Anda di halaman 1dari 17

ANATOMI FISIOLOGI

Fisiologi
Menurut judha dan rahil (2011) otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh.
Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan
mental. Sebaliknya, apabila otak anda terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental anda
bisa ikut terganggu. Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat
bagian, yaitu:
1) Cerebrum ( Otak Besar )
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki lesaian kemampuan berfikir,
analisa, logika, bahasa kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini
Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut suleus. Keempat lobus tersebut masing- masing adalah:
lobus frontal, lobus pariental, lobus occipital dan lobus temporal (Judha &
Rahil, 2011).
a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kempuan bahasa secara
umum.
b) Lobus Pariental berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus Temporal berada di bagianbawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa
dalam bentuk suara.

Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan


dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interprestasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata.
2) Cerebellum (Otak Kecil)
Menurut Judha dan Rahil (2011) otak kecil atau Cerebellum. Terletak di
bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.

Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contahnya anda
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak anda
kenal terlalu dekat dengan anda. Batang otak terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b) Medulla Oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik, antara lain Hipotalamus,
Thalamus, Amigdala, Hipocampus, dan Korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan memori jangka panjang.
Pengertian

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. (Ayu, 2010)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, A. 2011).

Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat


mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari
luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan
kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan
dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Rendy, 2012).

Etiologi

1. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya


otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam
2. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya

3. Cedera akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun yang bukan pukulan.
4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu
obyek.
5. Kecelakaan lalu lintas

6. Jatuh

7. Kecelakaan kerja

8. Serangan yang disebabkan karena olahraga

9. Perkelahian (Smeltzer, Bare, 2002 & Long, 1996)

Klasifikasi

Jenis cedera kepala berdasarkan lokasi terjadinya yang terakhir adalah cedera
otak. Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh kita dan kejadian minor
dapat membuat otak mengalami kerusakan yang bermakna. Otak menjadi tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa jika mengalami kerusakan yang cukup bermakna. Sel-
sel serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati diakibatkan karena darah yang mengalir
berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi.
Menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000), antara lain :
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientatif, atentif)
- Tidak kehilangan kesadaran
- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala
- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala
- Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat
b. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
- Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Konkusi
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium
- Kejang
c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
- Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

Patofisiologi
Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya
memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan
terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia.
Peningkatan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat
membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga
lesi akan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya
tekanan dalam ruang kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan
aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi
masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat
menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf
sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Price, 2011).

Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain, antara lain :

1. Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup


aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P
dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takikardia. Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di mana penurunan
tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi. Aktivitas miokardium
berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work
di mana pembacaan pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus
endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal
ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan
atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan
sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah
terjadinya edema paru.
2. Sistem Respirasi
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya
pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang
meningkat pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca
hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah
arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah
bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan
karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan
penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida
bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian
terjadi peningkatan tingginya TIK.
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak
terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung
protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak
didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan
jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak
(iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan
penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada
medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan
irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.
3. Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan


retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga
disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan
pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam
proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium.
Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan
pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu
dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin.
Pemberian cairan harus hati- hati untuk mencegah TIK. Demikian pula
sangatlah penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk
mengantisipasi agar tidak terjadi kelainan pada kardiovaskuler.

Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic


terhadap trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi
untuk menangani perubahan-perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan
makanan kurang, maka akan terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber
nitrogen utama. Hal ini menambah terjadinya asidosis metabolik karena
adanya metabolisme anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan
makanan yang disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada
trauma. Pemasukan makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan
tingkat kesadaran pasien atau kemampuan melakukan reflek menelan.
4. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas


hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk
terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk
menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah
terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan
pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan
menyebabkan perdarahan lambung.
5. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh.
Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area
motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap
gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari –
hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2
kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada
bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip
motorik “. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-
neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis
atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini
mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga pasien akan
menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cedera. Pada
disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat
kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan
tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat
komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

Manifestasi Klinis

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian


besar pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari
b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya
berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.
2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan


bahkan koma
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan
gangguan pergerakan. (Smeltzer & Bare, 2002)
3. Cedera kepala berat

a. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka


pendek.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila
bercampur gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan
citra MRI yang dapat digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau
kelainan lain di pembuluh darah.

c. Angiografi serebral
Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.

d. Angiografi Substraksi Digital

Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik


komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan
dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya.
e. ENG (Elektronistagmogram)

Pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk


mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.

f. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan


sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma

g. EEG

Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

yang berkaitan dengan adanya lesi di kepala.


h. BAEK ( Brain Audition Euoked Tomografi)

Untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak

i. Rontgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak


j. GDA (Gas Darah Arteri)

Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang


meningkatkan TIK
Penatalaksanaan

 Riwayaat kesehatan .

1. Tinggikan kepala 300.


2. Istirahatkan klien (tirah baring).

 Penatalaksanaan medis :

1. Memepertahankan A,B,C (Airway, Breathing, Cirkulation).


2. Menilai status neurologis (Disability dan exposure).

 Penatalaksanaan konservatif meliputi :

1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan:

 Dexametason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu: manitol 20%,
atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barier darah otak (Penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazol.

4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa hanya cairan infus dextrose 5%, Aminofusin, Aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan).
5. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapatkan klien mengalami
penurunan kesadarandan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit.
6. Observasi status neurologis.
Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus
frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini,
minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik
4. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
KONSEP KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

Pengkajian

Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.

Pemeriksaan Primer
1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada pasien
tidak sadar).
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada pasien
tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada
(simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

Pemeriksaan Sekunder
1. Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK meningkat
(Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan karena
edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun, perubahan
ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan Kepala
a. Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada deformitas,
ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri
tekan, ada robekan)
b. Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
c. Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan simetris,
tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
d. Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
e. Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil anisokor,
reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya,
gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada
nyeri tekan)
f. Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar
dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum) Palpasi
sinus (ada nyeri tekan)
g. Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada otorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru atau ekhimosis
dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah
membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
h. Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa
kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi atas
dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran
normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada
massa)
i. Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak
ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku
kuduk)
Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
 Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi : Sonor pada kedua paru.
 Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung
 Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
 Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
 Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
 Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
 Auskultasi : Bising usus normal
 Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar
tidak teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites,
tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
 Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
 Pemeriksaan Genetalia
 Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
 Pemeriksaan Ekstremitas
 Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot,
adanya sianosis
 Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
Dignosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
DAFTAR
PUSTAKA

 Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-


2011. Jakarta : EGC
 Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi
2. Jakarta : Salemba Medika.
 Anonim. 2011. http://www.ahliwasir.com/image-
upload/detail_brain_layers.jpg. Diakses pada 7 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB.
 Anonim. 2010. http://brain-age-3.brainfunctionz.com/brain-anatomy/. Diakses
pada 7 Oktober 2012 pukul 10.07 WIB
 Askar, M. 2011. http://askarnh.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-
gawat- darurat.html. Diakses pada 7 Oktober pukul 14.30 WIB
 Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.Wilkinson, J. M.
(2011).
 Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai