oleh :
Annisa Firdaus
NIM 162311101169
2. Definisi
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi
biasanya berhubungan dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang
rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan
bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan kasus abses hati
amebik lebih sering berbanding abses hati pyogenik dimana penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri ataupun parasit.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Abses hati adalah kumpulan nanah di dalam kantung-kantung yang berada di
dalam parenkim (jaringan) hati. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh
infeksi bakteri, tetapi dapat juga disebabkan oleh jamur atau parasit.
Abses (Latin:abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran:perluasan
infeksi ke bagian lain dari tubuh. Organisme atau benda asing membunuh sel-
sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut
memicu sebuah respon inflamasi (peradangan) yang menarik kedatangan
sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut dan
meningkatkan aliran darah setempat. Struktur akhir dari suatu abses adalah
dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses
sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi struktur lain di sekitarnya.
Meskipun demikian, sering kali proses enkapsulasi tersebut justru cenderung
menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen
infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam
nanah. Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada
akumulasi nanah didalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal,
sedangkan abses mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru
terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut
3. Epidemiologi
Di negara-negara yang sedang berkembang abses hati amebik didapatkan
secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan dengan abses hati
piogenik. Abses hati piogenik ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di
daerah tropis dengan kondisi higrene/sanitasi yang kurang.
Secara epidemiologi didapatkan 8-15 per 100.000 kasus abese hati piogenik
yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, dan dari beberapa kepustakaan
Barat, didapatkan prevalensi antopsi bervariasi antara 0,29-1,47%. Sedangkan
prevalensi di rumah sakit antara 0,008-0,16% abses hati sering terjadi pada
pria dibandingkan perempuan dengan rentang usia berkisar lebih dari 40
tahun, dengan insiden puncak pada dekade ke-6
4. Klasifikasi (Penyebab)
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses
hati pyogenik.
a. Abses Hepar Amebik (AHA)
5. Manifestasi klinis
a. Abses Hepar Amebik (AHA)
Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-
lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari
amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah keluhan intestinal sembuh. Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata
dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang
sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa
seperti tertusuk – tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut
kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin
disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat
timbul tanda – tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering
timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri
tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul
rasa nyeri di dada dapat timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul
pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru – paru. Sebagian
penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang
dibuat.
Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses
hepar. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan
muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan
keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali
yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial
dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi
diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi
bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba
lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa
nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan
satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah
lateral. Ini menunjukkan tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas
abses hepatis. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol
didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar meninggi. Pada
kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat
seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat
biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta
hepatik. Pada pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin
didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura yang
disebabkan iritasi pleura.
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan
sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan
penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap
saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik.
Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri
perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali
yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.1 Gambaran
klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan
kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor
pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan
masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala
kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala pleuropulmonal,
abdomen akut.
b. Abses Hepar Piogenik (AHP)
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik.
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk
ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi
merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau
febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
(68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah
pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP
adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati
piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun
terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas
tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri
tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan
abdomen,splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik,
selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal.
Adanya ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya
penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang
buruk.
6. Patofisiologi
1. Amoebiasis Hepar
Amebiasis Hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E.Hystolitica yang member gejala
amebiasis invasive, sehingga ada dugaan ada dua jenis E.hystolitica yaitu
strain pathogen dan non pathogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuan nya menimbulkan lesi
pada hati. Patogenesi amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti.
Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain; faktor
virulensi yang menghasilakan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, factor
resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell- Mediated. (Arief mansjoer,2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme;(Arief Mansjoer, 2001).
1) Strain E.Hystolitica ada yang pathogen dan non pathogen
2) Secara genetic E.Hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan
saluran cerna terutama pada flora bakteri. Mekanisme terjadinya amebiasis
hati:
a) Penempelan E.Hystolitica pada mucus usus
b) Pengerusakan sawar intestinal.
c) Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respon
imun cell-mediated yang disebab kanenzim atau toksin parasit, juga
dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan. Dll
Penyebaran ameba kehati.penyebaran ameba dari usus kehati sebagian
besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang
disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa .lesi membesar, bersatu
dengan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekroti ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
2. Abses Hati Piagenik
Abses Hati piagenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a) Vena porta yaitu terifeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septic
b) Saluran empedu merupakan sumber infeksi tersering. Kolangitis septic
dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu
empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomaly saluran
empedu kongenital.
c) Infeksi langsung seperti luka penetrasi. Focus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lalu lintas.
d) Septisemia atau bakterimia akibat infeksi ditempat lain.
e) Kriptogenik tanpa factor predisposisi yang jelas, terutama pada organ
lanjut usia. (Aru W Sudoyo, 2006)
7. Clinical Pathway
8. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 –
15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.(Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998).
Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat,
seperti septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan
plueropulmonal, gagal; hati, kelainan didalam rongga abses, henobilia,
empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering
terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus
kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura,
empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura
dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien
dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang
berisi amuba yang ada. (Adams, E. B., 2006).
Pembesaran limpa merupakan temuan patologi yang umum dan penting.
Pembesaran pada pulpa merah terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel-
sel fagosit dan atau peningkatan jumlah sel darah. Pada infeksi yang bersifat
kronis, hiperplasia jaringan limfoid dapat ditemukan. splenomegali karena
abses hati bisa dimungkinkan oleh :
a. Infeksi
Pada kasus infeksi bakterial yang bersifat akut, ukuran limpa sedikit
membesar. Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan
peningkatan infiltrasi sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau sel-
sel yang mati akan dicerna oleh enzim, sehingga konsistensi menjadi
lembek, apabila disayat mengeluarkan cairan berwarna merah, bidang
sayatan menunjukkan warna merah merata. Permukaan limpa masih
lembut dan terlihat keriput. Peradangan dapat meluas sampai dengan
kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis dengan atau tanpa disertai
abses.
Pada infeksi kronis non-pyogenik, pembesaran yang terjadi melebihi
ukuran limpa pada infeksi akut. Konsistensi mengeras, bidang sayatan
memperlihatkan adanya lymphoid aggregates, pulpa merah banyak
mengandung sel-sel fagosit yang didominasi oleh sel plasma.
b. Gangguan Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti buluh darah pada limpa.
Keadaan kongesti limpa ini dapat disebabkan oleh 2 kondisi utama, yaitu
gagal jantung kongestif (CHF/Congestive Heart Failure) dan sirosis hati
(Hepatic Cirrhosis). Kondisi gagal jantung (dilatasi) menyebabkan
kongesti umum/sistemik buluh darah balik, terutama vena porta hepatika
dan vena splenik. Keadaan ini mengakibatkan tekanan hidrostatik vena
meningkat dan mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa. Pada kondisi
sirosis hati, aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena
terjadi fibrosis hati. Keadaan seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik vena porta dan vena splenik, sehingga menyebabkan
pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang diakibatkan oleh sirosis hati ini
dapat disertai penebalan lokal pada kapsula. Adanya abses hati khussunya
yang terdapat pada vena porta juga memungkinkan obstruksi.
9. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Untuk mengetahui keadaan hemoglobin, leukosit dan faal hati.
b. Foto dad
Didapatkan peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak
diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara
bebas di atas hati.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e. Tomografi kompeter
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma.
f. Pemeriksaan serologi
Menunjukan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman
11. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu
lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia,
bunyi jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urine gelap pekat.
d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma,
bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan
atas, pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis,
patekis, angioma spider, eritema.
i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi
testis.
j. Pengumpulan data :
1) Aktivitas
Gejala : Klien mengatakan mudah merasakan lelah,
Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
seperti biasa
Tanda : Penurunan tonus otot
Malaise
2) Makanan dan Cairan
Gejala : Klien mengatakan tiada nafsu makan
Klien mengeluh merasa mual dan muntah
Tanda : Anoreksia
Berat badan menurun
Nampak mual dan muntah
3) Nyeri
Gejala : Klien mengatakan nyeri pada daerah perut kanan atas
Klien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kanan
Tanda : Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
Nyeri spontan perut kanan atas
Nampak membungkuk ke depan dan kedua tangan
Nampak memegang abdomen saat berjalan karena nyeri
Ekspresi wajah meringis
4) Keamanan
Gejala : Klien mengeluh merasakan deman
Tanda : Suhu tubuh meningkat
Leukosit meningkat