Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS LUAR BIASA PADA PASIEN AFASIA GLOBAL DENGAN STROKE

Disusun Oleh :

Citra Herlani

1911040082

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019/2020
LAPORAN KASUS AFASIA GLOBAL PADA PASEIN STROKE

PENDAHULUAN

Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu, bicara spontan, komprehensi,

menemani, repetisi (mengulang), membaca dan menulis. Bahasa merupakan instrument

dasar bagi komunikasi pada manusia dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi

kemampuan kognitif. Bila terdapat defisist pada system berbahasa, penilaian factor

kognitif seperti memori verbal. Interpretasi pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan

mungkin tidak dapat dilakukan. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa

sangat penting. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti

bagi pasien.

Gangguan berbahasa tidak mudah di deteksi dengan pemeriksaan yang tergesa-gesa.

Pemeriksan perlu meningkatkan pengetahuan mengenai pola ganguan berbahasa. Pada

dasaranya, inti dari komunikasi itu sendiri adalah untuk menyampaikan informasi berupa

ide atau pesan secara lisan atau verbal. Bahkan, terkadang melalui gesture atau gerakan

tangan, body language atau isyarat tubuh, serta tulisan. Ada pula komunikasi yang

disampaikan dengan beberapa cara seperti itu yang digabungkan dlam penyampaiannya.

Tentu saja alat yang dipakai dalam komunikasi itu sendiri adalah Bahasa.

Menurut AIA (2011) tidak ada dua orang penderita afasia yang persisi sama. Afasia dapat

mengalami kesulitan akan banyak hal. Hal-hal tersebut sebelumnya merupakan suatu yang

biasa terjadi dikehidupan sehari-hari, seperti melakukan percakapan,berbicara dalam grup


atau lingkungan yang gaduh, membaca buku, koran , majalah. Penderita afasia mengalami

kesulitan dalam menggunakan Bahasa, tetapi mereka bukan orag yang tidak waras.

Epidemiologi dan kesehatan masyarakat (EKM,2011) memberi tahu bahwa selain tumor

kecelakaan dan bagian otak, maka afasia juga sering disebabkan oleh stroke. Stroke itu

dibagi dalam 2 katagori, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik

disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah di otak sedangkan stroke hemoragik disebabkan

oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pada stroke iskemik, suplai darah ke bagian otak

terganggu akibat aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah.

Sedangkan pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menyumbat aliran

darah normal dan menyebabkan darah merembes pada area otak dan menimbulkan

kerusakan.

Lumempou (2003) megatakan bahwa pasca serangan stroke selainmeninggalkan kecatatan

berupa kelumpuhan juga meninggalkna gangguan berbahasa atau afasia. Meskipun

ganguan afasia yang dialami pasien stroke hanya sekitar 15%, anmun sangat mengganggu

karena mereka akan engalami kesulitan dalam komunikasi dengan individu lain. Sampai

saat ini banyak masyarakat yang belum paham kalau akibat stroke bukan hanya lumpuh.

Pasalnya, hasil penelitian ASEAN menunjukan bahwa 15% yang mengalami ganguan

neuropsikologi ini. Sedangkan sisanya 85% mengalami gangguan fungsi motoric atau

kelumpuhan

Dampak stroke memang sangat bervariasi, bergantung bagian mana dari otak yang terkena.

Naun, karena lesi atau kerusakan itu bisa terjadi dimana saja makan gangguan tidak selalu

tunggal. Hal ini disebabkan stroke merupakan serangan pada pembuluh darah otak, akibat

tersumbatnya disbanding pembuluh darah di otak. Aliran darah menjadi tersumbat atau
pecah, sehingga terjadi perdarahan. Sel –sel otak akan kekuranagn atau kelebihan darah

akan rusak.

Lumempau (2003) melanjutkan bahwa afasia muncul karena ganguan di bagian-bagian

otak yang bertugas memahami Bahasa lisan dan tulisan, mengeluarkan isi pikiran,

mengintegrasikan fungsi pemahaman pusat fungsi berbahasa. Umumnya afasia muncul

apabila otak kiri terganggu, soalnya otak bagian depan berperan untuk kelancaran

menuturkan isi pikiran dalam bahasa dengan baik, dan otak kiri bagian belakang untuk

mengerti bahasa yang di dengar dari lawan bicara, anmun ada beberapa laporan yang

menyatakan bahwa ganguan ini dapat terjadi di belahan otak kanan juga, meski bagitu

kasusuna sangat jarang.

