Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS GADAR

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

OLEH:

Desi Indria, S.Kep


NPM : 1490102108

SEKOLH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.

2. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu
lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering
disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
3) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok

3. MANIFESTASI KLINIK
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
4. ANATOMI FISIOLOGI KEPALA
Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh, dengan
kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan sangat penting untuk
kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak mengkonsumsi jumlah besar dari
volume darah yang beredar. Seperenam dari semua keluaran jantung melewati otak
dalam satu waktu, dan sekitar seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak
ketika sedang beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus,
sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer
serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore, et al., 2007).

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk
mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat
lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus
parietal, lobus oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian).
Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus
yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan
somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum.
Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah
ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area
broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol
aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi
dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di
bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak dan di bawah lobus
oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan.Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot
dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Ellis, 2006 dalam Yuvinitasari, 2016).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat
massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat
wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika
bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata,pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla
oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan
berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial
posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan
VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.
(Moore, et al., 2007).

A. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya,
yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
(Nurarif, et al., 2015).
Menurut, (Brunner, et al., 2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka
penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari
benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk
kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio
gagar otak.
Menurut (Nurarif, et al., 2015) ada beberapa kondisi cedera kepala yang dapat terjadi
yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak (pingsan < 10
menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau terdapat lesi
neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi
dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada sebagian dari
otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana kesadaran dengan
ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan (Hemiparese/plegi, pupil anishokor,
reflex patologis satu sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk
biokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm
midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat berasal
dari Bridging Vein , a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah
terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-
gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan udem
pupil, dan secara klinis ditandai dengan penuruna kesadaran, disertai adanya laserasi
yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan
gambar hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdaraha
tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens
yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang berdekatan dengan hematom.
Haya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan otak
biasaya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan ota. Pada
pemeriksaan CT Scan didapatka lesi perdarahan diantara neuron otak yang relative
normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3cm, perifer,
adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basii crania
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan posterior. Pada fraktur
anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid, sedangkan pada fraktur posterior
melibatka tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda
terdapat fraktur basis crania antara lain :
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga (Rinore atau
Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial.
(Nurarif, et al., 2015)

5. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada
orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada
coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena
sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan.
Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi
ketika pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya
bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena
pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak
terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak
bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak
bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke
belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat
terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
6. PATHWAY

7. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang
mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan
trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau
epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2
dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Umum
a. Airway  
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan/bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut 
b. Breathing  
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen 
c. Circulation  
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis
pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output

Khusus
a. Konservatif    :    Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
b. Operatif    :    Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
c. Monitoring tekanan intrakranial    :    yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
d. Pemberian diet/nutrisi
e. Rehabilitasi, fisioterapi
Prioritas Keperawatan
a. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
b. Mencegah/meminimalkan komplikasi
c. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
d. Meningkatkan koping individu dan keluarga
e. Memberikan informasi
Kebutuhan sehari-hari :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak
ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle disekitar
telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang,
disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau
vena terputus,
b. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik,
c. Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi
Keperawatan hasil
1 Ketidakefektifan NOC: Monitor Tekanan Intra Kranial
perfusi jaringan1.   Status sirkulasi 1. Catat perubahan respon klien
(spesifik serebral)2.   Perfusi jaringan terhadap stimulus / rangsangan
b.d aliran arteri dan serebral 2. Monitor TIK klien dan respon
atau vena terputus. neurologis terhadap aktivitas
Setelah dilakukan 3. Monitor intake dan output
tindakan keperawatan 4. Pasang restrain, jika perlu
selama ….x 24 jam, 5. Monitor suhu dan angka leukosit
klien mampu men- 6. Kaji adanya kaku kuduk
capai :
1.   Status sirkulasi 7. Kelola pemberian antibiotik
dengan indikator: 8. Berikan posisi dengan kepala
·       Tekanan darah sis- elevasi 30-40O dengan leher dalam
tolik dan diastolik posisi netral
dalam rentang yang 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
diharapkan 10. Beri jarak antar tindakan
·       Tidak ada ortostatik
keperawatan untuk meminimalkan
hipotensi
·       Tidak ada tanda tan- peningkatan TIK
da PTIK 11. Kelola obat obat untuk
2.   Perfusi jaringan mempertahankan TIK dalam batas
serebral, dengan spesifik
indicator :
·       Klien mampu berko- Monitoring Neurologis (2620)
munikasi dengan je-las 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
dan sesuai ke- dan bentuk pupil
mampuan
2. Monitor tingkat kesadaran klien
·       Klien menunjukkan
perhatian, konsen- 3. Monitor tanda-tanda vital
trasi, dan orientasi 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
·       Klien mampu mem- dan muntah
proses informasi 5. Monitor respon klien terhadap
·       Klien mampu mem- pengobatan
buat keputusan de- 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
ngan benar
7. Observasi kondisi fisik klien
·       Tingkat kesadaran
klien membaik
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. 8Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur

2 Nyeri akut b.d NOC: Manajemen nyeri (1400)


dengan agen injuri1.  Nyeri terkontrol 1.   Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,
fisik. 2.  Tingkat Nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
3.  Tingkat kenyamanan beratnya nyeri.
2.   Observasi respon ketidaknyamanan
Setelah dilakukan secara verbal dan non verbal.
asuhan keperawatan3.   Pastikan klien menerima perawatan
selama …. x 24 jam, analgetik dg tepat.
klien dapat : 4.   Gunakan strategi komunikasi yang
1.  Mengontrol nyeri, de- efektif untuk mengetahui respon
ngan indikator: penerimaan klien terhadap nyeri.
          Mengenal faktor-5.   Evaluasi keefektifan penggunaan
faktor penyebab kontrol nyeri
          Mengenal onset6.   Monitoring perubahan nyeri baik aktual
nyeri maupun potensial.
          Tindakan pertolong-7.   Sediakan lingkungan yang nyaman.
an non farmakologi 8.   Kurangi faktor-faktor yang dapat
          Menggunakan anal- menambah ungkapan nyeri.
getik 9.   Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
          Melaporkan gejala- sebelum atau sesudah nyeri
gejala nyeri kepada tim berlangsung.
kesehatan. 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
          Nyeri terkontrol untuk memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
2.  Menunjukkan tingkat11. Tingkatkan istirahat yang adekuat
nyeri, dengan untuk meringankan nyeri.
indikator:
          Melaporkan nyeri Manajemen pengobatan (2380)
          Frekuensi nyeri 1.   Tentukan obat yang dibutuhkan klien
          Lamanya episode dan cara mengelola sesuai dengan
nyeri anjuran/ dosis.
          Ekspresi nyeri; wa-2.   Monitor efek teraupetik dari
jah pengobatan.
          Perubahan3.   Monitor tanda, gejala dan efek samping
respirasi rate obat.
          Perubahan tekanan4.   Monitor interaksi obat.
darah 5.   Ajarkan pada klien / keluarga cara
          Kehilangan nafsu mengatasi efek samping pengobatan.
makan 6.   Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup klien.
3.   Tingkat kenyamanan,
dengan indicator : Pengelolaan analgetik (2210)
          Klien melaporkan1.   Periksa perintah medis tentang obat,
kebutuhan tidur dan dosis & frekuensi obat analgetik.
istirahat tercukupi 2.   Periksa riwayat alergi klien.
3.   Pilih obat berdasarkan tipe dan
beratnya nyeri.
4.   Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.
5.   Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
6.   Kelola jadwal pemberian analgetik
yang sesuai.
7.   Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek
samping, misal depresi pernafasan,
mual dan muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8.   Kolaborasi dgn dokter untuk obat,
dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9.   Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek yang tidak diinginkan
3 Defisit self careNOC:
b.d
de-ngan kelelahan,
Perawatan diri : NIC: Membantu perawatan diri klien
nyeri. (mandi, Makan Mandi dan toiletting
Toiletting, berpakaian) Aktifitas:
1.   Tempatkan alat-alat mandi di tempat
Setelah diberi motivasi yang mudah dikenali dan mudah
perawatan selama dijangkau klien
….x24 jam, ps2.   Libatkan klien dan dampingi
mengerti cara3.   Berikan bantuan selama klien masih
memenuhi ADL secara mampu mengerjakan sendiri
bertahap sesuai
kemam-puan, dengan NIC: ADL Berpakaian
kriteria : Aktifitas:
·     Mengerti secara1.   Informasikan pada klien dalam memilih
seder-hana cara pakaian selama perawatan
mandi, makan,2.   Sediakan pakaian di tempat yang
toileting, dan mudah dijangkau
berpakaian serta mau3.   Bantu berpakaian yang sesuai
mencoba se-cara4.   Jaga privcy klien
aman tanpa cemas 5.   Berikan pakaian pribadi yg digemari
·     Klien mau dan sesuai
berpartisipasi dengan
senang hati tanpa NIC: ADL Makan
keluhan dalam1.   Anjurkan duduk dan berdo’a bersama
memenuhi ADL teman
2.   Dampingi saat makan
3.   Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh
4.   Beri rasa nyaman saat makan
1.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai