Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PEMBELAJARAN “STROKE NON HAEMORRHAGIC”

LURING PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ANGKATAN XXVII

Oleh
Annisa Firdaus
NIM 202311101169

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. Anatomi Fisiologi
Tengkorak merupakan sebuah struktur tulang yang menutupi dan melinduni
otak yang terdiri dari tulang cranium dan tulang muka. Tulang cranium terdiri
dari 3 lapisan yaitu, lapisan luar, etmoid, dan lapisan dalam. Lapisan luar dan
lapisan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan
struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fossa yang
diantaranya yaitu, fossa anterior yang didalamnya terdapat lobus frontalia,
fossa tengah yang berisi lobus temporalis, parientalis, oksippitalis, fossa
posterior yang berisi otak tengah dan sereblum (Pearce, 2008).
a. Meningen
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh meningen yang
melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi sejenis cairan, yaitu cairan serebrospinal yang memperkecil
benturan atau goncangan. Selaput meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Duramater
Duramater atau pacymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrosus yang
secara konvensional terdiri dari dua lapis, yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali
sepanjang tempat-tempat tertentu terpisah dan membentuk sinus-sinus
venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum
yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal
merupakan lapisan duramater yang sebenarnya sering disebut dengan
cerebral duramater. Terdiri dari jaringan fibrosus yang padat dan kuat
yang membungkus otak dan berlanjut menjadi duramater spinalis
setelah melewati foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua
dari os sacrum. Lapisan meningeal membentuk empat septum ke dalam,
membagi rongga cranium menjadi ruang-ruang yang saling
berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsi
septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak.
a) Falx serebri adalah lipatan duramater yang berbentuk bulan sabit
yang terletak pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri.
Ujung bagian anterior melekat pada crista galli. Bagian posterior
melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebelli.
b) Tentorium cerebella adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit
yang menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi
permukaan atas cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
c) Falx cerebella adalah lipatan duramater kecil yang melekat pada
protuberantia occipitalis interna.
d) Diaphragm sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari duramater, yang
menutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidais.
Diaphragm ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan
chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui
oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan duramater ini, diantaranya terdapat sinus
duramatris yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini
menerima darah dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju
vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior, sinus
transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis cranni antara lain,
sinus sphenoparietal, sinus cavernosus, sinus petrosus. Pada lapisan
duramater ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, arteri maxillaries, arteri pharyngeus
ascendens, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari sudut klinis,
yang terpenting adalah arteri meningea media (cabang dari arteri
maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaann
trauma capitis. Pada duramater terdapat banyak ujung-ujung saraf
sensorik, dan peka terhadap regangan sehingga jika terjadi stimulasi
pada ujung-ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
2) Selaput Arakhnoid
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus yang
menutupi otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membrane
ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu spatium
subdural, dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang berisi
cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space)
merupakan suatu rongga atau ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di
bagian luar dan piamater pada bagian dalam. Dinding subarachnoid
space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu
arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi
arachnoidales. Agregasi villi arahnoidales disebut sebagai granulations
arachnoidales. Villi arachnoidales berfungsi sebagai tempat perembesan
cerebrospinal fluid ke dalamm darah. Arachnoid berhubungan dengan
piamater melalui untaian jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan
dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dank e otak
menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3) Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang,, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan
lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan
penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang memberi
nutrisi pada jaringan saraf. Astrosit susunan saraf pusat mempunyai
ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet dalam piamater untuk
membentuk selaput piaglia. Selaput ini berfungsi untuk mencegah
masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piamater membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus
dan menyatu dengan ependymal membentuk plexus choroideus dalam
ventriculus lateralis, tertius dan quartus.

Gambar 1. Lapisan Pelindung Otak


b. Otak
Otak adalah oragan vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual. Otak melekasanakan semua fungsi yang disadari dan
bertanggung jawab terhadap pengalaman-pengalaman berbagai macam
sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan
gerakan-gerakan yang disadari dan kemampuan untuk melaksanakan
berbagai macam proses mental seperti ingatan atau memori, perasaan
emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian.

Gambar 2. Anatomi Otak Manusia


Secara anatomis otak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak
kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbic). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagian-
bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks (permukaan otak),
ganglia basalis, dan sistem limbic. Kedua hemisfer kanan dan kiri
dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum.
Otak besar memiliki fungsi untuk mengatur semua aktivitas mental
yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori),
kesadaran dan pertimbangan. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:

Gambar 3. Bagian-bagian Cerebrum


a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidung, dan emosi. Lobus frontalis
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunteer di gyrus
presentralis (area motoric primer) dan terdapat area asosiasi motoric
(area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku
social, berbicara, motivasi dan inisiatif.

Gambar 4. Lobus Frontalis


b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
kebawah dan fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan
dan perkembangan emosi.
Gambar 5. Lobus Temporalis
c) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa, raba dan pendengaran
(White, 2008).

Gambar 6. Lobus Parietal


d) Lobus Oksipitalis
Lobus ini berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan yaitu untuk menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsangan
dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008).

