusakan jaringan actual atau mengontrol nyeri ketidaknyamanan
potensial atau yang digambarkan (tahu penyebab nyeri,  Bantu pasien dan
sebagai kerusakan, awitan yang tiba- mampu menggunakan keluarga untuk mencari
tiba atau lambat, dari intensitas ringan tehnik dan menemukan
sampai berat dengan akhir yang dapat nonfarmakologi untuk dukungan
diantisipasi atau diprediksi mengurangi nyeri,  Kontrol
mencari bantuan) lingkungan yang dapat
Batasan Karakteristik :  Melaporkan mempengaruhi nyeri
bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
 Diaphoresis berkurang dengan pencahayaan dan
 Dilatasi pupil menggunakan kebisingan
 Ekspresi wajah nyeri manajemen nyeri  Kurangi faktor
 Focus menyempit  Mampu presipitasi nyeri
 Keluhan tentang intensitas standar mengenali nyeri  Kaji tipe dan
skala nyeri (skala, intensitas, sumber nyeri untuk
 Keluhan tentang karakteristik nyeri frekuensi dan tanda menentukan intervensi
 Laporan tentang perilaku nyeri nyeri)  Ajarkan tentang
 Perilaku distraksi  Menyatakan rasa teknik non
nyaman setelah nyeri farmakologi: napas
Faktor yang berhubungan : berkurang dala, relaksasi,
 Agen cedera biologis  Tanda vital distraksi, kompres
 Agen cedera fisik dalam rentang normal hangat/ dingin
 Agen cedera kimiawi  Tidak  Berikan analgetik
mengalami gangguan untuk mengurangi
tidur nyeri: ……...
 Tingkatkan
istirahat
 Berikan
informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital
sign sebelum dan

27
sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Tabel 2.5 Nyeri Akut
Tabel 2.6 Intervensi Risiko Perdarahan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Risiko Perdarahan  TTV dalam batas  Mengawasi adanya perubahan


warna kulit
normal
Nanda hal: 408  Mengawasi adanya perbahan
Domain 11 :  Tidak ada tanda- kesadaran mengukur tanda – tanda
Keamanan/perlindungan vital
Kelas 2 : Cedera fisik tanda syok ( akral
 Memonitor perubahan turgor,
Code : 00206 dingin,TD dalam mukosa dan capillary refiil time
batas normal,  Mengobservasi adanya tanda-tanda
Defenisi : edema paru : dispneu dan ronkhi.
Rentan mengalami penurunan CRT<2detik)  Mengkaji kekuatan nadi prifer
volume darah, yang dapat  Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
mengganggu kesehatan.  Memonitor intake-output cairan
setiap jam : pasang kateter dll.
Faktor risko :
 Mengoservasi balance cairan
 Mengawasi adanya edema perifer
 Aneurisme
 Mengobservasi adanya urine output
 Gangguan fungsi hati
< 30 ml/jam dan peningkatan BJ
 Gangguan GI urine
 Koagulopati inheren  Meninggikan daerah yang cedera
 Komplikasi kehamilan jika tidak ada kontra indikasi
 Riwayat jatuh  Memberikan cairan peroral jika
 Sirkumsisi masih memungkinkan hingga
 Trauma 2000-2500 cc/hr.
 Mengontrol perdarahan dengan
balut tekan
 Mengobservasi tanda-tanda adanya
sindrom konpartemen ( nyeri lokal
daerah cederah, pucat, penurunan
tekanan nadi, nyeri bertambah
berat saat digerakkan, pertubahan
sensori/baal dan kesemutan )
 Menyiapkan alat-alat untuk
pemasangan CVP jika di perlukan
 Memonitor CVP jika di perlukan
 Memonitor CVP dan perubahan
nilai elektrolit tubuh
Kolaborasi
 Melakukan infus dengan jarum
yang besar 2 line
 Menyiapkan pemberian transfusi
darah jika penyebabnya
perdarahan, koloid jika darah
transpuse susah didapat
 Pemberian atau maintenance cairan

