Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

SOL (space occupying lesion) atau lesi desak ruang merupakan lesi yang meluas atau
menempati ruang dalam otak yang disebabkan oleh tumor, hematoma, abses maupun malformasi
arteriovena. Peninggian tekanan intrakranial terjadi karena hal-hal ini dapat menempati ruang
intrakranial, menimbulkan edema serebri, membendung sirkulasi dan absorpsi cairan serebro spinal ,
meningkatkan aliran darah otak, dan menyumbat pembuluh darah balik vena. 1

II. ANATOMI 2

Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di cavum cranii.
Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa seberat 1400-1500 gram.

Gambar 1: Anatomi Otak


Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

1. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral
Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia

1
dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus
tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

Gambar 2: Anatomi lobus

• Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus precentralis, girus frontalis
superior, girus frontalis media, girus frontalis inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan lobulus
paracentralis superior. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
• Lobus Parietal berada di tengah, mulai dari sulcus centralis menuju lobus occipitalis dan cranialis
dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis, lobulus parietalis superior,dan lobulus parietalis
inferior-inferior-posterior. berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan
rasa sakit.
• Lobus Temporal berada di bagian bawah terletak antara polus temporalis dan polus occipitalis
dibawah sulcus lateralis berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara.
• Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, terletak antara sulcus parieto occipital dengan
sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan, cuneus dan girus lingualis, berhubungan dengan

2
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang
ditangkap oleh retina mata.
Area Broca yang betanggungjawab untuk kemampuan berbicara, terletak di lobus frontalis
kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk
artikulasi.
Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-lobus parietalis,
temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan pemahaman bahasa. Daerah ini berperan penting
dalam pemahaman bahasa baik tertulis maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab untuk
memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui seberkas saraf ke daerah Broca,
kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan.
Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar separuh dari luas korteks
serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang disebut daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih
tinggi (fungsi luhur).
Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis tepat di anterior
korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas volunteer
(2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang dan penentuan pilihan (3) sifat-sifat
kepribadian.
Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada peetemuan ketiga lobus. Di
lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-sensasi somatic, auditorik, dan visual yang berasal
dari ketiga lobus untuk pengolahan persepsi yang kompleks.
Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus temporal. Daerah ini
berkaitan dengan motivasi dan emosi.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau
posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi
gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak

3
sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting
primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak kita kenal
terlalu dekat .
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
• Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak
yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
• Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian
kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
• Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi
reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)

Gambar 3: Anatomi sistim limbik


Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju.
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan
mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah
bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak
emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai
"Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat
duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

III. ETIOLOGI

4
3.1 Abses Otak3

Abses otak dapat terjadi pada semua usia, namun yang paling lazim dalam usia 4 samapi 8
tahun. Abses otak disebabkan oleh embolisasi karena penyakit jantung kongenital dengan shunt dari
kanan ke kiri., meningitis, otitis media kronis, mastoiditis, selulitis orbita, infesi gigi, dan status
imunodefisiensi. Gejalan awal yang terjadi adalah gejala non spesifik seperti demam, sakit kepala,
dan lesu. Gejala ketika proses radang telah dimulai adalah muntah, sakit kepala hebat, kejang, papil
edema.

3.2 Malformasi Arteriovenosa3

Malformasi arteriovenosa medulla spinalis terdiri dari kumpulan vena dilatasi berkelok-kelok
yang biasanya terletak pada sisi dorsal medula torakalis. Malformasi dapat menyebabkan gejala
neurologis. Kadang penderita datang dengan paraparese akut dan defisit sensorik.

3.3 Perdarahan Intrakranial3

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan ( patologis) yang terjadi di dalam kranium,


yangmungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan
intrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala sepertikapitis,tumor otak
dan lain-lain.8-13% ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum yang
luas.Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan subaraknoid, ICH umumnya
lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH yang disertai dengan edema
akanmengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsineurologis.
Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dansindrom herniasi yang
berpotensi fatal.

3.4 Tumor Intrakranial

Tumor otak merupakan pertumbuhan jaringan abnormal yang berasal dari sel-sel otak atau dari
struktur di sekelilingnya. Sama seperti tumor lainnya tumor otak dapat dibagi menjadi tumor otak
jinak (benigna) dan ganas (maligna). Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di
dalam otak, tetapi tidak ganas.Tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi
menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar ( metastase) ke otak
dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Terdapat 2 kategori tumor otak, yaitu :
1. Tumor otak primer - tumor ini berasal dari otak itu sendiri.