Gambar 7. Lobus Oksipitalis


2) Lobus Limbik
Lobus limbic berfungsi untuk mengatur emosi, memori emosi, dan
bersama hypothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom.
3) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil berfungsi untuk koordinasi terhadap otot
dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh, serta berfungsi juga
untuk mengkoordinasi gerakan yang halus dan luwes. Cerebellum
berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak yang melekat pada
otak tengah. Pada otak kecil terdapat tiga pengelompokkan bagian-
bagiannya, yaitu:
a) Berdasarkan lobus pada otak kecil, dibagi menjadi tiga yaitu lobus
anterior (depan), lobus posterior (belakang) dan lobus
frocculonadular.
b) Berdasarkan zonanya, cerebellum dibagi menjadi tiga bagian yaitu
vermis yang memisahkan otak kecil menjadi dua hemisfer kiri dan
kanan, zona intermediate, dan lateral hemisfer.

Gambar 8. Zona Otak Kecil


c) Berdasarkan fungsinya, terdiri dari cerebrocerebellum yang
merupakan bagian terbesar dari otak kecil dengan fungsi utama
untuk mengatur pergerakan mortik dan evaluasi terhadap informasi
sensoris agar dapat melakukan gerakan yang tepat;
spiSLKIerebellum berfungsi untuk mengatur pergeraka tubuh
melalui sistem propriosepsi yaitu sensasi yang didapatkan tubuh
melalui stimulasi dan aktivitas otot; vertibulocerebellum berfungsi
untuk mengatur keseimbangan tubuh dari sistem vestibular dari
semicircular kanal di telinga dan gerakan bola mata yang menerima
informasi dari korteks visual.
4) Brainstem
Brainstem atau yang sering disebut dengan Batang Otak, terletak di
dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernapasan, kesadaran, serta
pola makan dan tidur. Bila tedapat massa pada batang otak, maka gejala
yang sering timbul yaitu berupa muntah, kelemahan otot wajah baik
satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala
ketika bangun. Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Pons (dalam bahasa Latin berarti “jembatan”) berbentuk seperti
jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua hemisfer
serebellum, serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas
dengan medulla oblongata di bawah. Pons merupakan bagian dari
batang otak yang berada diantara mid brain dan medulla oblongata.
Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf kranial (CN) V
diasosiasikan denan pons (Muttaqin, 2008).
b) Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla
oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII
disaosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada
pada perhubungan dari pons dan medulla (Mooore & Argur, 2007).
c) Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan
serebellum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak
tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 20070.
5) Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal. Saraf
kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lungang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal,
foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan
nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius
(I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V),
abducens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus
(IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII).
No Nervus Fungsi
I Olfaktorius serabut sensorik, menerima &
menghantarimpuls pada sensasi penciuman
II Optikus transmisi impuls dari dan ke retina mata
III Okulomotoriu serabut motorik mensuplai otot ekstrinsik mata
s
IV Troklearis serabut motorik mensuplai otot ekstrinsik
mata.
V Trigeminus saraf kranial terbesar, serabut campuran
VI Abdusen serabut motorik mensuplai otot ekstrinsik
mata.
VII Fasialis Serabut motorik & sensorik mempersarafi otot
wajah, kelenjar ludah & lakrimal
VIII Vestiblo saraf sensorik terdistribusi di telinga dalam dan
kokhlearis mempersarafi pendengaran & keseimbangan
IX Glasofaringeus saraf campuran, mempersarafi lidah & farings
X Vagus serabut campuran, terdistribusi paling luas,
mensuplai farings, larings, organ dalaman di
rongga leher, dada & abdomen
XI Aksesorius bergabung dan terdistribusi dengan serabut
vagus
XII Hipoglogus saraf motorik, mensuplai otot intrinsil dan
ekstrinsik lidah
2. Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial adalah merupakan keadaan dimana jumlah total dari
tekanan yang diberikan oleh otak, darah, dan cairan cerebrospinal
(cerebrospinal fluid/ CSF) di dalam ruang kranium yang kaku.
Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial pressure/ ICP) normal
bervariasi sesuai dengan usia. Sebagai respon terhadap peningkatan volume
intrakranial, kompensasi awal terjadi melalui perpindahan CSF dari ventrikel
ke ruang subaraknoid serebral, dan meningkatkan penyerapan CSF.
Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan
volume otak (edema serebral), darah (perdarahan intrakranial), lesi desak
ruang, atau CSF (hidrosefalus). Pemantauan ICP dapat berupa teknik invasif
dan memiliki beberapa risiko yang terkait. Pengukuran ICP adalah standar
baku pada neurocritical care. Manajemen yang efektif terhadap hipertensi
intrakranial diawali dengan menghindari secara ketat faktor-faktor yang
memicu atau memperburuk peningkatan tekanan intrakranial. Ketika tekanan
intrakranial menjadi tinggi, penting untuk menyingkirkan lesi massa baru
yang harus dievakuasi melalui pembedahan.
Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah tekanan di
mana otak mendapatkan perfusi. CPP memungkinkan pengukuran tidak
langsung terhadap kecukupan CBF. Hal ini dihitung dengan mengukur
perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) dan
ICP (MAP - ICP), di mana MAP = 1/3 tekanan sistolik ditambah 2/3 tekanan
diastolik. Nilai CPP normal yang umumnya diterima sebagai tekanan minimal
yang diperlukan untuk mencegah iskemia adalah: orang dewasa > 70 mmHg;
anak > 50-60 mmHg; bayi/ balita > 40-50 mmHg. CPP < 40 mmHg adalah
prediktor yang bermakna dari mortalitas pada anak dengan TBI.