28
IV
 Tindakan RJP
 kolaborasi pemberian obat-obatan

Tabel 2.7 Intervensi Risiko Infeksi


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Risiko Infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik
Nanda hal: 405  Knowledge : aseptif
Domain 11 : Infection control  Batasi pengunjung bila
Keamanan/perlindungan  Risk control perlu
Kelas 1 : Infeksi Setelah dilakukan  Cuci tangan setiap
Code : 00004 tindakan keperawatan sebelum dan sesudah tindakan
selama…… pasien keperawatan
Defenisi : tidak mengalami infeksi  Gunakan baju, sarung
Rentan mengalami invasi dan dengan kriteria hasil: tangan sebagai alat pelindung
multiplikasi organism patogenik  Klien bebas  Ganti letak IV perifer dan
yang dapat mengganggu dari tanda dan dressing sesuai dengan
kesehatan gejala infeksi petunjuk umum
 Menunjukkan  Gunakan kateter
Faktor Risiko : kemampuan untuk intermiten untuk menurunkan
mencegah infeksi kandung kencing
 Gangguan Integritas kulit timbulnya infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
 Penurunan kerja siliaris  Jumlah  Berikan terapi
 Penyakit kronis leukosit dalam batas antibiotik:................................
 Prosedur invasive normal .
 Malnutrisi  Menunjukkan  Monitor tanda dan gejala
 Pecah ketuba dini perilaku hidup sehat infeksi sistemik dan lokal
 Imunosupresi  Status imun,  Pertahankan teknik
 Leukemia gastrointestinal, isolasi k/p
 Merokok genitourinaria  Inspeksi kulit dan
 Stasis cairan tubuh dalam batas normal membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam

D. Implementasi Keperawatan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang

29
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan
baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

30
31
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

SUMBER RSUP. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR MR.3/BEDAH/R.I/B/2012

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG


Jl. Adyaksa No. 5 Telp. (0411) 444133-449574-5058660 Fax. (0411) 4662561-430614 Makassar
90231
e-mail: stikes pnk@yahoo.com. Website:http:/stikespanakkukang.ac.id.
FORMAT IGD

Ruangan : Tgl
No. Rekam Medik : 157892
Nama initial : Tn.T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Umur : 15 juli 1977/43 tahun
Alamat : jl. Vetran selatan no 5
Rujukan :  Ya dari,  RS ……………………  Puskesmas …………………..  Dr.
………………..  Lainnya datang ke IGD
Diagnosa Trauma Kapitis
 Tidak  Datang sendiri  Diantar Dengan Mobil
Nama keluarga yang bisa dihubungi : Ny. M No. HP/Tlp : 085376864980
Alamat : Jl. Vetran Selatan No.5
Transportasi waktu datang :  Ambulans RSWS  Ambulans lain ………………. 
Kendaraan lainnya Mobil
Alasan masuk Pasien mengalami kecelakaan lalulintas dan langsung di bawa ke rumah sakit, pasien mengalami
pendarahan pada daerah kepala dan pasien tidak sadarkan diri .

32
RIMARY SURVEY TRAUMA SCORE

A. Airway A. Frekuensi Pernafasan


1. Pengkajian jalan napas 10 – 25 4
 Bebas Tersumbat  25 – 35 3
Trachea di tengah :  Ya  Tidak  > 35 2
 Resusitasi : Pemasangan ETT  < 10 1
 Re-evaluasi : Terdapat penumpukan secret pada 0
jalan napas B. Usaha bernafas
2. Masalah Keperawatan : Ketidakbersihan jalan napas
 Normal 1
3. Intervensi/implementasi : Manajemen Jalan napas
4. Evaluasi  Dangkal 0
B. Breathing
1. Fungsi pernapasan C. Tekanan darah
 Dada simetris :  Ya  Tidak  > 89 mmHg 4
 Sesak nafas :  Ya  Tidak  70 – 89 mmHg 3
 Respirasi : 40 x / mnt  50 – 69 mmHg 2
 Krepitasi :  Ya  Tidak  1 – 49 mmHg 1
 Suara nafas : 0
- Kanan :  Ada  Jelas  Menurun 
Ronchi D. Pengisian kapiler
 Wheezing  < 2 dtk 2
 Tidak Ada  > 2 dtk 1
- Kiri :  Ada  Jelas  Menurun  Ronchi  Tidak ada 0
 Wheezing
 Tidak Ada
E. Glasgow Coma Score (GCS)
 Saturasi O2 : 92 %  14 – 15 5
Pada : Suhu ruangan Nasal canule  11 – 13 4
 NRB Lainnya …………….  8 – 10 3
 Assesment : irama napas pasien tidak teratur 5–7 2
 Resusitasi : Pemasangan NRB 3–4 1
 Re-evaluasi : Setelah pemberian oksigen irama napas perlahan
teratur TOTAL TRAUMA SCORE ( A + B + C +
2. Masalah Keperawatan : ketidakefektifan pola napas D + E) = 10
3. Intervensi/implementasi : Arway Manajement
4. Evaluasi
C. Circulation
1. Keadaan sirkulasi
 Tensi : 90 /60 mmHg
 Nadi : 60x / mnt REAKSI PUPIL
Kuat Lemah Regular Irregular
 Suhu Axilla : 37.6 oC Suhu Rectal : -oC Kanan Ukuran (mm) Kiri Ukuran (mm)
 Temperatur Kulit :  Hangat  Panas  Dingin  Cepat ………..
 Gambaran Kulit :  Normal  Kering  Konstriksi ………..
 Lembah/basah
 Lambat ………..
 Assesment : tekanan darah meningkat serta nadi lemah,
kesadaran menurun  Dilatasi ………..
 Resusitasi :-  Tak bereaksi ………..
 Re-evaluasi :
2. Masalah Keperawatan:Ketidakefektifan perfusis jaringan otak
3. Intervensi/implementasi
4. Evaluasi
D. Disability
1. Penilaian fungsi neurologis

33
Alert : Pasien Mangalami penurunan kesadaran
Verbal response : pasien hanya mengerang
Pain response : pasien abduksi bahu saat diberi rangsangan nyeri
Unresponsive :
2. Masalah Keperawatan
3. Intervensi Keperawata.
4. Evaluasi
E. Exposure
1. Penilaian Hipothermia/hiperthermia
Hipothermia :tidak ada hipotermia
Hiperthermia : kulit pasien teraba hangat

2. Masalah Keperawatan
3. Intervensi / Implementasi
4. Evaluasi.

PENILAIAN NYERI :
Nyeri :  Tidak  Ya, lokasi pada daerah temporan kanan Intensitas (0-10) 7
Jenis :  Akut  Kronis

34
PENGKAJIAN SEKUNDER

1) SAMPLE
a. S: (sign and symptom)
keluarga mengatakan klien sebelum di bawah ke RS sinjai
mengalami sakit kepala 2 hari yang yang lalu, sakit kepala yang di
alami berdenyut – denyut dan meningkat ketika melakukan
aktivitas.
b. A (allergies)
Keluarga mengatakan tidak ada riwayat alergi pada
makanan maupun obat –obatan.

c. M: (medications)
Keluarga klien mengatakan satu bulan yang lalu rutin
mengonsumsi obat anti hipertensi amlodipine namun sekarang
sudah berhenti
d. P: past medical history)
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi
e. L (last meal)
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengonsumsi nasi dan
sayur
f. E: (event)
Klien mengalami penurunan kesadaran secara tiba – tiba.

2) PENGKAJIAN HEAD TO TOE


a. Kepala
Inspeksi : Tampak ada lesi pada daerah temporal kanan dengan
panjang 5 cm

35
Palpasi :Tidak teraba adanya benjolan maupun massa
b. Mata
Inspeksi : Nampak simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan
pada mata, sclera putih dan kongjutiva pucat.
Palpasi : tidak ada teraba benjolan atau massa
c. Hidung
Inspeksi : Tidak terdapat rinorhea dan edema
Palpasi : Tidak teraba adanya massa
d. Telinga
Inpeksi :Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada
penumpukan serumen
Palpasi : Tidak teraba massa
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : Tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir pucat, gigi
lengkap
f. Leher
Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil
Palpasi : tidak terdapat lesi
g. Dada dan paru-paru
Inspeksi : Ada pengembangan dada, simetris antar kedua
lapang paru, ada penggunaan otot bantu nafas
dada
Palpasi : Frekuensi nafas : 40 x/i, tidak teratur
Auskultasi : Tidak terdengar suara nafas tambahan ronchi
h. Jantung
Perkusi :Suara pekak, batas atas interkostal 3 kiri, batas
kanan linea paasteral kanan, batas kiri linea mid
clavicularis kiri, batas bawah intercostals 6 kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising
tidak ada.
i. Abdomen