5
2. Tumor otak sekunder (dikenali sebagai metastatik) – tumor ini berasal atau penyebaran dari organ
tubuh yang lain seperti paru-paru, ginjal, payudara, tulang, kulit dan organ tubuh lainnya.
Tumor otak primer bermula dan terbentuk di dalam otak. Tumor tersebut mungkin tumbuh dan
terbentuk di suatu tempat yang kecil atau ia dapat meluas ke daerah-daerah sekitar yang berdekatan.
Tumor sekunder (metastatik) bermula atau tumbuh di tempat lain dan kemudiannya menyebar melalui
saluran darah ke otak untuk membentuk tumor otak sekunder (tempat asalnya ialah kanker paru-paru,
payudara, usus, kulit dan lain-lain). Tumor otak metastasis merupakan komplikasi neurologis yang
paling sering dari kanker sistemik.

a. Insidensi dan prevalensi 4


Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan
frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Amerika didapat
35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan
saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum.
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada
anak-anak terbanyak dekade 1 (3-12 tahun), sedangkan pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak
usia 40-65 tahun. Tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000 populasi per tahun.
Lebih sedikit pasien dengan tumor metastatik yang datang ke pusat bedah saraf,walau insidens
sebenarnya harus sebanding, bahkan melebihi tumor primer. Sekitar 1 dari tumor otak primer terjadi
pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Sekitar 15-20% pasien kanker akan didiagnosis dengan tumor otak metastasis. Insiden dari tumor
ini + 4.1-11.1 per 100.000 populasi/tahun. Insiden tumor otak metastasis meningkat sejalan dengan
semakin majunya terapi sistemik yang memperpanjang angka harapan hidup, semakin banyaknya
populasi lanjut usia, meningkatnya insiden kanker paru dan melanoma dan kemampuan MRI dalam
mendeteksi metastasis berukuran kecil. Saat ini tumor otak metastasis dianggap sebagai tumor
intrakranial yang tersering dengan ratio 10:1 dibandingkan dengan tumor otak primer.
Enam puluh sampai 80% tumor otak metastasis pada orang dewasa berasal dari paru, payudara,
melanoma, kolon dan ginjal. Tumor primer yang tersering adalah paru (40-60%), diikuti oleh
payudara, melanoma, kolon dan ginjal dengan insiden relatif 10%, 3.5%, 2.8% dan 1.2% Umur saat
didiagnosis tumor otak metastasis berkorelasi dengan umur saat tumor primernya didiagnosis. Paling
sering ditemukan pada dekade ke 5 sampai dekade ke 7
Tabel 1. Insidensi tumor otak (Schwartz, Prinsip-prinsip Bedah)

Jenis Tumor Persentase

6
Glioma 40-50
Astrositoma stadium 1 5-10
Astrositoma stadium 2 2-5
Astrositoma stadium 3 dan 4 (glioblastoma multiformis) 20-30
Medulloblastoma 3-5
Oligodendroglioma 1-4
Ependimoma stadium 1-4 1-3
Meningioma 12-20
Tumor hipofise 5-15
Neurolemoma (terutama saraf VII) 3-10
Tumor metastatik 5-10
Tumor pembuluh darah 0,5-1
Malformasi arteriovenosa, hemangioblastoma,
endothelioma
Tumor defek-defek yang berkembang 2-3
Dermoid, epidermoid, teratoma
Kordoma, kista parafiseal
Kraniofaringioma 3-8
Pinealoma 0,5-0,8
Lain-lain 1-3
Sarkoma, papiloma dari pleksus koroid, lipoma, tak
terklasifikasi, dan lain-lain

Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak pada usia pertengahan.
Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di regio ini. Meningioma juga
bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
tumor lain yang tumbuh di regio ini.
Di rongga kepala, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1), sedangkan
pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4 : 1).
Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria , Ependimoma banyak ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda

b. Etiologi 5
Penyebab dari kebanyakan tumor otak tetap tidak diketahui, namun beberapa tumor, faktor
predisposisinya diketahui:
 Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose
atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,

7
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-
buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
 Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
 Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan
bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
 Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf
pusat.
 Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa
ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitrosoethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewana

IV. Patofisiologi5

Sirkulasi cairan serebrospinal

Produksi

CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat, dimana ventrikel
lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya berasal dari
struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak.

8
Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea) yang membawa lapisan
epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai permukaan yang
berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki permukaan 40 m 2. Mereka terdiri
dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas dengan
lapisan epitel permukaan sel kuboid atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang
kompleks. Beberapa komponen plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan
susah payah, lainnya masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada
sel epitel khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti
gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma darah.

Sirkulasi Ventrikuler

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari ventrikel
lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) keventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel
keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat kesisterna magna.

Sirkulasi Subarakhnoid

Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui pintu tentorial (pada
sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas
hemisfer serebral.

Absorpsi

Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa arakhnoid adalah evaginasi
penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli
mikro, jadi tidak ada membran yang terletak antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan
katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu arah. Bila tekanan CSS melebihi
tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari tekanan vena maka katup akan menutup
sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan,
kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di
sinus sagittal. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS.
Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat. Sebagai
tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi
dibanding tekanan normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan
meningkatkan aliran dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian
dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan
relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara keseluruhan.