3. Definisi penyakit
Disebut stroke iskemik karena terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Sekitar 80 persen serangan
stroke diakibatkan adanya sumbatan (iskemik), sedangkan sisanya karena
pendarahan (hemoragik). Pasien stroke berpeluang lebih besar untuk
sembuh bila penanganannya tidak lebih dari 4,5 jam. Periode mulai dari
serangan pertama hingga mendapat penanganan inilah yang disebut golden
periode. Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena
jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah besar
dileher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera
pada pembuluh darah-darah ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan
nyeri kepala. (Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2016).
Berdasarkan patofisiologi stroke iskemik akut, leukosit memainkan peran
penting melawan kemunduran dan manifestasi klinis pada pasien dengan
melepaskan tiga mediator inflamasi, mekanisme penyambungan dalam
mikrosirkulasi, dan vasokonstriksi (Husna dkk., 2015). Faktor risiko stroke
meliputi risiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku, jenis kelamin,
dan genetik. Bila faktor risiko ini ditanggulangi dengan baik, maka
kemungkinan mendapatkan stroke dapat dikurangi atau ditangguhkan,
sedangkan faktor risiko yang dapat diubah merupakan factor risiko
terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya dapat dikendalikan
ataupun dihilangkan, gaya hidup merupakan tindakan atau perilaku
seseorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi kebiasaan
seperti hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok,
aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol, diet,
pengelolaan faktor risiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke
berulang (Junaidi 2015 dalam Munir, 2019). Klasifikasi untuk stroke
iskemik menurut Tarwoto dkk (2007) dalam Maryani (2015) meliputi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam
waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari.
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.

4. Epidemiologi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang memiliki tingkat
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi di dunia, menyebabkan sekitar
5,8 juta orang meninggal akibat stroke. WHO mendefinisikan stroke
sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak
fokal (global) dengan gejala - gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian. Ada 2 jenis stroke yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat dari seluruh penderita
stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya
merupakan jenis stroke hemoragik. Menurut Kemenkes RI (2017),
disebutkan bahwa dari 10 penyebab kematian utama berdasarkan Sampel
Registrasi Sistem (SRS) diantaranya adalah Penyakit Tidak Menular (PTM)
yaitu stroke di nomor pertama, urutan kedua penyakit jantung koroner dan
ketiga diabetes mellitus. Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia
tahun 2013 pada data tentang situasi kesehatan jantung yang dikeluarkan
oleh Kementerian Kesehatan RI (2014) diperkirakan sebanyak 1.236.825
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis/gejala diperkirakan sebanyak
2.137.941 orang. Prevalensi stroke di Indonesia adalah 7 per mil penduduk
(berdasarkan didiagnosis oleh tenaga kesehatan), tertinggi pada usia ≥ 75
tahun sekitar 43,1%. Dari hasil tahun 2012-2014 penyakit Stroke yang
terdata di Indonesia, ditemukan bahwa pada stroke iskemik, penderita laki-
laki lebih dari perempuan, yaitu 56,6% berbanding dengan 43,4% (Usman
dkk., 2016). Prevalensi stroke di Indonesia semakin meningkat, yang
terlihat tahun 2013 di 7 per 1000 penduduk telah meningkat menjadi 10,9
per 1000 penduduk pada tahun 2018. Menurut Shazari & Betta (2016),
Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu
sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan 533.895 orang (16,6‰), sedangkan
Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu
sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).

5. Klasifikasi
a. Menurut patologi dan gejala klinisnya
1) Stroke hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Pendarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Pedarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b) Pendarahan subarakhnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat secara mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi
otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
2) Stroke nonhemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya
1) TIA (Trans Iskemik Attack)
gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke involusi
stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit
dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.

6. Etiologi (Penyebab)
Menurut buku yang dirancang oleh Dosen Keperawatan Medikal-Bedah
Indonesia (2016), Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba
dapat disebabkan oleh Iskemia atau perdarahan yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke area otak, Hemoragi Serebral (pecahnya
pembuluh darah serebral dengan pendarahan ke dalam jaringan otak atau
ruang sekitar otak), Oklusi Fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi. Stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial
atau trombosis intrakranial. Menurut Brunner & Suddarth (2014),
terjadinya emboli disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang ber-ulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intim arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
2. Embolisasi akibat gangguan sistemik seperti embolia septik (dari abses
paru atau bronkiektasis), metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru,
embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
3. Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right- sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.