36
Inspeksi : tidak distensi abdomen
Palpasi : tidak ada benjolan pada abdomen
Perkusi : terdengar bunyi timpani
Auskultasi : peristaltic usus 14x/menit
j. Pelvis
Inspeksi : tidak terdapat cedera maupun luka
Palpasi : tidak ada nyeri pada pelvis
k. Genetalia
Tidak ada kelainan genetalia
l. Integumen
Warna kulit pucat, turgor kulit jelek, CRT > 2 detik.
m. Ekstremitas atas : Simetris kiri dan kanan, terdapat lesi pada
lengan kanan, jumlah jari lengkap, tidak tampak clubbing finger,
terpasang infuse RL 28 tetes/menit dibatasi. Nadi kuat.
n. Ekstremitas bawah : Simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap,
Terdapat lesi pada Pattela kanan.
3) Pemeriksaan penunjang
4) Hasil pemeriksaan Laboratorium
5) Terapi medikasi
No Nama Obat Golongan Dosis Indikasi
1. Monitol Diuretic 100 cc Untuk megurangi tekanan dalam
4jam/iv kepala (intrakranial) akibat
pembengkakan otak serta
menurunkan pembengkakan bola
mata akibat glaucoma. Monitol
akan membuat darah menjadi
pekat sehingga mengganggu
fungsi ginjal untuk meyerap air
kembali. Hal ini mengakibatka
tubuh akan membuang urin lebih
bayak yang akan membuang

37
kadungan air di sel otak dan bola
mata juga berkurang dalam otak
maupun mata menurun.
3. Citicholin Neurotonik/ 500mg/12 Memperbaiki sirkulasi darah ke
neurotropik jam/iv otak
vasodilator
perifer &
activator
serebral
4. O2 Nonrebritin 13 L /
g mask Menit

38
ANALISA DATA

N DATA ANALISA DATA MASALAH KEPERAWATAN


O
I DS : -
DO :
a. Dispnea
b. Frekuensi pernasan 40 x/menit, cepat
dan dangkal
c. Mengunakan pernapasan dada Ketidakefektifan bersihan jalan napas

d. Terdapat penumpukan secret di jalan


napas
e. Suara napas : tidak teratur
f. Saturasi 02 : 92 %

2. DS: -
DO:
 Pasien nampak tidak sadarkan diri
 Respon motorik pasien 5 Ketidakefektifan perfusis jaringan otak
 Respon verbal pasien 2
 Respon eye pasien 3
 GCS : 10 (E3 V2 M5)

Diagnosa Keperawatan

A. Diagnosa Keperawatan
7. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular,
ketidakmampuan mengelurkan secret
8. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke
otak (Iskemia)

39
Intervensi
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Ketidakefektifan bersihan jalan NOC:


napas  Respiratory status :  Pastikan
Airway patency kebutuhan oral /
Nanda Hal: 406 Setelah dilakukan tindakan tracheal suctioning.
Domain : Kemanan/Perlindungan keperawatan selama 6x8  Berikan O2
Kelas : 2 Cedera Fisik jam.pasien menunjukkan 10 L/mnt, metode
Kode : 00031 keefektifan jalan nafas RM
Defenisi : dibuktikan dengan kriteria hasil  Posisikan
Ketidak mampuan membersihkan : pasien untuk
sekresi atau obstruksi dari saluran  mampu mengeluarkan memaksimalkan
napas untuk memperthanakan sputum, bernafas dengan ventilasi
bersihan jalan napas mudah  Keluarkan
 irama nafas, frekuensi sekret dengan
Batasan Karakteristik : pernafasan dalam rentang batuk atau suction
 Dispneu normal  Auskultasi
 Gelisah  Saturasi O2 dalam suara nafas, catat
 Perubahnan frekuensi napas batas normal adanya suara
 Perubahan pola napas tambahan
 Sianosis  Monitor
 Sputum dalam jumlah yang respirasi dan status
berlebihan O2
 Jelaskan pada
pasien dan keluarga
tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