9
Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak, mirip dengan cara
cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan dan pembuangan cairan
edem serebral pada keadaan patologis.

Volume Otak

Rata-rata berat otak manusia sekitar 1400 g, sekitar 2 % dari berat badan total. Volume glial sekitar
700-900 ml dan neuron-neuron 500-700 ml. Volume cairan ekstraselular (ECF) sangat sedikit.
Sebagai perkiraan, glia dan neuron mengisi 70 % kandung intrakranial, dimana masing-masing 10%
untuk CSS, darah dan cairan ekstraselular. Perubahan otak sendiri mungkin bertanggung-jawab dalam
peninggian kandung intrakranial. Contoh paling jelas adalah pada tumor otak seperti glioma.
Disamping itu, penambahan volume otak sering secara dangkal dikatakan sebagai edema otak dimana
maksudnya adalah pembengkakan otak sederhana. Penggunaan kata edema otak harus dibatasi pada
penambahan kandung air otak. Otak mengandung kandung air yang tinggi: 70 % pada substansi putih
dan 80% pada substansi kelabu yang lebih seluler. Kebanyakan air otak adalah (80%) intraseluler.
Volume normal cairan ekstraseluler kurang dari 75 ml, namun bertambah hingga mencapai 10%
volume intra- kranial. Rongga ekstraseluler berhubungan dengan CSS via ependima. Air otak berasal
dari darah dan akhirnya kembali kesana juga. Relatif sedikit air otak yang berjalan melalui jalur lain,
yaitu melalui CSS.

Autoregulasi

Fenomena autoregulasi cenderung mempertahankan CBF pada tekanan darah rata-rata antara 50-160
mmHg. Dibawah 50 mmHg CBF berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif
pembuluh serebral dan peninggian TIK. Autoregulasi sangat terganggu pada misalnya cedera kepala .
Karena peninggian CBV berperan meninggikan TIK, penting untuk mencegah hipertensi arterial
sistemik seperti juga halnya mencegah syok pada cedera kepala berat. Pengobatan hipertensi sedang
yang sangat agresif atau koreksi hipotensi yang tidak memadai bisa berakibat gawat, terutama pada
pasien tua.

Hubungan antara tekanan dan voluime

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial total tetap konstan. Isi intrakranial
utama adalah otak, darah dan CSS yang masing-masing tak dapat diperas. Karenanya bila volume
salah satu bertambah akan menyebabkan peninggian TIK kecuali terjadi reduksi yang bersamaan dan
ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat adalah 10 mmHg (136 mmH 2O). Sebagai

10
pegangan , tekanan diatas 20 mmHg adalah abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai
peninggian yang parah. Semakin tinggi TIK pada cedera kepala, semakin buruk outcomenya.

Konsekuensi dari lesi desak ruang

Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti tumor, abses atau bekuan darah, pertama-tama
ia akan menggeser isi intrakranial normal.

Doktrin Monro-Kellie

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK. Dinyatakan bahwa volume total isi intrakranial
harus tetap konstan. Ini beralasan karena kranium adalah kotak yang tidak ekspansil. Bila V adalah
volume, maka

VOtak + VCSS + VDarah + V Massa = Konstan

Karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti hematoma, bertambah, kompensasinya adalah memeras
CSS dan darah vena keluar. Tekanan intrakranial tetap normal. Namun akhirnya tak ada lagi CSS atau
darah vena yang dapat digeser, dan mekanisme kompensasi tak lagi efektif. Pada titik ini, TIK mulai
naik secara nyata, bahkan dengan penambahan sejumlah kecil ukuran massa intrakranial. Karenanya
TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya lesi massa.

Pergeseran CSS

CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga subarakhnoid spinal melalui
foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal bersifat distensibel dan mudah menerima CSS ekstra.
Namun kemampuan ini terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan oleh kecenderungan jalur CSS
untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi CSS diatas bendungan yang tetap
berlangsung akan menambah peninggian TIK.

Jalur subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur CSS
intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus yang akan menyebabkan
temuan yang khas pada sken CT dimana ventrikel lateral kolaps pada sisi massa, sedangkan ventrikel
lateral disisi berlawanan akan tampak distensi.

Pergeseran Volume Otak

Pergeseran otak sendiri oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat terbatas. Pada
tumor yang tumbuh lambat seperti meningioma, pergeseran otak mungkin sangat nyata, terdapat
kehilangan yang jelas dari volume otak, mungkin akibat pengurangan cairan ekstraselular dan

11
kandung lemak otak sekitar tumor. Bagaimanapun dengan massa yang meluas cepat, otak segera
tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke kompartemen lainnya atau melalui foramen magnum.

Bila massa terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai meningkat.
Selama fase kompensasi, terjadi penggantian volume yang hampir ekual dan sedikit saja perubahan
pada TIK. Pada titik dekompensasi, peninggian volume selanjutnya akan menyebabkan penambahan
tekanan yang makin lama makin besar. Peninggian TIK yang persisten diatas 20 mmHg tampaknya
berhubungan dengan peninggian tahanan aliran CSS. Hasil CT menampakkan bagian yang
tahanannya meningkat adalah pada tentorium. Karenanya temuan CT yang menampakkan obliterasi
sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meninggi atau pertanda bahwa bahaya
segera datang.

Perlu disadari bahwa segala sesuatu yang mencegah atau menghalangi pergeseran volume
kompensatori akan menyebabkan peningkatan TIK yang lebih segera. Misalnya tumor fossa posterior
adalah merupakan lesi massa sendiri, namun juga memblok aliran CSS dari ventrikel atau melalui
foramen magnum. Karenanya volume CSS bertambah dan kompensasi untuk massa tumornya sendiri
akan terbatas. Selanjutnya penderita dengan massa yang terus meluas akan mendadak sampai pada
titik dekompensasi bila aliran vena serebral dibatasi oleh peninggian tekanan vena jugular akibat
kompresi leher atau obstruksi pernafasan.

Perubahan volume sendiri bersifat penjumlahan. Efek tumor otak akan sangat meningkat oleh edema
otak. Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat kompleks. Ini terutama pada cedera
kepala dimana mungkin terdapat bekuan darah, edema otak serta gangguan absorpsi CSS akibat
perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraventrikuler. Mungkin dapat ditambahkan vasodilatasi
akibat hilangnya autoregulasi atau hiperkarbia.

Walau urut-urutan kejadian berakibat perubahan yang terjadi dengan peninggian TIK progresif karena
sebab apapun, hubungan antara tingkat TIK dan keadaan neurologik juga tergantung pada tingkat
perubahan dan adanya pergeseran otak. Tumor tumbuh lambat seperti meningioma mungkin tumbuh
hingga ukuran besar tanpa adanya tanda peninggian TIK. Sebaliknya hematoma ekstradural akut yang
lebih kecil mungkin menyebabkan kompresi otak yang berat dan cepat.

Untuk lesi yang membesar cepat seperti hematoma epidural, perjalanan klinik dapat diprediksi dari
hubungan volume-tekanan yang sudah dijelaskan terdahulu. Pada tahap awal ekspansi massa
intrakranial, perubahan TIK sedikit dan pasien tetap baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus
membesar, mekanisme kompensasi berkurang dan TIK meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala
yang memburuk oleh faktor-faktor yang menambah TIK seperti batuk, membungkuk atau berbaring
terlentang, dan kemudian menjadi mengantuk. Penderita menjadi lebih mengantuk. Kompresi atau

12
pergeseran batang otak menyebabkan peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi
menjadi lambat.

Dengan ekspansi dan peninggian TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak responsif. Pupil tak berreaksi
dan berdilatasi, serta tak ada refleks batang otak. Akhirnya fungsi batang otak berhenti. Tekanan darah
merosot, nadi lambat, respirasi menjadi lambat dan tak teratur serta akhirnya berhenti.

TIK DAN Pergeseran Otak

Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak
dibanding tingkat TIK sendiri.

Transtentorial

Lateral

Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian medial lobus temporal (unkus)
melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang otak secara transversal. Saraf ketiga terkompresi
menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral. Penekanan pedunkel serebral menyebabkan hemiparesis
kontralateral. Pergeseran selanjutnya menekan pedunkel serebral yang berseberangan terhadap tepi
tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral hingga terjadi kuadriparesis. Sebagai tambahan,
pergeseran pedunkel yang berseberangan pada tepi tentorial sebagai efek yang pertama akan
menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi pedunkel serebral ini disebut 'Kernohan's notch'.
Arteria serebral posterior mungkin tertekan pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus oksipital
dengan akibat hemianopia.

Sentral

Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-masing lobus temporal mungkin
menekan batang otak. Kompresi tektum berakibat paresis upward gaze dan ptosis bilateral.

Tonsilar

Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif, dan menampakkan tahap
akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri
sendiri, menyebabkan tortikolis, suatu refleks dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla.
Kesadaran mungkin tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi berat dan cepat.

Subfalsin

13
Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks mungkin menekan arteria
serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai kontralateral. Ini jarang ditemukan berdiri sendiri.

