Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala Dasar dan Nasofaring

Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang

memiliki volume sekitar 1350 cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf

atau neuron. Otak mengatur dan mengkordinasi sebagian besar,

gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung,

tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak

bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan emosi, ingatan,

pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak

terbentuk dari dua jenis sel Otak terbentuk dari dua jenis sel yaitu

glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi

neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam  bentuk  pulsa

listrik yang dikenal sebagai potensi aksi. Mereka berkomunikasi

dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan

berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.

Neurotransmitter ini dikirimkan  pada celah yang dikenal sebagai

sinapsis. 2

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang

belakang. Otak atau encephalon adalah sentral supervisori dari

system syaraf sentral vertebrata, yang terletak pada kepala. 8 Otak

dapat dibagi ke dalam otak besar (cerebrum), batang

otak(brainstem),dan otak kecil (cerebellum).2

8
9

Gambar 1. Bagian-bagian dari otak.2

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga

disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.

Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,

logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan

visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh

kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang

disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian

lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut

masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital

dan Lobus Temporal. Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak

besar) juga Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut

hemispherium Cerebri. Kedua bagian itu terhubung oleh kabel-kabel

saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan belahan otak kanan

mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan
10

tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik.

Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

2. Korteks Otak besar

3. Ganglia dasar

4. Diensefalon

5. Otak tengah

Otak tengah (mesencephalon) adalah bagian otak yang

mempunyai struktur: rectum, terdiri dari 2 pasanga colliculi yang

disebut corpora quadrigemina, inferior colliculi, terlibat pada proses

pendengaran. Sinyal yang diterima dari berbagai nucleus batang otak

diproyeksikan menuju bagian dari thalamus yang disebut medial

geniculate nucleus untuk diteruskan menuju korteks pendengeran

primer. Superior colliculi, bereperan sebagau awal  proses visual dan

pengendalian.2

6. Otak belakang

Otak belakang myelencephalon, metencephalon,

rhamboenchepalon) meliputi jembatan Varol (pons, pons varolli),

medulla oblongata, dan otak kecil. Ketiga bagian ini membentuk

bagian batang otak (brainstem). Jembatan Varol berisi serabut saraf

yang menghubungkan lobus kiri dan kanan dan otak kecil, serta

menghubung menghubungkan otak kecil dengan korteks otak  besar. 2

7. Otak kecil (Cerebellum)

Terletak dibawah Cerebrum dan dibelakang otak. Cerebellum


11

mengontrol  banyak  banyak fungsi otomatis otomatis otak,

diantaranya: diantaranya: mengatur mengatur sikap atau posisi tubuh,

mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak

Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan

otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan

tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika

terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada

sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,

misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam

mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.9

8. Batang Otak (brainstem)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau

rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang

punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur ini

mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,

mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan

sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight  (lawan atau lari)

saat datangnya bahaya.

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: Mesencephalon atau

Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari

batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak

tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan

mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan


12

pendengaran. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang

belakang dari sebelah kiri  badan menuju bagian kanan badan, begitu

juga sebaliknya. sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak,

seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan  pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat

otak  bersama dengan formasi reticular.  bersama dengan formasi

reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

 Anatomi Nasofaring  

Nasofaring merupakan lubang sempit lubang sempit yang terdapat

yang terdapat pada belakang pada belakang rongga hidung. Bagian

atap dan dinding belakang dibentuk oleh basis sphenoid, bassis

occiput, dan ruas pertama tulang belakang. Bagian depan berhubungan

dengan rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba eustachian

berada pada dinding samping dan pada bagian depan dan belakang

terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius.

Bagian atas dan samping torus tubarius merupakan reses dari

nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller. Nasofaring

berhubungan dengan orofaring pada bagian pallatum mole.