PRESENTASI KASUS

Seorang perempuan berusia 39 tahun datang dianter keluarganya ke RSUD banyumas pada

tanggal 1-12-2019 pada pukul 19.10. keluarga pasien mengatakan pasien riwayat tidak

sadar 4 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat enyakit CHF dan nyeri kepala kurang

lebih 5 bulan yang lalu. Keluarga menceritakan bahwa awalnya pasien hanya tidur biasa

dan tiba-tiba tidak sadar dan mengorok, kemudian pasien dibawa ke RS sidarjo pada

tanggal 30 dan kemudian pasien dirujuk ke RSUD Banyumas pada tanggal 1-12-2019

karna di RS sidarjo peralatan kurang lengkap. Pasien di IGD kurang lebih 1 hari dan pukul

02.00 dipindah ke ICU pada hari senin sore karena pasien M66idak sadarkan diri dengan

GCS awal 7 yaitu samnolen. Kemudian pada hari jumat pukul 13.00 dipindah ke ruang

bougenvil dengan GCS sudah 11 E4,M6,V1, dengan anggota gerak kanan susah untuk

digerakan, pasien gelisah dan tidak bisa berbicara. Pasien di restrain pada ekstermitas,

terpasang NGT dan O2 nasal kanul dan hasl TTV pasien TD 100/90, N 88, GDS 94, S 37,
RR 21 x/m. Hasil dari pemeriksaan CT Scan pada tanggal 3-12-19 adalah infark cerebri

DD : massa. Terapi yang diberikan sekarang adalah citicolin, inj. Ceftriaxone, inj.

Furosemide, MTD, asam folat, dan Inj. OMZ.

PEMBAHASAN

Definisi

Afasia adalah gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cedera atau penyakit pusat otak.

Ini termasuk gangguan kemmapuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga

bercakap-cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap

tubuh ( Smeltzer dan Bare, 2002)

Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Dalam

hal ini pasien menunjukan gangguan dalam memproduksi dan/atau memenuhi bahasa.

Faktor resiko

Factor resiko yang dapat terjadi adalah pada pasien yang mengalami stroke baik stroke

iskemik maupun hemoragik, afasia juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami cedera

otak parah , demensia dan infeksi yang mempengaruhi fungsi otak seperti ensefalitis atau

minginitis.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut krishner 2009 adalah adanya ganguan tonus otot, terjad

kelemahan umum, angguan penglihatan, ganguan tingkat kesadaran, distrimia / gangguan

irama jantung, emosi yang labil, kesulitan menelan dan gangguan rasa pengecapan dan

penciuman. Afasia (gangguan fungsi bahasa ), fasia mungkin afasi motork ( kesulitan untuk

mengungkapkan
Patofisiologi

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa/bicara di otak pada manusia,

fungsi kemampuan bahasa mengalami leteralisasi ke hemisfer kiri otak, pada orang afasia

sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri. Area bronco 44 dan 45 broadman

bertangguang jawab atas pelaksanaan motorik , bicara lesi pada area ini akan

mengakibatkan kesulitan dalam ertikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan

tulisan.( Krishner 2009)

Afasia dapat terjadi sekunder terhadap cedera otak aatau generasi dan melibatkan belahan

otak kiri ke tingkat yang lebih besar dari kanan. Kebanyakan afasia dan gangguan terkait

akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degenerative.

Pemeriksaan

Pemeriksaan kelancaran berbicara : seseorang disebut berbicara, lancer bila bicara

spontannya lancer, tanpa tertegun-tegun untuk mencari kata yang diinginkan.

Kelancaran berbicara verbal merupakan refleksi dari efesiensi menemukan kata. Defek

yang ringan dapat di deteksi mellaui tes ke;ancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata

tertentu yang dapat di produksi selama jangka waktu yang terbatas. Misalnya menyebutkan

sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangkanwaktu satu menit, untuk

menyebutkan kaya-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S dan B dalam

satu menit.