Ketidakefektifan perfusis jaringan NOC : NIC :


otak  Circulation status  Monitor TTV
Setelah dilakukan asuhan  Monitor
Nanda Hal.252 selama 6x8 jsam AGD, ukuran
Domain : Aktivitas/Istirahat ketidakefektifan perfusi pupil, ketajaman,
Kelas : 4 Respons jaringan otak teratasi dengan kesimetrisan dan
kardiovaskuler/Pulmonal kriteria hasil: reaksi
Code : 00201  Tekanan systole dan  Monitor
diastole dalam rentang adanya diplopia,
Defenisi : yang diharapkan pandangan kabur,
Penurunan sirkulasi jaringan otak  Komunikasi jelas nyeri kepala
yag dapat menganggu kesehatan  Menunjukkan  Monitor level
konsentrasi dan orientasi kebingungan dan
Batasan Karakteristik :  Pupil seimbang dan orientasi
 Perubahan respon motorik reaktif  Monitor
 Perubahan reaksi pupil  Bebas dari aktivitas tonus otot
 Kelemahan atau paralisis kejang pergerakan
ekstrermitas  Tidak mengalami  Monitor
 Abnormalitas bicara nyeri kepala tekanan
intrkranial dan
respon nerologis

40
 Catat
perubahan pasien
dalam merespon
stimulus
 Monitor
status cairan

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
4. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
5. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
6. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan
baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
S :-.
O : pernapasan teratur, frekuensi napas 20 x/menit, tekanan darah 110/60
mmHg. Saturasi okasigen 98%, pasien nampak belum sadar.
A : ketidakefektifan jalan napas teratasi dan ketidakefektifan perfusi jaringan
otak belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi

41
DAFTAR PUSTAKA
Bagos A.P Satria Gambaran Penanganan Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat RS
PKU Muhammadiyyah Bantul [Journal]. - Yogyakarta : Ilmu Keperawatan STIKES
Jenderal Achmad Yani, 2016.

Brunner and Suddarth Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 [Book]. - Jakarta : EGC,
2016. - Vol. II.

Bulechek Gloria M [et al.] Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi keenam
[Book]. - Singapore : Elsevier, 2016.

Fitriana Nurul Fatmawati, Poeranto Sri and Nasution Tina Handayani Analisa
Faktor Yang Mempengaruhi Prognosis Pasien Cedera Kepala Berat di RSUD Margono
Soekarjo Purwokerto [Journal]. - Malang : Magister Keperawatan Peminatan Gawat
Darurat Universitas Brawijaya Malang, 2017.

Hariyani Vitri ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. C DENGAN CIDERA


KEPALA BERAT (CKB) DI INSTLASAI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA [Case]. - Surakarta : [s.n.], 2016.

Herdman T, Heather Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10 [Book]. - Jakarta : EGC, 2017.

HIPGABI.Sulsel Handbook BT&CLS (Basic Trauma Carduac Life Support) [Book]. -


Makassar : [s.n.], 2016.

Jennifer P Kowalak, Weish William and Brenna Mayer Buku Ajar Patofisiologi
[Book]. - Jakarta : EGC, 2016.

Moore Keith L and Argur Anne M.R Anatomi dan Fisiologi Dasar [Book]. - Jakarta :
EGC, 2017.

Nurarif Amin Huda and Kusuma Hardhi Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc [Book]. - Jgjakarta : Mediaction, 2015. - Vol. jilid
1.

Prabowo DHS Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat IGD Tentang Penaganan Pasien
Cedera Kepala di RSU PKU Muhammadiyyah Yogyakarta [Journal]. - Yogyakarta : Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyyah Yogyakarta, 2016.

Rawis Maria L, Lalenoh Diana Ch and Kumaat Lucky T Profil Pasien Cedera Kepala
Sedang dan Berat Yang di Rawat di ICU dan HCU [Journal]. - Manado : Jurnal e-clinic
(eCI), 2016. - Vol. Volume 4 Nomer 2.

Rosjidi C.H Asuhan Keperawatan Denga Gagguan Perderahan Otak [Book]. - Jakarta :
EGC, 2017.

42
43

Anda mungkin juga menyukai