V. Diagnosa 5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang tengkorak
dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak. Semua jenis tumor otak biasanya
bisa terlihat pada CT scan atau MRI, yang juga bisa menentukan ukuran dan letaknya yang pasti.
Tumor hipofisa biasanya ditemukan jika telah menekan saraf penglihatan. Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar hormon hipofisa yang abnormal dan tumor biasanya bisa didiagnosis dengan CT
scan atau MRI.
Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis tumor dan sifatnya (ganas atau jinak). Kadang
pemeriksaan mikroskopik dari cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal, bisa
menunjukkan adanya sel-sel kanker.
Jika terdapat peningkatan tekanan di dalam tengkorak, maka tidak dapat dilakukan pungsi lumbal
karena perubahan tekanan yang tiba-tiba bisa menyebabkan herniasi. Pada herniasi, tekanan yang
meningkat di dalam tengkorak mendorong jaringan otak ke bawah melalui lubang sempit di dasar
tengkorak, sehingga menekan otak bagian bawah (batang otak). Sebagai akibatnya, fungsi yang
dikendalikan oleh batang otak (pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah) akan mengalami
gangguan. Jika tidak segera diatasi, herniasi bisa menyebabkan koma dan kematian.

VI. Pemeriksaan Penunjang


Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk memperkuat
diagnosa dan mengetahui letak tumor.
1) Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

2) Foto polos kepala


Foto toraks dan LED: Tingginya insidens tumor metastatik menyebabkan pemeriksaan ini
diwajibkan pada pasien yang diduga dengan tumor intrakranial.
- Lesi Osteolitik
tumor tulang primer atau sekunder, dermoid/epidermoid, khordoma, karsinoma
nasofaringeal, mieloma, retikulosis
- Tanda Peninggian TIK
diastasis sutura (pada bayi), gambaran 'beaten brass', nilainya terbatas karena bisa terjadi
secara normal pada anak-anak dan beberapa orang dewasa, erosi klinoid posterior (mungkin

14
juga terjadi akibat tekanan lokal, misalnya kraniofaringioma, pergeseran pineal (pastikan
bukan karena rotasi film)
3) CT scanning dan
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
CT scan dan MRI memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang
difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang
sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya. Gambaran CT Scan pada tumor otak,
umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak isekitarnya.
Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih
rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak
· Tanda proses desak ruang yaitu adanya pendorongan struktur garis tengah dan
penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
· Kelainan densitas pada lesi: hipodens, hiperdens atau kombinasi,
kalsifikasi, perdarahan
· Udem perifokal
5) Arteriografi
Walau angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran pembuluh, hanya
kadang-kadang diperlukan untuk melengkapi hasil CT scan. Pada beberapa kasus
diperlukan untuk informasi prabedah seperti mengetahui pembuluh pencatu tumor, atau
terkenanya atau konstriksi pembuluh utama oleh tumor.
6) Pemeriksaan CSS
Pungsi lumbar kontra indikasi bila ada dugaan tumor intrakranial. Bila CSS didapat dari
sumber lain, misal drainase ventrikuler atau saat operasi pintas, pemeriksaan sitologis
mungkin akan menampilkan sel tumor.
Penanda Tumor
Usaha untuk mencari substansi yang menunjukkan pertumbuhan tumor spesifik dari darah atau CSS
terbatas pada hubungan antara peninggian alfa feto protein dan gonadotrofin khorionik manusia
dengan germinoma ventrikel ketiga yang membantu diagnosis. Perkembangan antibodi monoklonal,
dengan perbaikan pada sensitivitasnya mungkin memberikan pendekatan yang bermanfaat untuk
lokalisasi tumor serta identifikasinya dimasa yang akan datang.

VII. Terapi
Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada sumber kankernya.
Sering dilakukan terapi penyinaran.Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa dilakukan
pembedahan.