Pemeriksaan Repetisi (mengulang) yaitu kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh

pasien mengulang. Mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian
ditingkatkan menjadi banyak (satu kaliamt). Jadi, kita diucapkan kata atau angka, dan

kemudian pasien disuruh mengulanginya

Pemeriksaan berbicara spontan yaitu, Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah

mendengarkan bagaimana pasien berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengarkan

pasien berbicara spontan atau berbicara, kita dapat memperoleh data yang sangat berharga

mengenai kemmapuan pasien berbahasa. Cara ini tidak kalah pentingnya dari tes-tes

bahasa yang formal. Berbagai tes wawancara, membeca, menulis, menggambar, ataupun

melakukan tugas-tugas tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan

otak, dan tinggal dicocokan dengan pemeriksaan CT- Scan pada otak. Pemeriksaan ini

sangat penting untuk terapi dan rehabilitas pasien.

Penanganan

Meningkatkan harga diri positif. Pasien afasia harus diberi abnyak penagaman psikologis

bila memungkinkan. Kesabaran dan pengertian dibutuhkan sekali pada saat pasien belajar.

Dan pasien diperlakukan sebagai oranag dewasa. Suatu tindakan dengan cara yang tidak

terburu-buru, dikombimasi dengan dorongan , kesabaran dan keinginan untuk menyedikan

waktu, pembelajaran ulang wicara dan ketrampilan bahasa memerlukan waktu bebrerapa

tahun.

Individu afasia mengalami depresi akibat ketidakmam[uan bercakap-cakap dengan orang

lain. Tidak dapat berbicara melalui telpon atau menjawab pertanyaan, atau

mengungkapkan diri melalui percakapan menyebabkan marah, frustasi, takut tentang masa

depan dan perasaan hilangnya garapan.


Perawat harus menerima tingkah laku pasien dan perasaannya, emngurangi keadaan yang

memalukan dan memberi dukungan serta menjamin bahwa tidak ada yang salah dengan

integrensi mereka. Biasanya kesukaran bagi perawat dan anggota tim pelayanan kesehatan

lainnya adalah melengkapi pikiran dan kalimat pasien. Hal ini harus dihindari bila

menyebabkan pasien merasa lebih frustasi pada saat tidak dapat mengikuti pembicaraan,

dan dapat menunda upaya-upaya untuk latihan yang juga menggunakan pikiran dan

menunda upaya membuat kalimat lengkap.(Doenges, 2000)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan,

trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat ebberapa tipe afasia, biasanya digolongkan

sesuai lokasi lesi.. semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam

pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.

Afasia biasanya verarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Dalam

hal ini pasien menunjukan gangguan dalam memproduksi dan/memahami bahasa. Afasia

terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa/bicara diotak pada manusia, fungsi

kemampuan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak, pada orang afasia

sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.

Saran :

Bagi mahasiswa hendaknya dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari

protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik di akademik

maupun di lapangan praktek.


Bagi pasien hendaknya mampu dan mau mengiuti program terapi dengan baik serta

kooperatif pada sat dilakukan tindakan, baik tindakan medis maupun tindakan

keperawatan.

Bagi keluarga agar selalu memberikan dukungan seperti meningkatkan motivasi kepada

pasien dan juga berperan dalam perawatan pasien pada saat dirumah sakit maupun saat

dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Association International Aphasia (AIA). (2011). Afasia Broca. Tersedia: http

://www.afasie.nl/aphasia/pdf/26/brochure2.pdf.

Lumempou, S.F, 2011. Neurobehavior pada stroke. Dalam: Misbach, J., Soertidewi, L.,

Jannis, J., Editor, Stroke, Askep Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Bada

penerbit FK U. Jakarta

Smeltzer, Suzanne C, dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner dan Suddarth (Ed 8, Vol.1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo (dkk),

EGC, Jakarta.

Cohen Jl. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boise LR, Higler PA.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F dan Geissler, A.C.2000. Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumntasian Perawatan Pasien. Jakarta:

EGC

Krishner HS, Jacobs DH. EMedicine Neurology Specialities: Aphasia. 2009. Avaible

at:http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print

Anda mungkin juga menyukai