13

Gambar 2. Nasofaring. 6

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terletak pada belakang

rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi

sphenoid, basi occiput dan ruas pertama tulang belakang. Bagian depan

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba

Eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian depan

belakang terdapat ruangan berbentuk koana yang disebut dengan torus

tubarius . 5

Fossa rossenmuller terletak pada bagian atas dan samping dari

torus tubarius merupakan tempat asal munculnya sebagian besar

karsinoma nasofaring dan paling sensitif terhadap penyebaran

keganasan pada nasofaring. Fossa rossenmuler mempunyai hubungan

anatomi dengan sekitarnya, sehingga berperan dalam kejadian dan

prognosis KNF. Tepat di atas apeks dari fossa rossenmuler terdapat

foramen laserum, yang berisi arteri karotis interna dengan sebuah

lempeng tipis fibrokartilago. Lempeng ini mencegah penyebaran KNF


14

ke sinus kavernosus melalui karotis yang berjalan naik. 5

2.2 Definisi Kraniofaringioma

Kraniofaringioma adalah suatu tumor suprasellar yang bersifat

low grade, berkembang dari sisa-sisa Rathke’s pouch, dimana secara

embriologi Rathke’s pouch merupakan prekursor dari kelenjar pituitary

anterior, mukosa mulut dan gigi. Kraniofaringioma diperkenalkan oleh

Cushing pada tahun 1932 untuk menggambarkan tumor otak jinak regio

sella, berasal dari sisa jaringan epitelial yang dapat dijelaskan berasal

dari penutupan kurang sempurna duktus kraniofaringeal. Erdheim

adalah orang pertama yang menggambarkan lesi ini di tahun 1904,

namun Cushing memberikan nama kraniofaringioma untuk

menggambarkan sisa sel epitel berasal dari proses pada masa embrio.

Tumor ini merupakan tumor yang jarang terjadi dan penanganannya

sulit karena lokasinya dan morbiditas yang diakibatkannya serta laju

rekurensi yang tinggi.1

2.3 Epidemiologi

Kraniofaringioma terdapat sekitar 1,2-4,6% dari seluruh tumor

intrakranial, dengan 0,5-2,5 kasus baru per satu juta penduduk per tahun

di Amerika Serikat.3,8,9 Tumor ini dapat terjadi pada semua usia dan

tidak menunjukkan perbedaan dalam jenis kelamin, namun terdapat

bimodal puncak insidens yaitu pada kelompok usia 5-14 tahun dan usia

50-74 tahun. Kraniofaringioma merupakan 5-10% dari tumor


15

intrakranial pada anak-anak.3

Secara umum insiden kraniofaringioma 0,5-2/100.000/tahun dan

diperkirakan sekitar 1 – 3% dari seluruh tumor intrakranial dan 13%

dari tumor suprasellar. Di Amerika Serikat insiden keseluruhan

0,13/100.000/tahun. Distribusi menurut umur mempunyai 2 puncak

tertinggi yang pertama terjadi pada umur 5-10 tahun dan puncak kedua

yang lebih rendah terjadi pada umur antara 50-60 tahun, walaupun

dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Berdasarkan jenis

kelamin dijumpai pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita (M:F,

55%:45%) sementara suku tidak dijumpai perbedaan untuk kejadian

dari tumor ini. 1

2.4 Embriologi dan Histogenesis

Pada saat usia gestasi mencapai 4 minggu, terjadi invaginasi dari

stomodaeum (atap dari rongga mulut) ke arah atas dan neuroepitel dari

diensefalon ke arah bawah untuk membentuk hipofisis. Invaginasi ke

arah atas dari stomodaeum disebut sebagai Rathke’s pouch dan

pergerakan neuroepitelium dari diensefalon ke arah bawah disebut

infundibulum, jalur migrasi dari Rathke’s pouch disebut sebagai duktus

kraniofaringioma. Pada usia gestasi 8 minggu, Rathke’s pouch akan

terpisah dari duktus kraniofaringioma membentuk Rathke’s vesicle

yang akan menjadi adenohipofisis dan infundibulum akan menjadi

neurohipofisis.1
16

Kraniofaringioma biasanya terletak di daerah suprasella diduga

berasal dari sisa sel skuamosa yang berada pada Rathke’s pouch, duktus

kraniofaringioma primitif dan juga diduga berasal dari metaplasia sisa

sel epitel skuamosa embrionik pada kelenjar adenohipofisis di bagian

tangkai hipofisis. 3

Gambar 3. (a) Potongan sagital bagian kranial pada embrio manusia usia 4 minggu
menunjukkan pembentukan Rathke’s pouch. (b) pembentukan kelenjar hipofisis. 3

2.5 Morfologi
Terdapat dua jenis varian histologi kraniofaringioma, yaitu

kraniofaringoma adamantinomatosa dan kraniofaringioma papiler.

Kraniofaringioma adamantinomatosa paling sering terdapat pada anak-

anak sedangkan jenis papiler paling sering terdapat pada dewasa. 13 Tipe

adamantinomatosa menyerupai neoplasma jaringan pembentuk gigi

memiliki komponen kistik dan komponen padat dengan kalsifikasi.

