Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENURUNAN

KESADARAN DAN KOMA


Nur Mustika Aji Nugroho*

A. Anatomi Otak
Otak mungkin merupakan organ yang paling mengagumkan dari
seluruh organ. Kita mengetahui bahwa seluruh angan – angan, keinginan
dan nafsu, perencanaan dan memori merupakan hasil akhir dari aktivitas
otak. Otak berisi 10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan
fungsional. Otak lebih kompleks daripada batang otak. Berat otak manusia
kira – kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima
15 % dari curah jantung, memerlukan sekitar 20 % pemakaian oksigen
tubuh, dan sekitar 400 kalori energi setiap hari.
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan
akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan.
Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa
istirahat. Bila aliran darah berhenti 10 detik saja, maka kesadaran mungkin
sudah akan hilang, dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat
menimbulkan kerusakan yang irreversible. Hipoglikemia yang
berkepanjangan juga dapat merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang
tidak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai
pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistem efektor
perifer tubuh, disamping berfungsi sebagai pengatur informasi yang
masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku.
Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh.
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200cc.
terdapat pertimbangan variasi akan besaran otak, yaitu otak laki – laki
lebih besar 10% daripada otak perempuan dan tidak ada kolerasi yang
berarti antara besar otak dan tingkat intelegen. Seseorang dengan ukuran

1|Page
otak kecil (750cc) dan ukuran otak besar (2100cc) secara fungsinal sama
(Simon dan Schuster,1998).
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf
sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus
oleh selaput otak yang kuat. Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang
juga disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain atau otak depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga
ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang
disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah :
a. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol

2|Page
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa
secara umum.
b. Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa
dalam bentuk suara.
d. Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga
bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan
otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian
bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri
tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan
terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri
untuk logika dan berpikir rasional.Kedua belahan itu terhubung oleh
kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi
kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan
artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi
tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan
otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

3|Page
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan
gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak
atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari empat bagian, yaitu:
a. Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat
diantara serebellum dengan mesensepalon.
b. Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar
dan otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran.
c. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke
pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur

4|Page
4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus


batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin
yang berarti kerah. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik
berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon,
memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks,
pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari sistem limbik adalah hipotalamus
yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang
perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat
bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung
menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran
kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong
orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem
limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
B. Kesadaran
Kesadaran menurun dengan derajat paling berat dikenal sebagai
koma, merupakan kasus kedaruratan neurologik yang memerlukan

5|Page
tindakan yang tepat, cepat dan cermat. Penyebab kesadaran menurun
beragam dengan karakteristik masing-masing. Untuk mendiagnosis
kesadaran menurun dan penyebabnya, diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik (status internus) dan neurologik secara sistematik dan menyeluruh
disertai pemeriksaan penunjang yang relevan. Penatalaksanaan pasien
dengan kesadaran menurun harus bersifat antisipatif dan bukannya reaktif,
dengan kecepatan dan kecermatan tindakan sesuai prosedur tetap yang
berlaku.
Penurunan kesadaran mempunyai berbagai derajat. Gangguan
kesadaran yang maksimal (koma) didefinisikan sebagai “unarousable
unresponsiveness” yang berarti “the absence of any psychologically
understandable response to external stimulus or inner need”, tiadanya
respons fisiologis terhadap stimulus eksternal atau kebutuhan dalam diri
sendiri (Plum, Saper, & Schiff, 2007).
C. Fisiologi Kesadaran
Secara fisiologik, kesadaran memerlukan interaksi yang terus-
menerus dan efektif antara hemisfer otak dan formasio retikularis di
batang otak. Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi awas-waspada
dalam kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan lingkungan atau
rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa seseorang menyadari seluruh
asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang normal
dengan tingkat kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap
pikiran atau persepsi yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta
sadar akan diri dan lingkungannya. Dalam keseharian, status kesadaran
normal bisa mengalami fluktuasi dari kesadaran penuh (tajam) atau
konsentrasi penuh yang ditandai dengan pembatasan area atensi sehingga
berkurangnya konsentrasi dan perhatian, tetapi pada individu normal dapat
segera mengantisipasi untuk kemudian bisa kembali pada kondisi
kesadaran penuh lagi. Mekanisme ini hasil dari interaksi yang sangat