15
1) Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek
langsung terhadap tumor. Dosis pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d. sering
mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam. Setelah beberapa hari
pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.
Tumor seller atau paraseller kadang-kadang tampil dengan insufisiensi steroid. Pada pasien ini
perlindungan steroid merupakan sarat mutlak tindakan anestetik atau operatif.
2) Tindakan Operatif
Kebanyakan pasien dengan tumor intrakranial memerlukan satu atau lebih pendekatan bedah-saraf.
Contohnya antara lain sebagai berikut:
Kraniotomi: Flap tulang dipotong dan dibuka dengan melipat.
Burr hole: Untuk biopsi langsung atau stereotaktik.
Pendekatan Transsfenoid: Melalui sinus sfenoid kefossa pituitari.
Pendekatan Transoral: Membuang arkus atlas, peg odontoid dan klivus memberikan jalan mencapai
aspek anterior batang otak dan cord servikal atas. Jarang digunakan. Biasanya untuk tumor letak
depan seperti neurofibroma, khordoma.
Kraniektomi: Burr hole diikuti pengangkatan tulang sekitarnya untuk memperluas bukaan, rutin
digunakan untuk pendekatan pada fossa posterior.
Prosedur biopsi, pengangkatan tumor parsial/ dekompresi internal atau pengangkatan total tumor
tergantung asal dan lokasi tumor. Tumor ganas primer yang infiltratif mencegah pengangkatan total
dan sering operasi dilakukan terbatas untuk biopsi atau dekompresi tumor. Prospek pengangkatan
total membaik pada tumor jinak seperti meningioma atau kraniofaringioma; bila banyak tumor
yang terabaikan, atau bagian tumor mengenai struktur dalam, bisa berakibat rekurensi.
3) Radioterapi
Saat ini tindakan terhadap tumor intrakranial menggunakan salah satu dari cara berikut:
- sinar-x megavoltase
- sinar gama dari kobalt60
- berkas elektron dari akselerator linear
- partikel yang dipercepat dari siklotron, seperti neutron, nuklei dari helium, proton
Sebagai alternatif, tumor ditindak dari dalam (brakhiterapi) dengan mengimplantasikan butir
radioaktif seperti ytrium90. Kontras dengan metoda tua dengan 'terapi sinar-x dalam', tehnik modern
memberikan penetrasi jaringan lebih dalam dan mencegah kerusakan radiasi terhadap permukaan
kulit. Efek radioterapi tergantung dosis total, biasanya hingga 6.000 rad, dan durasi pengobatan.
Harus terdapat keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar. Umumnya, makin cepat
sel membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama bernilai pada pengelolaan tumor
ganas; astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma dan germinoma, namun juga berperan
penting pada beberapa tumor jinak; adenoma pituitari, kraniofaringioma. Karena beberapa tumor

16
menyebar melalui jalur CSS seperti medulloblastoma, iradiasi seluruh aksis neural menekan risiko
terjadinya rekurensi dalam selang waktu singkat.
Komplikasi Radioterapi: Setelah tindakan, perburukan pasien bisa terjadi karena beberapa hal:
- selama tindakan: peningkatan edema, reversible
- setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
- enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua tahun)
Komplikasi serupa mungkin mengenai cord spinal setelah iradiasi tumor spinal.
Sensitiser sel hipoksik: Saat radioterapi, bagian dari proses destruktif adalah konversi oksigen ke ion
hidroksil. Adanya area hipoksik didalam jaringan tumor menambah radioresistensi. Penggunaan
sensitiser sel hipoksik seperti misonidazol, bertujuan meningkatkan sensitivitas didalam regio ini.
Manfaat zat ini masih dalam pengamatan.

4) Khemoterapi
Manfaatnya belum jelas. Yang biasanya digunakan adalah BCNU, CCNU, metil CCNU,
prokarbazin, vinkristin dan metotreksat.
Obat khemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor secara selektif; namun respon sel tumor
berkaitan langsung dengan dosis. Tak dapat dihindarkan, dosis tinggi menyebabkan toksisitas
'bone marrow'. Dalam praktek, kegagalan menimbulkan tanda depresi 'marrow' (antara lain
leukopenia) menunjukkan dosis yang tidak adekuat.
Efek samping merintangi pemakaian khemoterapi pada tumor jinak atau 'derajat rendah'. Pada
pasien dengan tumor ganas, beberapa penelitian menunjukkan terapi tunggal atau kombinasi
menghasilkan beberapa remisi tumor, namun penelitian terkontrol acak memperlihatkan hasil yang
tak sesuai. Pada astrositoma maligna, BCNU mungkin bermanfaat sedang. Pada medulloblastoma,
terapi kombinasi CCNU dan vinkristin mungkin memperlambat rekurensi.

5) Kombinasi radio-kemoterapi
Kombinasi radio-kemoterapi mulai dikembangkan. Peningkatan ketahanan hidup selama 1
tahun sebanyak 10% dan 2 tahun sebanyak 8,6%. Nitrosourea (BCNU) merupakan regimen yang
paling efektif.
6) Rehabilitasi
- Merupakan bagian yang sangat penting pada bagian terapi
- Tergantung pada kebutuhan pasien dan bagaimana tumor mempengaruhi aktivitas kerja
- Occupational terapi, untuk mengatasi kesulitan dalam aktivitas untuk kehidupan sehari-hari
seperti makan, mandi, berpakaian dan pergi ke toilet
- Physical terapi terutama pada lengan yang lemah atau paralyse dan pada gangguan
keseimbangan
- Speech terapi terutama pada pasien dengan gangguan bicara.

17
Efek samping terapi :
- Efek samping yang timbul karena pengobatan untuk menghancurkan tumor juga merusak sel
yang sehat
- Efek samping tergantung pada jenis terapi yang digunakan
- Efek samping kraniotomi:
Merusak sel otak yang normal, udem otak, lemah, gangguan fungsi koordinasi, perubahan
personaliti, gangguan bahasa dan gangguan memori, kejang, gejala kanan bertambah berat dari
sebelumnya, tetapi akan hilang atau berkurang dengan berjalannya waktu.
- Efek samping radioterapi :
Nausea, rambut rontok, reaksi kulit pada daerah terapi, sakit kepala, gangguan memori, kejang
- Efek samping kemoterapi:
Antikanker mempengaruhi pertumbuhan sel secara cepat sehingga pasien mudah terserang
infeksi, nafsu makan berkurang, vomitus, sakit tenggorokan, rambut rontok, infertilitas,
menopause dini, kerusakan ginjal, tinitus, gangguan pendengaran

VIII. Diagnosa Banding


Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan
tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak dapat menimbulkan
gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :
 Abses intraserebral
 Epidural hematom
 Hipertensi intrakranial benigna
 Meningitis kronik.