Tipe ini terdiri dari epitel skuamosa bertingkat tertanam dalam spons
17

retikulum. Epitel skuamosa ini membentuk keratin, yang disebut

sebagai keratin basah. Kista dari kraniofaringioma adamantinomatosa

berdinding epitel skuamosa bertingkat mengandung keratin dan berisi

cairan yang kaya kolesterol, tebal kuning kecoklatan disebut sebagai

crankcase oil. Mineralisasi dan deposisi kalsium dari sel epitel

berkeratin ini membuat tampilan kalsifikasi pada tumor ini. Fitur

tambahan lain termasuk fibrosis dan peradangan kronis. Walaupun

tampak berkapsul, kraniofaringioma biasanya menunjukkan invaginasi

ke jaringan otak sekitar dan menimbulkan reaksi sel glial. 3

Kraniofaringioma papiler mengandung papila dilapisi oleh

epitel skuamosa berdiferensiasi baik. Tumor ini biasanya solid namun

dapat juga memiliki komponen kistik. Sel-sel skuamosa bagian padat

dari tumor biasanya tidak menghasilkan retikulum spongiosa di lapisan

dalam, berbatas tegas, jarang berkalsifikasi, kurang memberi gambaran

keratin basah dan crankcase oil seperti pada tipe adamantinomatosa.

Tipe ini jarang menginvasi jaringan sekitar, namun gliosis dapat terjadi.

Tidak seperti tipe adamantinomatosa, tipe papiler tidak menyerupai

jaringan pembentuk gigi.1

2.6 Patologi

Kraniofaringioma tumbuh sangat lambat dan secara histologi

adalah tumor jinak 4 . Bentuk tumor biasanya bulat, oval, atau berlobus

dan mempunyai permukaan yang lunak, kadang-kadang dikelilingi


18

suatu pseudokapsul. Secara makroskopis, kraniofaringioma terdiri dari

3 bentuk, yaitu : kistik, padat, dan campuran. Kraniofaringioma pada

anak-anak lebih sering berbentuk kistik (40%) dan campuran (50%),

hanya sedikit berbentuk padat (10%). Sedangkan pada dewasa relatif

lebih padat daripada tumor kistik. Secara mikroskopis bagian padat

tumor ini biasanya lapisan luarnya menunjukkan epitel kolumnar diikuti

dengan berbagai macam sejumlah sel polygonal. Sedangkan bagian

kistiknya terdiri dari epitel simple stratified squamous. Kolagen yang

berada didasar membrane membentuk batas antara tumor dengan

meningens atau otak. 4

Secara histologis kraniofaringioma terdiri dari 2 tipe. Pertama,

tipe adamantinous, suatu tumor multikistik dengan kalsifikasi, biasanya

terdapat pada usia anak-anak dengan puncaknya pada usia 5 –9 tahun

dan jarang pada dewasa. Kedua, tipe squamous papillary, biasanya

terdapat pada usia dewasa dan secara makroskopis jarang berbentuk

kistik. 4

Tipe Adamantinous atau disebut juga dengan chidhood

craniopharymgioma, secara histologis mirip dengan adamantinoma

pada rahang, suatu tumor yang berasal dari proses odontogenesis.

Kraniofaringioma adamantinous ini mengandung bagian padat dan

kistik, dimana bagian kistik berisi kolesterol dengan bentuk seperti

minyak oli berwarna coklat kemerahan dan berisi debris termasuk

keratin. Keratin ini disebut juga dengan yang berisi sel-sel tanpa inti.
19

Wet keratin yang padat bentuknya lebih bernodul dan dapat menjadi

kalsifikasi. Secara mikroskopis tipe Adamantinous berisi epitel

squamosa berlapis kadangkadang rata sepanjang garis kista, dimana

pada dinding kista dapat mengalami fibrosis dan inflamasi kronis. 2

Tipe Squamous papillary atau disebut juga dengan adult

craniopharyngioma, terdapat pada sepertiga usia dewasa dan sangat

jarang pada usia anak-anak. Secara umum hanya mengandung bagian

yang padat. Biasanya disebut dengan “dry” keratin dan sering berlokasi

pada ventrikel-III daripada di daerah sisterna suprasellar, biasanya

tanpa kalsifikasi tetapi mengandung kolesterol. 2

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala klinis kraniofaringioma ditentukan oleh lokasi, ukuran