6|Page
kompleks antara bagian formasio retikularis dengan korteks serebri dan
batang otak serta semua rangsang sensorik.
Pada saat manusia tidur, sebenarnya terjadi sinkronisasi bagian-
bagian otak. Bagian rostral substansia retikularis disebut sebagai pusat
penggugah atau arousal centre, merupakan pusat aktivitas yang
menghilangkan sinkronisasi (melakukan desinkronisasi), di mana keadaan
tidur diubah menjadi keadaan awas waspada. Bila pusat tidur tidak
diaktifkan maka pembebasan dari inhibisi mesensefalik dan nuklei
retikularis pons bagian atas membuat area ini menjadi aktif secara spontan.
Keadaan ini sebaliknya akan merangsang korteks serebri dan sistem saraf
tepi, yang keduanya kemudian mengirimkan banyak sinyal umpan balik
positif kembali ke nuklei retikularis yang sama agar sistem ini tetap aktif.
Begitu timbul keadaan siaga, maka ada kecenderungan secara alami untuk
mempertahankan kondisi ini, sebagai akibat dari seluruh ativitas umpan
balik positif tersebut.
Masukan impuls yang menuju SSP yang berperan pada mekanisme
kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan
non-spesifik. Input spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi
impuls protopatik, propioseptif dan panca-indera. Penghantaran impuls ini
dari titik reseptor pada tubuh melalui jaras spinotalamik, lemniskus
medialis, jaras genikulo-kalkarina dan sebagainya menuju ke suatu titik di
korteks perseptif primer. Impuls aferen spesifik ini yang sampai di korteks
akan menghasilkan kesadaran yang sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri
di kaki atau tempat lainnya, penglihatan, penghiduan atau juga
pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui cabang
kolateralnya akan menjadi impuls non-spesifik karena penyalurannya
melalui lintasan aferen non-spesifik yang terdiri dari neuron-neuron di
substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak menuju ke inti
intralaminaris thalamus (dan disebut neuron penggalak kewaspadaan)
berlangsung secara multisinaptik, unilateral dan lateral, serta
menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan

7|Page
seluruh korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse
ascending reticular system. Neuron di seluruh korteks serebri yang
digalakkan oleh impuls aferen non-spesifik tersebut dinamakan neuron
pengemban kewaspadaan. Lintasan aferen non-spesifik ini menghantarkan
setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh sisi
korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat-pusat bagian bawah otaklah
yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan non-spesifik difus,
yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri.
Derajat kesadaran itu sendiri ditentukan oleh banyak neuron
penggerak atau neuron pengemban kewaspadaan yang aktif. Unsur
fungsional utama neuron-neuron ialah kemampuan untuk dapat digalakkan
sehingga menimbulkan potensial aksi. Selain itu juga didukung oleh
proses-proses yang memelihara kehidupan neuron-neuron serta unsur-
unsur selular otak melalui proses biokimiawi, karena derajat kesadaran
bergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif. Adanya
gangguan baik pada neuron-neuron pengemban kewaspadaan ataupun
penggerak kewaspadaan akan menimbulkan gangguan kesadaran.

