Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TRAUMA CAPITIS RINGAN

KONSEP TEORI

A. DEFINISI TRAUMA CAPITIS RINGAN

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2018)

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor
 SKG 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
 SKG 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
 SKG 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem persarafan terdiri atas otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur ini bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mengordinasikan
aktivitas sel tubuh melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras secara langsung dan
terus-menerus. Perubahan potensial elektrik menghasilkan respon yang akan
mentransmisikan sinyal-sinyal.
1. Otak

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak,
dan serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera.
Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang
frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Dasar tengkorak terdiri atas tiga
bagian fosa (fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus frontal, serebral
bagian hemisfer), bagian fosa tengah (berisi batang otak dan medula)
2. Meningen
Bagian bawah tengkorak dan medulla spinalis ditutupi oleh tiga
membrane atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut
penghubung yaitu melindungi, mendukung, dan memelihara otak. Meningen
terdiri dari duramater, arakhnoid, dan piamater.
a. Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak dan medulla spinalis,
duramater merupakan serabut berwarna abu-abu yang bersifat liat, tebal, dan
tidak elastis.
b. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah yang tipis dan lembut
yang menyerupai sarang laba-laba, membrane ini berwarna putih karena tidak
dialiri aliran darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid yang
memproduksi cairan cerebrospinal (CSS). Pada orang dewasa, jumlah CSS
normal yang diproduksi adalah 500 ml/hari dan sebanyak 150 ml diabsorbsi
oleh vili. Vili juga mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam system
(akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke, dan lainnya) dan yang
mengakibatkan sumbatan. Bila vili arakhnoid tersumbat (peningkatan ukuran
vertikal) dapat menyebabkan hidrosefalus.
c. Piamater
Piamater adalah membrane yang paling dalam berupa dinding tipis dan
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
3. Serebrum

Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut
korpus kalosum dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus
pusat sentralis) lobus parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas
sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan
lobus temporal (terletak dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh
suatu celah dalam yaitu fisura longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya
terjulur falx serebri.
Lapisan permukaan hemisfer disebut korteks, disusun oleh substansi
grisea. Substansia griseria terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian
dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia griseria yang terbentuk dari
badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nucleus, dan basal ganglia.
Substansia alba terdiri atas sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian
otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri berisi jaringan system saraf
pusat. Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi, yaitu fungsi
individu dan intelegensia.
a. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa
anterior, area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian, dan menahan diri
b. Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini
menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau.
Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian
tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom Hemineglect.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi pengecap,
penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek sangat berhubungan
dengan daerah ini.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian
ini bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
e. Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus
kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggungjawab dalam
transmsi informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini
meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa
orang yang dominan menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri
dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan fungsi analisis.
Daerah hemisfer yang tidak dominan bertanggungjawab dalam kemampuan
geometric, penglihatan, serta membuat pola dan terletak di bagian terdalam
hemisfer serebri, bertanggungjawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua
tangan, dan ekstremitas bagian bawah.
4. Diensefalon
Merupakan bagian dalam dari serebrum yang menghubungkan otak
tengah dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh talamus, hipotalamus,
epitalamus, dan subtalamus.

5. Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan
merupakan 4/5 bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di lateral ventrikel
III. Bagian atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel
lateral. Di bawahnya terdapat hipotalamus dan subtalamus. Talamus sering
disebut “gerbang kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun
penyampaian semua impuls yang masuk sebelum mencapai korteks serebri.
6. Hipotalamus
Terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulkus hipotalamus.
Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan sebagian dinding lateral
ventrikel III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar yang terletak di
dalam sela tursika os sfenoid.
7. Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri
dari nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior.
Nukleus dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi sistem limbik,
sedangkan komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem optik.
Korpus pineal (kelenjar epifise) menghasilkan hormon melatonin yang
mempengaruhi modulasi pola bangun-tidur.
8. Subtalamus
Merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara talamus dan
hipotalamus. Bagian ini berperan penting dalam meregulasi pergerakan yang
dilakukan oleh otot rangka. Subtalamus berkaitan dengan struktur penting
dalam pergerakan seperti basal ganglia dan substansia nigra.
9. Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas
mesenfalon, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon
adalah bagian sempit otak yang melewati incisura tertorii yang
menghubungkan pons dan serebellum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini
terdiri atas jalur sensorik dan motorik serta sebagai pusat terletak di depan
serebellum, diantara mensefalon dan medulla oblongata dan merupakan
jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara medulla dan serebrum.
Pons berisi jaras sensorik dan motorik.

Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari medulla


spinalis ke otak. Medulla oblongata berbentuk kerucut yang menghubungkan
pons dengan medulla spinalis. Serabut-serabut motorik menyilang pada
daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat penting dalam mengontrol jantung,
pernafasan, dan tekanan darah serta sebagai inti saraf otak ke 5 s/d ke 8.
10. Serebellum (Otak kecil)
Serebellum dan batang otak menempati fosa kranialis posterior, yang
mempunyai atap tentorium sebagai pemisah serebellum dan serebrum.
Permukaan serebellum berbeda dengan serebrum, karena tampak berlapis-
lapis. Kedua hemisfer serebellum dipisahkan oleh suatu subdivisi kortikal
berbentuk seperti cacing yang disebut vermis. Bagian rostral vermis disebut
lingula dan bagian kaudalnya disebut nodulus. Korteks nodulus meluas ke
lateral sebagai subdivisi dengan nama flokulus.

D. ETIOLOGI
Cedera kepala dapat ditimbulkan dari berbagai macam hal, yaitu:
 Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari di
rumah, di tempat kerja, bahkan kecelakaan saat OR.
 Karena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.
 Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun bangsa yang
berakhir dengan penggunaan senjata.
Perlukaan di kepala umumnya member pendarahan yang banyak,
pertolongan segera terhadap kehilangan cairan badan yang prnting
inimerupakan tindakan pertama penyelamat penderita. (Soemarmo 2018)

E. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua
kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-
tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi
alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada
batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.

F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
J. PENALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

K. PENCEGAHAN

Selalu menggunakan alat keselamatan, seperti helm atau pelindung kepala,


jika bekerja di lingkungan yang berisiko menimbulkan cedera kepala. Memasang
pegangan besi di kamar mandi dan di samping tangga untuk mengurangi risiko
terpeleset. Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.

L. ASUHAN KEPERAWATAN (KONSEP TEORI)


A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
 Kesadaran à GCS.
 Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar à tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Devisit perawatan diri berhubungan dengan motivasi atau minat mandi

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelah Manajemen nyeri 1. Untuk
berhubungan dengan dilakukan Observasi mengetahui nyeri
agen pencedera fisik tindakan 1. Identifikasi lokasi, secara
keperawatan karakteristik, komprehensif.
selama 3 x 24 durasi, frekuensi, 2. Untuk
jam maka kualitas, intensitas, mengetahui skala
intoleransi intensitas nyeri. nyeri sehingga
aktivitas 2. Identifikasi skala dapat dibuat
berkurang nyeri intervensi yang
dengan kriteria Trapiutik tepat.
hasil : 3. .fasilitasi istirahat 3. Memberikan
 Keluhan dan tidur kenyamanan
nyeri Edukasi pada pasien
menurun 4. Mengajarkan tehnik 4. Agar klien
 Skala nyeri 3 non farmakologis paham cara
ringan untuk menguranggi menggurangi
 Meringis rasa nyeri nyeri dengan
menurun Kolaborasi tehnik non
5. kolaborasikan farmakologis
pemberian analgetik 5. Pemberian
analgetik dapat
membantu
mengurangi rasa
nyeri klien.
2 Devisit perawatan Setelah Dukungan perawatan 1. untuk melihat
diri berhubungan dilakukan diri : mandi kebersihan tubuh
dengan motivasi atau tindakan Observasi pasien
minat mandi keperawatan 1. Monitor kebersihan 2. memfasilitasi
selama 3 x 24 tubuh peralatan mandi
jam maka nyeri Trapiutik pasien
akut berkurang 2. Sediakan peralatan 3. memudahkan
dengan kriteria mandi pasien untuk
hasil : 3. Berikan bantuan melakukan
 Kemampuan sesuai tingkat perawatan diri
mandi kemandirian 4. melihat atau
meningkat Edukasi menilai seberapa
 Melakukan 4. Jelaskan manfaat jauh tingkat
perawatan mandi dan dampak pengetahuan
diri tidak mandi pasien
meningkat terhadap kesehatan
 Minat
perawatan
diri

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. RN, Agung. 2021. Nyeri Kepala Sekunder Ec Space Occupying Lesion Grade II.

Jurnal Human Care. Vol. 6, No, 3. Pp. 592.597.

2. A, Mutiudin. 2020. Status Neurologi Pasien Space Occupying Lesion dengan


HIV dan Toxoplasmosis Cerebri. Jurnal Perawat Indonesia. Vol, 4. No,1. P-
ISSN 2714-6502.
3. Kapakisan. 2022. Space Occupying Lesion (SOL) Cerebri. Ganesha Medicina
Journal. Vol. 2, No 1.
4. S, Duwi. 2019. Analisis Praktwk Klinis Keperawatan dengan Post Operasi
Kraniotomy atau Indikasi Space Occupying Lesion (SOL). Karya Ilmiah.
Universitas Muhammadiyah. Kalimantan Timur.
5. Tim Prokja SKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Buku Definisi Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Cetakan II. ISBN: 978-602-
18445-6-4.
6. Tim Prokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Buku Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. ISBN: 978-602-
18445-9-5.
7. Tim Prokja SLKI DPP PPNI. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
BukUDefinisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan III. ISBN: 978
602-52680-0-0.

Anda mungkin juga menyukai