dan arah pertumbuhan tumor. Gejala klinis ini menunjukkan kombinasi

dari gangguan endokrin, penglihatan, kognitif dan gejala akibat

peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena predileksinya paling

banyak di tangkai hipofisis, gejala klinis yang sering muncul adalah

gangguan penglihatan, hipopituitari dan diabetes insipidus.1

a. Peningkatan tekanan intrakranial

Kraniofaringioma adalah neoplasma bersifat indolen yang

memiliki laju pertumbuhan lebih lambat jika dibandingkan dengan

tumor otak lainnya. Lokasinya yang ekstraaksial sering asimtomatis

sampai tumor relatif besar. Kraniofaringioma yang besar dapat


20

menyumbat sirkulasi cairan serebrospinal pada ventrikel tiga dan

mengakibatkan hidrosefalus obstruktif.3

Sakit kepala dan muntah merupakan gejala yang umum

muncul karena kenaikan tekanan intrakranial, sehingga keluhan ini

sering sekali terjadi. Delapan puluh persen pasien kraniofaringioma

pada anak mengeluhkan sakit kepala dan 60% dengan mual dan

muntah. Sedangkan pada dewasa pada dewasa dengan persentasi

yang lebih rendah, yaitu 30% dan 20% pasien mengeluhkan mual

dan muntah. Gejala yang sangat jarang terjadi, adalah rupture tumor

yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial dan juga dapat

menyebabkan meningitis aseptik.1

b. Gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan merupakan gejala klinis yang sering

terjadi pada pasien dengan kraniofaringioma, terutama dewasa.

Sebanyak 80% pasien dewasa memiliki gejala gangguan

penglihatan, sementara pada anak -anak sebanyak 40%. Gangguan

penglihatan yang terjadi meliputi ketajaman penglihatan, kebutaan

unilateral ataupun bilateral, gangguan lapangan pandang (biasanya

hemianopia bitemporal), dipoplia, pandangan kabur ataupun

nistagmus. Gejala ini dapat terjadi akibat penekanan dari aparatus

optik oleh tumor ataupun terjadinya atrofi optik sekunder akibat

hidrosefalus obstruktif, peningkatan tekanan intrakranial kronis dan

papil edema.1
21

Diyakini bahwa gangguan penglihatan ini memiliki proporsi

yang sama antara dewasa dan anak-anak, namun pada anak-anak

dijumpai proporsi yang lebih kecil kemungkinan karena pasien anak

memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap gangguan penglihatan

dibandingkan pada orang dewasa. Hal ini kemungkinan karena anak-

anak kurang menyadari bagaimana penglihatan yang normal

sehingga tidak dapat mengetahui bagaimana penglihatan yang tidak

normal. Gangguan belajar di sekolah mungkin dapat digunakan

sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi apakah ada gangguan

penglihatan pada anak. Teori ini didukung temuan bahwa pada

pasien anak dengan kraniofaringioma yang dilakukan pemeriksaan

mata, 70% mengalami gangguan penglihatan. Pada pasien

kraniofaringioma yang tidak mengalami gangguan penglihatan,

kemungkinan tumor terbatas di intrasella dan tidak terdapat

keterlibatan pada aparatus optik.3

c. Gangguan Hormonal

Hipotalamus adalah pusat regulasi hormon pada tubuh

manusia. Hipotalamus menghasilkan hormon untuk memodulasi

produksi hormon dari kelenjar hipofisis. Jika terdapat lesi yang

mengganggu komunikasi antara hipotalamus dan hipofisis akan

menyebabkan disregulasi hormon hipofisis. Kraniofaringioma di

regio sella dan suprasella, jika membesar sampai menekan aksis

hipotalamus-hipofisis akan menyebabkan disfungsi endokrin.1


22

Gangguan hormonal didapatkan pada 90% pasien anak dan

70% pada pasien dewasa. Inter alia the Erlangen series mendapatkan

gangguan hormonal yang biasanya terdapat pada pasien

kraniofaringioma: hipogonadisme terjadi pada 75-80% pasien,

defisiensi growth hormon pada 80-100% pasien, adrenal insufisiensi

pada 30-60% kasus, hipotiroidisme pada 20 -40% kasus dan diabetes

insipidus pada 10-20% pasien. Manifestasi gangguan endokrin lebih

sering terjadi pada pasien anak-anak, gangguan tubuh pendek

terdapat pada 93% kasus pasien anak.3

Pada pasien dewasa, gejala berhubungan dengan

ketidakseimbangan hormon seksual umumnya terjadi. Pengurangan

libido seksual dilaporkan terdapat pada 88% pasien dewasa laki-

laki dan amenorrhea terdapat pada 82% dari pasien dewasa wanita.