Gambar 1. Pusat-Pusat Kesadaran di Otak

8|Page
D. Patofisiologi Kesadaran Menurun
Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun sebagai
akibat dari berbagai macam gangguan atau penyakit yang masing-masing
pada akhirnya mengacaukan fungsi reticular activating system secara
langsung maupun tidak langsung. Dari studi kasus-kasus koma yang
kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi
/mekanisme yang masing-masing merusak fungsi reticular activating
system, baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Disfungsi otak difus
a. Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan
aktivitas neuronal.
b. Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau
toksik atau oleh pelepasan general electric (kejang) diduga
bersifat subseluler atau molekuler, atau lesi-lesi
mikroskopik yang tersebar.
c. Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada
kerusakan thalamus yang berat yang mengakibatkan
terputusnya impuls talamokortikal atau destruksi neuron-
neuron korteks bisa karena trauma (kontusio, cedera
aksonal difus), stroke (infark atau perdarahan otak
bilateral).
d. Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada
aktivitas metabolik sel-sel neuron korteks serebri dan nuclei
sentral otak seperti meningitis, viral ensefalitis, hipoksia
atau iskemia yang bisa terjadi pada kasus henti jantung.
e. Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini
setara dengan penurunan aliran darah otak atau
metabolisme otak.
2. Efek langsung pada batang otak
a. Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang
merusak/menghambat reticular activating system.

9|Page
b. Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau
midbrain di mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung.
c. Lebih jarang terjadi.
d. Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang
otak akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan
batang otak atas, dan traumatic injury.
3. Efek kompresi pada batang otak
a. Kausa kompresi primer atau sekunder
b. Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.
c. Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau
perdarahan intraserebral, subdural maupun epidural.
Biasanya lesi ini hanya mengenai sebagian dari korteks
serebri dan substansia alba dan sebagian besar serebrum
tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi struktur yang lebih
dalam dan menyebabkan koma karena efek pendesakan
(kompresi) ke lateral dari struktur tengah bagian dalam dan
terjadi herniasi tentorial lobus temporal yang berakibat
kompresi mesensefalon dan area subthalamik reticular
activating system, atau adanya perubahan-perubahan yang
lebih meluas di seluruh hemisfer.
d. Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat
menekan area retikular batang otak atas dan menggesernya
maju ke depan dan ke atas.
e. Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik
yang terkait lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan
diensefalon.
Berdasar anatomi-patofisiologi, koma dibagi dalam:
1. Koma kortikal-bihemisferik, yaitu koma yang terjadi karena
neuron pengemban kewaspadaan terganggu fungsinya.
2. Koma diensefalik, terbagi atas koma supratentorial,
infratentorial, kombinasi supratentorial dan infratentorial;

10 | P a g e
dalam hal ini neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya
untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan.
Sampai saat ini mekanisme neuronal pada koma belum diketahui
secara pasti. Dalam eksperimen, jika dilakukan dekortikasi atau perusakan
inti intralaminar talamik atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus
sylvii dirusak akan terjadi penyaluran impuls asenden nonspesifik yang
terhambat sehingga terjadi koma. Studi terkini yang dilakukan oleh Parvizi
dan Damasio melaporkan bahwa lesi pada pons juga bisa menyebabkan
koma.
Koma juga bisa terjadi apabila terjadi gangguan baik pada neuron
penggalak kewaspadaan maupun neuron pengemban kewaspadaan yang
menyebabkan neuron-neuron tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik dan
tidak mampu bereaksi terhadap pacuan dari luar maupun dari dalam tubuh
sendiri. Adanya gangguan fungsi pada neuron pengemban kewaspadaan,
menyebabkan koma kortikal bihemisferik, sedangkan apabila terjadi
gangguan pada neuron penggalak kewaspadaan, menyebabkan koma
diensefalik, supratentorial atau infratentorial.
Penurunan fungsi fisiologik dengan adanya perubahan-perubahan
patologik yang terjadi pada koma yang berkepanjangan berhubungan erat
dengan lesi-lesi sistem neuron kortikal diensefalik. Jadi prinsipnya semua
proses yang menyebabkan destruksi baik morfologis (perdarahan,
metastasis, infiltrasi), biokimia (metabolisme, infeksi) dan kompresi pada
substansia retikularis batang otak paling rostral (nuklei intralaminaris) dan
gangguan difus pada kedua hemisfer serebri menyebabkan gangguan
kesadaran hingga koma. Derajat kesadaran yang menurun secara patologik
bisa merupakan keadaan tidur secara berlebihan (hipersomnia) dan
berbagai macam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi di bawah
derajat awas-waspada. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan letargia,
mutismus akinetik, stupor dan koma.
Bila tidak terdapat penjalaran impuls saraf yang kontinyu dari
batang otak ke serebrum maka kerja otak menjadi sangat terhambat. Hal