7. Patofisiologi
Menurut Price (2006), infark iskemik cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak diantaranya:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke
otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi
otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur
agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan
tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosi dan hypertensi pembuluh darah. Pembengkakan
otak dikenal dengan istilah medis edema serebral, yaitu kondisi yang bisa
meningkatkan risiko kerusakan pada organ otak. Serangan stroke iskemik
terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah pada otak
mengakibatkan otak tidak mendapat pasokan darah yang
mengandung oksigen, dan menyebabkan sel otak mati. Saat sel otak
mengalami kematian, risiko terjadi pembengkakan pada organ
tersebut menjadi semakin besar. Begitu juga dengan stroke hemoragik
yang dapat menjadi penyebab otak membengkak.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral
dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia cerebral dapat terjadi oleh
gangguan yang bervariasi, salah satunya yaitu cardiac arrest. Catatan:
kenapa saat terjadi pendarahan, TIK meningkat. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan tekanan pada cairan serebrospinal, yaitu cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Peningkatan tekanan
intrakanial juga dapat terjadi karena jaringan otak membengkak akibat luka
atau penyakit.
8. Pathway
9. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2008) dalam Maryani (2015), stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak
tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat
tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
1. Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit/jam)
 Sakit kepala secara tiba-tiba, pusing, bingung
 Penglihatan kabur atau kehilangnya ketajaman penglihatan pada
satu atau kedua mata
 Kehilangan keseimbangan, lemah
 Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh
2. Gejala stroke ringan
 Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara
 Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
 Bicara tidak jelas
3. Gejala stroke berat (sembuh/mengalami perbaikan dalam beberapa
bulan/tahun, atau tidak bisa sembuh sama sekali)
 Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara dan
ringan
 Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
 Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
 Bicara tidak jelas/hilangnya kemampuan bicara
 Sukar menelan
 Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan feses
 Kahilangan daya ingat dan konsentrasi
 Terjadi perubahan perilaku misalnya : bicara tidak menentu,
mudah marah, tingkah laku seperti anak kecil, dan lain-lain.
Untuk mengetahui tanda gejala stroke, baik penderita ataupun orang-orang
di sekelilingnya harus mengetahui tanda-tanda serangan awal stroke. Untuk
lebih mudahnya, kita bisa menggunakan pengenalan gejala awal stroke
yaitu melalui 'SeGeRa ke RS' (SEnyum, GErak, bicaRA, KEbas, Rabun,
dan Sakit kepala) dan FAST (Face, Arm, Speech, dan Time).
SeGeRa ke RS meliputi,
Senyum : Sedikit miring/ berot
Gerak : Gerakan otot menurun/melemah
Bicara : Pelo, cedal
Kebas : Sering mengalami kebas
Rabun : Pandangan
mulai rabun Sakit kepala : Sering
timbul sakit kepala FAST meliputi,
Face : Cek wajah orang yang dicurigai stroke, perhatikan apakah mulutnya
tidak simetris, atau ketika tersenyum bibirnya tampak jatuh sebelah atau
tidak simetris.
Arm : Melemahnya tangan yang bisa diketahui dengan cara meminta orang
yang dicurigai stroke untuk mengangkat kedua tangan. Orang dengan
stroke biasanya menunjukkan gejala tidak dapat mengangkat salah satu
tangannya dengan baik (arm weakness).
Speech : Orang dengan stroke biasanya sulit mengucapkan kata atau frasa
sederhana dengan baik dan cenderung tak jelas (sedikit cadel atau pelo).
Time : Apabila salah satu dari gejala tersebut ditemukan pada orang yang
dicurigai stroke, maka tak perlu ragu dan menunda waktu. Orang yang
dicurigai stroke harus segera dibawa ke rumah sakit untuk segera ditangani
lebih lanjut.

10. Pemeriksaan penunjang


Menurut Putra (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. CT Scan merupakan pemeriksaan untuk memperlihatkan edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark.
2. Scan resonasi magnetik (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam
mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak
3. Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.
Pada pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai.
Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail,
terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta, serta lebih sensitif untuk
mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
4. Ultrasonografi Doppler Karotis diperlukan untuk menyingkirkan
stenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70% yang merupakan
indikasi untuk enarterektomi karotis.
5. Ultrasonografi Doppler Transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis
oklusi atau stenosis arteri intrakranial besar. Gelombang intrakanial
yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat juga dipakai untuk
menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan gangguan
hemodinamik yang bermakna.
6. Angiografi resonansi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis
stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial.
7. Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium
intermiten.
8. Pungsi Lumbal untuk menunjukkan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat, dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan.
9. Sinar X Tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal.

11. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi


1. Terapi Farmakologi
Tabel.1 prinsip terapi stroke iskemik
No. Golongan Jenis Pengobatan Efek Samping
Terapi
1 Antithrombus  Trombolitik:  Trombolitik dapat
Recombinant Tissue menyebabkan
Plasminogen Activator (rt-PA) perdarahan. Efek
diberikan pada fase akut, yaitu samping lainnya
kurang dari 3 jam setelah adalah mual,
timbul gejala, dosis 0,9-90 muntah, dan reaksi
mg/kgBB, 10% dari dosis alergi.
diberikan IV bolus selama 1  Efek samping aspirin
menit dan sisanya dilanjutkan dapat berupa rasa
dengan drip selama 1 jam. tidak enak di perut,
Trombolisis dilakukan pada mual, dan
masa golden period yaitu 3 perdarahan saluran
hingga 4,5 jam sejak cerna. Obat ini dapat
onset/kejadian stroke. mengganggu
 Antiplatelet: hemostasis pada
Aspirin 160-325 mg/hari, tindakan operasi dan
clopidogrel (plavix) 75 bila diberikan
mg/hari. Kombinasi aspirin dan bersama heparin atau
clopidogrel terbukti mampu antikoagulan oral
mencegah stroke infark. dapat meningkatkan
perdarahan.
 Efek samping
clopidogrel yaitu
supresi sumsum
tulang belakang yaitu
neutropenia dan
thrombotic
thrombocytopenia
purpura pada
beberapa kasus.
2 Neuroprotektif Citicholin dapat diberikan 2- Efek samping citicholin
4x250 mg/hari secara IV dapat berupa reaksi
kemudian dilanjutkan dengan hipersensitif seperti
2x500-1000 mg/oral. ruam kulit, insomnia,
sakit kepala, pusing,
kejang, mual, anoreksia,
nilai fungsi hati
abnormal, diplopia,
perubahan tekanan darah
sementara dan malaise.
3 Faktor Sistemik Tekanan darah harus diatur -
supaya tetap tinggi untuk
mempertahankan CBF.
Tekanan darah dikontrol
sesudah 7-10 hari dengan
target TDS 160-10 dan TDD
90-100. Kadar gula darah harus
diatur sekitar 100-200gr%.
Hiperlipidemia juga harus
dikontrol.
Selain pengobatan secara konvensional, terdapat pula pengobatan
alternatif lainnya yaitu dengan menggunakan enzim yang terdapat
dalam cacing tanah. Cacing tanah telah digunakan sebagai terapi untuk
berbagai penyakit kronik di daerah Asia, misalnya Cina, Jepang dan
Indonesia sejak ribuan tahun lalu. Penelitian mengenai penggunaan
cacing tanah sebagai obat sudah dimulai sejak 500 tahun yang lalu
(Shazari & Betta, 2016).
2. Terapi Non Farmakologi
a. Endarterektomi
Pembedahan untuk pasien dengan penyempitan pembuluh darah
dan dilakukan dengan mengeluarkan embolus (benda asing) dan
thrombus (bekuan darah).
b. Edukasi Pasien: edukasi pasien meliputi penjelasan mengenai
penyakit stroke iskemik terhadap pasien, bagaimana perjalanan
penyakitnya dan kondisi pasien saat ini
3. Rehabilitasi /ROM
Waktu yang dirasa tepat untuk segera memulai terapi pasca stroke
adalah 24-48 jam setelah serangan, asalkan kondisi penderitanya sudah
stabil. Dalam periode tersebut, penyedia layanan kesehatan akan
membantu pasien terapi pasca stroke bergerak di tempat tidur.
Fungsinya adalah memperkuat anggota gerak tubuh pasien, sehingga
membantu pasien stroke untuk mampu merawat diri sendiri dan
kembali melakukan aktivitas secara mandiri. Untuk mencegah
peningkatan TIK, dengan meninggikan kepala 30º- 45º menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang.

12. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder
(keluarga, tenaga kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk
diagnosa keperawatan.

1. Survey Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
a) A : Airway ( jalan nafas ) Pastikan kepatenan jalan napas dan
kebersihannya segera. Benda asing seperti darah, muntahan, permen,
gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat disebabkan oleh lidah
atau edema karena trauma jaringan. Jika pasien tidak sadar, selalui
curigai adanya fraktur spinal servikal dan jangan melakukan
hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan.
Gunakan tindakan jaw thrust secara manual untuk membuka jalan
napas.
b) B : Breathing (pola nafas) pada pasien stroke mungkin terjadi
akibat gangguan di pusat napas (akibat toke) atau oleh karena
komplikasi infeksi di saluran napas. pedoman konsensus
mengharuskan Monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya
diatas 95 (94-98%). Pada pasien stroke yang mengalami gangguan
pengendalian respiratorik atau peningkatan TIK, kadang diperlukan
untuk melakukan ventilasi oksigen.
c) C : Circulation shock didefinisikan sebagian tidak adekuatnya
persuasi organ dan oksigenase jaringan. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis : hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin,, penurunan capilary refill, dan penurunan
produksi urin. Pengkajian circulation pada klien stroke biasanya
didapatkan syok hipovolemik, tekanan darahnya bisa terjadi
peningkatan dan bisa terdapat hipertensi masive dengan TD>200
mmHg.
d) Disability tingkat kesadaran klien dan respon terhadaplingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut,
tingkat kesadaran. Pada tindakan lanjut, tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisar [ada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila pasien sudah mengalami koma, maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2. Survey sekunder
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa Medik
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan
dari singkatan-singkatan atau istilah medis terkait Stroke Iskemik.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan klien
sehingga klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang
dialami oleh penderita Stroke Iskemik adalah sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang
sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya
sampai klien memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian
yang harus diceritakan meliputi waktu kejadian, cara/proses,
tempat, suasana, manifestasi klinis, riwayat pengobatan, persepsi
tentang penyebab dan penyakit. Biasanya klien sakit kepala, mual
muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kelumpuhan
separuh badan dan gangguan fungsi otak.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya.
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin dan
kegemukan/obesitas.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji ada atau tidaknya keluarga yang menderita penyakit yang
sama. Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau
mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus,
penyakit jantung.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan
kesejahteraan klien. Pada saat klien sakit, klien mudah bekerja
sama untuk proses penyembuhan.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output
makanan. Pada klien Stroke Iskemik biasanya mengalami
penurunan asupan.
3. Pola eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.
Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau,
berat jenis. Pada klien Stroke Iskemik jarang terjadi gangguan
eliminasi baik BAK maupun BAB
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan Stroke Iskemik kondisi pasien lemah.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan Stroke Iskemik kemungkinan kecil untuk terganggu
pada saat tidur.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan Stroke Iskemik
mengalami penurunan kesadaran dan sulit diajak komunikasi.
7. Pola persepsi diri
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan
peran masing-masing individu. Pada klien dengan Stroke Iskemik
terjadi gangguan pada pola persepsi.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada
seksualitas dan reproduksi.
9. Pola peran dan hubungan
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada
pola peran dan hubungan.
10. Pola manajemen koping- stres
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari
berbagai faktor. Pada klien dengan Stroke Iskemik mengalami
gangguan pada pola manajemen koping-stres .
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan pada penderita Stroke Iskemik ini
berkaitan dengan klien percaya bahwa ia dapat sembuh dan ia
mampu melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya
meskipun terjadi perubahan dari sebelumnya.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada klien dengan Stroke Iskemik, klien tampak lemah dan tingkat
kesadaran composmentis.
2. Pemeriksaan tanda- tanda vital
Pada klien dengan Stroke Iskemik juga sama dengan klien lainnya
pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : simetris, rambut putih, kulit kepala bersih.
Palpasi : tidak ada massa
b. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor +/+, 2mm/2mm
Palpasi : tidak ada masalah
c. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada secret, fungsi penciuman
baik.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut & lidah
Inspeksi : mulut asimetris dextra, lidah merah,
mukosa lembab Palpasi : tidak ada masalah
e. Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
f. Thorax/ paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (+), tidak
ada jejas. Palpasi : fremitus simetris, pergerakan dada
simetris, tidak ada massa.
Perkusi : sonor Auskultasi : vesikuler
g. Jantung
Inspeksi : cekung (-),
cembung (-) Palpasi :
ictus cordis di ICS V
Perkusi : batas jantung
Atas : ICS II, linea sternalis kanan dan kiri
Pinggang : ICS III, linea sternalis kiri
Bawah : ICS V, MCL linea kiri
Auskultasi : heart rate regular, bising (-), gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-), tidak ada
jejas.
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus 8x/i, (normal= 6-12x/i)
i. Muskuloskeletal
1) Kekuatan otot : 5555 1111

5555 1111

2) Akral hangat.

4. Pemeriksaan Sistem Neurologis


a. Tingkat Kesadaran
1. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CM → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑
abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur
→ diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
a. Respon membuka mata ( E = Eye )
 Spontan (4)
 Dengan perintah (3)
 Dengan nyeri (2)
 Tidak berespon (1)
b. Respon Verbal ( V= Verbal )
 Berorientasi (5)
 Bicara membingungkan (4)
 Kata-kata tidak tepat (3)
 Suara tidak dapat dimengerti (2)
 Tidak ada respons(1)
c. Respon Motorik (M= Motorik )
 Dengan perintah (6)
 Melokalisasi nyeri (5)
 Menarik area yang nyeri (4)
 Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
 Tidak berespon (1)
Keterangan :

Dekortikasi
Ekstremitas kiri bawah kaku dan
terkedang (ekstensi), sedangkan kiri
atas kaku dan terketul(fleksi).
Deserebrasi
Gerakan ekstensi sendi siku dan
pronasi

b. Pemeriksaan Nervus Cranialis


1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan
minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas
visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di
koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup
mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan
perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N
III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari
dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata
(jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah
kiri dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas
pada kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip
ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla
dan mandibula dengan mata klien tertutup, perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan.
5. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata,
usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak
boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang
pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara
meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi,
menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya.
6. Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga
klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
Nervus IX mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
SterSLKIledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ?
kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu
dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan
dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke
kanan.
c. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan, observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki
1. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari
0-5 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot: Iumpuh
total
1 = terlihat kontraksi tetap: tidak ada gerakan pada sendi
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatan- nya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksi- mal
d. Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan
skala 0 – 4.
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
a. Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas
fleksi kurang lebih dari 30 derajat. Tendon
patela(ditengah- tengah patela dan Tuberositas tibiae)
dipukul dengan reflek hamer. Respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b. Reflek bisep

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90.


Supinasi dan lengan bawah ditopang diatas meja,
jari pemeriksa ditempat kan pada tendon bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan
reflek hamer. Normal jika ada kontraksi otot bisep,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada
pronasi,hiperaktif maka akan tejadi penyebaran
gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c. Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul
dengan dengan reflek hamer(tendon bisep berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekronon )respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada
ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot–otot
bahu.
d. Reflek achiles

Posisi kaki adalah dorsofleksi untuk memudah kan


pemeriksaan reflek ini kaki yang diperiksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral. Tendon achiles dipukul dengan reflek
hamer,respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
 Reflek Superfisial
a. Reflek Kulit Perut
b. Reflek Kremaster

c. Reflek kornea

d. Reflek Bulbokavernosus

e. Reflek Plantar
b. Reflek Patologis
 Babinski

Merupakan reflek yang paling penting, ia hanya dijumpai pada


penyakit traktus kortikospital. Untuk melakukan tes ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateral
telapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu
jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau
normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki. Cara lain
untuk membangkitkan rangsangan babinski:
a. Cara chaddock

Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian


lateral maleolus hasil positif bila gerakan
dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari
jarijari lainnya.
b. Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
c. Cara oppenheim

Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior


arah mengurut kebawah (distal)
d. Cara Gonda

Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya.


5. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada: Kaku kuduk positif
(+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien di fleksikan kedada
secara pasif: Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut normal, Kerniq + apabila
ekstensi lutut pasif dan akan menyebabkan rasa sakit.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.
13. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perfuasi serebral tidak efektif (D.0017) dengan faktor risiko
embolisme
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d gangguan neuromuskular d.d
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas,kekuatan otot menurun,, ROM
menurun, nyeri saat bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas, fisik lemah
3. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d berat
badan menurun dibawah 10% rentang ideal,, nafsu makan menurun, otot
pengunyah dan penelan lemah.
4. Defisit perawatan diri (D.0109) b.d gangguan neuromuskular d.d tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara
mandiri
5. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139) dengan faktor risiko
kekurangan status nutrisi, penurunan mobilitas, penekanan pada tonjolan
tulang
14. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1. Risiko perfuasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam Manejemen peningkatan tekanan intrakranial
serebral tidak efektif pasien menunjukkan perfusi serebral meningkat dengan (I.09325)
(D.0017) dengan kriteria hasil: Observasi
faktor risiko Perfusi serebral (L.02014) 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi,
embolisme Indikator Awal Akhir Keterangan gangguan metabolism, edema serebral)
Tingkat kesadaran 3 5 1. Menurun 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
2. Cukup
Kognitif 3 5 menurun tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
3. Sedang bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
4. Cukup
Meningkat menurun)
5. Meningkat 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
Tekanan intra 3 5 1. Meningkat
krakal 2. Cukup 4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika
Sakit kepala 3 5 meningkat perlu
Gelisah 3 5 3. Sedang
Kecemasan 3 5 4. Cukup 5. Monitor PAWP, jika perlu
Agitasi 3 5 5. Menurun 6. Monitor PAP, jika perlu
Demam 3 5
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. warna,
konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7.
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8.
Pertahankan suhu tubuh norma;
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan,
jika perlu
7. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam Dukungan mobilisasi (I.05173)
fisik (D.0054) b.d pasien menunjukkan mobilitas fisik meningkat dengan Observasi
gangguan kriteria hasil: 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
neuromuskular d.d Mobilitas fisik (L.05042) lainnya
mengeluh sulit Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
menggerakkan Pergerakan 3 5 1. Menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
ekstermitas 2. Cukup
ekstremitas,kekuatan Kekuatan otot 3 5 menurun sebelum memulai mobilisasi
otot menurun,, ROM Rentang 3. Sedang 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
gerak 3 5 4. Cukup
menurun, nyeri saat ROM Meningkat
bergerak, sendi kaku, Nyeri 3 5 1. Meningkat mobilisasi
2. Cukup
gerakan terbatas, fisik Kecemasan 3 5 Terapeutik
Kaku sendi 3 5 meningkat
lemah Gerakan tidak 3 5 3. Sedang 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
terkoordinasi 4. Cukup
(mis. tongkat, kruk)
Gerakan terbatas 3 5 5. Menurun
Kelemahan fisik 3 5 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi).
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) b.d pasien menunjukkan status nutrisi meningkat dengan Observasi
ketidakmampuan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan d.d Status nutrisi (L.03030) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
berat badan menurun Indikator Awal Akhir Keterangan 3. Identifikasi kalori dan jenis nutrien
dibawah 10% rentang Kekuatan otot 3 5 1. Menurun 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang
mengunyah 2. Cukup
ideal,, nafsu makan Kekuatan otot 3 5 menurun nasogastrik
menurun, otot menelan 3. Sedang Terapeutik
4. Cukup
pengunyah dan Meningkat 1. Lakukan oral hygene
penelan lemah. 5. Meningkat
2. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
4. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 Dukungan perawatan diri (I.11348)
diri (D.0109) b.d jam diharapkan pasien menunjukkan perawatan diri Observasi
gangguan meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
neuromuskular d.d Perawatan diri (L.11103) sesuasi usia
tidak mampu Indikator Awal Akhir Keterangan 2. Monitor tingkat kemandirian
mandi/mengenakan Kemampuan 3 5 1. Menurun 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
mandi 2. Cukup
pakaian/makan/ke Kemampuan 3 5 menurun berpakaian, berhias, dan makan
toilet/berhias secara mengenakan 3. Sedang Terapeutik
pakaian 4. Cukup
mandiri Kemampuan 3 5 Meningkat 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. suasana
makan 5. Meningkat hangat, rileks, privasi)
Kemampuan ke 3 5
toilet BAK/BAB 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. parfum, sikat gigi,
Verbalisasi 3 5 dan sabun mandi)
keinginan
melakukan 3. Damping dalam melakukan perawatan diri sampai
perawatan diri mandiri
Minat melakukan 3 5
perawatan diri 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
Mempertahankan 3 5 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
kebersihan diri
Mempertahankan 3 5 melakukan perawatan diri
kebersihan mulut 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
5. Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 Perawatan integritas kulit (I.11353)
integritas jam diharapkan masalah risiko gangguan integritas
kulit/jaringan kulit meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
(D.0139) dengan Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
faktor risiko Indikator Awal Akhir Keterangan Terapeutik
kekurangan status Elastisitas 3 5 1. Menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Hidrasi 3 5 2. Cukup
nutrisi, penurunan Suhu kulit 3 5 menurun 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
mobilitas, penekanan 3. Sedang jika perlu
Sensasi 3 5 4. Cukup
pada tonjolan tulang tekstur 3 5 Meningkat 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
Pertumbuhan 3 5 5. Meningkat selama periode diare
rambut
Kerusakan lapisan 3 5 1. Meningkat 4. Gunakan produk berbahan dasar petroleum atau
kulit 2. Cukup minyak pada kulit kering
Kemerahan 3 5 meningkat
Nekrosis 3 5 3. Sedang 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
4. Cukup hipoalergenik pada kulit sensitif
5. Menurun
6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (Mid. Lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
15. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2014). Medical Surgical Nursing (Keperawatan
Medikal Bedah). Jakarta : EGC.
Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah: Diagnosis Nanda-I 2015-2017
Intervensi NIC Hasil SLKI. Jakarta: EGC
Husna, dkk. 2015. Correlation Between Leukocyte Count When Admitted
In Emergency Room (Er) With Clinically Acute Ischemic Stroke
Patients.
Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.
Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi situasi kesehatan
jantung 2014 Tersedia
Munir, N. W. & M. Ahmad. 2019. Analisis Gambaran Kolaborasi Petugas
Kesehatan Dalam Penurunan Berat Badan Pasien Stroke Iskemik.
Journal Of Islamic Nursing. Vol 4(1): 2-6
Mutiarasari, D. 2019. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And
Prevention. Jurnal ilmiah kedokteran. Vol 6(1): 5-8
Nugraha, D. P., E. Bebasari., Y. Wardani. 2018. Profil Pasien Stroke di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JIK. Jilid 12 (1): 52-56
Nugraha, P.H.P. et al. 2018. Perbedaan Skor Functional Independence
Measure (FIM) pada Pasien Rawat Inap dengan Stroke Iskemik dan
Stroke Hemoragik di Rumah Sakit di Kota Bengkulu Tahun 2018.
Sriwijaya Journal Of Medicine. Vol 1(3): 164-176
Price, S. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Putra, S. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Stroke Non
Hemoragik Di Irna Non Bedah Neurologi Rsup. Dr. M. Djamil
Padang
Shazari, P. A & B. Kurniawan. 2016. Manfaat Enzim Protease Fibrinolitik
Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) terhadap Pasien Stroke
Iskemik. MAJORITY. Vol 5 (5): 1-5
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dalam Maryani, Y.
2015. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Iskemik Di
Ruang Dahlia RSUD Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2015.
Sumatera Barat: Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Fakultas
Kesehatan & MIPA UMSB
Subiyono., Z. Rofiq., A.Hariono. 2018. Hypno-NLP Dalam Proses Belajar
Mengajar (Pemanfaatan Potensi Otak Kanan Alam Bawah Sadar
Dan Gelombang Otak). Sleman: deepublish
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatan
Perawat Nasional Indonesia.
Usman, F. S. et al. 2019. New Paradigm in Ischemic Stroke Management
With Neurointervention Approach. JNEVI Journal of
Neurovascular Intervention.

Anda mungkin juga menyukai