Prognosis
Tergantung jenis tumor spesifik. Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang
bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker
biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih
efektif dilakukan pada:
- penderita yang berusia dibawah 45 tahun
- penderita astrositoma anaplastik
- penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat

18
melalui pembedahan.

Tabel 5. Rata-rata lama bertahan hidup pada berbagai jenis tumor otak
Tumor type Median survival

Glioblastoma 12 bulan (1.0 tahun)


multiforme
Anaplastic astrocytoma 25 bulan (2.1 tahun)
Astrocytoma (low grade) 95 bulan (7.9 tahun)
Oligodendroglioma 74 bulan (6.2 tahun)
Mixed glioma 65 bulan (5.4 tahun)
Medulloblastoma 109 bulan (9.1 tahun)
Brain stem tumors 9 bulan (0.8 tahun)
Pineal region tumors 60 bulan (5.0 tahun)

LAPORAN KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan umur 8 tahun hari rawatan ke 10 di bagian anak RSUP DR
M Djamil Padang dengan:

Keluhan utama: tidak bisa melihat sejak 1,5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Tidak bisa melihat sejak 1,5 tahun yang lalu. Awalnya penglihatan kabur, beberapa menit
kemudian penglihatan hilang total di kedua mata.
 Tidak bisa duduk dan tidak bisa berjalan sejak 4 bulan yang lalu.
 Tidak bisa menahan buang air kecil dan buang air besar sejak 4 bulan yang lalu.
 Nyeri kepala ada, dirasakan hampir diseluruh kepala, hilang timbul.
 Batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, pilek tidak ada.
 Demam ada sejak tadi malam.
 Nafsu makan tidak berkurang

19
 Riwayat kepala terbentur tidak ada.
 Riwayat sakit gigi tidak ada.
 Riwayat nyeri dibelakang telinga tidak ada.
 Anak merupakan rujukan dari RSUD Pasaman Barat dianjurkan untuk di rawat dengan
keterangan SOL (Space Occupying Lesion), kemudian di rawat di bagian akut sejak tanggal
24 januari 2015. Kemudian dilakukan VP Shunting pada tanggal 30 Januari 2015, setelah itu
dirawat di bagain HCU anak. Pada tanggal 2 Februari 2015 anak pindah ke bagian akut.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 1,5 tahun yang lalu muntah-muntah, muntah tiba-tiba, menyemprot, berisi makanan, lebih
dari 10 kali/hari.
 1,5 tahun yang lalu kejang, frekuensi 10 kali/hari durasi 5 menit, seluruh tubuh, mata melihat
ke atas, sadar setelah kejang, ini merupakan kejang pertama. Serangan kedua muncul
beberapa minggu kemudian.
 1,5 tahun yang lalu pasien nyeri kepala hebat, hilang timbul dirasakan diseluruh kepala.
 Kemudian pasien dirawat di RSUD Pasaman Barat selama 10 hari. Dianjurkan untuk dirujuk
ke RSUP DR M Djamil, namun karena alasan tidak ada biaya sehingga pulang atas
permintaan sendiri.

Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada angggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Pekerjaan, Sosial ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan:

 Anak tunggal, lahir spontan, cukup bulan, BB lupa, PB lupa, langsung menangis kuat.
 Imunisasi tidak lengkap.
 Higienis dan sanitasi cukup.

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Berat Status gizi : baik


Kesadaran : CMC, GCS 15 Tinggi badan : 115 cm
Tekanan darah : 100/70 MmHg Berat badan : 20 kg
Nadi : 116 kali/menit Edema: tidak ada

Suhu : 37,9C Anemis: tidak ada

Nafas : 28 /mnt Ikterik: tidak ada

20
 Kulit : sianosis tidak ada
 KGB : tidak ditemukan pembesaran KGB
 Kepala : bulat, simetris, Lingkar kepala 53 cm (normal standar Nellhaus)
 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