11 | P a g e
ini bisa dilihat jika batang otak mengalami kompresi berat pada
sambungan antara mesensefalon dan serebrum akibat tumor hipofisis
biasanya menyebabkan koma yang ireversibel. Saraf kelima adalah nervus
tertinggi yang menjalarkan sejumlah besar sinyal somatosensoris ke otak.
Bila seluruh sinyal ini hilang, maka tingkat aktivitas pada area eksitatorik
akan menurun mendadak dan aktivitas otakpun dengan segera akan sangat
menurun, sampai hampir mendekati keadaan koma yang permanen.

Gambar 2. Dasar Anatomi Gangguan Kesadaran


E. Etiologi
Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik
yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik. Penjelasan
singkat tentang faktor etiologi gangguan kesadaran adalah sebagai berikut:
1. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang
otak)
- Perdarahan, trombosis maupun emboli
- Mengingat insidensi stroke cukup tinggi maka kecurigaan terhadap
stroke pada setiap kejadian gangguan kesadaran perlu
digarisbawahi.
2. Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses
otak)

12 | P a g e
- Mengingat infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang
sering dijumpai di Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran
yang disertai suhu tubuh meninggi perlu dicurigai adanya
ensefalomeningitis.
3. Gangguan metabolisme
- Di Indonesia, penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes melitus
sering dijumpai.
4. Neoplasma
- Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai
di Indonesia.
- Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa dan
lanjut.
- Kesadaran menurun umumnya timbul berangsur-angsur namun
progresif/ tidak akut.
5. Trauma kepala
- Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu-
lintas.
6. Epilepsi
- Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status
epileptikus
7. Intoksikasi
- Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh
diri), makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
8. Gangguan elektrolit dan endokrin
- Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan “identitas”nya secara
jelas; dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar
tidak terlupakan dalam setiap pencarian penyebab gangguan
kesadaran.

13 | P a g e
Tabel. Contoh Mekanisme dan Penyebab Utama Koma (Kumar & Clark, 2006)
No Mekanisme Etilogi
1 Disfungsi otak difus - Overdosis obat, alcohol
abuse
- Keracunan CO, gas anestesi
- Hipoglikemia, hiperglikemia
- Hipoksia, cedera otak
iskemik
- Ensefalopati hipertensif
- Uremia berat
- Gagal hepatoselular
- Gagal napas dengan retensi
CO2
- Hiperkalsemia, hipokalsemia
- Hiponatremia, hipernatremia
- Hipoadrenalisme,
hipopituarisme,
hipotiroidisme
- Asidosis metabolik
- Hipotermia, hipertermia
- Trauma kepala tertutup
- Epilepsi pascabangkitan
umum
- Ensefalitis, malaria serebral,
septikemia
- Perdarahan subaraknoid
- Gangguan metabolik lainnya
(mis. porfiria)
- Edema otak karena hipoksia
kronik
2 Efek langsung di batang otak - Perdarahan atau infark

14 | P a g e
- Neoplasma misalnya glioma
- Demielinasi
- Sindrom Wernicke-
Korsakoff
- Trauma
3 Tekanan terhadap batang otak - Tumor hemisfere, infark,
abses, hematoma, ensefalitis
atau trauma

F. Mengukur Tingkat Kesadaran


Menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan
koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan
kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala
koma Glasgow(Plum, Posner, Saper, & Schiff, 2007).
1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif (Lumbantobing,
2010)
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh
asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal
terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau
waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh
bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai : latergi, obtudansi.
Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan,
mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri. Sopor
atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera
menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan
masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak
dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten

15 | P a g e
dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada respon
terhadap rangsang verbal. Reflex (kornea, pupil dan lain sebagainya)
masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap
rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”.
Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.
Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak ada
jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatnya. Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang
dicirikan oleh adanya disorientasi, ketakutan, iritabilitas, salah persepsi
terhadap stimulasi sensorik, dan sering kali disertai dengan halusinasi
visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan penderita
di alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya, bahkan kadang
penderita sulit mengenali dirinya sendiri. Keadaan ini dapat juga
diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium menimbulkan
delusi seperti alam mimpi yang kompleks sistematis serta berlanjut
sehingga tak ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta
secara psikologis. Penderita umumnya menjadi banyak bicara,
bicaranya keras, menyerang, curiga, dan agitatif. Keadaan ini
timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari namun
salah persepsi dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-
minggu terutama pada penderita alkoholik atau penderita yang
berkaitan dengan penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delinum
biasanya tampil pada gangguan-gangguan toksik dan metabolik
susunan saraf seperti keracunan atropin yang akut, sindroma putus obat
(alkohol-barbiturat), porfiria akut, uremia, gagal hati akut, ensefalitis,
penyakit vaskuler kolagen. Bentuk status epileptikus yang melibatkan
sistem limbik sering kali juga menimbulkan sindrom yang sulit
dibedakan dengan keadaan delirium ini.

16 | P a g e
2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif(Lumbantobing,
2010)
Mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala
koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita
terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respons tersebut.
Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah:
Mata:
 E1 tidak membuka matadengan rangsangnyeri
 E2 membuka mata dengan rangsangnyeri
 E3 membuka mata dengan rangsangsuara
 E4 membuka mata spontan
Motorik:
 M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsangnyeri
 M2 reaksi deserebrasi denganrangsangnyeri
 M3 reaksi dekortikasi denganrangsangnyeri
 M4 reaksi menghampiri rangsangnyeri tetapi tidak mencapai
sasaran
 M5 reaksi menghampiri rangsangnyeri tetapi mencapai sasaran
 M6 reaksi motorik sesuaiperintah
Verbal:
 V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsangnyeri
(none)
 V2 respon mengerangdenganrangsangnyeri (sounds)
 V3 respon kata denganrangsangnyeri (words)
 V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
 V5 bicaradengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
JikanilaiGCS14-13menandakansomnolen,12-
9sopor,dankurangdari8menandakankoma.

17 | P a g e
Duaskala yang lebihsederhana ACDU (alert, confused, drowsy,
unresponsive), dan AVPU (alert, respon to voice, respon to pain,
unresponsive).Skala AVPU adalah cara mudah dan cepat untuk menilai
tingkat kesadaran. Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian awal dan cepat,
yaituterdiri dari (Dian & Basuki, 2012)
 Alert
 Responterhadapsuara
 Responterhadapnyeri
 Penurunankesadaran
AVPU termasuk kedalam beberapa sistem skor peringatan dini
untuk pasien – pasien kritis, sebagai cara yang lebih sederhana dibanding
dengan GCS, tetapi tidak cocok untuk observasi jangka panjang (Dian &
Basuki, 2012).
G. Penurunan Kesadaran di bawah Anestesia
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu
pengetahuan yang meliputi pemberian tindakan anestesi, perawatan, dan
terapi intensif pada pasien tertentu di ruang perawatan intensif (Intensive
Care Unit/ ICU), terapi dan perawatan nyeri pada pasien dengan nyeri
pascaoperasi atau pasien nyeri kanker, dan terapi inhalasi seperti
pemberian gas oksigen untuk bantuan pernapasan. Anestesi adalah
hilangnya seluruh modilitas dari sensasi yang meliputi sensasi sakit/ nyeri,
rabaan, suhu, posisi, sedangkan analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri/
sakit, tetapi modalitas yang lain masih tetap ada (Pramono, 2015).
Di Amerika Serikat, hampir 60.000 pasien per hari menerima
anestesi umum untuk operasi. Anestesi umum adalah diinduksikannya
obat anestesi sehingga mengahsilkan kondisi reversibel yang mencakup
sifat-sifat tertentu perilaku dan fisiologis berupa ketidaksadaran, amnesia,
analgesia, dan akinesia dengan stabilitas seiring otonom, kardiovaskular,
pernapasan,dan sistem termoregulasi (Brown, Lydic & Schiff, 2010).
Koma adalah keadaan unresponsiveness mendalam, biasanya
merupakan hasil dari cedera otak parah. Pasien koma biasanya berbaring