Pada pasien remaja dapat terjadi pubertas yang tertunda atau tidak

mengalami pubertas. Insidensi dari diabetes insipidus terjadi pada

sekitar 9-17% kasus. Manifestasi diabetes insipidus dilaporkan

terjadi pada 17% kasus pasien anak dan 20% kasus pasien dewasa.1

Dapat juga terjadi namun jarang, pasien dewasa mengalami

galaktorhea karena adanya ‘stalk-effect’ menyebabkan inhibisi

aksis hipotalamus hipofisis sehingga terjadi peningkatan produksi

prolaktin. Terkadang, kompresi hipotalamus dapat menyebabkan

pubertas prekok akibat hilangnya inhibisi hipotalamus pada

hormon gonadotrophin releasing hormon (GnRH). Namun kondisi


23

ini tidak sering dijumpai karena bersamaan dengan terjadinya

hipopituitari yang meniadakan efek peningkatan GnRH. 3

d. Gangguan kognitif

Pasien kraniofaringioma dapat mengalami gejala

gangguan kognitif. Gangguan kognitif ini lebih sering terjadi pada

orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini

kemungkinan karena kesulitan lebih besar untuk mendiagnosis

gangguan kognitif pada anak dibandingkan dengan pada dewasa.

Dilaporkan kurang dari 10% pasien anak mengalami gangguan

kognitif, sedangkan pada pasien dewasa dilaporkan sekitar 25%

mengalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif dapat menjadi

faktor prediktif dari hasil terapi. Gangguan mental dan depresi

berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk.1

Pembesaran kraniofaringoma yang tumbuh di regio sella

akan mengganggu komunikasi antara hipotalamus dan bagian-

bagian lain pada otak misalnya dengan talamus, lobus frontal, dan

lobus temporal. Adanya gangguan tersebut dapat menyebabkan

gangguan psikologi dan masalah psikososial. Terdapat gangguan

neuropsikologi beragam yang muncul sebagai gejala klinis, yaitu

gangguan mental, apatis, abulia, depresi, kelambatan psikomotor,

hiperinsomnia dan kejang. Kejang kompleks psikomotor dan

amnesia pernah dilaporkan dengan ekstensi tumor sampai ke

lobus temporalis dan hipokampus.6


24

2.8 Diagnosis
Gejala klinis kraniofaringioma ditentukan oleh lokasi, ukuran

dan arah pertumbuhan tumor. Gejala klinis ini menunjukkan

kombinasi dari gangguan endokrin, penglihatan, kognitif dan gejala

akibat peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena predileksinya

paling banyak di tangkai hipofisis, gejala klinis yang sering muncul

adalah gangguan penglihatan, hipopituitari dan diabetes insipidus.1

Gambaran pencitraan yang khas untuk suatu kraniofaringioma

adalah tumor suprasella dengan komponen padat dan kistik yang dapat

disertai dengan gambaran kalsifikasi. Diagnosis diferensial dari

gambaran pencitraan pada pasien anak dengan kraniofaringioma

adalah suatu glioma, yang mungkin juga memiliki komponen kistik.

Gambaran kalsifikasi dan tumor yang letaknya sentral dengan dinding

komponen kistik yang jelas pada CT Scan dan MRI adalah gambaran

yang lebih sesuai dengan kraniofaringioma. Pada pasien dewasa,

walaupun adenoma hipofisis merupakan tumor yang paling sering di

daerah sella, kraniofaringioma juga harus dipikirkan sebagai

diagnosis, khususnya jika tampak gambaran komponen kistik yang

luas dari tumor.6

2.8.2 Anamnesis

Pada kasus Kraniofaringioma anamnesis untuk mengetahui

keluhan bisa muncul dengan tanda dan gejala yang berbeda-beda,


25

tergantung dari letak dan ukuran tumor Pertumbuhan tumor biasanya

lambat dan kebanyakan tanda dan gejalanya berkembang secara

tersembunyi, dimana tumor dapat mencapai ukuran yang besar

sebelum menimbulkan gejala. Biasanya interval waktu antara onset

gejala dan diagnosis berkisar 1 – 2 tahun. 4

Ada 3 gejala klinis utama kraniofaringioma yaitu peningkatan

tekanan intrakranial, disfungsi endokrin dan gangguan penglihatan.

Peningkatan tekanan intrakranial terjadi oleh karena pembesaran

massa intrakranial atau adanya hidrosefalus obstruksif. Gangguan

penglihatan disebabkan penekanan langsung ke jaras optikus oleh

massa tumor atau oleh karena hipertensi intrakranial. Disfungsi

endokrin disebabkan oleh penekanan hipofise dan hipotalamus oleh

massa tumor. 4

Gejala utama awal yang paling sering adalah nyeri kepala

biasanya berhubungan dengan efek dari massa tumor atau hidrosefalus

(akibat adanya obstruksi dari Foramen Monro, Ventrikel III atau

Aquaductus Sylvii). Disfungsi endokrin biasanya menyebabkan

pertumbuhan terlambat (bentuk fisik pendek), diabetes insipidus,

disfungsi sexual dan menstruasi. 4

1. Pemeriksaan Neurologis

Dapat ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan intrakranial,

penglihatan ganda horizontal dapat unilateral atau bilateral, dan


26

papiledema (unilateral/bilateral). Pemeriksaan lapangan pandang bisa

didapatkan berbagai pola kehilangan penglihatan yang paling sering

adalah hemianopsia bitemporal akibat kompresi ke bagian kiasma atau

saluran optik. 4

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kraniofaringioma yaitu dengan

menggunakan pencitraan , laboratorium. 4

1. Pemeriksaan Radiologi

Head CT scan dan MRI kepala merupakan standar evaluasi

dalam penegakan diagnosa kraniofaringioma. Sekarang ini pilihan

yang terbaik adalah MRI dengan atau tanpa kontras. Meskipun

demikian sekitar 2/3 orang dewasa dan lebih 90% anak-anak

menunjukkan perubahan patologis pada foto polos tengkorak.

Meskipun CT bermanfaat menunjukkan kalsifikasi dan ekspansi

tulang dari sella, MRI lebih disenangi karena lebih jelas

memperlihatkan hubungan tumor terhadap pembuluh darah, kiasma

optikum, saraf dan hipotalamus. 4

Ada beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan :

a. Foto polos X-Ray

Tampilan radiologis yang menonjol di sini adalah perubahan

sella, adanya kalsifikasi suprasellar, pelebaran sella dengan erosi dari

clinoid anterior dan dorsum sellae 1,4. Kalsifikasi dapat terlihat

sekitar 85% pada anak-anak dan 40% pada dewasa. 4


27

b. CT-Scan

Setelah injeksi kontras CT scan dapat menggambarkan

jaringan lunak, mengidentifikasi bagian kistik dari tumor, dan

visualisasi dari daerah kalsifikasi. Pada CT , bagian kistik menjadi

hipointense seperti cairan serebrospinal (CSS) tetapi bisa menjadi

hiperintense jika terdapat banyak kalsifikasi. Setelah pemberian

kontras kapsul tumor menunjukkan enhancement sedangkan bagian

yang padat menjadi isointense.3

c. MRI

Pada MRI dengan T1W1, bagian kistik memilki intensitas

yang bervariasi, paling sering hipointens tetapi kadang-kadang

hiperintens, sedangkan pada T2W2 akan menunjukkan gambaran

hiperintens. Sedangkan bagian padat tumor selalu hipointens pada T1,

hiperintens pada T2, dan enhancement pada kontras . MRI dipilih

untuk melihat hubungan tumor dengan pembuluh darah, kiasma

optikum, traktus optikus, dan hipotalamus.

Pada penelitian Schefer dkk, mendapatkan perbedaan

gambaran MRI antara tipe Adamantinous dan papillary, dimana tipe

Adamantinous terutama berbentuk kista terletak di daerah suprasellar

dan intrasellar pada T1 terlihat kista yang hiperintens dengan

kalsifikasi, sedangkan tipe papillary terlihat berbentuk padat, biasanya

timbul pada dewasa dan pada T1 terlihat kista yang hipointens.3

2. Magneting Resonance Angiography (MRA)


28

Dilakukan untuk melihat gambaran pembuluh darah utama

serebral serta hubungannnya dengan tumor, dan untuk mengurangi

dilakukannya tindakan angiografi invasive. Tindakan angiografi

biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.1

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan sistem endokrin dilakukan untuk mengetahui

fungsi kelenjar pituitary dan hipotalamus. Nilai diatas 150 ng/mL

menunjukkan adanya mikroadenoma pituitary. Adanya hipoadrenalin

dan diabetes insipidus dapat meningkatkan morbiditas karena operasi

dan harus dikoreksi sebelum dilakukan operasi .4

2.9 Komplikasi

Komplikasi Kraniofaringioma pada anak merupakan penyakit

yang membutuhkan waktu lama dalam terapinya, bukan hanya sekedar

evakuasi tumor, akan tetapi perubahan post operasi perlu diperhatikan.