 Mata : konjungtiva tak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
3mm/3mm, visus 1/¬ proyeksi salah
 Telinga : tidak ditemukan kelainan
 Hidung : tidak ditemukan kelainan
 Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, arkus faring simetris.
 Mulut : mukosa bibir dan mulut basah.
 Leher : tidak ditemukan kelainan
 Paru-paru :
 Inspeksi : simetris kiri = kanan, statis dan dinamis
 Palpasi : fremitus kiri = kanan
 Perkusi : sonor kiri = kanan
 Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
 Jantung :
 Inspeksi : iktus jantung tak terlihat
 Palpasi : iktus jantung teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : jantung dalam batas normal
 Auskultasi: bunyi jantung teratur, irama teratur, bising (- )

 Abdomen :
 Inspeksi : distensi tidak ada
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Alat kelamin : tak diperiksa

Status Neurologis
1. Kesadaran: GCS 15 E4M6V5
Tanda rangsangan selaput otak :
Kaku kuduk (-) Brudzinsky I (-)

21
Brudzinsky II (-) Kernig (-)

2. Saraf- saraf otak :


N. I Olfaktorius tak ada kelainan
N.II Optikus tidak bisa melihat
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III Okulomotorius Pupil bulat isokor, diameter kanan: 3 mm, kiri: 3
mm. Refleks cahaya langsung dan tidak
langsung positif di kiri dan kanan.
N.IV Trochlearis tak ada kelainan
N.VI Abdusent tak ada kelainan
N.V Trigeminus Membuka mulut (+)
Mengerakkan rahang (+)
Mengunyah (+)
Sensoris (+)
N.VII Fasialis tak ada kelainan
N.VIII Vestibularis tak ada kelainan
N.IX Glosofaring tak ada kelainan
N. X Vagus tak ada kelainan
N.XI Asesorius tak ada kelainan
N.XII Hipoglosus tak ada kelainan

3. Motorik
Spastik
Kekuatan : 444 444
222 222

4. Sensoris
 Sensasi nyeri (+)
 Sensasi raba (+)
5. Reflek
 Reflek fisiologis (biseps, triseps, KPR,APR) : ( ++ ) kanan dan kiri
 Reflek Patologis : ( - ) kanan dan kiri

22
6. Fungsi Otonom
Miksi dan defekasi tak terkontrol
7. Fungsi Luhur dan Koordinasi
Kesadaran tidak terganggu

Hasil Laboratorium

Hb 13,4 g/dl

Leukosit 9.700/mm3

Trombosit 410.000/mm3

Kesan : dalam batas normal

PT 9,9 detik

APTT 29,6 detik

Kesan : PT dan APTT normal

Kalsium : 9,1 mg/dl

Natrium : 139 mmol/l

Kalsium : 3,6 mmol/l

Klorida serum : 114 mmol/l

Kesan : Hasil dalam batas normal

CT Scan Kepala:

Tampak hipodens bulat batas tegas tepi regular di posterior ventrikel III yang menyebabkan pelebaran
sistim ventrikel sehingga mendesak foramen serebri.

Kesan: pineablastoma

Konsul mata: papil atropi

23
Diagnosis:

 Post VP shunting ec Hidrosefalus obstruktif


 Susp Tumor Intra Kranial
 Susp pineablastoma
 Papil atropi
 Tetraparesis

Tindakan:

 KaEN 1 B
 ML 1500 Kkal
 Dexametason 3x3mg IV
 Ceftriaxone 1x1 gr

Follow up : 2 Februari 2015

S/ Nyeri kepala tidak ada,

Muntah tidak ada,

Demam sudah berkurang dari kemarin,

Kejang tidak ada,

Sesak nafas tidak ada,

O/
Keadaan umum : Berat
Kesadaran : CMC, GCS 15 E4M6V5
Tekanan darah : 100 / 70
Nadi : 85 /mnt
Nafas : 24 /mnt
Suhu : 37,9 C
Lingkar kepala : 53 cm (Normal standar Nellhaus)
Thorak: tidak ditemukan kelainan
Abdomen : tidak ditemukan kelainan

24
Motorik:
Spastik
Kekuatan : 444 444
222 222
Sensorik: (+)
Reflek :
 Reflek fisiologis (biseps, triseps, KPR,APR) : ( ++ ) kanan dan kiri
 Reflek Patologis : ( - ) kanan dan kiri

A/ post VP Shunting hari ke III ec hidrosefalus ec susp SOL


P/ KaEN 1 B
 ML 1500 Kkal
 Dexametason 3x3mg IV
 Ceftriaxone 1x1 gr

Pasien dipindakan ke ruangan akut pada tanggal 2 februari 2015 pukul 15.00 WIB

DAFTAR PUSTAKA
1. Ismael, Sofyan. Peninggian Tekanan Intrakranial. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta:
IDAI, 1999: hlm 60-77.
2. Snell, Richard S. Kepala dan Leher. Dalam: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6.
Jakarta: EGC, 2006: hlm 740-766
3. Haslam, Robert H.A. Sistim saraf. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Ed 15. Jakarta:
EGC, 2000: hlm 2106-2115

4. Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007 h. 928-34.

25
26

Anda mungkin juga menyukai