18 | P a g e
dengan mata tertutup dan tidak dapat dibangunkan untuk merespon dengan
tepat terhadap rangsangan yang kuat. Seorang pasien koma mungkin
meringis, menggerakkan anggota, dan memiliki respon penarikan stereotip
terhadap rangsangan yang menyakitkan namun membuat tidak ada
tanggapan lokalisasi atau gerakan defensif diskrit. Sebagai koma dalam,
tanggap pasien bahkan pada stimulus yang menyakitkan dapat berkurang
atau hilang. Meskipun pola aktivitas EEG diamati pada pasien koma
tergantung pada sejauh mana cedera otak, mereka sering menyerupai
tinggi amplitudo, aktivitas frekuensi rendah terlihat pada pasien di bawah
anestesi umum (Plum, Posner, Saper, & Schiff, 2007). Pada kenyataannya,
koma akibat obat anestesi umum bersifat reversibel. Namun demikian, ahli
anestesi menyebutnya sebagai “tidur” untuk menghindari kegelisahan
pasien. Sayangnya, ahli anestesi juga menggunakan kata “tidur” dalam
deskripsi teknis untuk merujuk tidak sadarkan diri yang disebabkan oleh
obat bius (Brown, Lydic & Schiff, 2010).
Mekanisme ketidaksadaran akibat genaral anestesia dijelaskan
sebagai berikut
1. Sirkuit Kortikal dan Gangguan yang Diubah
Pengamatan dari praktik klinis dan sains dasar
menunjukkan bahwa obat anestesi menginduksi ketidaksadaran
dengan mengubah neurotransmisi di multipel yang terletak di
korteks serebral, batang otak, dan thalamus. Suatu prosedur
yang memerlukan anestesi umum tidak secara penuh, secara
standar praktik klinis menggunakan obat hipnotik atau sedatif
dosis rendah mencapai sedasi, didefinisikan sebagai
berkurangnya fungsi kognitif (aktivitas kortikal), fungsi
pernapasan dan kardiovaskular (batang otak) dengan utuh.
Penurunan substansial dalam aktivitas saraf di korteks telah
diamati dalam model tikus yang diberi anestesi umum.
Demikian pula, emisi positron studi tomografi pada manusia di
bawah anestesi umum