Komplikasi endokrin, neurologis, psikososial, neurokognitif dan

metabolik sering terjadi. Gangguan hormonal yang terjadi akibat

kraniofaringioma pada anak menyebabkan perlu adanya evaluasi awal

pre-operatif di bidang endokrinologi. Anamnesis yang teliti mengenai

riwayat tumbuh kembang, pemeriksaan fisik, pengukuran antopometri,

status pubertas, dan bone age perlu dilakukan. Selain itu, pemeriksaan

status cairan tubuh, osmolaritas urin dan plasma, fungsi ginjal,

clektrolit dan gula darah, kadar hormon-hormon hipofisis sebaiknya

dilakukan sebelum operasi sebagai data awal. 3


29

2.10 Klasifikasi

Kraniofaringioma secara tipikal berasal dari aksis infundibulo-

hipofiseal di daerah sellar dan suprasellar, lebih sering pada sisterna

suprasellar, tetapi dapat berkembang ke segala arah. 4

Klasifikasi kraniofaringioma pertama kali diusulkan oleh

Rougerie dan Fardeau pada 1962, yang memperkenalkan lokasi :

intrasellar (11%), intra dan suprasellar dengan perluasan ke anterior

(51%), intra dan suprasellar dengan perluasan ke posterior (36%), giant

craniopharyngioma (2%), dan lokasi atipikal. 4

Berdasarkan ukuran perluasan tumor ke daerah vertikal,

kraniofaringioma dapat diklasifikasikan ke dalam 5 tingkat, yaitu : 4

I. Intrasellar tumor

II. Intrasisternal tumor dengan atau tanpa bagian intrasellar

III. Intrasisternal tumor yang meluas kepada setengah bawah dari

ventrikel ke III

IV. Intrasisternal tumor yang meluas kepada setengah atas dari

ventrikel ke III

V. Intrasisternal tumor yang meluas ke septum pelucidum atau ke

ventrikel lateralis.3
30

Gambar 4. Derajat dari perluasan tumor kraniofaringioma. 3

2.11 Penatalaksanaan

Penanganan kraniofaringioma masih kontroversial. Beberapa

pengobatan telah diusulkan, namun telah disepakati bersama bahwa

tindakan bedah memegang peranan penting dalam pengobatan tumor

ini. Angka rekurensi yang lebih rendah sesudah total reseksi dibanding

reseksi subtotal, bahkan saat dikombinasi dengan terapi radiasi Indikasi

untuk radioterapi atau kombinasi bedah dengan radioterapi masih

merupakan permasalahan besar diantara peneliti. Belakangan beberapa

studi difokuskan pada penggunaan bleomycin intracavitary untuk

penanganan kistik kraniofaringioma. Pemilihan terapi yang sesuai harus

dipertimbangkan berdasarkan aspek-aspek : usia, keadaan umum

pasien, ukuran dan sifat pertumbuhan tumor, pengalaman ahli bedah,

dan ketersediaan radioterapi.5

a. Operasi

Tindakan bedah merupakan penanganan pilihan pada


31

kraniofaringioma, ada dua pilihan tindakan bedah yaitu dengan reseksi

total atau reseksi parsial dilanjutkan dengan radio terapi. Ada beberapa

pendekatan tehnik operasi yang dilakukan, dimana pemilihan disesuaikan

dengan perluasan tumor, ukuran, konsistensi serta lokasi dari tumor .

Tehnik tersebut antara lain : Subfrontal, Transsphenoidal,

Pterional, Subtemporal, Transpetrosal, Transcallosal, Tranccortical-

transventrikular.5

Lokasi tumor yang berdekatan dengan struktur-struktur vital

menyebabkan tumor tidak bisa diangkat secara komplit.Namun demikian

suatu laporan yang menyatakan bahwa sebanyak 90 % dari tumor bisa

diangkat secara total dengan menggunakan tehnik microsurgery modern.

Dalam suatu seri penelitian, 90 % dari 144 pasien yang dilakukan reseksi

mikrosurgical komplit terhadap tumor, dijumpai angka rekurensi

sebanyak 7 %. 2

Penelitian Kobayasi T, dkk menganalisa penggunaan gamma knife

surgery (GKS) terhadap residual atau rekuren kraniofaringioma..

Didapatkan 5 dan 10 tahun angka survival rates adalah 94,1% dan 91 %.

Faktor yang mempengaruhi respon baik terhadap radiosurgery : usia tua,

tumor padat, riwayat pengobatan sebelumnya dan tumor dengan ukuran

kecil. Outcome baik setelah GKS dipengaruhi oleh tumor residual atau

rekuren dengan ukuran kecil pada daerah retrochiasm dan ventral stalk

dengan menggunakan dosis 12 Gy serta tanpa adanya defisit

neuroendokrinologi. 1
32

b. Radioterapi

Kombinasi penanganan bedah dan radioterapi menunjukkan

hasil yang lebih baik pada pasien-pasien yang diterapi bedah total

dengan radioterapi di banding hanya terapi bedah total saja.

1. External fractionated radiation

Memiliki 2 keuntungan yakni : memberikan waktu pada sel

normal untuk mengadakan perbaikan dan meningkatkan efek kerusakan

DNA sehingga membelah sel tumor lebih cepat. Target dosis 54-56 Gy

dalam 30 sesi selama 6 minggu, setiap sesi 1,8-2 Gy. Wara, dkk

merekomendasikan dosis radiasi biasanya 5400 cGy dengan 180

cGy/fraction. Dosis yang kurang dari 5400 cGy telah dihubungkan

dengan kejadian rekuren tumor. Sesudah tindakan subtotal reseksi dan

terapi radiasi, angka survival selama 20 tahun adalah 60 %. 5

2. Brachytherapy

Diberikan pada kraniofaringioma solitary cystic dan terdiri dari

aspirasi stereotactic dari kistik diikuti dengan penanaman beta-emitting

isotope. Target dosis 200- 250 Gy. Untuk pengobatan residual solid

tumor digunakan kombinasi brakiterapi dengan stereotactic

radiosurgery. Brakiterapi biasanya menyebabkan stabilisasi atau

pengurangan dari kista pada >90% kasus.4

3. Stereotactic radiation

Streotactic radiosurgery telah dikerjakan untuk


33

kraniofaringioma bentuk solid berukuran kecil (<25 mm). Stabilisasi

atau reduksi dari kavitas kistik setelah radiosurgery didapati pada 60%

pasien. 3

c. Kemoterapi

Penggunaan bleomycin intrakavitas pada tumor kraniofaringioma kistik

telah dilaporkan dengan hasil yang memuaskan. Pemberian injeksi bleomycin

intratumoral sebagai terapi tambahan untuk kraniofaringioma karena

kraniofaringioma berasal dari epitel, Dalam studi retrospektif terhadap 10

penderita kistik kraniofaringioma (berusia antara 3-65 tahun) yang direseksi sub

total dan dilanjutkan dengan injeksi bleomycin, Dong Hyuk Park,dkk

mendapatkan angka rekurensi tumor sebanyak 40 %. Dari penelitian ini

disimpulkan bahwa pemberian injeksi bleomycin post operative kistik

kraniofaringioma meskipun tidak mengeradikasi tumor, tapi dijumpai

penurunan dan menstabilkan ukuran tumor. 4,16 Pemberian bleomycin dimulai

10-15 hari setelah operasi. Dosis rerata 2-5 mg dengan interval pemberian 2-7

hari. 4

d. Penanganan hidrosefalus

Kraniofaringioma pada anak-anak biasanya menimbulkan tanda

dan gejala peninggian tekanan intrakranial (70%), dan sepertiganya

menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Adanya hidrosefalus ini akan

mempengaruhi outcome sesudah operasi dan rata-rata survival rate.

Beberapa peneliti lebih memilih tindakan shunting untuk penanganan

hidrosefalus obstruktif dimana ditemukan tanda peninggian tekanan


34

intrakranial. Peneliti lain memilih external ventricular drainage pada saat

operasi. 4

e. Penanganan gangguan endokrin

Mayoritas pasien dengan kraniofaringioma mengalami disfungsi

endokrin, seperti gangguan pertumbuhan dan diabetes insipidus pada

anak-anak, sedangkan pada dewasa sering terjadi kegagalan fungsi gonad

dan juga hipoadrenalism serta hipotiroidism. Pemberian kortikosteroid

dosis tinggi sebelum operasi secara cepat dapat menggantikan kebutuhan

kortikosteroid. Biasanya dosisnya setara dengan tiga kali kebutuhan

kortison fisiologis harian yang diberikan dalam bentuk hidrokortison.

Pada kasus tumor yang besar dengan edema otak,deksametason diberikan

untuk stabilisasi otak dari kekurangan kortison. Gangguan cairan dan

elektrolit akibat diabetes insipidus membutuhkan substitusi yang akurat

melalui intravena ataupun dapat diberikan hormon antidiuretik. 4

2.12 Prognosis

Angka survival dalam 5 tahun berkisar 55%-85% . Angka

survival kumulatif dalam 10 dan 15 tahun setelah operasi berkisar 68%

dan 59%. Angka survival setelah reseksi total lebih baik dibanding

setelah reseksi subtotal. Penurunan komplikasi neurologi, endokrin dan

optalmologi dapt meningkatkan outcome pada penderita

kraniofaringioma. 4

Penderita dewasa memiliki angka rekurensi yang lebih rendah


35

(20%) dibanding anak-anak (30%). Apabila tumor diangkat keseluruhan

angka rekurensinya kurang dari 20% sedangkan reseksi subtotal, angka

rekurensinya mencapai 60%. Untuk tumor-tumor yang di radiasi post

operatif dapat mengurangi angka rekurensinya sampai 30%. Kebanyakan

rekurensi terjadi selama 3 tahun pertama sesudah terapi. 4

Anda mungkin juga menyukai