19 | P a g e
mengungkapkan penurunan kortikal yang cukup besar aktivitas
metabolik. Magnetik fungsional pencitraan resonansi33 dan
rekaman potensi lapangan lokal pada manusia telah
memberikan tambahan bukti mekanisme kortikal
ketidaksadaran akibat induksi anestesi umum.
2. Batang Otak, Tidur, dan Perubahan Rangsangan
Obat hipnotik diberikan sebagai bolus selama induksi
anestesi umum dengan cepat mencapai pusat-pusat rangsangan
batang otak, di mana ia berkontribusi hingga tidak sadarkan
diri. Tanda-tanda klinis refleks okulosefalus dan kornea adalah
indikator spesifik dari gangguan fungsi batang otak karena aksi
agen hipnotis pada oculomotor, trochlear, abducens, trigeminal,
dan nuklei wajah di otak tengah dan pons.
Dalam sebuah penelitian pada hewan pengerat, injeksi
langsung barbiturat ke daerah tegmental mesopontine
menyebabkan ketidaksadaran. Pengamatan tersebut
menegaskan studi bahwa ketidaksadaran batang-otak
melibatkan punggung lateral area tegmental pons dan otak
tengah paramedian region.
Tabel Gambaran EEG pada Munculnya dari Anestesi Umum dan Tahapan
Pemulihan dari Coma
Munculnya dari Anestesi Umum Pemulihan dari Koma
Anestesi umum Kematian batang otak
Pemberian obat anestesi, tidak ada Tidak ada respons pernafasan terhadap
rangsangan, tidak responsif; mata oksigenasi (apnea)
tertutup, dengan pupil reaktif Hilangnya total refleks batang otak
Analgesia, akinesia Pola Isoelektrik EEG
Tekanan darah dan detak jantung yang Koma
dikendalikan obat Kerusakan otak struktural pada kedua
Ventilasi yang dikontrol secara belahan otak, dengan atau tanpa
mekanis cedera pada otak tengah tegmental,

20 | P a g e
Pola EEG mulai dari aktivitas delta pons rostral, atau keduanya
dan alfa hingga penekanan burst Cedera bilateral yang terisolasi pada
otak tengah tegmental garis tengah,
rostral pons, atau keduanya
Tidak ada rangsangan, tidak responsif
Batang otak yang berfungsi utuh, gas
darah arteri normal
Pola EEG aktivitas delta amplitudo
rendah dan semburan terputus-putus
aktivitas theta dan alpha atau mungkin
penekanan brust

21 | P a g e
Munculnya, fase 1 Keadaan vegetatif
Penghentian obat anestesi Respon spontan kembali berfunsgi dan
Pembalikan relaksasi otot-perifer menutup mata secara spontan
(akinesis) Gerakan meringis dan tidak bertujuan
Transisi dari apnea ke pernapasan Pola EEG delta amplitudo tinggi dan
tidak teratur ke pernapasan teratur aktivitas theta
Peningkatan aktivitas alfa dan beta Tidak adanya fitur EEG dari tidur
pada EEG Biasanya dapat berventilasi tanpa
Munculnya, fase 2 dukungan mekanik
Peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah
Kembalinya respons otonom
Daya tanggap terhadap rangsangan
yang menyakitkan
Salivasi (inti saraf kranial ke-7 dan ke-
9), Robek (inti saraf kranial ke-7)
Meringis (inti saraf kranial 5 dan 7)
Menelan, tersedak, batuk (inti saraf
kranial 9 dan 10) Kembalinya tonus
otot (sumsum tulang belakang, saluran
retikulospinal, ganglia basal, dan
saluran motor primer), Postur defensif
Peningkatan aktivitas alfa dan beta
lebih lanjut pada EEG, Kemungkinan
ekstubasi, Keadaan vegetatif

22 | P a g e
Munculnya, fase 3 Keadaan sadar minimal
Membuka mata Pergerakan, pergerakan mata
Menanggapi beberapa perintah lisan Komunikasi yang tidak konsisten,
Pola bangun pada EEG verbalisasi
Kemungkinan ekstubasi Mengikuti perintah lisan
Kembalinya siklus tidur-bangun
Pemulihan beberapa fitur EEG dari
tidur-bangun normal

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Brown, EN., Lydic, R., Schiff, ND. 2010. General Anesthesia, Sleep, and Coma.
The New England Journal of Medicine. Inggris.

Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and


management. Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.

Kumar,P. & Clark,M. 2006 Clinical Medicine, 6th ed. Elsevier Saunders,
Edinburgh London.

Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai
penerbit FKUI. Jakarta.

PlumF, PosnerJB, SaperCB, SchiffND. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis of


Stupor and Coma. Ed. IV. Oxford University Press. NewYork.

Pramono, A. 2015. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta : EGC

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai